Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas profesi ners stase keperawatan gawat
darurat dan kritis
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu
lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia
yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary
artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah
terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang
mensuplay darah dan oksigen pada jantung) Plaquedapat rupture sehingga
menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaanplaque. Jika bekuan
menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun
sebagian pada arteri koroner.
2
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya
oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat,
otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya
sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri
koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam
beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu
dingin yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan
infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark ditentukan juga oleh letak
sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri
koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri
bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri.
3
transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut
infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel
karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang
mengalami iskemi (disekeliling daerah infark).
4
5
D. Algoritma
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
1. Klinis
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala
utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan/bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menumpulkan pengalaman nyeri)
2. Laboratotium
a. Pemeriksaan Enzim jantung
a) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b) CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c) LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d) AST (/SGOT : Meningkat
6
b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan-perubahan
ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang
mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang
T akan kembali normal hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti
elektrokardiograf adanya infark lama.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratotium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b. CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c. LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24 jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST (/SGOT : Meningkat
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung.
Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya
jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki
kaitanya dengan PJK.
3. Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga
untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill
juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan
lain-lain.
7
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan
diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran,
yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-
frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan
tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga
pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar
gamma. (Kabo, 2008).
G. Komplikasi
Perluasan infark dan iskemiapasca infark, aritmia (sinus bradikardi, supra
ventrikuler taki aritmia, aritmia ventrikular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi, dan shock), infarkventrikel kanan, defek
mekanik, ruptur miokard,aneurisma ventrikel kiri,perikarditis, dan trombus mural.
8
H. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung
diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring
dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan
dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan.
Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung
membatasi luas kerusakan.
2. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung, missal ;NTG
(nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan integritas
jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam tubuh).
(Smeltzer & Bare,2006).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Emergency
a. Primery Survey
1) Circulation
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi.
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Kulit pucat atau sianosis.
h) Output urine menurun.
9
2) Airway
a) Sumbatan atau penumpukan secret.
b) Gurgling, snoring, crowing.
3) Breathing
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki,krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
5) Eksposure
Nyeri dada spontan dan menjalar.
b. Secondary Survey.
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun
(perubahan postural di catat dari tidur sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/normal.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri dada.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum.
d) Pelebaran batas jantung.
10
e) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
f) Odem ekstremitas.
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri dada.
b) Obat-obat anti hipertensi.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi
e) Riwayat alergi.
c. Tersier
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) CPKMB, LDH, AST
b) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
c) Sel darah putih (10.000-20.000).
d) GDA (hipoksia).
2) Pemeriksaan Rotgen
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung di duga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
3) Pemeriksaan EKG
T inverted, ST elevasi, Q patologis.
4) Pemeriksaan lainnya
a) Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
b) Pencitraan darah jantung (MVGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-
faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
11
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan
miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam
aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
No Intervensi Rasional
1 Beri O2 sesuai terapi Pemberian O2 dapat menambah
supplay O2 miokard dengan tujuan
mengurangi nyeri karena hipoksia
yang disebabkan oleh kuranngnya O2.
2 Beri posisi semifowler Posisi semifowler dapat
meningkatkan ekspansi dada sehingga
mengirangi sesak napas dan sirkulasi
darah meningkat. dengan lancarnya
sirkulasi akan membantu pengantaran
oksigen ke seluruh tubuh serta
mengurangi kerja jantung dan paru.
3 Berikan terapi tirah baring Tirah baring dapat mengurangi
(bedrest) selama 24 jam pertama konsumsi O2 miokard sehingga
post serangan. membantu jantung tidak bekerja lebih
keras.
4 Berikan obat sesuai indikasi, a. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri
contoh : dengan efek vasodilatasi koroner
12
No Intervensi Rasional
a. Antiangina, contoh yang meningkatkan aliran darah
nitrogliserin koroner dan perfusi miokardia.
b. Penyekat β, contoh b. Agen penting kedua untuk
atenolol (Tenormin), mengontrol nyeri melalui efek
pindolol (visken), hambatan rangsang simpatis
propanolol (inderal) dengan begitu menurunkan FJ,
TD sistolik dan kebutuhan
oksigen miokard.
5 Anjurkan dan bimbing pasien Teknik relaksasi dibutuhkan untuk
untuk tarik nafas dalam (teknik meminimalkan konsumsi O2 miokard
relaksasi), telnik distraksi, dan dan meningkatkan supply O2 jaringan
bimbingan imajinasi. , teknik distribusi dan imajinasi
membantu mengalihkan fokus
perhatian dari rasa nyeri.
6 Lakukan pemeriksaan ECG tiap Pemeriksaan ECG tiap hari dan saat
hari dan saat nyeri dada timbul. nyeri dada timbul berguna untuk
mendiagnosa luasnya infark.
13
No Intervensi Rasional
3 Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah sediaan oksigen
sesuai indikasi untuk kebutuhan miokard, menurunkan
iskemia dan disritmia lanjut.
4 Pertahankan cara masuk IV Jalur yang paten penting untuk
/heparin-lok sesuai indikasi. pemberian obat darurat pada adanya
disritmia atau nyeri dada.
5 Ukur dan catat tanda vital Penurunan curah jantung dapat
tiap jam. dimanifestasikan dengan peningkatan
nadi, TD, HR.
6 Pantau frekuensi dan Adanya nekrose/ kematian otot jantung
irama jantung dan catat dapat menyebabkan gangguan sistim
adanya irama disritmia konduksi dan penurunan curah jantung.
melalui monitor (bedside
monitor ECG).
14
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan.
No Intervensi Rasional
1 Pantau perubahan tiba-tiba tau Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinu contoh sehubungan dengan curah jantung dan
cemas, bingung, letargi, pingsan juga dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa, hipoksia,
atau emboli sistemik.
2 Pantau pernapasan, catat kerja Pompa jantung gagal dapat
pernapasan mencetuskan distres pernapasan.
3 Pantau data laboratorium contoh Indikator perfusi/fungsi organ.
GDA, BUN, Kreatinin, elektrolit
4 Berikan obat sesuai indikasi :
a. Heparin/natrium warfarin a. Dosis rendah heparin mungkin
(Coumadin) diberikan secara profilaksis pada
b. Simetidin , ranitidin, pasien risiko tinggi dapat
antasida menurunkan risiko tromboflebitis
atau pembekuan trombus mural.
b. Menurunkan atau menetralkan
asam lambung, mencegah
ketidaknyamanan dan iritasi
gaster, khususnya adanya
penurunan sirkulasi mukosa.
5 Lihat pucat, sianosis, belang, kulit Vasokontriksi sistemik diakibatkan
dingin/lembab. Catat kekuatan nadi oleh penurunan curah jantung
perifer. mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
15
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan
tindakan keperawatan di RS
No Intervensi Rasional
1 Auskultasi bunyi napas untuk Dapat mengindikasikan edema paru
adanya krekels sekunder akibat dekompensasi jantung.
2 Pertahankan masukan total cairan Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
2000 ml/24 jam dalam toleransi orang dewasa tetapi memerlukan
kardiovaskuler pembatasan pada adanya dekompensasi
jantung.
3 Kolaborasi : pemberian diet Natrium meningkatkan retensi cairan
rendah natrium, berikan diuretik. dan harus dibatasi.
4 Ukur masukan / haluaran, catat Penurunan curah jantung
penurunan , pengeluaran, sifat mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
konsentrasi, hitung retensi natrium/air, dan penurunan
keseimbangan cairan haluaran urine.
5 Timbang BB tiap hari Perubahan tiba-tiba pada berat badan
menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
16
No Intervensi Rasional
mengeluh nyeri dada, kebutuhan oksigen miokard.
sesak,sakit kepala, pusing,
keringat dingin.
3 Bantu pasien dalam memenuhi Kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi
ADL. dengan bantuan perawat untuk mengurangi
beban jantung pasien.
4 Evaluasi respon pasien saat Adanya tanda-tanda tersebut merupakan
setelah aktivitas terhadap tanda adanya ketidakseimbangan supply
nyeridada, sesak, sakit dan kebutuhan oksigen miokard.
kepala,pusing, keringat dingin.
5 Jelaskan akibat jika pasien Pada fase akut supply oksigen menurun
banyak beraktivitas selama oleh karena adanya sumbatan pada
24 jam pertama post serangan. miokard, aktivitasdapat memperburuk
hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA
17
Doengoes, M.E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC.
Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti,
Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.
Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
18