1. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat
dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak
yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (
Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak
berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan penderita
stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada dalam
keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994).
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma
yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000).
B. ETIOLOGI
1. Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang aktif
bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya biasanya terjadi
di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna.
Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasi darah ke dalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka
kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas
dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-
penyulit tersebut adalah:
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang),
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang
cukup dan dapat mati seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
• Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan
ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan dini.
• Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat membeku. Darah beku ini
dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).
e. Infark hemoragik
2. Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya
masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas
aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
3.Aterosklerosis (trombosis)
4. Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli
serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak
ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme
tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.
• Kondisi hyperkoagulasi
• Miksoma atrium.
C. KLASIFIKASI
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
D. PATOFISIOLOGI
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke
dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan
intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi perdarahan
yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong
struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intrakranial.
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang
arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-
pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina
interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan
perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
G. PENATALAKSANAAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4.Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
b) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
1. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat
istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran
masih baik.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
5. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
a. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan
menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius
paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia)
dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
(Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang
labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri
(Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed
rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu
sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik
kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan
fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan
nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot
fasial ketidakmampuan berbicara
c. Rencana Intervensi
Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.