Anda di halaman 1dari 20

PENENTUAN JENIS KOMODITAS EKSPOR INDONESIA

KE CHINA: PEMANFAATAN HUBUNGAN PERDAGANGAN


INDONESIA-CHINA
Koesmawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta
ABSTRAK
Perubahan Kebijakan politik luar negeri Republik Rakyat China dari
sistem politik tirai bambu ke sistem politik yang lebih terbuka telah terbukti
mendukung suksesnya negeri yang berpenduduk terbesar di dunia ini dalam
memasuki pasar dunia. Perubahan dimaksud juga berdampak terhadap
hubungan diplomatiknya dengan Indonesia. Bagaimana perubahan kebijakan
politik tersebut mempengaruhi hubungan perdanganan antara China dan
Indonesia dan bagaimana pihak Indonesia dapat memanfaatkan hubungan
tersebut dalam menentukan komoditas ekspor ke China, dibahas dalam
makalah ini. Dari bahasan tersebut diperoleh informasi bahwa komoditas
ekspor yang cukup potensial untuk direalisasikan meliputi minyak goreng
(cooking oil); kayu dan olahannya (woods and woods products), alat elektronik
(electrical appliances), dan rempah (spices). Hal yang perlu diperhatikan
adalah bahwa komoditas-komoditas tersebut bisa diproduksi oleh negara Asia
Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Ini
berarti bahwa dalam merealisasikan ekspor komoditas-komoditas di atas,
Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara tersebut.
Kata kunci: RRC, potensial, kebijakan, politik luar negeri, pasar dunia.
PENDAHULUAN
China dikenal sebagai sebuah nega-
ra dengan jumlah penduduk terbanyak di
dunia. Menurut data terakhir penduduk-
nya adalah 1.360.429.000 jiwa, dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata minimal
9.53%. Daerah-daerah Hachen, Guitho,
Qunghai, Hujiang dan Nugxia termasuk
daerah yang cukup padat pertumbuhan
penduduknya (di atas 12%). Sementara
daerah Jianpu, Hunan, Guangdong,
Sidivan termasuk daerah yang relatif
banyak penduduknya, yakni di atas 70
juta jiwa (Dinas Kependudukan China).
Hal ini terus bergulir hingga merambah
Asia tenggara, “tanpa kehadiran jaringan
bisnis China yang sangat kuat ini,
kawas-an Asia,khususnya Asia
Tenggara tidak akan semaju sekarang
(Prasentyantoko, 2001). Bagi mereka
yang pernah menin-jau negeri China,
memang dirasakan se-buah kesan bahwa
negeri ini sedang menyiapkan sesuatu
yang besar dalam berbagai hal sebab
jumlah orang yang harus dilayani juga
besar. Perkembangan ekonomi China
begitu signifikan,sehing-ga banyak
kalangan ketakutan,sampai-sampai
untuk masuk WTO (World Trade
Organization) yakni organisasi yang
mengaturlalu-lintasperdagangan,
ternyata China dihambat begitu rupa
hingga harus menunggu bertahun-tahun.
Pada tahun 1998 ekspor dan impor
China mencapai 323,93 milyar US$, de-
ngan perincian impor 140.17 milyar $ dan
ekspor 183,76 milyar $. Kenaikan perta-
hun rata-rata 43,59 milyar $. Jumlah ini
menjadikan China menempati posisi no
11 pada urutan total ekspor-impor negara
maju di dunia. Pada tahun 1998 itu total
volume ekspor-impor dengan 10 terbesar
mitra dagang China (antara lain Jepang
57,9 milyar $ dan USA 54,94 $) sebesar
287,22 milyar, yang berarti 88,7% dari
keseluruhan ekspor-impor China (CCPIT,
2000: 38).
Perubahan Perilaku Elit Politik
Suasana batin, sebutlah demikian,
daripara elite politik di China belum dapat
“dilepas” dari bayang-bayang ide men-
diang Mao Zedong dan Deng Xiaoping.
Prinsip-prinsip pokok pedoman ideologi
China adalah kepemimpinan Partai Ko-
munis China, ajaran Marxisme-Leninis-
me dan pemikiran Mao Zedong masih
mendominasi sistem poltik di China mau-
pun sikap kepribadian umumnya warga
China. Pada masa kepemimpinan Deng
Xioping dilakukan interpretasi ulang ter-
hadap ketiga prinsip pokok tersebut, se-
lain dikaitkan dengan perkembangan du-
nia dan upaya modernisasi China (Chong
Chor Lau, 1999).
Pemikiran Deng Xioping ini yang di-
kenal dengan Den Xioping Theory kemu-
dian dinyatakan sebagai “Sosialisasi de-
ngan Karakteristik China”. Konsepsi ini
terus dipertahankan hingga kini dalam
kepemimpinan Jiang Zemin (Kustia,
2000).
Kalau Mao Zedong mempunyai teori
“Socialist Revolution”,Deng Xioping
mempunyai teori “Chinese Socialisme”.
Untuk memperkuat kedudukannya seba-
gai pimpinan China generasi ketiga,
Jiang Zemin mengenalkan teori untuk
menghadapi abad XXI yang dikenal de-
ngan teori 3 kepeloporan (three repre-
sentative) yaitu : “Conception patriotism,
the communist parties role and building of
a socialist market economy in China”.
Posisi Jiang Zemin kini makin mantap
sebagai pemimpin ideologi pengganti
2
2002
Deng Xiaoping, yang mampu mengantar-
kan China menuju kemajuan abad 21.
Kegagalan kedua pendahulunya yai-
tu Hu Yaobang (1987) dan Zhao Ziyang
(1989) yang dipecat dari kedudukannya
sebagai Sekjen PKC karena, “geng-
gaman atas peradaban materi terlalu
ketat, sedangkan peradaban spiritual
terlepas”. Kata-katanya di depan Asosiasi
Pengarang China “Janganlah menyebut-
nyebut lagi tentang pemberantasan
polusi spiritual maupun liberalisasi
borjuis”.Dalammemperhatikan
sosialisme seba-gai ideologi, terdapat
dua kelompok be-sar yang mempunyai
pendekatan yang berbeda (Kustia, 2001)
Golongan konservatif senantiasa ber-
usaha agar sosialisme tidak memudar
sebagai akibat kemajuan yang dicapai
oleh kebijakan keterbukaan dan refor-
masi.
Di lain pihak golongan reformis de-
ngan gigih berusaha untuk mengembang-
kan sosialisme modern agar proses re-
formasi dapat berkelanjutan. Golongan
reformis menekankan kepada kekuatan
sistem hukum untuk menjamin ketahanan
ideologi rakyat serta hukum pula yang
mengatur pembagian kewenangan di
antara lembaga Partai Komunis China
dan pemerintahan (Yuang Hay, 1998).
Pada peringatan Partai Komunis
China (PKC) ke 80 pada Tanggal 1 Juli
2001 Presiden Jiang Zemin selaku Sekre-
taris Jenderal PKC memberikan sambut-
an yang pada pokoknya memuat 3 hal,
yakni keberhasilan dan pengalaman
PKC, penjelasan teori 3 kepeloporan
(three representative) dan himbauan ke-
pada para kader partai untuk berjuang
mewujudkan tujuan historis pada abad
baru ini yang meliputi (CCPIT, 2000):
a. Meneruskan upaya modernisasi;
b. Mewujudkan reunifikasi;
c. Mempertahankan perdamaian dunia;
d. Memajukan pembangunan bersama.
Penekanan terbesar pada masalah
teori 3 kepeloporan ini adalah untuk
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun
memberi trade mark kepada Jiang Zemin
dalam sejarah perjalanan partai.
Teori tiga kepeloporan mengajak
para kader partai untuk merepresentasi-
kan (Wang Menkui, 2000) hal-hal berikut:
a. Pembangunan kekuatan produktif
yang canggih;
b. Orientasi kebudayaan yang canggih;
c. Kepentingan mendasar rakyat China.
Perkembangan Mutakhir Politik di
China
Warna politik China sepeninggal
Deng Xioping ditentukan oleh tokoh-tokoh
konservatif Li Peng, tokoh reformasi Zhu
Rongji, Qiao Shi dan Rong Yiren dan to-
koh jalan tengah Jiang Zemin.
Penokohan Jiang Zemin,loyalis
Deng Xioping, menyebabkan kelompok
garis keras Partai Komunis China tidak
dapat merombak arus reformasi yang
sedang berlangsung pesat di China
(Wang Mengkui, 2000).
Kekhawatiran terjadinya keretakan
dalam kepemimpinan China sepeninggal
Deng Xioping ternyata tidak terjadi.
Keadaan ini menciptakan politik dalam
negeri China sampai saat ini nampak
aman dan stabil (Kustia, 2000).
Faktor penting lain yang menentukan
stabilitas politik China adalah adanya du-
kungan militer baik dari kalangan Komisi
Militer Pusat maupun tokoh-tokoh pimpin-
an Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Kesepakatan penting untuk menghin-
dari terjadinya perpecahan antara kelom-
pok moderat dengan kelompok radikal di-
kalangan pimpinan PKC, adalah:
a. Mempertahankan sistem kepemim-
pinan kolektif, meskipun satu orang
ditunjuk sebagai “inti” nya; dan
b. Pimpinan inti dipercayakan kepada
Jiang Zemin, untuk memelihara ke-
seimbangan antara kekuatan refor-
mis dengan kekuatan konservatif.
Namun demikian, pada tahun 1999
kelompok konservatif sempat mendapat
angin, untuk menyerang kebijakan-kebi-
jakan keterbukaan dan reformasi, de-
ngan memburuknya hubungan China-
Amerika menyusul peristiwa pemboman
Kedutaan Besar China di Beograd oleh
NATO.
Dalam sidang pleno ke 4 Komite
Sentral PKC ke 15 pada Tanggal 19-22
September 1999, telah menetapkan wa-
kil Hu Jintao sebagai wakil komisi Militer
Pusat. Dalam tradisi politik China, Wakil
Komisi Milter nerupakan lembaga yang
memiliki nilai strategis sebagai batu lon-
catan ke posisi puncak. Dengan demiki-
an, jika tidak ada hal-hal baru, Hu Jintao
tampaknya telah mulai dipersiapkan se-
bagai pemegang tampuk kekuasaan
berikutnya, setelah Jiang Zemin berakhir
masa jabatannya pada tahun 2003. Na-
mun para pendukung Jiang Zemin meng-
hendaki jabatan Jiang Zemin diperpan-
jang dengan alasan bahwa Deng Xioping
justru mencetuskan ide-ide cemerlang pa-
da usia 80-an. Pesaing kuat Hu Jintao
datang dari Rising Star Zeng Qinghong,
ketua Departemen Organisasi dari Sen-
tral Komite Partai (Lihat juga Chong Chor
Lau, 2000, tentang Chronology of 1998).
Beberapa pengamat menduga ke-
sempatan Zeng Qinghong lebih baik, de-
ngan alasan basis pendukung Hu Jintao
tidak cukup kuat untuk menandingi Zeng
Qinghong. Suasana penokohan Hu Jintao
begitu derasnya ketika berlangsungnya
sidang Partai Komunis China menjelang
akhir tahun 2001.
Reformasi struktur politik RRC nam-
paknya dilakukan dengan sangat hati-
hati, meskipun keinginan untuk memper-
cepat reformasi struktur politik China
telah dinyatakan untuk pertama kalinya
oleh Presiden Jiang Zemin pada kesem-
patan peringatan ke 80 PKC.
Presiden Jiang Zemin menyatakan
bahwa reformasi politik tetap harus memi-
liki “Karakteristik China” dan dilakukan
secara bertahap. Pandangan ini berda-
sarkan kepada beberapa hal, yaitu: Per-
tama, para pemimpin China melihat rak-
yat belum siap untuk menerima dan
melakukan reformasi politik dan kedua,
pengalaman menunjukkan bahwa keka-
cauan selalu terjadi pada tiap tingkat so-
sial masyarakat China, setiap kali China
melakukan reformasi politik
Jiang Zemin nampaknya belajar dari
pendahulunya yang gagal, yang ingin
menerapkan perubahan politik kearah po-
litik model Barat. Jiang Zemin nampak-
nya cenderung memilih model politik elitis
yang mampu mempertahankan stabilitas
politik, berbeda dengan Indonesia dan
Philipina yang harus melalui “periode
instabilitas”.
Dalam kaitannya dengan Hongkong,
pelaksanaan prinsip “Satu negara dua
sistem” pada umumnya berjalan dengan
baik. Demikian juga penyerahan Macao
telah berjalan dengan lancar.
Di bidang luar negeri, China tetap
melaksanakan politik luar negeri yang in-
dependen atas dasar prinsip hidup ber-
dampingan, sesuai dengan kebijakan
“Peacefull Coexistance”, yaitu:
a. Menghormati kedaulatan negara lain;
b. Tidak mencampuri urusan dalam ne-
geri negara lain;
c. Semua negara memiliki derajat yang
sama dan saling menghormati dalam
hubungan ingernasional;
d. Penyelesaian sengketa dalam hu-
bungan internasional diselesaikan
me-laluikonsultasisecara
bersahabat
e. Tidak melakukan agresi terhadap
negara lain.
Keaktifan diplomasi China tidak ter-
lepas dari perkembangan dalam negeri-
nya yang memerlukan situasi dan kondisi
lingkungan yang kondusif bagi kelang-
sungan reformasi dan pembangunan na-
sionalnya. Hubungan luar negeri China
menunjukkan peningkatan yang signifikan
seperti ditunjukkan oleh tingginya freku-
ensi pertukaran kunjungan antar Pejabat
Tinggi dengan berbagai negara, baik ne-
gara besar maupun kecil. China nampak
4
2002
terus berusaha menyeimbangkan hubu-
ngannya dengan negara-negara berbagai
kawasan. Ini juga dimaksudkan oleh
keinginan China untuk mewujudkan dan
mempertahankan hubungan internasional
yang bersifat multipolar, dengan demik-
ian percaturan hubungan internasional ti-
dak didominasi oleh Amerika Serikat.
Padahal sementara ini, Amerika Serikat
menyibukan diri dengan apa yang disebut
agenda “memberantas terorisme interna-
sional tanpa batas waktu”. Keadaan ini
bisa mempengaruhi perekonomian dunia,
China kemungkinan besar akan diuntung-
kan oleh keadaan ini.
Konstelasi Perekonomian China
Hampir dua dekade sejak pucuk pim-
pinan China Deng Xioping mengenalkan
ekonomi pasar, China telah menunjuk-
kan kemajuan yang sangat berarti.
Gambaran ini menurut State Statis-
tical Bureau, dilihat dari pertumbuhan
ekonomi China sebesar 7, 8% pada tahun
1998, 7, 1% pada tahun 1999, 8% pada
tahun 2000 dan 7, 6% untuk periode
Januari – September 2001. Prediksi untuk
tahun 2002 sebesar 7% (Xinhua, Vol 5,
No 22, 2001).
Nilai GDP tahun 1998 sebesar US$
960, 8 milyar (7.974,8 milyard Yuan),
sedangkan pada tahun 1999 mencapai
US$ 988, 6 milyar dan pada tahun 2000
mencapai US$ 1,078 trilyun. Untuk tahun
2001 dari Januari-September mencapai
US$ 810 milyar. Prediksi untuk tahun
2002 mencapai US$ 1,51 trilyun. Penca-
paian ini melebihi negara-negara lainnya
di Asia. Kenaikan GDP sebesar 7, 1% pa-
da tahun 1999 melebihi perkiraan sebe-
lumnya, sebesar 6,6%. Pada tahun 2000,
GDP mencapai kenaikan 8%, melebihi
perkiraan sebelumnya yaitu 7,5%. Untuk
meningkatkanpertumbuhan,China
menerapkan strategi garpu bermata tiga
(a three pronged strategy), yaitu:
Pertama, Kebijakan Moneter. Tingkat
bunga telah diturunkan sebanyak 7 kali
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun
sejak tahun 1996, dengan tujuan men-
dorong permintaan barang konsumsi dan
menyelesaikan utang-utang BUMN dan
perbankan. Tingkat suku bunga belum
mengalami perubahan sejak bulan Sep-
tember 1999. Dewasa ini, Pemerintah
RRC mendapatkan tekanan yang cukup
besar untuk menurunkan tingkat suku
bunga.
Tekanan ini didasari oleh kekhawa-
tiran pertumbuhan ekonomi dari 7, 9%
pada kuartal kedua menjadi 7, 6% pada
kuartal ketiga tahun 2001. Bahkan hingga
penutup tahun 2001 pertumbuhan ekono-
mi RRC diramalkan oleh ADB sebesar 7,
3%. Menurut Pejabat State Information
Center RRC, disarankan penurunan suku
bunga sebesar 0, 5% point untuk pinja-
man dan deposito. Penurunan ini akan
membantu merevitalisasi permintaan do-
mestik dengan mendorong tabungan dan
investasi pribadi. Hal ini diharapkan da-
pat mengamankan pertumbuhan ekonomi
hingga akhir tahun ini dan tahun depan.
Tingkat suku bungan RRC relatif ma-
sih lebih tinggi dibandingkan tingkat suku
bunga di Amerika Serikat atau negara-ne-
gara lain, untuk itu penurunan tingkat su-
ku bunga amat dimungkinkan. Di samping
itu, penurunan tingkat suku bunga akan
berdampak“psikologis”dengan
memberikan signal bahwa kebijakan
moneter RRC akan beralih dari “prudent”
menjadi “active” (Kustia : 2001, lihat
Juga Atase Perindag, 2000).
China juga membuat perubahan
yang mendasar tentang harga melalui
apa yang disebut “Price Reform”. Tidak
tanggung-tanggung ini adalah sebuah
wujud pelaksanaan keputusan Rapat
Partai Komunis Tanggal 20 Oktober 1984
yang mengamanatkan adanya perubahan
dalam cara penetapan harga. Reformasi
harga adalah syarat mutlak untuk refor-
masi struktur ekonomi dan itu merupakan
kunci utama. Intinya harga itu ditentukan
oleh pasar (Wan Mengkui, 2000).
Kedua, Pengeluaran Pemerintah. Pe-
ngeluaran pemerintah meningkat tajam,
terutama karena peningkatan investasi
pada infrastruktur serta investasi oleh
BUMN-BUMN kunci. Untuk membiayai
pengeluaran ini, pada tahun 1998 peme-
rintah China mengeluarkan 133, 3 milyar
dollar AS, tahun 1999 sebelum 162, 8
milyar dollar AS, tahun 2000 sebesar 19,
6 milyar dollar AS dan tahun 2001 hingga
bulan September sebesar 141, 7 milyar
dollar AS. Kebijakan ini telah meningkat-
kan pertumbuhan pertahun sebesar 2%.
Ketiga, Kemajuan dalam ekspor.
Subsidi ekspor langsung sejak tahun
1980-an sudah tidak memungkinkan, ka-
rena pembatasan ekspor oleh mitra da-
gang utama China. Dalam upaya China
untuk bergabung dengan WTO, China
telah menghapuskan kebijakan-kebijakan
yang dapat menggagalkannya. Chinapun
tidak melakukan devaluasi sejak tahun
1994. Hal ini dilakukan untuk menunjukan
keinginan China untuk tidak ikut mening-
katkan instabilitas nilai tukar dikawasan. :
Selain ini devaluasi akan meningkatkan
biaya ekspor,karena barang ekspor
China masih mengandung isian yang di
impor (import content).
Faktor lain adalan untuk tetap mem-
pertahankan dollar Hongkong terhadap
dollar Amerika Serikat, juga agar tidak
mengganggu investasi asing di China.
Volume ekspor China pada tahun 1998
mencapai US$ 194, 93 milyar, menunjuk-
kan kenaikan dibanding tahun 1998 yang
mencapai US$ 182 milyar. Pada tahun
2000 mencapai US$ 249,21 milyar, se-
dangkan untuk tahun 2001 hingga bulan
September, mencapai US$ 195,37 mil-
yar, naik sebesar 7, 17% dibandingkan
tahun sebelumnya, pada tahun yang
sama (Chong Chox Lau, 1999). Pada
tahun 1997, sebagai akibat dari gejolak
keuangan pertumbuhan ekspor China
menurun dan pada tahun 1998 menga-
lami pertumbuhan ekspor nol bahkan
pertumbuhan negatif. Namun China
mengambil langkah-langkah seperti dije-
laskan di atas dengan meningkatkan per-
mintaan didalam negeri, khususnya kebi-
akan fiskal aktif (active fiscal policy). Loan
khusus sebesar 100 milyar yuan dari
bank komersil digunakan terutama untuk
investasi di konservasi air minum, jalan
kereta api, jalan raya, telekomunikasi,
jaringan pembangkit tenaga listrik serta
infrastruktur lainya. Investasi ini telah
mampu mengembangkan pasar.
Tingkat pertumbuhan ekonomi mulai
nampak pada kwartal ketiga dan mening-
kat lebih cepat pada kwartal keempat.
China diperkirakan dalam 20 tahun men-
datang akan mengalami pertumbuhan
ekonomi tujuh kali lipat apabila dapat
mempertahankan pertumbuhan rata-rata
6,5%. World Bank memperkirakan bahwa
pada tahun 2020, akan menjadi negara
pengekspor terbesar kedua setelah Ame-
rika Serikat. Namun demikian kira-kira
setengah dari 300.000 BUMN mengalami
kerugian, sehingga diperkirakan akumu-
lasi hutang mencapai seratus milyar
dollar Amerika Serikat.
Untuk mengatasi masalah ini China
telah melakukan langkah-langkah melan-
jutkan reformasi struktural dilingkungan
BUMN dan sektor manufaktur, China
berhasil mengatasi dengan baik meski-
pun belum tuntas, yang semula dikhawa-
tirkan menyulut gejolak sosial yaitu peng-
angguran massal akibat pemutusan hu-
bungan kerja dan kegoncangan finansial.
Arah Reformasi Kepemilikan
Perlu pula ditambahkan disini ialah
bagaimana China melakukan suatu peru-
bahan masalah kepemilikan. Contoh pe-
rubahan kebijakan pertanahan di China.
Sebenarnya sejak tahun 1953-1954 telah
ada suatu kerjasama saling membantu
suatu kelompok produksi dengan kepemi-
likan swasta dan secara bertahap terus
berubah hingga setelah tahun 1978.
Setelah tahun 1978 muncul kebijakan
sistem tanggung jawab berproduksi dan
6
2002
secara bertahap menghilangkan sistem
pemilikan komunal (Lihat Wang Mengkui,
2000, hal 67-145). Nilai perdagangan
negeri China tahun 2000 mencapai 474,
30 milyar dollar Amerika Serikat, naik
sebesar 13, 12% dibandingkan tahun
sebelumnya. Impor China pada tahun
2000 mencapai US$ 225,09 milyar naik
sebesar 13,57% dibandingkan sebelum-
nya yaitu US$ 165,72 milyar.
Kent E. Calder (1996, hal 10) me-
nunjukkan bahwa China adalah “importir
minyak baru yang sangat kuat”. Sehingga
tak dapat dipungkiri kalau ekspor minyak
dari Indonesia ke China sangat signifikan.
Dengan demikian perdagangan tahun
2000 tetap memberikan surplus bagi
China dengan nilai US$ 24,12 milyar,
meskipun sebetulnya menurun 17,3% di-
bandingkan dengan surplus tahun 1999
sebesar US$ 29,21 milyar. Kenaikan eks-
por tersebut diakibatkan oleh dua faktor
utama yaitu secara eksternal oleh cepat-
nya pemulihan situasi perekonomian di
Asia dan secara internal oleh efektifnya
kebijaksanaan menaikkan tingkat peng-
embalian pajak (export tax rebate).
Perekonomian China tahun 2002
diperkirakan akan tetap baik meskipun
tingkat pertumbuhan relatif menurun yaitu
7% dengan tingkat inflasi rendah. Yuan
Wang (1998, hal 16) bahkan menyebut-
kan angka 9% pertahun selama dua dasa
warsa, berarti ada sedikit penurunan.
Pertumbuhan itu dicapai dengan kebija-
kan fiskal aktif dan lebih mendayaguna-
kan moneter sebagai alat kebijakan,
antara lain dengan menarik investasi pa-
da sektor-sektor yang diprioritaskan bagi
pembangunan infrastruktur, proyek-pro-
yek lingkungan hidup dan pembangunan
industri teknologi tinggi. Meskipun banyak
mengalami kemajuan China masih meng-
hadapi berbagai kendala seperti daya beli
konsumen yang masih rendah, sehingga
permintaan produk-produk dipasaran ti-
dak meningkat. Selain itu struktur ekono-
mi pasar yang dibangun masih belum di-
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun
laksanakan secara rasional karena distor-
si yang dialami sebagai akibat dari peng-
awasan pemerintah yang cukup ketat.
Persoalan lain adalah kesenjangan
pendapatan penduduk antar wilayah di
China makin melebar sebagai akibat
pembangunan yang cepat, terutama san-
gat terasa atara wilayah pantai timur Chi-
na yang semakin maju dengan wilayah
pedalaman (Barat dan Tengah) yang ma-
sih tertinggal. Untuk mengatasi ini, pada
sidang ke-3 National People Conggres
(NPC) bulan Maret tahun 2000, China
menetapkan kebijakan untuk melaksana-
kan strategi perkembangan wilayah-wila-
yah bagian Barat dalam skala besar gu-
na mendorong keseimbangan pertumbu-
han ekonomi regional yang terkoordinasi
antara wilayah-wilayah di pantai Timur
dengan wilayah Tengah dan Barat China,
meningkatkan daya beli masyarakat pe-
desaan dan terus meningkatkan iklim in-
vestasi, antara lain melalui usaha untuk
menurunkan tarif produk-produk industri
hingga 10% pada tahun 2005. Untuk pe-
ngembangan wilayah Barat, ditetapkan
10 proyek besar dan segera bisa berin-
tegrasi dengan wilayah lain yang lebih
makmur dan maju di wilayah Timur.
Perubahan
Indonesia
Kebijakan
terhadap
Menurut Kustia (2001), hubungan
diplomatik Indonesia-China dimulai pada
tahun 1950. Hubungan awal ini belum
memberikan hubungan yang produktif,
karena situasi dalam negeri Indonesia
dan China yang sedang disibukkan oleh
proses rekontruksi dalam suasana revo-
lusi. Hubungan diplomatik Indonesia-Chi-
na dibekukan pada Oktober tahun 1967
setelah peristiwa G30S/PKI, disebabkan
peran China dalam membantu PKI saat
itu. Upaya-upaya China untuk membuka
kembali hubungan diplomatik dengan In-
donesia nampak pada tahun 1985-1988.
Indonesia saat itu tidak segera memberi-
kan tanggapan, karena peristiwa G30S/
PKI meninggalkan keraguan politik bagi
Indonesia untuk normalisasi hubungan
Indonesia-China.
Dipulihkanya kembali hubungan di-
plomatik Indonesia-China ditandai oleh
kunjungan resmi Perdana Menteri China
ke Indonesia pada Tanggal 6-10 Agustus
1990 dengan ditandatanganinya naskah
memorandum of understanding mengenai
pemulihan hubungan diplomatik, juga de-
ngan dilakukannya penandatanganan
naskah persetujuan hubungan kerja sama
dibidang ekonomi dan perdagangan anta-
ra kedua negara (Kustia, 2001).
Hubungan bilateral Indonesia-China
dalam bidang ekonomi, perdagangan dan
kerjasama tehnik selama periode 1999/
2000 secara umum semakin meningkat.
Dalam rangka Kerjasama Teknik antar-
Negara Berkembang (KTNB) selama peri-
ode tahun 1999/2000, Indonesia telah
menawarkan kepada China sebanyak 8
buah, yang meliputi bidang telekomuni-
kasi, peran media dan televisi, perumah-
an, dan irigasi. China telah memanfaat-
kan program pelatihan ini dan mengirim 8
orang peserta, sebaliknya China juga
menawarkan program pelatihan teknologi
kepada pihak Indonesia. Jika dikaitkan
dengan perkembangan alih teknologi,
sulit ditemukan suatu bukti empirik apa-
kah ada pengaruh China dalam kemajuan
teknologi Indonesia. Menjelang akhir
kejatuhan Ir Sukarno presiden pertama
Indonesia, hubungan kerjasama menca-
pai puncaknya hingga dikenal Poros
Jakarta-Peking.
Nilai perdagangan Indonesia-China
pada tahun 1999 mengalami pertumbuh-
an yang pesat, yaitu naik sebesar 33,1%
dibandingkan dengan nilai perdagangan
tahun 1998. Menurut catatan CBS ekspor
China ke Indonesia tahun 2000 sebesar
3,06 milyar dollar AS, naik sebesar 60%
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
906 juta dollar AS. Untuk tahun 2001
sampai bulan September sebesar 2, 12
milyar dollar AS turun 6, 19%, dibanding-
kan periode yang sama tahun sebelum-
nya sebesar 2, 18 milyar dollar AS. Nera-
ca perdagangan Indonesia-China selama
ini menunjukan surplus untuk Indonesia,
yang pada tahun 2000 mencapai nilai
sebesar 1,34 milyar dollar AS. Dalam
tahun 2000, Indonesia merupakan nega-
ra urutan ke 14 sebagai negara tujuan
ekspor China, dan urutan ke 13 sebagai
negara sumber impor China (Atase
Perindag, 2000).
Dalam bidang pariwisata diharapkan
meningkat terutama dari China ke Indo-
nesia. Setelah dilakukan kemudahan-
kemudahan dalam prosedur keimigrasian
dan setelah Indonesia oleh China ditetap-
kan sebagai approved destination status
pada bulan Oktober 2000. Menteri pariwi-
sata dan seni, memperkirakan sebanyak
1,3 juta turis China akan masuk ke Indo-
nesia.
Penandatanganan kerjasama pariwi-
sata telah dilakukan di Jakarta pada
Tanggal 8 Nopember 2001.
Investasi China di Indonesia sampai
bulan Juli 2000, menurut catatan BKPM
mencapai 362,8 juta dollar AS untuk 81
proyek, merupakan peringkat ke-28 de-
ngan nilai 0,16% dari total investasi.
(Kustia, 2001, Lihat juga laporan Atase
Indag KBRI Beijing, 2001).
Pemilihan Komoditas Ekspor
Kemajuan Perekonomian RRC yang
demikian pesat, sementara keadaan In-
donesia yang belum pulih dari krisis multi
dimensi, berakibat kepada perubahan
perkembangan perdagangan antara ke-
dua negara tersebut. Dari data-data yang
dikemukakan di bawah ini akan kita cari
komoditas mana yang dapat dioptimal-
kan. Sebab klau kita tidak berdagang
secara maksimal, tahun demi tahun per-
saingan perdaganagn ke China akan
semakin berat. Inilah butir-butir pene-
muan yang relevan dengan optimalisasi
komoditas ekspor ke China yang dimak-
sud oleh penelitian ini. Dalam per-
8
2002
kembangan ekonomi terbuka China kurun
waktu 1978-1998 benar-benar China
mengalami kenaikan yang sangat drama-
tis (Wang Menkui, 2000: 346), sehingga
bila Indonesia dapat tepat memaksimal-
kan komoditasnya, akan benar-benar
membawa devisa yang cukup signifikan.
Berikut ini dikemukakan analisa atas
data dan informasi yang diperoleh dari
Biro Statistik RRC dan Atase Perindag
KBRI Beijing (2001).
Secara umum total perdagangan
RRC dengan Indonesia menurun hingga
–6% dari 5.416,68 juta $ menjadi 5,081
juta $. Jumlah ini hanya 1,37% saja dari
perdagangan dengan dunia. Sementara
ituneracaperdagangandengan
IndonesiabagiRRCmengalami
perbaikan yakni menurun dari 1.037,65
juta $ menjadi -838,38 juta $. Ini berarti
bagi Indonesia secara umum terjadi
kemunduran dan bagi RRC telah ada per-
baikan pada neraca perdagangannya
dengan Indonesia.
Nilai ekspor RRC ke Indonesia terdiri
atas Migas dan Non Migas. Untuk migas
ternyata mengalami kenaikan pesat
189,21% yakni dari 95,55 juta $ menjadi
276,35 juta $. Hal ini terjadi kemungkinan
besar karena terjadinya kelangkaan
bahan bakar di Indonesia pada awal
hingga pertengahan tahun 2001. Akan
tetapi nilai ekspor non-migas turun
sebesar -11%,walaupun demikian
secara absolut, nilai ekspor non migas
dari RRC ke Indonesia tetap lebih besar
dari ekspor migasnya. Walaupun de-
mikian, secara total, nilai ekspor ke
Indonesia mengalami penurunan se-
besar 3,10% dibandingkan dengan
ekspor RRC ke dunia, ini hanya 1,20%
saja.
Sementara itu nilai ekspor Indonesia
ke RRC dari sisi non migas tetap lebih
besardarimigasnamun hanya
mengalami kenaikan tipis sebesar 0, 77%
dari 2.421,59 Juta $ menjadi 2.440,35
juta $. Sedangkan ekspor migas
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun
mengalami penurunan sebesar 35% dari
805,58 juta $ menjadi 519,65 juta $,
sesuai dengan penjelasan di atas hal ini
disebabkan karena kebutuhan dalam
negeri Indonesia yang bertambah. Secara
umum, seperti juga RRC ke Indonesia,
maka ekspor Indonesia ke RRC juga
menurun sebesar 8,28%. Ini perlu
dicermati sebab total impor dunia ke RRC
mengalami kenaikan sebesar 11,22%, ini
berarti kemampuan ekspor Indonesia ke
RRC menurun sementara dunia sedang
menaik.
Dalam keadaan pertumbuhan yang
kurang baik ini,tercatat bahwa dari
sembilan belas komoditas yang dika-
tegorikan berdasar SITC. Ternyata ada
sembilan komoditas mengalami kenaikan
pesat bahkan lima diantaranya lebih dari
30% kendatipun pangsa pasarnya
dibandingkanduniamasihkecil.
Kesembilan komoditas itu adalah :
-Karet mentah,sintetis dan
pugaran 97,23%.
-Alat telekomunikasi 106,57%
-Kayu dan Gabus 31,63%
-Barang mineral bukan logam
44,45%
-Besi dan Baja 135%
-Sepatu dan peralatan kaki lainnya
21,27%
-Ikan, kerang-kerang, moluska,
olahannya 9,15%
-Kendaraan bermotor jalan raya
25%
-Serat tekstil dan sisanya 18,89%.
Untuk semua komoditas yang disebutkan
di atas perlu dipikirkan cara peningkatan-
nya karena pangsa pasarnya rata-rata
masih di bawah 2% saja. Walaupun demi-
kian, keadaan perdagangan yang sudah
relatip lancar harus ditingkatkan, sebab
jika perdagangan dengan China ini
mengalami stagnasi, maka kesempatan
emas untuk meningkatkan perdagangan
dengan China akan tersaingi oleh pesa-
ing yang ada terutama,Singapura,
Malaysia dan Thailand.
Ada enam komoditas ekspor Indo-
nesia yang perlu dipertahankan karena
pangsa pasarnya di RRC di atas 10%
antara lain yaitu :
Olahan minyak dan lemak nabati
38,38%
Barang-barang kayu dan Gabus
28,05%
Minyak dan lemak nabati 25%
Kopi teh dan rempah-rempah
21,04%
Kayu Gabus dan impornya 18,34%
Pulp kertas 16,79%
Jika dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN, ekspor Indonesia ke
China sangat unggul dalam komoditas
berikut ini :
Barang kayu dan gabus
Sepatu dan peralatan kaki lainnya
Pakaian
Benang Tenun.kain tekstil dan
hasilnya.
Ikan dan kerang-kerangan
Biji logam dan sisa-sisa logam
Kopi-Teh-Coklat dan rempah-rempah
Olahan minyak
Pulp dan kertas
Kertas karton dan olahannya.
Jika data perbandingan dengan
negara ASEAN ini terus dicermati,
ternyata bahwa Malaysia menjadi saingan
yang cukup berat bagi Indonesia. Hampir
semua komoditas yang dapat diekspor
Indonesia dapat pula disediakan oleh
Malaysia. Negara ASEAN lainnya, hanya
pada satu atau dua komoditas saja yang
bisa menyaingi Indonesia.
PENUTUP
Perkembangan situasi perdagangan
antara Indonesia dan RRC harus terus
dicermati, sebab walaupun secara umum
perkembangan bagi RRC mengalami ke-
naikan ternyata bagi Indonesia mengala-
mi penurunan. Kendatipun demikian, da-
pat diperkirakan bahwa pertumbuhan per-
ekonomian RRC akan terus berkembang
pesat. Adapun menurunnya atau mele-
mahnya perekonomian Indonesia tidak
ada keterkaitannya dengan keadaan
kerangka hubungannya dengan China,
sebab hal ini bisa diterangkan dalam ke-
rangka yang lain.
Masalah bahan bakar di tanah
air yang terjadi tahun 2001, relatif sudah
terselesaikan, dengan demikian pertum-
buhan ekspor migas dengan RRC dapat
dikembangkan lagi. Dengancatatan,
bahwa volumenya tetap harus berada di
bawah ekspor non migas.
Komoditas yang mengalami kenaik-
an ekspor pesat perlu terus digalakkan
dan bila mungkin dibantu. Bantuan bisa
berupa kredit ekspor dengan bunga yang
layak. Jenis komoditas itu antara lain
Olahan minyak dan lemak nabati, Ba-
rang-barang kayu dan Gabus, Minyak
dan lemak nabati,Kopi, teh, dan
rempah-rempah, Kayu Gabus dan Pulp
kertas.
Komoditas yang sudah memiliki
pangsa pasar tinggi perlu juga menda-
pat perhatian dengan menjaga terus agar
jangan sampai terkalahkan oleh para
pesaing antara lain dengan memperta-
hankan kualitas dan kuantitas yang baik
serta pelayanan yang juga memuaskan
konsumen. Dari antara negara ASEAN,
hanya Malaysia perlu dicermati sebab
hampir semua komoditas Indonesia bisa
disediakan Malaysia. Ada 10 jenis komo-
ditas Indonesia yang tetap unggul, yaitu
Barang kayu dan gabus, Sepatu dan
peralatan kaki lainnya, Pakaian, Benang
Tenun, kain tekstil dan hasilnya.Ikan dan
kerang-kerangan, Biji logam dan sisa-
sisa logam, Kopi, teh, coklat dan rempah-
rempah, Olahan minyak, Pulp dan ker-
tas, Kertas karton dan olahannya.
Melihat keadaan perekonomian RRC
yang terus berkembang dengan pesat,
memberikan secercah harapan bagi pe-
ningkatan ekspor Indonesia ke RRC.
Hal lain yang menarik untuk dikemu-
kakan di sini ialah pendapat James Riady
10
2002
dari grup Lippo yang mengatakan bahwa
analisa para pakar ekonomi kita terlalu
pesimistik melihat pertumbuhan ekonomi
bangsa (Koesmawan, 2001). Dengan
melihat kenyataan pertumbuhan perda-
gangan antara Republik Indonesia
dengan Republik Rakyat China akhir-
akhir ini mungkin pendapat James Riady
itu ada benarnya. Artinya, kita tak perlu
pesimistik akan masa depan ekonomi
bangsa kita dan China adalah sebuah
alternatif yang menjanjikan, kalau kita
mau mencermatinya dan mencari nilai-
nilai optimal dari hubungan perdagangan
Indonesia dengan China yakni dengan
memilih komoditas perdagangan yang
tepat. Wallohualam.
DAFTAR PUSTAKA
Atase Perdagangan Republik Indonesia
2001,Tinjauan Perdagangan
China-Indonesia2000.KBRI
Beijing, 2001.
Calder, Kent E. 1996. Asia’s Deadly
Triangle. PT Prenhallindo, Jakarta.
China Council for The Promotion of
International Trade (CCPIT). 2000.
China Business Guide 2000, Beijing.
Koesmawan 2002. Perkembangan Ideo-
logi dan Ekonomi China serta Hu-
bungan dengan Indonesia, Maja-
lah Warta STIEAD, No 31, tahun
11, 2002.
Kustia, A. 2001. Hubungan Indonesia
dan Republik Rakyat China. Lapor-
an KBRI-Beijing, Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia.
Lau, Chong Chor and Geng Hia. 2000.
China Review 1999, Beijing.
Prasentyantoko, A. 2001. Ekonomi Glo-
bal. Elex Media Computindo, Gra-
media, Jakarta.
Wang Mengkui. 2000. China’s Econo-
mic Transformation Over 20 Years,
Beijing.
Xinhua News Agency. 2001. China Facts
& Figures Vol 5, No 22, November
16-30, 2001. Beijing.
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun
Yuian Wang. 1998. Business Culture in
China. BH Asia, Singapore.

Anda mungkin juga menyukai