Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMAKALOGI MOLEKULER

KANAL ION SEBAGAI TARGET AKSI OBAT

Kelompok 1

1. Agung Guntara 050217A001


2. Alfi Khoirotur Rohmah 050217A002
3. Alief Maulidya 050217A003
4. Ana Farwati 050217A004
5. Analia Dian Ningrum 050217A005
6. Andre Kurniawan 050217A006
7. Andy Adryanto 050217A007
8. Andy Falandyka 050217A008
9. Aniceta Regina Peni 050217A009
10. Anidha Illahiwahdati 050217A010

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN


SEPTEMBER 2018

i
DAFTAR ISI

Halaman Cover................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

Daftar Gambar .............................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan ......................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 4

Bab III Penutup ............................................................................................ 18

Daftar Pustaka ............................................................................................. 19

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Arus yang terekam saat pembukaan dan penutupan kanal ........... 3
Gambar 2. Arus keluar dan masuknya ion dari dan ke dalam sebuah sel .....3
Gambar 3. Struktur kanal Na .........................................................................4
Gambar 4. Fase perubahan konformasi kanal Na ..........................................7
Gambar 5. Tahapan pembukaan dan penutupan kanal Na .............................7
Gambar 6. Struktur subunit α kanal K .......................................................... .8
Gambar 7. Domain transmembran berbagai jenis kanal .................................8
Gambar 8. Komposisi subunit dalam kanal Ca HVA .....................................9
Gambar 9. Struktur subunit α kanal Ca .........................................................10
Gambar 10. Mekanisme kerja anestesi lokal pada kanal Na ......................... 12
Gambar 11. Mekanisme kerja antiaritmia golongan III .................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pada tahun 1985, para ilmuan penasaran mengapa keberadaan beberapa protein
tertentu menjadi begitu tinggi pada penyakit-penyakit tertentu dan mereka juga
ingin tahu bagaimana pengaruh obat terhadap keberadaan tingginya protein. Seiring
dengan itu, diketahui bahwa beberapa gen terekskresi secara berbeda pada jaringan
yang berbeda. Diikuti dengan kemajuan teknik elektrofisiologi dengan
perkembangan tekhnologi dan DNA rekombinan yang memungkinkan cloning,
dimulailah era farmakologi molekuler (Ikawati, 2014).
Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan
makhluk hidup pada aras molekuler. Defenisi lain adalah ilmu yang mempelajari
aksi dan nasib obat dalam tubuh pada aras molekuler. Ilmu tersebut menjadi penting
karena interaksi obat dengan organisme hidup bukan aksi yang sederhana
melainkan suatu aksi yang sederhana melainkan suatu aksi yang kompleks yang
melibatkan sistem seluler yang dinamik, terjadi pada tingkat molekuler, dan
merupakan suatu aksi yang melibatkan serangkaian peristiwa biokimia dalam
menimbulkan efek. Disamping itu ilmu tersebut digunakan sebagai dasar dalam
klasifikasi reseptor. Dalam kaitannya dengan klasifikasi reseptor, farmakologi
molekuler merupakan ilmu sentral dalam penemuan obat baru. Bersama dengan
ilmu kimia medicinal farmakologi molekuler dapat digunakan dalam penemuan
obat baru yang tentu saja melibatkan hubungan struktur dan aktivitas (QSAR).
Ilmu farmakologi selain berkembang menjadi beberapa cabang ilmu diatas, bisa
menjadi luas yaitu mempelajari farmakologi pada tiap sistem dalam tubuh misalnya
farmakologi sistem syaraf, farmakologi sistem kardiovaskuler, farmakologi sistem
endokrin, farmakologi sistem pernapasan, imunofarmakologi dan kemoterapeutika
(Nugroho, 2012).

1
2

A. Mekanisme aksi obat


Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat dapat mempengaruhi
komponen organisme hidup sehingga dapat menghasilkan efek atau respon. Obat
dapat bekerja dalam tubuh apabila berinteraksi atau berikatan dengan komponen
tubuh dan berdasarkan apakah obat tersebut diperantai oleh komponen tertentu dari
sel (target obat spesifik). Paul Eharlich (1854-1915), seorang ilmuwan asal Jerman,
mengatakan “Corpora Non Agunt Nisi Fixata” atau suatu obat tidak akan bekerja
jika tidak berikatan dengan target aksinya. Dalam bekerja pada suatu organisme
hidup, mekanisme aksi obat dibedakan menjadi : (1) aksi non spesifik, yaitu
mekanisme aksi obat yang didasarkan sifat fisika kimiawi yang sederhana, (2) aksi
spesifik yaitu mekanisme yang melibatkan interaksi dengan komponen spesifik
organisme misalnya reseptor, enzim, komponen genetik, kanal ion (Nugroho,
2012).
Kanal ion merupakan protein penyusun pori yang mengontrol gradien voltage
melintasi membran plasma (mengontrol potensial sel) dengan memungkinkan
aliran ion berdasarkan gradien elektrokimia. Mekanisme kerja kanal ion pertama
kali dihipotesiskan oleh ahli biofisika (Alan Hodgkin dan Andrew Huxley, 1951),
yang menyatakan bahwa ion bergerak melalui “lubang” di membran sebagai hasil
daya elektrokimia (aliran arus listrik).
Lubang bersifat selektif, hanya ion tertentu yang bisa lewat (misalnya Na+, K+,
Ca2+ dan lain-lain). Lubang atau kanal membuka dan menutup secara random, tapi
pembukaan secara kinetik dipengaruhi oleh voltase dan waktu. Hodgkin and
Huxley membuktikan bahwa untuk membuka dan menutup kanal mengalami
berbagai kondisi konformasi, sebagai berikut :
a. Aktivasi, yaitu proses pembukaan kanal saat terjadi depolarisasi.
b. Inaktivasi, yaitu kanal menutup selama depolarisasi berlangsung.

Gambar 1. Arus yang terekam saat pembukaan dan penutupan kanal


3

Pemahaman tentang kerja kanal lebih lanjut dibuktikan dengan teknik


perekaman elektrik (metode Patch Clamping) oleh Erwin Neher & Bert Sakman
(1970).
Komponen molekuler kanal teridentifikasi pertama kali dengan metode
kloning molekuler. Kanal ion tersusun dari beberapa sub-unit protein membentuk
suatu pori-pori. Lubang kanal disusun oleh subnit utama (subunit a), yang
menentukan infrastruktur kanal. Selain itu beberapa kanal (kanal K+ , Na+ dan
Ca2+), mengandung protein pelengkap yang dapat memodifikasi sifat kanal.

Gambar 2. Arus keluar dan masuknya ion dari dan ke dalam sebuah sel

II. Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme kerja dari masing-masing kanal ion Na, K, Cl,
dan Ca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
Keberadaan kanal ion pertama kali dihipotesiskan oleh ahli biofisika
dari Inggris, Alan Hodgkin dan Andrew Huxley, sebagai bagian dari teori
mereka mengenai impuls saraf yang dipublikasikan pada tahun 1952 dan
memenangkan hadiah nobel. Keberadaan kanal ini kemudian
dikonfirmasikan pada tahun 1970-an menggunakan teknik perekaman elektrik
yang disebut “patch clamp” oleh Erwin Nehe dan Bert Sakmann yang juga
membawanya memenangkan hadiah nobel (Ikawati, 2014).
Kanal ion memainkan peranan penting dalam banyak tipe sel. Beberapa
penyakit terjadi disebabkan karena adanya disfungsi kanal ion, antara lain
penyakit aritmia jantung, diabetes, hipertensi, angina pektoris, dan epilepsi.
Kanal ion merupakan kompleks protein yang terdapat pada membran sel
yang tersusun membentuk porus/lubang dan berfungsi memfasilitasi difusi
ion menyebrangi suatu membran sel. Adanya kanal ion akan memberikan
jalan bagi senyawa hidrofilik dan senyawa bermuatan untuk menyebrangi
membran sel (Ikawati, 2014).
Komponen molekuler kanal teridentifikasi pertama kali dengan metode
kloning molekuler. Kanal ion tersusun dari beberapa sub-unit protein
membentuk suatu pori-pori. Lubang kanal disusun oleh subunit utama
(subunit a), yang menentukan infrastruktur kanal. Selain itu beberapa kanal
(kanal K+, Na+, dan Ca2+), mengandung protein pelengkap yang dapat
memodifikasi sifat kanal (Latifigana, 2012).

4
5

B. Fungsi Kanal Ion


Kanal ion terdapat pada hampir setiap sel. Kanal ion berfungsi untuk
transport ion, pengaturan potensial listrik melintasi membran sel, serta
sinyaling sel. Kanal ion berperan penting dalam proses normal tubuh
beberapa penyakit terkait dengan disfungsi kanal ion misal aritmia jantung,
diabetes, epilepsi, hipertensi, cystic fibrosis, dan lain-lain (Latifigana, 2012).

C. Klasifikasi Kanal Ion


Berdasarkan cara teraktivasinya, kanal ion dapat digolongkan menjadi
lima jenis, yaitu :
a. Kanal ion teraktivasi voltase (voltage-gated channels), kanal ion ini
berespons terhadap adanya perubahan potensial trans-membran.
Kanal ini akan membuka sebagai respons terhadap terjadinya
depolarisasi dan akan menutup jika terjadi hiperpolarisasi.
b. Kanal ion teraktivasi ligau (ligand-gated channels), kanal ini
berespons terhadap adanya molekul ligan spesifik yag berada di
daerah ekstrakurikuler tempat kanal berada. Kanal ini memiliki
tempat ikatan untuk ligan dan disebut juga reseptor kanal ion.
c. Kanal ion teraktivasi molekul intrasel atau signal, kanal yang
berespons terhadap suatu molekul yang berada di bagian intrasel
yang merupakan bagian dari proses signalling, misalnya terhadap
second messenger seperti Ca, cAMP, dan cGMP.
d. Kanal ion teraktivasi oleh kekuatan mekanik (stretch-activated
channel), kanal ini membuka dan menutup sebagai respons terhadap
kekuatan mekanis yang timbul dari peregangan atau pengerutan lokal
membran di sekitar kanal tersebut, misalnya jika sel tersebut
mengembang atau mengerut.
e. Kanal ion terkait protein G (G-protein-gated channel), kanal ini
terkait dengan protein G dan teraktivasi jika protein G teraktivasi.
6

Berdasarkan ion yang melintasi kanal, kanal ion dibedakan menjadi


kanal ion natrium, kalium, kalsium, dan klorida.
a. Kanal Ion Na
Kanal Na tergantung voltage merupakan golongan protein membran
yang memediasi masuknya dengan cepat ion Na+, sebagai respon
depolarisasi membran untuk membangkitkan potensial aksi dalam sel yang
dapat teraktivasi. Kanal Na berperan penting dalam inisiasi potensial aksi.
Aktivasi kanal menyebabkan masuknya Na+ ekstraseluler ke dalam sel.
Kanal Na merupakan heterooligomer yang tersusun dari subunit α dan
β. Subunit α terdiri 4 domain, masing-masing terlipat menjadi 4 heliks
transmembran, terhubung dengan potein lain seperti subunit β. Keempat
domain terlipat bersama membentuk pusat pori. Subunit β merupakan
protein membran dengan domain transmembran tunggal dan berperan
mengatur kanal Na. Subunit β1 mempercepat kinetika aktivasi dan
inaktivasi. Subunit β2 secara kovalen terikat pada α subunit, dan diperlukan
untuk efisiensi kerja kanal.

Gambar 3. Struktur kanal Na


Fase-fase perubahan konformasi kanal Na Pembukaan dan penutupan
kanal ion terjadi dalam 3 fase tahapan seperti ditunjukkan pada gambar 4.
Ketiga fase tersebut adalah:
a. Deaktivasi/fase istirahat, kanal diblok pada sisi intraseuler oleh “gerbang
aktivasi”(m), yang dibentuk oleh domain III & IV subunit α
b. Aktivasi, terjadi depolarisasi dimana kanal terbuka, Na+ masuk
c. Inaktivasi, terjadi repolarisasi dimana kanal tertutup segera sesudah
depolarisasi oleh partikel inaktivasi (h).
7

Gambar 4. Fase perubahan konformasi kanal Na


Pembukaan kanal Na terjadi sangat singkat. Gambar 5 menampilkan
tahapan ketiga fase dalam hitungan milidetik.

Gambar 5. Tahapan pembukaan dan penutupan kanal Na dalam 1 milidetik

b. Kanal Ion K+
Kanal K merupakan protein transmembran yang membentuk pori selektif
terhadap ion kalium. Umumnya kanal K terletak di membran plasma. Kanal K
bertanggung jawab pada repolarisasi potensial aksi dan refraktori (konsekuensi
untuk kontraktilitas dan aritmia). Kanal K juga berperan mengontrol durasi
potensial aksi, mengatur potensial istirahat dan otomatisitas.
Struktur Kanal K terdiri dari subunit α (principal) dan β (auxiliary). Gambar
6 merupakan struktur subunit α penyusun kanal K.

Gambar 6. Struktur subunit α kanal K


Ada hubungan antara sistem klasifikasi berdasarkan fungsi dan struktur.
Gambar 7 menampilkan struktur utama berbagai jenis kanal K.
Klasifikasi utama kanal K :
• Ca activated K+ channel : terbuka dengan adanya ion Ca atau sinyal lain.
• Inwardly retifying K+ channel : muatan positif lebih mudah masuk
8

• “Leak” K + channel : terbuka secara konstitutif, untuk menjaga potensial


membran neuron tetap positif
• Voltage gated K+ channel : terbuka/tertutup tergantung voltase
transmembran.

Gambar 7. Domain transmembran berbagai jenis kanal K


Dalam sistem biologis manusia, contoh fungsi kanal K adalah :
• Pada sel eksitasi (contoh: neuron) berfungsi membangkitkan potensial aksi dan
mengistirahatkan potensial membran (gangguan terhadap kanal K pada otot jantung
dapat menyebabkan aritmia)
• Regulasi proses seluler seperti sekresi hormon (contoh: sekresi insulin dari sel
beta pankreas, sehingga gangguan kanal K dapat menyebakan diabetes).

c. Kanal Ion Ca2+


Ion Ca2+ merupakan second messenger penting yang mengontrol fungsi seluler
termasuk kontraksi otot polos & otot jantung. Kanal Ca tergantung voltase
(Voltage-activated calcium channels) mengatur kadar Ca intraseluler dan
berkontribusi dalam singnaling kalsium dalam berbagai jenis sel, baik sel tereksitasi
atau non-eksitasi. Pembukaan kanal ini terutama dipicu oleh depolarisasi potensial
9

membran tapi juga dimodulasi oleh berbagai hormon, protein kinase, protein
phosfatase, toksin dan obat.
Klasifikasi Voltage-gated Ca channel berdasarkan tipenya : tipe L, tipe P/Q,
tipe N, tipe R dan tipe T. Sedangkan berdasarkan voltase aktivasi : high volatage
activated (HVA) dan low volatage activated (LVA).
Struktur kanal Ca terdiri dari subunit α, β, δ, dan γ. Gambar 8 menampilkan
komposisi subunit dalam kanal Ca HVA. Bagian yang merupakan filter selektivitas
kanal adalah empat gugus glutamat (E).

Gambar 8. Komposisi subunit dalam kanal Ca HVA


Gambar 9 menampilkan struktur pembentuk pusat pori yang disusun oleh
subunit α.

Gambar 9. Struktur subunit α kanal Ca


10

d. Kanal ion Cl-

Kanal klorida berperan dalam menjaga aliran osmotik, dan hiperpolarisasi sel.
Jika kanal ion klorida terbuka maka klorida cenderung masuk kedalam sel, terjadi
hiperpolarisasi sehingga menurunkan potensial aksi sel. (Nugroho, 2012).

Kanal Cl- berperan penting dalam mengontrol komposisi ion dalam sitoplasma
dan volume sel. Fungsi ini dijalankan bersama dengan berbagai transporter ion
lainnya, seperti pompa, kontrasporter, dan kanal ion lain. Seperti diketahui pH
(derajat keasaman) sitoplasmik sel harus dikontrol secara ketat. Hal ini merupakan
aktivitas penukar Na/H dan NaHCO3/HCl yang juga mempergunakan kanal Cl-
secara paralel untuk mengembalikan ion Cl- selain itu, beberapa sel juga
membutuhkan proton ATPase yang juga memerlukan peran kanal Cl untuk menjaga
netralitas sitoplasmiknya. Karena itu, kanal ion Cl- ini sangat penting untuk
mengatur komposisi ionik (Ikawati, 2014).

Dalam hal pengaturan volume sel kanal ion Cl- juga berperan penting jika
suasana ekstrasel menjadi hipotonis, sel akan memberikan respon untuk menjaga
isotonisitasnya. Peristiwa ini melibatkan pembukaan secara parallel kanal K+ dan
kanal Cl- yang teraktivasi oleh kekuatan mekanik berupa pembengkakan (swelling).
Pembukaan kanal Cl- menyebabkan Cl- keluar dari sel yang membengkak, diikuti
oleh kation dan air sehingga dapat dicapai kondisi isotonis dan volume tertentu.
Fungsi kanal seperti ini berperan penting terutama pada sel-sel sekretori, seperti sel
pada epithelia mukosa dan pada ginjal (Ikawati, 2014).

Fungsi kanal Cl berikutnya adalah pengaturan eksitabilitas listrik membran sel.


Kanal Cl yang teraktivasi oleh voltase banyak dijumpai pada sel otot rangka, otot
polos, dan sel saraf. Pembukaan kanal ion Cl- mengakibatkan aliran ion Cl- masuk
kedalam sel sehingga menyebabkan hiperpolarisasi. Karena itu, inaktivasi kanal ion
Cl- dapat menyebabkan hipereksitabilitas pada otot rangka. Misalnya, adanya
mutasi kanal Cl, khususnya ClC-1 dapat menyebabkan terjadinya hiperreksitasi otot
yang menjadikan otot mengalami myotonia (kekejangan otot) (Ikawati, 2014).
11

e. Contoh Obat-Obatan Yang Bekerja Pada Masing-Masing Kanal Ion


1. Kanal Natrium
Fenitoin dan karbamazepin → memperlama proses inaktivasi kanal → ion
Na+ kembalinya kanal Ka bentuk aktif diperlama / mengurangi firing rate → sel
saraf tidak mudah di pick → mencegah kejang.
Anastesi lokal (kokain, lidokain, prokain) → melintasi membran →
berikatan dengan sitoplasmik kanal Na+ → kanal teraktivasi → blockade kanal
menghambat transmisi impuls rasa sakit.
Terjadinya blokade kanal menghambat hantaran transmisi impuls rasa sakit
(gambar 10).

Gambar 10. Mekanisme kerja anestesi lokal pada kanal Na

2. Kanal Kalium

Beberapa senyawa peptide yang di isolasi dari bisa kalajengking dan


anemone laut dilaporkan dapat mengeblock kanal Kv1.3 dan menghambat aktivasi
sel T limfosit. Beberapa senyawa mempeptida seperti dihidroquinolin, pepiridin, dan
alkoksipsoralen juga terbukti dapat memblock kanal Kv1.3 dan menghambat
aktivitas sel T limfosit manusia secara in vitro.

Kanal kalium tersebut menjadi target aksi bagi obat-obat antiaritmia kelas
III seperti amiodaron, pretilium, betanidin, klofilium, sotalol, ibutilid, dofetilid, dan
lain lain. Dengan cara memblock kanal K+ tipe Kv dan aliran K+ keluar selama fase
plateau potensial aksi sehingga memperlama durasi potensial aksi dengan
menghambat depolarisasi.
12

Pembukaan kanal kalium ini akan menyebabkan efflux K+ keluar sel


sehingga terjadi terpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi membran akan mencegah
pembukaan kanal Ca sehingga mengurangi masuknya Ca, dan pada gilirannya
meralaksasi otot polos vaskuler dan miokardial. Dalam terapi, kanal ini
dikembangkan sebagai target aksi obat antihipertensi, seperti minoksidil,
kromakalim, aprikalim, pinasidil, dan lain lain dengan aksi sebagai pembuka kanal
(Ikawati, 2014).

Antiaritmia kelas III: dofetilide, ibutilide, dan azimilide memblok Voltage-


Gated K+ Channels sehingga memperpanjang potensial aksi jantung dan
mempunyai efek antiaritmia (gambar 11).

Gambar 11. Mekanisme kerja antiaritmia golongan III

Contoh Obat yang bekerja pada kanal ion K+ adalah obat golongan
sulfonilurea yaitu obat antidiabetes. Efek utama sulfonilurea adalah meningkatkan
pelepasan insulin dari pankreas. Dua mekanisme tambahan kerja obat ini telah
ditemukan yaitu penurunan kadar glukagon serum dan penutupan kanal kalium di
jaringan selain pankreas (Katzung, 2007). Obat-obat golongan sulfonilurea terdiri
dari 2 generasi, generasi pertama contohnya tolbutamide dan clorpropamide,
generasi kedua contohnya gliburid, glipizid dan glimepirid (Lang and Light, 2010).
Glibenclamide dan glipizide memblok kanal K-ATP pankreas, sehingga digunakan
untuk terapi diabetes.
13

Tahapan kerja:
1. Menghambat kanal K tergantung ATP pada memberan sel beta
2. Mencegah efflux K+
3. Depolarisasi membran
4. Kanal Ca tergantung voltage terbuka
5. Influx Ca subsequent
6. Peningkatan kadar Ca intrasel
7. Induksi sekresi insulin dari sel beta
8. Penurunan kadar gula darah

3. Kanal Kalsium

Secara farmakologi, sifat-sifat ketiga keluarga kanal Ca sangat berbeda. Karena


lokasinya yang banyak berada di otot jantung, kanal Ca tipe Cav1 merupakan target
molekuler dari obat pemblock kanal Ca yang banyak digunakan dalam terapi
penyakit kardiovaskular. Obat-obat ini bekerja pada tiga tempat ikatan / reseptor
yang terpisah, tetapi terhubung secara alosterik. Golongan fenil / alkilamin seperti
Verapamil merupakan pemblock kanal secara intraseluler yang akan memasuki pori
dari sisi sitoplasmik dan kemudian mengeblocknya. Obat golongan dihidropiridin,
seperti bifedipin, amlodipin, bikardipin dan lain lain bereaksi secara alosterik
menggeser kanal dari bentuk terbuka menjadi tertutup, sedangkan golongan
benzodiazepin seperti diltiazem mengikat sisi reseptor ketiga dari kanal ion tersebut
pada sisi ekstraseluler. Blockade atau penutupan kanal Ca menyebabkan
berkurangnya kadar Ca intraseluler sehingga menurunkan kekuatan kontraksi otot
jantung, menurunkan kebutuhan otot jantung akan oksigen, dan menyebabkan
vasodilatasi otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tekanan arteri dan
intraventrikular.

Keluarga kanal Cav3 atau tipe T terlibat dalam beberapa jenis gangguan
jantung dan jenis epilepsy tertentu, khususnya epilepsy jenis petit mal.
Peningkatan aktivitas kanal tipe T pada jaringan thalamokortikal di otak dapat
memicu gelombang muatan yang terkait dengan terjadinya petit mal. Karena
14

itu, kanal ini menjadi target molekuler obat antiepilepsi petit mal yang cukup
luas dipakai secara klinis, yaitu etosuksimid. Obat antiepilepsi lain, seperti
zonisamid dan valproat, juga dapat beraksi pada kanal ini walaupun masih
memiliki target aksi yang lain. Senyawa lain yang cukup selektif mengeblok
kanal ini adalah mibefradil dan suatu peptide kurtoksin.

Mekanisme pemblokan identik dengan bloking kanal Na oleh anestesi lokal:

 Seperti voltage-gated cation channels lain, kanal Ca 2+ bisa berada pada


minimal 3 fase.
 Fase istirahat : pada potensial negatif (tertutup).
 Pembukaan kanal diinduksi oleh depolarisasi.
 Kanal tidak membuka untuk jangka waktu lama, karena depolarisasi
panjang (prolonged depolarization) menyebabkan transisi ke fase
inaktivasi.
 Kanal inaktivasi kemudian mengalami repolarisasi dan kembali ke fase
istirahat, kanal siap terbuka.
 Ca2+ channel blockers menghambat aliran Ca2+ terutama dengan
menstabilkan fase inaktivasi secara alosterik, serta beberapa dengan
menunda transisi ke fase istirahat.

4. Kanal Klorida

Beberapa kanal Cl telah dikembangkan menjadi target aksi agen-agen


farmakologis, diantaranya Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance
Regulator (CFTR) dan CLC-2. Kanal CFTR merupakan kanal Cl yang
teraktivasi oleh cAMP dan banyak dijumpai pada sel-sel epithelial berbagai
organ, seperti paru-paru, intestinal, pancreas, testis, serviks, dan lain-lain. Kanal
ini berperan dalam transport cairan transepitelial. Adanya mutasi yang
menyebabkan disfungsi kanal ini berkontribusi dalam patofisiologi penyakit
cystic fibrosis. Pada penyakit ini terjadi mutasi gen CFTR yang merupakan
jenis mutasi yang paling banyak dijumpai, yakni kanal menjadi tidak berfungsi
15

mengalirkan ion Cl. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan


obat yang dapat mengoreksi disfungsi tersebut dengan mengembangkan
activator kanal CFTR, antara lain golongan phenylglicine dan sulfonamide dan
antihipertensi golongan dihidropiridin.

Selain CFTR, salah satu kanal Cl yang telah dikembangkan menjadi


target aksi obat lainnya adalah kanal CLC-2. Kanal ini terdapat pada sel-sel
epitel usus dan berperan pula untuk transport cairan ke lumen usus. Konstipasi
idiopatik kronis dapat disebabkan karena fungsi kanal tersebut kurang optimal.
Karena itu, dikembangkanlah obat activator kanal yang bekerja
mengaktifkan/membuka kanal Cl tipe CLC-2 sehingga meningkatkan
pergerakan cairan ke usus, yang pada gilirannya akan mengurangi konsistensi
feses.

Obat itu adalah lubiproston yang dalam uji klinik, dapat meningkatkan
pergerakan usus spontan dengan efek samping yang dapat ditoleransi (Ikawati,
2014).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kanal Na berperan penting dalam inisiasi potensial aksi.
Pembukaan dan penutupan kanal ion terjadi dalam 3 fase, yaitu deaktivasi,
aktivasi dan inaktivasi. Obat yang bekerja menghambat kanal Na adalah
anestesi lokal dan antikejang seperti fenitoin dan karbamazepin
2. Kanal K merupakan protein transmembran yang membentuk pori selektif
terhadap ion kalium. Jenis kanal K meliputi: Ca activated, Inwardly
retifying, “Leak” dan Voltage gated K+ channel. Contoh obat yang bekerja
pada kanal K adalah antiaritmia golongan III dan antidiabetik glibenklamid
dan glipizid.
3. Kanal Ca tergantung voltase mengatur kadar Ca intraseluler dan
berkontribusi dalam sinyaling kalsium dalam berbagai jenis sel. Obat-obat
pemblok kanal Ca (Ca2+ channel blocker) dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah, penurunan kontraksi kardiak dan efek antiartimia karena
menghambat depolarisasi sehingga menghambat masuknya Ca2+ sel ke
dalam sel otot.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brody, T. M., Larner, J. and Minneman, K. P. (Eds.), 1998, Human Pharmacology


: Molecular to Clinical, 3th ed., Mosby Inc., St. Louis, Missouri.
Ikawati, Z., 2014, Farmakologi Molekuler, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Katzung,B.G., 2007, Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10, Penerbit EGC,
Jakarta
Korolkovas, A., 1970, Essentials of Molecular Pharmacology : Background for
Drug Design, Wiley-Interscience, New York.
Lang, Veronica and Light, Peter E, 2010, The Moleculer Mechanisms and
Pharmacotherapy of ATP-Sensitive Potassium Channel Gen Mutations
Underlying Neonatal Diabetes. Pharmacogenomics and Personalized
Medicine.Dove Medical Press Ltd. 3, 145-161.
Nugroho, A., 2012, Prinsip Aksi Dan Nasib Obat Dalam Tubuh, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Offermanns,S. and Rosenthal,W.,(Eds), 2008, Encyclopedia of Molecular
Pharmacology, USA.

17

Anda mungkin juga menyukai