Anda di halaman 1dari 18

Apaan sih itu Demokrasi, Liberal,

Kapitalis, Komunis, dan Lain-Lain?


Glenn Ardi October 8, 2016 120 Comments
FacebookTwitterWhatsApp

Line

Artikel ini mengupas definisi & pengertian berbagai pandangan politik-ekonomi seperti
demokrasi, liberal, kapitalis, komunis, fasis, anarkis, sekular, dan lain-lain.

Pernah denger ga orang bilang seperti ini:

 Awas jangan ikut-ikutan mereka yang menganut paham liberalisme!


 Jangan baca buku-buku itu, nanti kamu jadi komunis!
 Astaga, tokoh itu ternyata antek-anteknya kapitalis!
 Dasar kelompok anarkis, kerjaannya merusak dan berbuat onar!
 Negara itu kan sekuler, berarti mereka pasti anti-agama!

Tebakan gua sih senggaknya lo pernah dengar kalimat semacam itu, entah di social media, di
sekolah, kampus, atau di organisasi yang sedang lo ikuti. Gua pribadi terus terang lumayan
sering denger celetukan-celetukan seperti di atas, terutama ketika dulu gua masih SMA
sampai kuliah. Yah kurang lebih sewaktu seumuran dengan kalian-kalian sekarang inilah,
hehe…

Eh tapi pernah ga sih lo penasaran, sebetulnya apaan sih itu paham liberal? Apaan tuh
kapitalis, komunis, anarkis, fasis, sosialis, sekular, dan lain-lain? Kenapa ya istilah-istilah itu
sering banget diidentikkan dengan atribut-atribut yang negatif? Apakah betul isi dari
celetukan-celetukan itu? Apa betul orang liberal itu bertindak seenaknya tanpa aturan? Apa
betul orang komunis itu kejam? Apakah orang kapitalis itu maksudnya orang-orang kaya
yang licik? Apa betul kelompok anarkis itu sering berbuat onar?

Terus terang, dulu (waktu semester awal kuliah) gua pernah sempet dalam fase yang betul-
betul penasaran dengan istilah-istilah ini. Sampai akhirnya gua coba cari tau sendiri apa
artinya istilah-istilah di atas. Seiring dengan berjalannya waktu, dengan makin banyak buku
yang dibaca, makin banyak nonton film dokumenter, dan juga berdiskusi dengan temen-
temen yang sama-sama mau belajar… Gua mulai paham bahwa pengertian dari istilah-istilah
di atas itu JAUUHH lebih kompleks daripada atribut-atribut yang melekat kepada istilah
tersebut. Sampai-sampai gua curiga bahwa mereka-mereka yang sering nyeletuk soal:
“tokoh A itu neolib, tokoh B itu antek kapitalis, kelompok itu anarkis, dsb…” jangan-
jangan sebetulnya nggak ngerti apa-apa, tapi cuma sok tau doang, hehe…
Nah karena itulah pada kesempatan kali ini, gua secara khusus ingin mendorong lo semua
sebagai para intelektual muda untuk mencoba menelusuri apa arti sebenarnya dari istilah-
istilah di atas. Bagi lo yang mungkin was-was atau khawatir karena sempet ditakut-takutin
“jangan belajar paham A, nanti kamu jadi ikut-ikutan berpaham seperti itu.” Gua berani
jamin itu cuma omong kosong. Nonsense! Jangan pernah takut dalam belajar & mencari ilmu.
Seseorang yang belajar tentang sebuah gagasan politik-ekonomi tertentu, tidak berarti dia
pasti/harus mengikuti gagasan tersebut. Nggak ada yang salah dengan belajar untuk
menambah wawasan, karena jika wawasan semakin lebar, lo akan punya perspektif yang luas
dalam melihat dunia ini.

Oke jadi sebetulnya apaan sih arti dari istilah-istilah di atas? Pada dasarnya istilah-istilah di
atas lahir dari sekelumit proses perjalanan manusia dalam upaya mereka untuk
menciptakan masyarakat ideal. Bentuk gagasan-gagasan itulah yang kemudian dirumuskan
dengan istilah-istilah yang kita kenal sebagai pandangan sosial-politik-ekonomi tertentu.
Ada yang namanya demokrasi, komunisme, sosialisme, liberalisme, dan lain sebagainya.
Karena cerita tentang sejarah terbentuknya gagasan-gagasan itu puanjaaang banget, mustahil
kalo gua bisa rangkum sejarah pandangan politik selama 2,500 tahun terakhir hanya dalam
sebuah artikel. Jadi gua putuskan, gua hanya akan membahas ide pokok dan sejarah singkat
dari beberapa gagasan sosial-ekonomi-politik yang seringkali disalahartikan. Selebihnya, gua
berharap lo bisa secara proaktif terus menggali dan memperluas wawasan lo tentang berbagai
gagasan sosial-ekonomi-politik dunia. Yuk kita mulai dengan istilah pertama yang
lumayan sering disalahartikan, yaitu anarkisme:

Apa itu Anarkisme?

Simbol dari gerakan anarkisme


Istilah anarkisme seringkali diidentikkan dengan aksi premanisme, perusakan, dan kekerasan.
Padahal kalo lo coba menelusuri definisi dan pengertiannya, anarkisme hampir ga ada
hubungannya sama sekali dengan aksi perusakan atau kekerasan.

Lho, terus jadi apaan dong anarkisme? Secara sederhana, anarkisme adalah gagasan akan
kondisi masyarakat tanpa ada figur pemimpin, tanpa ada hirarki kewenangan vertikal, tanpa
ada bentuk otoritas apapun termasuk sistem pemerintahan.

Dari situ, biasanya timbul anggapan: Wah kalau tanpa pemimpin berarti pasti akan terjadi
kekacauan dong? Tunggu dulu, jangan langsung menarik kesimpulan. Terlepas dari
bagaimana kondisi setelahnya, definisi anarki stop berhenti sampai pada “kondisi masyarakat
tanpa pemimpin dan tanpa hirarki kewenangan vertikal”. Dalam praktiknya, gagasan politik
ini bisa terjadi karena (1) dorongan aktif pada sebuah masyarakat atau bisa juga (2)
terbentuk secara natural pada masyarakat yang terisolasi.

Contoh komunitas masyarakat yang secara aktif berpandangan anarkisme (1) bisa lo lihat
di List of Anarchy Communities. Sementara kondisi masyarakat tanpa pemimpin yang
terbentuk secara natural (2) banyak terjadi pada masyarakat pendalaman yang terisolasi, salah
satu contohnya adalah masyarakat Inuit atau Eskimo yang telah puluhan ribu tahun hidup
berdampingan tanpa ada tokoh pemimpin sentral dan tanpa ada hirarki kewenangan vertikal.
Orang inuit (eskimo)
selama puluhan ribu tahun bermasyarakat tanpa figur pemimpin dan tanpa hirarki
kewenangan vertikal.

Buat yang mau lebih jauh menelusuri tokoh-tokoh yang mengusung gagasan ini, lo bisa coba
ngulik beberapa pemikiran dari tokoh-tokoh berikut: Pierre-Joseph Proudhon (1809 –
1865), Mikhail Bakunin (1814 – 1876), dan Pyotr (Peter) Kropotkin (1842 – 1921)

PS: Aksi perusakan dan kekerasan lebih tepat disebut dengan tindakan vandalisme, bukan
anarkisme.

Apa itu Demokrasi?


Nah, ini dia sistem politik yang paling populer sekarang ini. Walaupun sedikit banyak
mungkin lo udah tau, ga ada salahnya kita memahami konsep dasar dari demokrasi. Kalo
dilihat dari sisi sejarah, sejarah konsep demokrasi itu puanjaaang banget. Nah, pada artikel
ini, gua ga akan bahas sejarahnya demokrasi. Tapi justru gua akan berfokus pada pengenalan
konsep dasar dan prinsip dasar utama dari gagasan politik ini. Jadi kalo lo penasaran dengan
sejarah demokrasi dari zaman Yunani Kuno (Ancient Athens Circa) 508 SM sampai
demokrasi abad 21, lo bisa telusuri sendiri dari berbagai macam sumber.

Oke terus apaan sih demokrasi itu? Pada intinya sih, ide pokok dari konsep demokrasi
terletak pada bagaimana cara pengambilan keputusan oleh suatu kelompok masyarakat, di
mana masyarakat IKUT DILIBATKAN dalam pengambilan keputusan
tersebut dan setiap individu dalam masyarakat memiliki nilai suara yang setara.

Dengan definisi seperti itu, mungkin seharusnya lo menyadari bahwa selama ini lo udah
mempraktikkan konsep demokrasi di lingkungan lo. Misal, ketika lo ikut dalam pemilihan
ketua OSIS, BEM, atau organisasi lain yang pernah lo ikuti.

Perlu lo camkan baik-baik juga, bahwa konsep demokrasi ini bukanlah gagasan yang tetap
(fixed) dari awal pembentukannya. Gagasan politik demokrasi, sebagaimana gagasan politik
lainnya, juga mengalami penyesuaian dan terus berevolusi, tapi akar prinsipnya selalu sama.
Contoh dari bentuk penyesuaian itu misalnya seperti ini: Kalo kita mengacu pada definisi
“masyarakat” dalam pengertian di atas, bagi kita yang hidup di negara Indonesia abad 21 ya
“masyarakat” itu berarti semua warga negara yang sudah dianggap dewasa (di atas 17 tahun).
Tapi bagi masyarakat di zaman Yunani Kuno atau zaman kerajaan Romawi, pengertian
masyarakat demokrasi itu hanya laki-laki dewasa yang bukan golongan budak. Artinya,
zaman dulu budak dan perempuan, bukan termasuk masyarakat demokrasi, tidak boleh ikut
pemilu.

Contoh lain dari penyesuaian konsep demokrasi bisa kita lihat dari konteks “pengambilan
keputusan”. Dalam praktiknya, keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan
tentu tidak praktis jika jumlah masyarakat sudah terlalu banyak. Oleh karena itulah ada yang
namanya “wakil rakyat”. Sampai pada tahap ini, konsep demokrasi jadi sedikit bergeser, di
mana masyarakat dilibatkan dalam memilih para “wakil rakyat” untuk mengambil
keputusan serta menjalankan operasional pemerintahan. Nah, karena konsep demokrasi
inilah, tercipta sistem-sistem baru yang ga asing lagi di telinga lo: ada pemilu,
ada kampanye, ada partai politik, dan lain-lain. Dalam konsep politik yang lain, lo nggak
akan menemukan hal-hal tersebut.

Adanya pemilu adalah


salah satu tanda pemerintahan yang demokratis
Contoh terakhir dari penyempurnaan konsep demokrasi adalah konsep PEMISAHAN
KEKUASAAN, di mana “wakil rakyat” yang dimaksud tadi, harus dipisahkan perannya.
Dalam sejarah, sebetulnya lumayan banyak tokoh yang menggagas konsep pemisahan
kekuasaan ini, seperti John Calvin & John Locke, tapi yang paling populer dan dipraktikkan
secara luas saat ini (termasuk di Indonesia) adalah konsep Trias Politika Montesquieu.

Trias Politica Montesquieu menuntut klasifikasi peran dari “wakil rakyat”, artinya harus
dipisahkan siapa yang merancang aturan, siapa yang melaksanakannya, dan siapa yang
mengevaluasi pelaksanaannya. Maka dari itu, muncullah lembaga negara seperti:

 Legislatif yang membuat aturan (DPR, MPR, DPD / Parliament)


 Eksekutif yang melaksanakan pemerintahan (dari Presiden, Menteri, Gubernur,
sampai ketua RT)
 Yudikatif yang mengevaluasi pelaksanaan pemerintahan (MA, MK / Supreme Court)

Persebaran negara pada era modern yang menganut sistem demokrasi dalam
pemerintahannya

Sampai di sini, jelas ya konsep dasar demokrasi itu apa. Buat lo yang mau lebih jauh
memahami proses pembentukan konsep negara demokrasi, coba lo baca pemikiran dari
Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, dan JJ.Rousseau.

Apa itu Liberalisme?


Jika bicara tentang gerakan politik liberalisme, sejarahnya bisa kita tarik panjang sampai pada
era pencerahan (age of enlightenment) di abad 16. Tapi secara umum, gagasan ini bisa
dikatakan dirangkum pertama kali oleh John Locke, di mana gagasan utama dari konsep
politik liberalisme berfokus pada penghargaan atas KEBEBASAN DAN HAK
INDIVIDU.

Dalam hal ini, kebebasan serta hak individu yang dimaksud terus berkembang seiring dengan
pergeseran nilai-nilai sosial. Beberapa contoh kebebasan dan hak individu yang diusung oleh
konsep politik liberalisme pada umumnya adalah hak untuk berekspresi, hak untuk
menyampaikan pendapat, hak memiliki barang pribadi, hak untuk memilih pasangan hidup,
hak untuk beribadah, hak untuk beragama, hak untuk tidak beragama, hak untuk memiliki
keturunan, hak untuk melakukan aborsi, hak untuk hidup, sampai hak
untuk mati (euthanasia). Bagi kaum liberal, kebebasan individu atas hak-hak pribadinya
adalah unsur yang terpenting dalam membangun masyarakat yang ideal.

Pada penerapannya, konsep liberalisme ini (sebagaimana konsep politik yang lain) juga
berevolusi menjadi berbagai macam versi sendiri-sendiri, walaupun gagasan pokok utamanya
tetap pada kebebasan hak individu. Khusus pada artikel ini, gua akan membahas 2 klasifikasi
besar dari paham liberalisme, yaitu:

1. Liberalisme Klasik (Classical Liberalism)


2. Sosial Liberalisme (Social Liberalism)

Perbedaan antara Liberalisme Klasik dan Sosial Liberalisme terletak pada bagaimana masing-
masing sistem politik ini memandang peran pemerintah. Bagi para penganut Liberalisme
Klasik (kalau di Amerika lebih populer disebut kaum Libertarian) pemerintah adalah
“musuh” dari kebebasan. Oleh karena itu, menurut kaum Libelisme Klasik, sebaiknya peran
pemerintah dibuat se-minimal mungkin (atau bahkan tidak sama sekali) dalam mengatur
segala hal yang berhubungan dengan hak-hak pribadi masyarakatnya. Jadi kaum Liberalisme
Klasik ga suka tuh kalo pemerintah ikut campur dalam mengatur hal-hal yang merupakan
ranah pribadi, seperti urusan keyakinan, agama, seksualitas, pernikahan, dan lain-lain.

Patung Liberty, simbol dari


kebebasan. Terinspirasi dari Libertas, dewi kebebasan pada era Romawi Kuno.

Sementara itu, pandangan politik dari Sosial Liberalisme justru melihat bahwa pemerintah
dapat berperan aktif dalam menjamin serta memastikan kebebasan individu tetap dijunjung
tinggi dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Bagi kaum Sosial Liberalisme,
pemerintah bertanggung jawab serta berkewajiban dalam melindungi kebebasan serta hak-
hak individu dari masyarakatnya. Lebih jauh lagi, para penggagas awal konsep Sosial
Liberalisme, seperti T.H. Green, L.T. Hobhouse, dan John A. Hobson, juga beranggapan
bahwa kondisi ideal (di mana hak-hak individu terjamin) hanya dapat tercapai jika
pemerintah mengambil peran aktif dalam mengupayakan keadilan sosial dan ekonomi dalam
masyarakatnya.

Oke sampai di sini, gua harap lo udah ngerti konsep dasar dari Liberalisme secara garis besar
ya. Untuk memahami lebih lanjut konsep politik ini, gua menyarankan lo untuk membaca
karya pemikiran dari Thomas Jefferson (1743-1826), Voltaire (1724-1694), dan John Stuart
Mill (1806-1873).

Apa itu Sekularisme?


Istilah sekularisme juga seringkali disalahartikan sebagai pandangan politik yang anti-agama,
bahkan banyak juga yang menyamakan sekularisme itu dengan liberalisme, padahal itu
semua anggapan yang keliru. Jadi yang betul itu sekularisme maksudnya apa? Sekularisme
itu adalah suatu prinsip politik yang menegaskan bahwa sistem kenegaraan harus
dipisahkan dengan agama. Jadi negara yang sekuler akan mengesampingkan aspek
agama dalam penerapan ketatanegaraannya. Dari mulai pembuatan undang-undang,
penegakan hukum, dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan lain-lain harus
netral dan tidak didasarkan pada ajaran agama manapun.

Wah berarti negara yang sekular itu pasti anti-agama dong? Tunggu dulu, jangan langsung
berkesimpulan begitu. Perhatikan, definisi sekularisme berhenti pada “pemisahan agama dari
sistem pemerintahan”. Bukan berarti negara yang sekular itu anti-agama. Namun dalam
praktiknya, negara yang sekular menegaskan bahwa agama itu adalah urusan pribadi masing-
masing individu. Dalam arti, masyarakat boleh-boleh saja menganut agama dan beribadah
sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Tapi dalam urusan kebijakan politik, hukum,
perdagangan, dan lain-lain negara harus NETRAL dari pengaruh agama manapun.

Dalam praktik negara yang sekular, agama tidak boleh menjadi pertimbangan untuk bikin
undang-undang negara, agama tidak boleh juga jadi dasar pelaksanaan undang-undang,
agama tidak boleh juga jadi bahan dasar pertimbangan dalam proses pengadilan. Semua
praktik dari ketatanegaraan tidak boleh dicampur-adukan dengan ajaran agama manapun.
Itulah prinsip dari sekularisme. Sampai di sini ngerti ya maksudnya sekularisme itu apa.
Grafik peta di atas menggambarkan negara-negara yang menerapkan prinsip sekularisme
ditunjukkan dengan warna biru, sementara negara yang sistem kenegaraannya masih
dipengaruhi agama diberi tanda merah. Kemudian ada juga negara yang ditunjukkan dengan
area abu-abu (termasuk Indonesia) adalah negara yang dianggap ambigu.

Maksudnya ambigu itu seperti apa sih? Kita ambil contoh saja Indonesia yang dianggap
ambigu dalam penerapan prinsip sekularisme. Dalam praktiknya, hampir semua aspek
kenegaraan di Indonesia netral dari pengaruh agama manapun. Namun masih ada beberapa
hukum di Indonesia yang dinilai ambigu sehingga membuat status sekular negara ini
dipertanyakan oleh dunia internasional. Seperti contohnya negara Indonesia hanya mengakui
adanya 6 agama resmi saja, kemudian persetujuan lembaga agama adalah prasyarat
dalam legalisasi pernikahan catatan sipil di Indonesia, belum lagi status agama seseorang
juga menentukan dasar hukum waris di Indonesia, dan lain-lain. Dalam negara yang
menerapkan prinsip sekularisme yang sesungguhnya, aspek agama tidak lagi jadi
mempengaruhi hal-hal administratif kependudukan seperti itu.

Apa itu Kapitalisme?


Adam Smith (1723-1790) adalah tokoh ekonomi
dianggap luas sebagai simbol dari sistem pasar bebas (free-market economics).

Pengertian dari kapitalisme yang dikenal secara umum, biasanya suka melebar ke mana-
mana, dari mulai penghargaan akan uang, kekayaan, kepemilikan saham, perdagangan bebas,
operasi bisnis, keuntungan/profit, dan lain-lain. Tapi sebetulnya, hal-hal yang disebutkan tadi
hanyalah atribut-atribut yang seringkali terkait dengan praktik kapitalisme. Tapi atribut-
atribut tersebut belum cukup menjelaskan kapitalisme itu sendiri. Jadi apa sih yang dimaksud
dengan kapitalisme itu?

Secara sederhana, gua menjelaskan kapitalisme itu adalah sebuah gagasan akan sistem
ekonomi yang menjunjung tinggi KEBEBASAN DARI SEKTOR SWASTA, untuk
dapat berperan aktif dalam perputaran roda ekonomi. Nah, dengan berjalannya sistem
ekonomi yang mendukung sektor swasta untuk terjun dalam perputaran ekonomi dengan
SEBEBAS-BEBASNYA. Ngomong-ngomong siapa sih yang dimaksud dengan sektor
swasta? Cakupannya adalah semua pelaku ekonomi selain dari pemerintah, bisa jadi
pengusaha kelas kakap sampai tukang sayur di pasar, termasuk kalo lo memutuskan untuk
jualan kue kering di sekolah.

Berdasarkan kondisi yang mendukung kebebasan dari pihak swasta, baru


muncullah fenomena-fenomena yang menjadi konsekuensi dari adanya kebebasan
tersebut, seperti contohnya adanya perusahaan yang mampu memonopoli pasar, adanya
kegiatan jual-beli saham sebagai bentuk kepemilikan perusahaan, adanya perdagangan bebas
yang membentuk persaingan bisnis antar perusahaan, dan sebagainya.

Menurut penganut paham kapitalisme, masyarakat yang ideal dapat terbentuk dari adanya
kebebasan dalam berbisnis & dalam persaingan usaha. Dengan adanya persaingan usaha,
kualitas dari produk dan jasa yang ditawarkan kepada pasar/konsumen menjadi lebih baik.
Dengan adanya sistem perdagangan bebas, setiap orang punya hak yang sama mendapatkan
keuntungan sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Jika para pengusaha diberi kebebasan
dalam berbisnis, bebas dalam mendapatkan keuntungan, serta bebas bersaing; maka
perputaran roda ekonomi juga semakin cepat. Hal itu akan membuat lapangan kerja menjadi
luas, angka pengangguran ditekan, kesempatan untuk berkarya tidak dibatasi, serta banyak
industri baru yang lahir dari kreativitas. Itulah kurang lebih argumen-argumen dari kaum
kapitalis.
Bagi lo yang ingin lebih jauh mengetahui dan mengenal prinsip-prinsip dasar ekonomi dari
sudut pandang kapitalisme, gua rekomendasikan lo untuk membaca tentang karya pemikiran
dari Alfred Marshall, Paul Samuelson, dan John Hicks.

Apa itu Sosialisme?


Jika lo menelusuri arti dari konsep sosialisme, lo akan dihadapkan pada berbagai macam
tokoh-tokoh dengan versi pandangan mereka masing-masing tentang “sosialisme”,
seperti Henri de St-Simon, Karl Marx, Friedrich Engels, Robert Owen, dan lain-lain. Tapi
gua akan coba membantu lo untuk merangkum ide pokok gagasan utama dari Sosialisme.
Gagasan sosialisme, pada prinsipnya adalah bentuk perlawanan terhadap konsep kepemilikan
privat atas alat-alat produksi, serta memperjuangkan konsep kepemilikan kolektif dan kontrol
demokratis atas alat-alat produksi oleh kaum pekerja.

Berdasarkan prinsip tersebut, sosialisme terbagi-bagi menjadi banyak cabang. Salah satu
yang paling awal direpresentasikan adalah sosialisme versi Karl Marx & Friedrich
Engels. Sosialisme versi Marx adalah sebuah fase ekonomi yang terjadi (menurut Marx)
setelah runtuhnya fase kapitalisme dan juga merupakan fase perantara sebelum memasuki
fase komunisme. Menurut Marx, sistem kapitalisme cepat atau lambat akan menghancurkan
dirinya sendiri karena sistem tersebut membagi jurang kelas sosial semakin jauh dan secara
timpang, hanya menyalurkan kesejahteraan bagi kaum pemilik modal saja. Dengan semakin
lebarnya kesenjangan sosial ini, Marx meramalkan bahwa suatu saat kaum pekerja akan
bersatu dan mengambil alih alat-alat produksi dari para pemilik modal untuk menciptakan
sistem ekonomi politik yang baru bernama Sosialisme.

Pada fase sosialisme, para pekerja akan mengambil alih kepemilikan alat-alat produksi yang
kemudian akan digunakan oleh pemerintah (sebagai representasi dari kaum pekerja) untuk
memenuhi kebutuhan sosial secara merata. Pada praktiknya, gagasan Sosialisme-Marxist
inilah yang menginspirasi pembentukan negara-negara yang kita kenal sebagai “negara
komunis”, seperti Uni Soviet, RRC, Kuba, Vietnam, dll.
Fase sistem ekonomi menurut Marxist: Sosialisme adalah kondisi setelah Kapitalisme runtuh,
dan akan menuju kondisi Komunisme.

Satu hal yang perlu lo garis bawahi adalah: negara-negara yang kita kenal sebagai “negara
komunis” seperti pada contoh di atas, secara definitif sebetulnya bukanlah negara komunis,
melainkan adalah negara penganut sosialisme ala Marx yang bertujuan kelak mencapai fase
komunisme. Satu hal utama yang menjadi corak golongan sosialis-Marxist adalah
pemerintah mengambil alih segala bentuk perputaran ekonomi. Dengan kata lain, tidak
ada sektor swasta, tidak ada pasar, tidak ada perdagangan, tidak ada
pengusaha. Segala bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan tanggung jawab
tunggal dari pemerintah yang terpusat.

Negara “komunis” atau lebih tepat disebut sebagai negara penganut Sosialisme-Marx yang
bertujuan mencapai tahap Komunisme.
Sosial Demokrat

Satu hal penting yang perlu diketahui bahwa belakangan istilah ‘sosialis’ seringkali disalah-
artikan dalam penggunaanya. Dewasa ini, seringkali jika seseorang mengatakan ‘negara
sosialis’ (biasanya mengacu pada negara-negara di Eropa) itu secara definitif sebetulnya
berlainan dengan gagasan awal ‘sosialisme’ dari yang gua bahas di atas. Namun lebih tepat
disebut dengan istilah sosial demokrat / social democracy.

Apa bedanya sosial demokrat dengan sosialisme Marxist? Jika sosialisme dalam pengertian
Marx bertumpu pada perlawanan akan konsep kepemilikan privat, maka pada konsep sosial
demokrat justru tidak mempermasalahkan kepemilikan privat dan keterlibatan pihak swasta
dalam menggerakan roda ekonomi. Tapi dalam penerapan kebijakan ekonominya, negara
penganut kebijakan sosial demokrat sangat menekankan pada proses mendayagunaan pajak
oleh pemerintah, yang mana pajak tersebut (APBN) akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang bersifat fundamental untuk KEADILAN SOSIAL,
seperti membangun fasilitas umum, sarana transportasi, ketersediaan listrik, air bersih,
jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, dll.

Dalam praktiknya, sulit ditentukan mana saja yang menganut paham Sosial Demokrat karena
menurut gua satu-satunya indikator dari sistem politik ekonomi ini adalah sejauh mana
pemerintah mendistribusikan dana APBN terhadap pemenuhan kebutuhan sosial (social
welfare), yang mana cukup bisa direpresentasikan pada gambar di bawah ini:

Social expenditure as percentage of GDP OECD 2013 |


sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Welfare_state

Jadi gua tekankan sekali lagi, terminologi ‘negara sosialis’ dewasa ini seringkali mengacu
pada definisi dari konsep sosial demokrat. Tapi pada dasarnya, konsep sosial demokrati
kurang tepat jika dikategorikan sebagai turunan dari sosialisme, karena gagasan fundamental
dari sosialisme tidak dicakupi dari apa yang ditawarkan oleh konsep sosial demokrat.

Apa itu Komunisme?


Nah ini dia nih istilah yang paling sering disalahartikan di Indonesia. Sebagian besar
masyarakat Indonesia keliru mengidentikkan paham Komunisme sebagai paham kaum
pemberontak yang anti-Pancasila dan anti-agama. Padahal pada prinsipnya, definisi komunis
tidak relevan dengan semua atribut itu. Secara garis besar, Komunisme adalah gagasan
tentang sistem ekonomi yang dirancang oleh Karl Marx & Friedrich Engels dalam sebuah
buku berjudul Das Kapital sebagai bentuk antitesis (pertentangan) terhadap sistem ekonomi
kapitalis yang saat itu berkembang pesat seiring dengan berjalannya Revolusi Industri.

Karl Marx & Friedrich Engels, 2 filsuf ekonomi-


politik, penggagas konsep komunisme

Nah, kalau dalam pembahasan sosialisme di atas sempat disinggung bahwa Marxist-socialism
dianggap sebagai sebuah fase perantara yang kelak akan menjadi fase komunisme, lantas apa
itu fase komunisme? Komunisme menurut Marx adalah sebuah fase akhir dari proses
perubahan sistem ekonomi-politik, di mana ketika negara (sosialis) telah berhasil
mendayagunakan alat produksi untuk pemenuhan kebutuhan rakyatnya, maka suatu ketika
nanti akan terbentuk suatu masyarakat ideal yang saling memenuhi kebutuhan satu sama lain,
tanpa perlu adanya peran dari pemerintah.

Dalam konteks ini, komunisme bisa dikatakan sebagai bentuk kondisi masyarakat anarkis,
yang tidak lagi membutuhkan figur pemimpin, tidak membutuhkan negara sebagai lembaga
kewenangan vertikal. Dalam impian komunisme ala Marx ini, akan tercipta masyarakat
yang setara, tidak ada lagi kelas sosial, tidak ada lagi kepemilikan pribadi, tidak ada
sektor swasta, tidak ada negara, tidak ada konsep uang, tidak ada pasar, tidak ada
perdagangan. Semua orang akan mengerjakan apa yang mereka inginkan, serta saling
memenuhi kebutuhan satu sama lain secara sukarela.

Dalam praktiknya, sejauh dari yang gua tau, sampai saat ini belum ada komunitas dengan
skala besar yang secara aktif berhasil menjalankan komunisme impian Marx sesuai dengan
pengertian-pengertian di atas. Nah, buat lo yang ingin lebih jauh menelusuri sejarah
penerapan dari pemikiran Marxist, gua rekomendasikan lo untuk membaca karya &
perjalanan hidup dari Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, dan Leon Trotsky.

PSS. Kalo ada di antara lo yang ingin menelusuri sejarah komunisme lebih jauh, lo bisa
membaca beberapa artikel Zenius sebelumnya:

 Sejarah Penerapan Ideologi Sosialisme-Komunisme di Uni Soviet


 Dinamika Catatan Sejarah Gerakan 30 September 1965
Apa itu Fasisme?

Adolf Hitler & Benito Mussolini, 2 tokoh yang


paling identik dengan gerakan politik fasisme

Istilah Fasisme mungkin adalah yang paling baru dibandingkan berbagai pandangan politik
yang lain, tepatnya baru populer setelah perang dunia di abad 20. Secara definitif, paham
fasisme agak sulit diidentifikasi dalam satu pengertian yang jelas, bahkan oleh para ahli
sejarah politik sekalipun. Namun, kita bisa lebih memahami gagasan ini dari atribut-atribut
serta prinsip dasar utama dari mereka yang diidentikkan sebagai fasis. Berdasarkan atribut-
atribut dan prinsip dasar utama itu, gua pribadi mendeskripsikan fasisme sebagai:

Sebuah gagasan akan kondisi masyarakat yang dipimpin oleh kekuasaan tunggal
berbasis militer, yang menolak adanya kaum oposisi dalam pemerintahannya (hanya
ada satu partai tunggal), di mana kepentingan negara menjadi prioritas utama, di atas
kepentingan individu atau kelompok apapun. Dalam perspektif lain, fasisme juga bisa
digolongkan sebagai pandangan ultranasionalis yang menolak adanya entitas lain di luar
negara, dalam arti tidak boleh sektor swasta atau kepemilikan atas nama pribadi. Selain itu,
fasisme juga memiliki atribut-atribut yang sangat melekat dalam penerapannya yaitu:

 menolak adanya kebebasan berpendapat (anti-freespeech)


 menolak kebebasan pers (anti-freedom of pers)
 menolak kebebasan individu (anti-liberalisme)
 menolak kesetaraan individu (anti-egalitarian)
 menolak segala bentuk kerjasama dengan negara lain (anti-internationalism)

Beberapa contoh rezim yang pernah menerapkan faham Fasisme:


 Italia dalam pemerintahan Benito Mussolini (1919-1943)
 Portugal dalam pemerintahan Oliveira Salazar (1922-1968)
 Jerman dalam pemerintahan Adolf Hitler (1933-1945)
 Spanyol dalam pemerintahan Francisco Franco (1938-1975)
 Argentina dalam pemerintahan Juan Peron (1946-1955)
 Chili dalam pemerintahan Augusto Pinochet (1973-1990)
 Irak dalam pemerintahan Saddam Hussein (1970-2003)

Apa itu Konservatisme?

Selama beberapa dekade terakhir, partai


Republikan di AS dianggap sebagai refleksi dari konservatisme pada era modern.

Terakhir adalah Konservatisme. Berbeda dengan beberapa istilah sebelumnya, konservatisme


sebetulnya kurang begitu tepat jika dianggap sebagai gerakan politis tertentu. Namun lebih
tepat dianggap sebagai sebuah pandangan untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi &
budaya yang sudah mengakar dalam sebuah komunitas/masyarakat/negara. Dari sudut
pandang lain, bisa juga dikatakan konservatisme adalah pandangan yang menolak segala hal
apapun yang mengubah nilai tradisi serta berupaya tetap melestarikan apa yang sudah
berjalan.

Nilai “tradisi” itu bisa jadi macem-macem bentuknya, misalnya budaya masyarakat, nilai-
nilai agama tertentu, nasionalisme, acara adat, dan lain sebagainya. Dalam praktiknya,
golongan konservatif hampir selalu bertentangan dengan mereka yang menyebut dirinya
golongan progresif. Konflik antara 2 poros pemikiran ini selalu terjadi dari zaman ke zaman,
contohnya seperti ini:

 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus perbudakan, golongan


konservatif ingin mempertahankan tradisi perbudakan.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk melegalkan pernikahan sesama
jenis, kelompok konservatif menolak gagasan tersebut.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide kesetaraan gender (perempuan boleh
sekolah dan boleh ikut pemilu), golongan konservatif ingin mempertahankan tradisi
bahwa perempuan tidak boleh sekolah dan tidak boleh ikut pemilu.
 Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus tradisi pertunjukan
gladiator manusia dengan hewan, kelompok konservatif ingin mempertahankan tradisi
pertunjukan gladiator tersebut.

Kira-kira kebayang ya maksudnya konservatif itu apa. Bagi kaum konservatif, hal yang
pokok adalah stabilitas status quo dan kelestarian dari tradisi. Tradisi dalam konteks ini,
bisa jadi berbagai macam tergantung dari budaya, agama, atau hal-hal yang dianggap ‘sakral’
pada masyarakat tertentu.

****

Satu poin lagi yang perlu gua garis-bawahi terkait berbagai macam istilah politik-ekonomi
yang sudah gua jelaskan di atas, yaitu suatu ideologi politik pada dasarnya tidak selalu
bertentangan satu sama lain. Contoh yang paling sering membingungkan adalah Amerika
Serikat. Kita sering dengar bahwa Amerika itu negara yang menjunjung tinggi demokrasi,
tapi di sisi lain Amerika juga juga sering disebut-sebut negara yang liberal, kemudian nggak
jarang juga kita dengar Amerika adalah negara yang kapitalis. Jadi yang bener yang mana
nih? Amerika itu demokrasi, liberal, atau kapitalis? atau ketiga-tiganya?

Sekali lagi gua tegaskan bahwa suatu ideologi politik tidak selalu harus bertentangan satu
sama lain, ada beberapa ideologi yang bisa berjalan beriringan. Namun ada juga ideologi
yang tidak mungkin disatukan karena prinsipnya sangat bertolak belakang. Contohnya,
negara yang demokratis, bisa saja menganut faham liberalisme, bisa juga konservatif, atau
bisa juga ideologi ekonominya kapitalis.

Jadi bukan berarti jika negara A menganut demokratis, berarti tidak mungkin memiliki corak
ideologi lainnya. Asalkan tidak sangat berseberangan secara prinsip, hal itu mungkin terjadi.
Contoh ideologi yang sangat bersebarangan dan tidak mungkin bersatu adalah Fasisme dan
Anarkisme, contoh lain yang juga berseberangan adalah kapitalisme dan komunisme. Tidak
mungkin sebuah negara/komunitas menganut fasisme dan anarkisme secara bersamaan,
karena kedua prinsipnya saling bertolak belakang. Tidak mungkin juga sebuah negara
menganut komunisme sekaligus kapitalisme, karena secara prinsip berseberangan.

Okay deh, demikianlah sedikit pembahasan gua tentang beberapa istilah sistem sosial-
ekonomi-politik. Gua pribadi sadar bahwa tulisan singkat gua ini, pastinya masih belum bisa
menjelaskan secara penuh pengertian dari spektrum politik yang sangat luas dan kompleks.
Namun gua harap, dengan adanya tulisan ini, para pembaca zenius blog jadi semakin
memahami sejarah pemikiran sistem ekonomi-politik dunia. Sekaligus menjadi batu lompatan
bagi lo yang tertarik untuk ingin mempelajari tentang sejarah pemikiran ekonomi-politik.

“A guy named Adolf Hitler won an election in 1932, and 50 million people died as a result.
What I learned as a little kid is that politics is, in fact, very important.” – Bernie Sanders

https://www.zenius.net/blog/13453/apa-itu-demokrasi-liberal-kapitalis-komunis-sosialis-fasis-
anarkis-konservatif?fbclid=IwAR1i7hbrS0H0iloiNUbMEdHnkwWL2kT_BcK6MkJjc03-Y0iVf6nTt0yVZT8

Anda mungkin juga menyukai