Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic)

1. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN

Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat
dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak
yang terganggu (WHO, 1989).

Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (
Sylvia A. Price, 2006 )

Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak
berkurang (Smltzer & Bare, 2005).

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994)

Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002)

Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan penderita
stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada dalam
keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994).

Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma
yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000).
B. ETIOLOGI
1. Perdarahan serebri

Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang aktif
bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya biasanya terjadi
di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis dan kapsula interna.
Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.

Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):

a. Perdarahan intracerebrum hipertensif

b. Perdarahan subaraknoid (PSA)

- Ruptura aneorisma sakular (berry)

- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)

- Trauma

Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasi darah ke dalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka
kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas
dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-
penyulit tersebut adalah:

• Vasopasme reaktif disertai infark

Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang),
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang
cukup dan dapat mati seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

• Ruptur ulang

Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau perdarahan
ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca perdarahan dini.

• Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat membeku. Darah beku ini
dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).

c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin

d. Perdarahan akibat tumor otak

e. Infark hemoragik

f. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.

2. Pecahnya aneurisma

Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya
masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas
aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).

3.Aterosklerosis (trombosis)

40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses


aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian intima
arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina
elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi
sklerotik tersebut.

4. Embolisme

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli
serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak
ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme
tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.

5. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

• Trombosis sinus dura

• Diseksi arteri karotis atau vertebralis


• Vaskulitis sistem saraf pusat

• Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

• Kondisi hyperkoagulasi

• Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

• Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

• Miksoma atrium.

C. KLASIFIKASI

1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu


a.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadisaat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema
sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
/

Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan


subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia,
dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

D. PATOFISIOLOGI
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke
dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan
intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi perdarahan
yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah
superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong
struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intrakranial.

Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.


Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak, sehingga
dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar
ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan
larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-
kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut
terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).

Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang
arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-
pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina
interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan
perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).

Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan


aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan
biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri
media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;


a. Nyeri kepala akut dan terasa berat,
b. Leher bagian belakang kaku,
c. Muntah,
d. Penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
e. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
f. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-
30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel,
herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena
perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan paling
sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang
dalam 24 jam untuk menilai stabilitas
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

G. PENATALAKSANAAN

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4.Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
b) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
1. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat
istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran
masih baik.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
5. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
a. Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan
menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius
paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia)
dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
(Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang
labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri
(Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed
rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu
sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik
kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan
fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan
nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot
fasial ketidakmampuan berbicara

c. Rencana Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme


serebral, edema serebral
Kriteria hasil:
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau
menurunnya perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor
otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan
parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi.
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang.
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan.
(10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya peningkatan
TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi selanjutnya.
(11) Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,


kerusakan perseptual/kognitif
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
- Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur.
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua ekstremitas.
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6) Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi .
R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
otot ekstensor.
(7) Tindakan Kolaborasi
- Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi.
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.

3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan


ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
Kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi.
Intervensi Keperawatan
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/ membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan
membantu pasien secara konsisten.
(3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang keutuhannya.
R/ tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi biasanya dapat
mengontrol kembali fungsi sesuai perkembangan proses penyembuhan.
(4) Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
R/ memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan meng-identifikasikan
kebutuhan alat penyokong khusus.

Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai