Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

Salah satu muatan paling penting dari suatu undang-undang dasar


(konstitusi) adalah bagaimana penyelenggaraan kekuasaan negara itu dijalankan
oleh organ-organ negara. Organ atau lembaga negara merupakan subsistem dari
keseluruhan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Sistem penyelenggaraan
kekuasaan negara menyangkut mekanisme dan tata kerja antar organ-organ negara
itu sebagai satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan kekuasaan negara. Sistem
penyelenggaraan kekuasaan negara menggambarkan secara utuh mekanisme kerja
lembaga-lembaga negara yang diberi kekuasaan untuk mencapai tujuan negara.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum


dan setelah perubahan mengandung beberapa prinsip yang memiliki perbedaan-
perbedaan mendasar. Perubahan atas sistem penyelenggaraan kekuasaan yang
dilakukan melalui perubahan UUD 1945, adalah upaya untuk menutupi berbagai
kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945 sebelum perubahan yang dirasakan
dalam praktek ketatanegaraan selama ini. Karena itu arah perubahan yang
dilakukan adalah antara lain mempertegas beberapa prinsip penyelenggaraan
kekuasaan negara sebelum perubahan yaitu prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan
prinsip sistem konstitusional (constitutional system), menata kembali lembaga-
lembaga negara yang ada dan membentuk beberapa lembaga negara yang baru agar
sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip-prinsip negara berdasar atas
hukum. Perubahan ini tidak merubah sistematika UUD 1945 sebelumnya untuk
menjaga aspek kesejarahan dan orisinalitas dari UUD 1945. Perubahan terutama
ditujukan pada penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-
masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi
modern.

1 Wiyasti Dwiandini
Pada 1957 dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai lembaga
yang hingga kini punya peran yang menentukan terhadap penampilan birokrasi
Indonesia, pada 1962 dibentuk Panitian Retooling Aparatur Negara (PARAN) dan
pada 1964 Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KOTRAR). Retooling
atau "pembersihan" dalam dua kepanitian terakhir bernuansa politis:
menyingkirkan pegawai yang tak sehaluan dengan partai yang sedang memerintah
(the ruling party). Dengan kata lain birokrasi di Indonesia pada dua dasawarsa
pertama ini bersifat spoil system --situasi yang juga sangat dominan selama tahun
tahun pertama pemerintahan Amerika Serikat abad-18. Sementara itu pada 1958,
sebagai imbas dari politik luar negeri Indonesia yang berusaha untuk membangun
solidaritas regional Asia Tenggara, Indonesia mengikuti sebuah konferensi di
Manila yang kemudian membentuk organisasi Eastern Regional Organisation for
Public Administration (EROPA). Kecuali itu Indonesia juga menjalin hubungan
dengan International Institute for Administrative Science (IIAS) di Brussel. Ide
tentang penyempurnaan administrasi dan administrative reform itu berkembang
sebagai bagian dari konsep administrasi pembangunan. Yang ke-tiga sebagai.

Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa


kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat
public. Segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang
bersifat public telah dicakup dalam pengertian administrasi Negara, khususnya
dalam mengkaji kebijaksanaan publik. Dalam proses pembangunan sebagai
konsekuensi dari pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor
penggerak pembangunan, maka administrasi Negara membantu untuk
meningkatkan kemampuan administrasi. Artinya, di samping memberikan
ketrampilan dalam bidang prosedur, teknik, dan mekanik, studi administrasi akan
memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana mengorganisasikan segala energi
social dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan. Dengan demikian, determinasi
kebijaksanaan public, baik dalam tahapan formulasi, implementasi, evaluasi,
amupun terminasi, selalu dikaitkan dengan aspek produktifitas, kepraktisan,
kearifan, ekonomi dan apresiasi terhadap system nilai yang berlaku. Peranan
Administrasi Negara makin dibutuhkan dalam alam globalisasi yang amat
menekankan prinsip persainagn bebas. Secara politis, peranan Administrasi Negara

2 Wiyasti Dwiandini
adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam pengertian keutuhan wilayah
maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan Administrasi Negara adalah
menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk menghadapi dan mengatasi
persaingan global.

Perkembangan Ilmu Administrasi Negara di suatu negara banyak


dipengaruhi oleh dinamika masyarakatnya, dimana keinginan masyarakat tersalur
melalui sistem politik sehingga administrasi negara dapat merasakan tantangan
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang selalui berubah.
Administrasi Negara akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga akan
mempengaruhi lingkungan, dan sebaliknya dapat di pengaruhi konfigurasinya 1.
Dalam khusus perkembangan Administrasi Negara di Indonesia tercermin adanya
interaksi tersebut, khususnya saling berpengaruh antara administrasi negara dengan
perkembangan ideologi kelompok politik yang dominan yang menginginkan
perubahan dan penyempurnaan administrasi negara agar lebih sesuai bagi
kepentingan pencapaian tujuan politik mereka.

I.2. Pokok Permasalahan

Ada beberapa hal yang akan dibahas oleh penulis terkait perkembangan
Administrasi Negara Indonesia, yaitu:

1. Bagaimana Perkembangan Administrasi Negara Indonesia?


2. Sistem Administrasi Negara yang bagaimanakah yang diterapkan di
Indonesia?
3. Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan
Belanda?
4. Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan
Orde Lama?
5. Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Pemerintahan
Orde Baru?
6. Bagaimana Administrasi Negara Indonesia pada masa Reformasi?

1
Tjokrowinoto, 1993

3 Wiyasti Dwiandini
I.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah Perkembangan Administrasi Negara


Indonesia ini adalah:

1. Mengetahui Perkembangan Administrasi Negara di Indonesia.


2. Mengetahui Sistem Administrasi Negara yang bagaimanakah yang
diterapkan di Indonesia.
3. Mengetahui bagaimana kondisi Aministrasi Negara di Indonesia
pada masa Pemerintahan Belanda.
4. Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia
pada masa Pemerintahan Orde Lama.
5. Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia
pada masa Pemerintahan Orde Baru.
6. Mengetahui bagaimana kondisi Administrasi Negara di Indonesia
pada masa Reformasi.

I.4. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipergunakan dalam makalah ini adalah :

1. Penulisan menggunakan tekhnologi modern yaitu komputer.


2. Bahan makalah yang digunakan diambil dari buku-buku Perpustakaan Pusat
dan Perpustakaan MBRC, FISIP.
3. Bahan diambil dari Koran dan internet.
4. Melalui ilmu yang telah diberikan dalam setiap perkuliahan Pengantar
Administrasi Negara.
5. Melalui pengetahuan yang telah saya dapatkan selama perkuliahan.
6. Dari pangalaman.

4 Wiyasti Dwiandini
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian Ilmu Administrasi

Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup


semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi.
Sekalipundemikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula
yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan merupakan kegiatan
administrasi atau tidak. Daridefinisi administrasi yang ada, kita dapat
mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan
pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu,administrasi mempunyai
berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalahadministrasi Negara

Ilmu Administrasi adalah cabang kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang
secara khas mempelajari Administrasi sebagai salah satu fenomena masyarakat
modern2. Administrasi sendiri mempunyai arti sesuatu yang terdapat dalam suatu
organisasi modern, yang memberi hajat hidup orang banyak kepada organisasi
tersebut, sehingga organisasi itu dapat berkembang, tumbuh dan bergerak dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.

Asal kata Administrasi dari kata latin : “ad” yang berarti intensiv dan
“ministrate” yang berarti melayani, membantu, memenuhi. Secara etimologis
administrasi berarti melayani yang intensiv3. Dari kata kerja tersebt lahir kata sifat
administrativus dan kata benda administrator yang merupakan human yang
mengelola administrasi.

Administrasi menganut dua pengertian dalam bahasa Indonesia sehari-har,


yakni:
2
Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Pengantar Ilmu Administrasi, Jakarta : 2011.
3
Drs. Sofwan Badri, Konsep-Konsep Dasar Administrasi, Administrasi Negara, dan Administrasi
Pembangunan, Jakarta, PT. Bina Aksara : 1988

5 Wiyasti Dwiandini
a. Dalam arti sempit : yang mencakum pekerjaan tata usaha warkat, tulis-
menulis, clrical work. Pengertian ini dari kata bahasa Belanda
“administratie”.
b. Dalam arti luas : Segala kegiatan sekelompok orang yang bekerja sama
secara rasional untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan administrasi
sebagai proses, fungsional dan intitusional (kepranataan).

II.1.1. Pengertian Administrasi dari beberapa sarjana:

a. Luther Gulik : Administration has to do with getting things done, with the
accomplishment of defined objectives. (Administrasi bertalian dengan
pelaksanaan penyelesaian pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan).

b. Jhon M. Pfiffner : Administrasi dapat didefinisikan sebgai


pengorganisasian dan pengarahan sumber-sumber tenaga kerja dan materi
untuk mencapai tujuan akhir yang dikehendaki.

c. Leonard D. White : Administrasi adalah proses umum dari semua usaha


manusia, baik public atau privat, sipil atau militer, besar atau kecil.

d. Wiliam H. Newman : Administrasi adalah membimbing, memimpin dan


mengontrol usaha-usaha sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.

e. Dwight Waldo : Administrasi adalah bentuk daya upaya manusia yang


kooperativ, yang mempunyai tingkat rationalitate yang tinggi.

f. Prof. S.P. Siagian : Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama dua
orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas yang telaj ditentukan.

Dari definisi – definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Administrasi


adalah suatu pengaturan kerja sama, dari kegiatan sekelompok orang, untuk
mencapai tujuan tertentu dengan tingkat rationalitate yang tinggi. Hakekat
Administrasi berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas adalah:
1) Adanya tujuan tertentu;
2) Adanya sekelompok orang;

6 Wiyasti Dwiandini
3) Adanya kerjasama;
4) Adanya pembagian tugas;
5) Dilakukan secara rationalitas;
6) Adanya pelayanan yang baik;
7) Adanya komunikasi yang baik;
8) Adanya pengurusan/ Pengelolaan yang baik.

II.1.2. Pengelompokan Ilmu Administrasi

Pengelompokan Ilmu Administrasi terdiri atas:

a) Pengelompokan yang bersifat administrasi umum;

b) Pengelompokan di bidang pembangunan;

c) Pengelompokan yang bersifat sektoral; dan

d) Pengelompokan atas dasar Pelayanan administratif (administrative


services).

Pengelompokan yang terakhir yaitu pelayanan administratif dilakukan oleh


satuan kerja yang disebut dengan Kantor (Perkantoran) atau Manajemen Kantor
(Perkantoran). Administrasi Perkantoran bertugas membantu pelaksanaan tugas
pokok/tujuan Organisasi/Badan Usaha. Administrasi Kantor/Perkantoran biasanya
disebut “Sekretariat” atau “Tata Usaha” yang bertugas melakukan pelayanan
administratif, berupa urusan: Kerumahtanggaan, Ketatausahaan, Kepegawaian,
Keuangan, dan sebagainya yang bersifat pelayanan intern (internal services).

Perkembangan Administrasi Sebagai Ilmu Pengalaman dan Penelitian


Hennry Fayol dalam Mengembangkan lmu Administrasi 1. Upaya yang dilakukan
oleh Henry Fayol dalam usaha menyelamatkan industri pertambangan yang
mengalami kemunduran. 2. Alasan diperlukan latihan dan teori Administrasi, serta
upaya yang dilakukan oleh Henry Fayol untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3.
Alasan diperlukan pengajaran Administrasi yang bersitat umum, menurut Henry
Fayol. 4. Alasan Henry Fayol menganjurkan latihan Administrasi bagi jabatan

7 Wiyasti Dwiandini
pimpinan. 5. Upaya yang dianjurkan oleh Henry Fayol untuk mengembangkan
teori administrasi. Hasil Penelitian Henry Fayol 1.

II.2. Pengertian Ilmu Administrasi Negara

Ilmu Administrasi Negara adalah ilmu pengetahuan (cabang ilmu


administrasi) yangs ecara khas melakukan studi (kajian) terhadap fungsi intern dan
ekstern daripada stuktur-struktur dan proses-proses yang terdapat di dalam bagian
yang sangat penting daripada sistem dan Aparatur Pemerintah, yang secara singkat
disebut dengan Administrasi Negara, yang dalam bahasa Inggris Amerika disebut
Public Administration, dan dalam bahasa Belanda disebut Openbaar Bestuur4.

Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan daripada


pemerintah, artinya (pejabat) pemerintah tidak dapat menunaikan tugas-tugas
kewajibannya tanpa Administrasi Negara. Administrasi Negara mengandung 2
(dua) pengertian, yaitu:

1) Administrasi daripada negara sebagai organisasi, maka Administrasi Negara


(sebagai fungsi) dijalankan oleh presiden sebagai pemerintah, merangkap
sebagai administrator negara, dengan memimpin dan mengepalai suatu
aparatur negara yang besar sekali, yang juga disebut Administrasi Negara.
Tata cara aparatur negara tersebuut menjalankan tugas pekerjaannya
merupakan suatu proses yang juga disebut Administrasi Negara.
2) Administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat
kenegaraan, maka Administrasi Negara (sebagai fungsi) dijalankan oleh
setiap pejabat negara yang diserahi pimpinan dan tanggung jawab atas suatu
kesatuan organisasi negara. Misalnya Departemen, Dirjen, Direktorat,
Dinas, Kantor, Biro, Bagian, Lembaga, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan,
Dese, BUMN, Rumah Sakit Negeri, dan lain sebgainya. Bahkan ketua
Mahkamah Agung (MA) sebgai pejabat negara harus menjalankan
Administrasi Negara, demikian juga ketua DPR, DPD, BPK, MPR, harus

4
Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirdjo, Dasar-Dasar Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia

8 Wiyasti Dwiandini
menjalankan Administrasi Negara. Jadi setiap pejabat pemerintah secara
otomatis berfungsi sekaligus sebagai Administrasi Negara.

II.2.1. Pengertian Administrasi Negara Menurut Para Ahli dan Sarjana

a. Edward H. Lithfiled : Suatu studi mengenai bagaimana bermacam-macam


badan pemerintahan di organisir, dilengkapi tenaga-tenaganya, dibiayai,
digerakkan dan dipimpin.

b. Dwight Waldo : Administrasi Negara Mengandung 2 (dua) pengertian,


yakni : (1) Administrasi Negara adalah organisasi dan manajemen dari
manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. (2)
Administrasi Negara adalah suatu seni dan ilmu yang dipergunakan untuk
mengatur urusan-urusan negara.

c. Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI) : Administrasi Negara adlah


keseluruhan penyelenggaraan kekuasan negara dengan memanfaatkan
segala kemampuan aparatur negara serta segenap dana dan daya untuk
terlaksananya tugas-tugas pemerintah dan tercapainya tujuan negar.

d. M. E. Dimoc & G. O. Dimoc : Administrasi Negara merupakan kegiatan


pemerintah di dalam melaksanaan kekuasaan politiknya.

e. Leonard D. White : Administrasi Negara adalah keseluruhan operasi


(aktivitas-aktivitas kerja) yang bertujuan menyelenggarakan atau
menegakkan kebijaksanaan kenegaraan.

f. Prof. Dr. Prajudi Admosudirdjo : Adinistrasi Negara mengandung 3 (tiga


arti), yakni: (1) Administrasi Negara sebgai fungsi pemerintah untuk
mengurus atau menangani urusan-urusan kenegaraan (publik servicess)
secara tertentu. (2) Administrasi Negara sebagai aparatur dan aparat
pemerintah sebagai suatu organisasi untuk mengendalikan keadaan
pemerintahan negara. (3) Administrasi Negara sebagai proses
penyelenggaraan berbagai macam tugas dan urusan pemerintah secara
terorganisasi, sistematika, metodis, dan teknis.

9 Wiyasti Dwiandini
g. Arifin Abdulrachman : Administrasi Negara merupakan ilmu yang
mempelajari pelaksanaan dari politik negara.

h. J. Wajong : Tugas utama Administrasi Negara ialah pada dasarnya


merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan politik, kemudian
melaksanakannya dan menyelenggarakannya

i. F. A. Nigro : Administrasi Negara mempunyai peranan penting dalam


merumuskan kebijaksanaan pemerintah dan merupakan bagian dari proses
politik.

Kesimpulan dari definis-definisi tersebut adalah bahwa Administrasi


Negara merupakan segala kegiatan aparatur negara/pemerintah, untuk mencapai
tujuan negara

II.3. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara


II.3.1. Latar Belakang Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Negara

Administrasi Negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala, asal mula
Administrasi Negara yakni di Eropa dan Amerika Serikat. Administrasi negara
akan timbul dalam suatu masyarakat yang terorganisir. Dalam catatan sejarah
peradaban manusia di Asia Selatan termasuk di Indonesia, Cina dan Mesir Kuno,
dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan. Sistem penataan
tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan Administrasi Negara.

Apa yang dicapai dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak
lepas dari upaya-upaya yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para
peletak dasar dan pembentuk administrasi yang dahulu. Administrasi modern
penuh dengan usaha untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan
segala kegiatannya untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani kepentingan
umum. Karena itu, administrasi negara tidak dipandang sebagai administrasi “of
the public”, tetapi sebaliknya adalah administrasi “for the public”.

Ide ini sebenarnya bukanlah baru. Orientasi semacam ini telah dicanangkan
dengan jelas dalam ajaran Confusius dan dalam “Pidato Pemakaman” Pericles,

10 Wiyasti Dwiandini
bahkan dalam kehidupan bangsa Mesir kuno. Bukti – bukti sejarah dengan jelas
membuktikan upaya-upaya yang sistematis, yang dikobarkan oleh tokoh-tokoh
seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad ke-16 – 18 tonggak kemapanan admi-
nistrasi negara Jerman dan Austria telah dipancangkan oleh kaum Kameralis yang
memandang administrasi sebagai teknologi. Administrasi negara juga memperoleh
perhatian penting di Amerika, terutama setelah negara ini merdeka. Apa yang
dikemukakan oleh Cicero dalam De Officiis misalnya, dapat ditemukan dalam
kode etik publik dari kerajaan-kerajaan lama. Hal yang umum muncul di antara
mereka adalah adanya harapan agar administrasi negara melakukan kegiatan demi
kepentingan umum dan selalu mengembangkan kemakmuran rakyat. Dengan kata
lain, administrasi negara tidak seharusnya mengeruk kantong kantornya (korupsi)
demi kepentingan dirinya sendiri.

Administrasi Negara modern yang dikenal saat ini merupakan produk dari
suatu masyarakat feodal yang tumbuh subur di negara-negara Eropa. Negara-
negara di daratan Eropa yang semuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan dan
kaum ningrat kerajaan berusaha untuk mengkokohkan pemerintahannya. Dengan
semakin tumbuhnya perkembangan masyarakat, sentralisasi kekuasaan dan
pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki menimbulkan suatu kebutuhan
untuk mendapatkan korps administrator yang cakap, penuh dedikasi, stabil, dan
integritas. Korps administrator ini pada gilirannya nanti akan menjadi tenaga
spesialis pada masing-masing bidang dan jabatan yang beraneka pada tataran
pemerintahan nasional. Kebutuhan akan suatu sistem mulai dirasakan, yakni suatu
sistem untuk menata sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban
pemerintahan.

Salah satu perwujudan kebutuhan suatu sistem penataan pemerintahan yang


sistematis tersebut di Prusia dan Austri dikenal dengan sistem kameralisma
(cameralism). Sistem ini dapat dikatakan sebagai awal mulanya administrasi
negara. Kameralisame ini dirancang untuk mencapai efisiensi manajemen yang
tersentralisasi dan paternalistik, yang ditandai oleh corak perekonomian yang
merkantilistik. Gejala diperlukannya sistem penataan administrasi pemerintahan

11 Wiyasti Dwiandini
seperti di Prusia dan Austria tersebut, kemudian diperkuat di prancis sekitar abad
ke-18 dengan usaha-usaha untuk mengembangkan teknologi dan enjinering .

Walaupun unsur-unsur kameralisme dan teknologi Prancis telah


memberikan pengaruh yang signifikan terhadap administrasi negara di berbagai
negara Eropa pada waktu itu. Akan tetapi, esensi dari unsur-unsur tersebut
tampaknya mulaimemudar ketika terjadi Revolusi Prancis dan juga ketika zaman
Napoleon. Titik berat perhatian mulai beralih diberikan kepada hak-hak individu
dan kewajiban-kewajiban negara untuk melindungi hak-hak tersebut. Sistem
perekonomian laisezz-faire mulai dimanjakan. Kondifikasi hukum dan
perkembangan-perkembangan di bidang lain yang memimpin kearah terciptanya
suatu kemerdekaan untuk berbeda pendapat dalam negara danadministrasi mulai
mewarnai admnistrasi pemerintahan waktu itu. Esensi ini pada kemudian hari
menimbulkan suatu rasa kewajiban dan loyalitas kepada negara melalui suatu
usaha penafsiran dan aplikasi hukum yang adil (fair-handed), dan kebutuhan untuk
menetapkan keabsahan dalam mengungkapkan keinginan-keinginan kepada
pemerintah. Suatu ungkapan pendapat yang menyarankan agar pejabat-pejabat
tinggi yang permanen (senior permanent officer) seharusnua dididik terlebih
dahuli di bidang hukum, merupakan suatu kenyataan atas esensi tersebut.
Timbullah waktu itu suatu ungkapan yang menyatakan sebgaia berikut:

“Negara adalah berkuasa, sentralisasi dan abasi (durable), Adapun birokrasi yang
berorientasi legalistik haruslah mengabdikan kepada fungsi yang menjamin adanya
stabilitas yang langgeng dan mampu menyatakan untuk melindungi keinginan-
keinginannya”

Pandangan yang legalistik dari sistem negara dan birokrasinya ini terdapat
pada hampir sebagian besar negara-negara Eropa Barat, dan dalam kadar
derajatnya yang lebih kecil terdapat pula pada negara-negara Eropa Timur
demikian pula pada negara-negara baru bekas jajahan dari negara-negara Eropa
tersebut.

Inggris Raya dan Amerika Serikat pada gilirannya mengembangkan sistem


administrasi negaranya yang sangat berbeda satu sama lain dengan sistem di

12 Wiyasti Dwiandini
daratan Eropa tersebut. Kedua negara ini tidak maumengadopsi pandangan mistik
Eropa mengenai negara dan meninggalkan tradisi kodifikasi tata hukumnya.
Inggris telah lama mempercayakan tanggungjawab administrasi pemerintahannya
pada cara perwakilan dari para bangsawan dan orang-orang yang berpindidikan
tinggi. Sampai dengan akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sebagian besar kaum
bangsawan berasal dari tuan tanah di pedesaan (rural-estate). Baru pada waktu
diadakan perombakan pegawai-pegawai pemerintahan di abad ke-19, maka
kemudian hampir sebagian besar administrator berasal dari kaum pedagang
(mercantile) dan klas-klas usahawan di kota-kota. Selanjutnya pada akhir abad ke-
19, mereka telah mulai menerapkan proses seleksi yang berlandaskan pada ujian
yang bersifat kompetitif yang keras darilulusan-lulusan universitas, terutama dai
Oxford dan Cambridge.

Dalam ujian-ujian ini diajukanbeberapa materi di antaranya hukum


administrasi seperti yang terjadi di daratan Eropa, dan spesialisasi-spesialisasi
lainnya yang bertalian secara langsung dengan administrasi negara yang masih
terpusat pada sifat-sifat klasik dan kemanusiaan. Cara rekruitment untuk memasuki
dinas-dinas administrasi pemerintahan di Inggris ini masih berlangsung dengan
perubahan disana-sini, sampai akhir tahun 1060-an. Sistem ini dirancang untuk
memperoleh administrator-administrator yang generalis, cerdas dan mempunyai
prespektif profesional. Mereka mempelajari administrasi dan segala kegiatan untuk
mengadministrasikan pekerjaan.

Administrasi telah lebih banyak dipelajari sebagai suatu hal yang bisa
meberikan pelayanan terhadap pemberian saran dan kebijaksanaan kepada menteri,
dan sedikti dopelajari sebagai proses manajemen ke dalam (internal management)
dibandingkan dengan sebagian besar negara-negara lainnya. Pada umumnya
administrasi negara di Inggris lebih bersifat sentralisasi dengan sistem pengawasan
yang terpusatkan dalam Departemen Keuangan.

Administrasi negara di negara-negara jajahan di Amerika, baik dalam


pemerintahan negara bagian, maupun pemerintahan nasional mulai dengan suatu
model yang dikembangkan dari negara induknya. Administrasi dilakukan oleh para

13 Wiyasti Dwiandini
bangsawan yang berada di Selatan dan dijalankan oleh para bangsawan pedagang
dan industriwan di daerah Utara. Administrasi tidak dipahami sebagai suat jenis
aktivitas atau jabatan yangberbeda dan dapat dipisahkan, dan istilah ini tidak
digunakan atau dicantumkan dalam konstitusi Amerika.

Ada tiga struktur dasar yang membedakan dengan sistem administrasi di


Inggris. Pertama, sistem federal dari khususnya sistem kekuasaan yang terbatas
pada pemerintahan nasional. Kedua, pemisahan kekuasaan eksekutif dari
kekuasaan legislatif di tingkat pemerintahan nasional, negara bagian dan tingkat
kota. Ketiga, besarnya rasa takut dan tidak percaya atas memusatnya kekuasaan
eksekutif.perasaan ini sebenarnya merupakan salah satu penyebab Revolusi
Amerika.

Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan melalui


pendekatan tradisional, pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan keputusan
(desisional) dan pendekatan ekologis. Secara khusus, pendekatan tradisional
mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai induk administrasi negara,
pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan Manajemen Ilmiah
terhadap perkembangan administrasi negara.

Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada satu pun pendekatan
yang lebih unggul daripada pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap
pendekatan berjaya pada sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa setiap
pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena administrasi
mengandung berbagai macam disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi
dalam administrasi juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan
bidang kajian yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan
satu-satunya pendekatan terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya lebih
bermanfaat untuk mempergunakan keempat cara pendekatan tersebut sesuai dengan
aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.

Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu besar, tidak peduli


kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh adanya gejala di semua negara yang
menunjukkan bahwa setiap pemerintah disusun di atas tiga cabang pemerintahan

14 Wiyasti Dwiandini
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus menerus administrasi dengan
politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga eksekutif dengan
lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap pemerintahan, yakni
tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap pertama merupakan tahap
perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap implementasi kebijakan
yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.

II.3.2. Paradigma Administrasi Negara

Menurut Nicholas Henry, Administrasi negara telah dikembangkan sebagai


suatu kajian akademis melalui lima paradigma yang saling tumpang tindih5. Lima
Paradigma tersebut yakni:

 Paradigma 1 : Dikhotomi politik-administrasi (1900-1926).


 Paradigma 2 : Prinsip – prinsip administrasi negara (1927-1937).
 Paradigma 3 : Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970)
 Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970).
 Paradigma 5 : Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 –
sampai sekarang).

Setiap fase dari paradigma tersebut mempunyai ciri-ciri tertentu sesua dengan
locus dan focusnya. Locus menunjukan di mana bidang ini secara institusional
berada. Locus menunjukan tempat dari bidang studi tersebut. Adapun focus
menunjuan sasaran spesialisasi daribidang studi. Paradigma dalam Administrasi
menurut Robert T. Golembiewski hanya dapat dimengerti dalam
hubungannyadengan istila-istilah locus dan focus tersebut6. Paradigma 1 lebih
mementingkan “locus”, paradigma 2 menonjolkan “focus”, paradigma 3 kembali
lebih mementingkan “locus”, sedang paradigma 4 mementingkan “focus”, dan
paradigma 5 berusaha untuk mengaitkan antara “focus” dan “locus” dari
administrasi negara.

5
Nicholas Henry, Public Administration and Public Affairs, Edisi kedua Englewood Cliffs:
Prentice-Hall, Inc., 1980, hal. 27.
6
Robert T. Golembiewski, Public Administration as a Developing Discipline, Part I; Prespective on
Past and Present, (New York; Marcel Dekker, 1997).

15 Wiyasti Dwiandini
Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara

1. Menurut pendapat Maurice Spiers pendekatan-pendekatan dalam


administrasi negara adalah pendekatan matematik, sumber daya manusia dan
sumber daya umum. Sedang menurut Robert Presthus adalah pendekatan
institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku. Bagi Thomas J. Davy
pendekatan yang dimaksud terdiri dari manajerial, psikologis, politis, dan
sosiologis.

2. Pendekatan proses administrasi memandang administrasi sebagai satu


proses kerja yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Pendekatan ini juga seringkali disebut dengan pendekatan operasional.

3. Pendekatan empiris hendak melakukan generalisasi atas kasus-kasus yang


telah terjadi secara sukses. Pendekatan ini seringkali disebut juga sebagai
pendekatan pengalaman.

4. Pendekatan perilaku manusia memandang bahwa pencapaian tujuan-tujuan


organisasi tergantung pada penerapan prinsip-prinsip psikologis. Pendekatan ini
telah menampilkan aspek manusia sebagai elemen utama administrasi.

5. Pendekatan sistem sosial memandang administrasi sebagai satu sistem


sosial. Kesadaran akan berbagai keterbatasan organisasi dapat menumbuhkan
semangat kerjasama di antara anggota-anggota organisasi.

6. Pendekatan matematik memandang model-model matematik dapat


diterapkan pada administrasi, dengan tujuan untuk melakukan peramalan.

7. Pendekatan teori keputusan memandang pembuatan keputusan sebagai


fungsi utama administrasi. Semula pendekatan ini hanya membahas dan
melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif dalam memilih tindakan yang
akan diambil, tetapi kemudian pendekatan ini juga mengkaji semua aktivitas
organisasi.

16 Wiyasti Dwiandini
II.3.3. Pandangan Neo-Ortodoksi Administrasi Negara

Pandangan modern terhadap administrasi negara atau yang dapat disebut


dengan neo-ortodoksi adalah dilandasi oleh kenyataan bahwa berdasarkan
pendekatan perilaku, banyak hal yang terjadi dan sulit terkendalikan. Bahwa
meskipun pendekatan kemanusiaan ataupun perilaku individu diterapkan dalam
birokrasi pemerintahan, banyak hal yang bisa dilakukan melalui struktur hirarki,
prosedur kerja maupun nilai-nilai normatif administrasi. Yang diperlukan untuk
menghindarkan segala ekses dampak yang terjadi adalah dengan melakukan
peninjauan kembali terhadap sistem dan struktur yang selama ini dikembangkan.
Dengan perkataan lain diperlukan suatu perubahan yang bersifat restrukturisasi
sistem birokrasi.

Tantangan yang dihadapi berdasarkan pemikiran para pakar neo ortodoksi


administrasi negara ini (Fredericson, 1984; Nigro dan Nigro, 1980; Shafritz, 1997)
antara lain berkaitan dengan kemampuan birokrasi menghadapi kompleksitas
masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah kemampuan birokrasi pusat untuk
mengakomodasi tuntutan kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi
regionel maupun lokal dalam hubungannya dengan klien atau masyarakat yang
dilayani.

Dengan demikian, permasalahan yang sebenarnya dihadapi adalah


bagaimana melakukan perubahan sistem birokrasi agar memiliki daya tanggap
yang lebih baik dan lebih efektif. Lebih daripada itu, dalam rangka tetap
mengakomodasikan pendekatan kemanusiaan dalam praktek birokrasi
penyelenggaraan pemerintahan, permasalahannya adalah bagaimana merancang
suatu sistem birokrasi yang mampu memfasilitasi peran-serta setiap individu
birokrat maupun masyarakat untuk tercapainya tujuan bersama secara efektif.

Menurut pandangan noe-otokrasi ini, sistem administrasi negara baik pada


tingkat nasional maupun pada tingkat daerah pada periode tahun 1980-an dan
1990-an, dihadapkan pada berbagai krisis baik yang datang dari luar maupun dari
dalam lingkungan sistem itu sendiri. Krisis yang datangnya dari luar antara lain

17 Wiyasti Dwiandini
berupa krisis ekonomi yang berkepanjangan, bukan saja di negara-negara dunia
ketiga tetapi juga dinegara-negara maju.

Efek globalisasi ekonomi yang melanda dunia internasional antara lain


berkaitan dengan resesi ekonomi global dan krisis moneter yang dalam banyak hal
telah menghambat laju pertumbuhan ekonomi berbagai negara, bahkan
menimbulkan efek kontraksi yang sangat tajam sebagaimana terjadi di Indonesia
pada tahun 1997/1998. Kondisi yang demikian dalam skala mikro telah berdampak
menurunkan kapasitas keuangan pemerintah baik yang diperoleh dari pajak dalam
negeri maupun berbagai retribusi dan sumber-sumber penrimaan lainnya; akibat
menurunnya kemampuan penerimaan masyarakat sejalan dengan menurunnya laju
pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah dibanyak negara kemudian terdorong untuk melakukan efisiensi


dengan memperketat pengeluaran anggaran di satu sisi, tetapi disisi lain pemerintah
dituntut untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan program-program social
safety net untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini
kemudian mendorong pemerintah, termasuk pemerintah daerah dimanapun untuk
melakukan rasionalisasi dan retrukturisasi kelembagaan agar mampu mengatasi
krisis yang dihadapi.

Di lain pihak, permasalahan internal yang dihadapi pemerintah


sebagaimana telah diuraikan adalah kenyataan bahwa di berbagai negara dirasakan
adanya penurunan kualitas, bahkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hal ini
terjadi dalam banyak hal bukan karena rendahnya tingkat kemampuan aparatur,
akan tetapi justru terjadi sebagai akibat telah semakin meningkatnya orde
kebutuhan serta tuntutan jati diri masyarakat atas layanan pemerintah.

Sementara kapasitas pelayanan umum oleh pemerintah terlalu lamban untuk


mampu beradaptasi dengan berbagai ragam kebutuhan tersebut. Apalagi dalam
rejim pemerintahan yang sentralistik, bahkan dalam sistem pemerintahan yang
desentralistik, sekalipun ternyata kemampuan pacu peningkatan kualitas pelayanan
publik oleh pemerintah dirasakan masih rendah. Akibatnya, di banyak negara mulai
muncuk berbagai prakarsa masyarakat untuk keluar dari atau berhenti sebagai

18 Wiyasti Dwiandini
pengguna jasa pemerintah dan beralih ke jasa-jasa publik yang ditawarkan oleh
swasta maupun lembaga-lembaga masyarakat ataupun komunitas sendiri.

Masyarakat misalnya telah mulai beralih dari orientasi menggantungkan


perlindungan keamanan kepada polisi pemerintah dengan membentuk satuan-
satuan pengamanan swakarsa 9satpam) atau pengawal-pengawal pribadi. Mereka
juga keluar dari lingkungan pemukiman masyarakat di perkampungan kota yang
kumuh dengan kualitas infrastruktur sosial yang tidak lagi sesuai dengan selera
mereka, kemudian pindah bermukim di kompleks-kompleks perumahan eksklusif
dengan infrastruktur lingkungan yang jauh lebih baik, dalam lingkungan tertutup
yang dijaga ketat oleh Satpam sendiri.

Mereka memilih untuk menambah pengeluaran ekstra agar mendapatkan


layanan publik yang lebih baik daripada yang bisa diberikan oleh pemerintah.
Mereka memilih membayar sendiri layanan pengamanan, pengangkutan sampah,
pertamanan, fasilitas jalan dan penerangan umum, drainase dan sanitasi
lingkungan, dan berbagai jasa lainnya dalam satu paket dengan keberadaan mereka
dilingkungan perumahan tersebut. Mereka bahkan memilih untuk menyekolahkan
anak-anak mereka tidak kesekolah negeri bahkan kalau perlu keluar negeri,
termasuk penggunaan layanan kesehatan yang dikelola oleh swasta.

Fenomena masyarakat yang disebut oleh Shafritz (1997) sebagai fenomena


kemunculan feodalisme modern tersebut pada hakekatnya merupakan
kecenderungan perkembangan pilihan-pilihan masyarakat (people’s choices)
terhadap berbagai jenis layanan publik yang mampu memenuhi tuntutan aspirasi
mereka. Jadi yang terjadi disini sebenarnya bukan merupakan akibat dari
ketidakmampuan atau rendahnya kualitas aparatur, yang tidak mampu menciptakan
kualitas pelayanan yang diharapkan; melainkan adalah sistem penyelenggaraan
administrasi publik itu sendiri yang rancangannya tidak memungkinkan aparatur
untuk secara tanggap melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan
strategisnya.

Mengingat hal tersebut para pemikir neo-ortodoksi administrasi negara


menilai perlunya penataan ulang sistem-sistem dan struktur kelembagaan yang

19 Wiyasti Dwiandini
berlaku dalam pemerintahan. Diperlukan pemikiran kembali mengenai fungsi-
fungsi serta peranan pemerintah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara (Rethinking Government), bahkan diperlukan invensi-invensi baru
dalam sistem dan praktek penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintahan
(Reinventing Government) (Frederickson, 1984; Gaebler dan Osborne, 1992; Gray,
1994; Shafritz, 1997; World Bank, 1999/2000).

Bahkan sebagian mengarahkan agar pemerintah sama sekali keluar sama


sekali dari “bisnis” penyelenggaraan publik tertentu dan menyerahkannya kepada
sektor swasta untuk menyelenggarakannya (Savas, 1987). Disisi lain, para pakar
juga mempertimbangkan agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka
pelayanan publik, terdapat keseimbangan dan kesetaraan peran antara pemerintah,
swasta, dan masyarakat (Civil Society) berdasarkan paradigma Governance (bukan
government) sehingga terdapat sinergi dan harmonisasi dalam pencapaian tujuan
bersama meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat (UNDP, 1995
dan 1999, Kooiman, 1993).

Dari berbagai rekomendasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tesis


yang mendasarinya adalah perubahan organisasi melalui perubahan struktur-
struktur organisasi termasuk sistem-sistem yang melandasi beroperasinya
administrasi negara. Hal ini menurut Frederickson (1984 : 121) didasari oleh
anggapan bahwa : “Adalah lebih gampang mengubah kerangka organisasi, dan
karenanya juga aturan permainan organisasi, ketimbang mengubah orang-
orangnya; dan dengan mengubah kerangkadan aturan-aturannya kita bisa
meningkatkan potensi untuk mengubah orang-orang itu”. Anggapan dasar yang
sama juga dikemukakan oleh Ted Gaebler dan David Osborne (1992) bahwa salah
satu dari lima keyakinan dasar yang melandasi analisis mereka adalah : “keyakinan
bahwa para pegawai pemerintah (birokrat) bukanlah sumber permasalahan, tetapi
sistem-sistem kerja dimana mereka harus bekerja itulah sumber permasalahan
yang sebenarnya”.

II.4. Sistem Administrasi Negara Indonesia

20 Wiyasti Dwiandini
II.4.1. Pemikiran Sistem

1. Teori sistem merupakan kerangka konseptual atau satu cara pendekatan


yang dipergunakan untuk menganalisis lingkungan atau gejala yang bersifat
kompleks dan dinamis.
2. Pendekatan sistem, pertama melihat sesuatu secara keseluruhan. Baru
kemudian mengamati bagian-bagiannya (sub-subsistem); di mana bagian-
bagian (sub-subsistem) itu saling melakukan interaksi dan interrelasi.

3. Karakteristik sistem menurut Schoderbek terdiri dari: interrelasi,


interdependensi, holisme, sasaran, masukan dan keluaran, transformasi, entropi,
regulasi, hierarki, diferensiasi, dan ekuifinaliti. Sedang sarjana lain,
menunjukkan bahwa karakteristik sistem terdiri dari masukan, proses, keluaran
dan umpan balik.

4. Yang dimaksud dengan sistem administrasi negara adalah “struktur untuk


mengalokasikan barang dan jasa dalam satu pemerintahan”. Karakteristik
sistem administrasi negara terdiri dari masukan, proses/konversi, keluaran, dan
umpan balik.

5. Studi ekologi dalam administrasi negara dimaksudkan untuk memperoleh


gambaran mengenai administrasi negara yang sesuai dengan lingkungan
penerimanya. Studi ekologi harus diterjemahkan sebagai satu cara pandang
untuk mendekati hubungan sistem administrasi dengan faktor-faktor non-
administrasi.

II.4.2. Sistem Administrasi Negara Indonesia

1. Sistem administrasi negara Indonesia haruslah diterjemahkan sebagai


bagian integral dari sistem nasional.
2. Landasan, tujuan, dan asas sistem administrasi negara adalah sama dengan
landasan, tujuan, dan asas sistem nasional, yang tertera dalam Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

21 Wiyasti Dwiandini
3. Penyempurnaan dan perbaikan terhadap sistem administrasi negara
diarahkan untuk memperkuat kapasitas administrasi. Kegiatan ini merupakan
satu proses rasionalisasi terhadap sistem administrasi, agar dapat memenuhi
fungsinya sebagai instrumen pembangunan dan sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
4. Selama Orde Baru telah dilakukan usaha-usaha yang konsisten untuk
memperbaiki sistem administrasi negara.

BAB III
ANALISIS PERKEMBANGAN ADMINISTRASI
NEGARA DI INDONESIA

Studi ilmu administrasi merupakan kombinasi dari ilmu (science) dan


praktek (art) yang keduanya tidak bisa terpisahkan. Dinamika praktek
penyelenggaraan pemerintahan berpengaruh langsung terhadap perkembangan dan
penggunaan konsep administrasi publik. Di Indonesia, perkembangan dinamika
dalam sistem pemerintahan berpengaruh terhadap paradigma administrasi publik.
Secara garis besar model penyelenggaraan administrasi di Indonesia dapat
dibedakan menjadi dua yaitu periode 1945-1998 dan 1999 sampai saat ini. Periode
yang pertama didominasi dengan model state-centered public administration,
dimana administrasi publik merupakan sarana bagi penguasa untuk menjawab apa
yang disebut oleh Lucian Pye (1968) sebagai crises of penetration. Krisis ini
muncul dari proses formasi negara (state formation) dimana negara negara yang
baru merdeka dihadapkan pada masalah dalam membangun kemampuan untuk
mengendalikan wilayah dan kelompok sosio kultural dan politik yang hidup dalam
wilayah negara. Administrasi merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan
negara. Karena cara pandang demikian ini maka istilah administrasi negara lebih
banyak digunakan ketimbang istilah administrasi publik. Implikasi yang lain adalah
mengedepannya model birokrasi monocratique yang diperkenalkan oleh Max

22 Wiyasti Dwiandini
Weber yang berciri sentralistik, hirarkis dan berorientasi pada peraturan (rule-
driven) sebagai model ideal organisasi pemerintahan. Model ini dianggap mampu
menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam rangka melayani kepentingan penguasa
untuk mempertahankan kekuasaannya berhadapan dengan kelompok kelompok
politik, etnis dan geografis yang secara potensial melakukan penolakan (resistance)
atau pemisahan (seccessionism) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendekatan state-centered dimulai sejak pembentukan pemerintahan


pertama tahun 1945. Namun karena revolusi kemerdekaan, maka upaya
pengembangan administrasi modern belum dapat dilaksanakan. Baru pada masa
pemerintahan demokrasi parlementer tahun 1950, administrasi negara mulai ditata.
Sejak Pemerintahan Natsir agenda utama pemerintahan adalah membangun sistem
administrasi yang mampu menjamin terselenggaranya sistem pemerintahan hingga
ke daerah. Sebagaimana kita ketahui Indonesia jaman 1950an mewarisi sistem
administrasi eks-negara negara federal yang terkotak kotak. Sayangnya upaya
tersebut terganjal tidak saja oleh konflik elit di tingkat pusat tetapi juga konflik
antara pusat dan daerah. Pada masa Ali Sastroamidjojo agenda pembangunan
sistem administrasi terhambat dengan pemberontakan PRRI/PERMESTA di
daerah.

Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia


(terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai
dengan dinamika sistem pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam
memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain,
adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and
balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk
melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar


1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik
terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik,
hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat
dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia pada

23 Wiyasti Dwiandini
masa pemerintahan Hindia Belanda, Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto)
dan pada masa Reformasi.

III.1. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Pemerintahan Belanda

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara


masih sangat terbatas, terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan
ketertiban hkum bagi usaha pengumpulan sumber daya dari bumi Indonesia (saat
itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan pemerintah dan rakyat
Belanda. Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara pemerintahan
kolonial mengalami sedikti perubahan karena pengaruh kebijaksanaan etika oleh
pemerintah Belanda yang merasa mempunyai kewajiban moril untuk memberi
pelayanan warga pribumi sebagai imbalan terhadap ekpolitasi sumber daya
Indonesia oleh Belanda selama lebih dar 300 tahun. Pelayanan masyarakat oleh
pemerintah kolonial ini sangat terbatas jenisnya dan penduduk pribumi yang
memperoleh akses adalah sangat terbatas jumlahnya terutama pada kelompok elit
seperti keluarga bangsawan dan pengawal pemerintah kolonial Belanda.
Kebijaksanaan ini didorong oleh kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang
memerlukan tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta
dengan perhitungan bahwa perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti
perluasan pasar hasil ekspor hasil industri Belanda.

Sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak langsung berhubungan dengan


penduduk pribumi, tetapi melalui kolaborasi dengan para penguasa pribumi, dan
pada akhir abadke-19 pemerintah kolonial mulai membuat aparatur di bawah
sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah kolonial yang terdiri dari orang
Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai angreh praja 7. Pada masa
pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun administrasi negara di Indonesia
mengalami kehancuran karena para birokrat bangsa Belanda di singkirkan, pegawai
bangsa Indonesia belum siap dan tidak diberi kesempatan mengisi posisi yang
ditingktkan oleh orang Belanda, sedangkan orang Jepang yang mengisi posisi
orang Belanda mempunyai misi lain yaitu untuk membantu memenangkan Jepang

7
Sutherland, 1979:31

24 Wiyasti Dwiandini
dalam Perang Dunia ke II. Dengan kata lain Jepang tidak berminat untuk
menggunakan administrasi negara yang ada untuk pelayanan masyarakat Indonesia.

Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda Administrasi Negara di Indonesia


terdapat Pengaruh Administrasi Militer, yakni:

1. Penggunaan istilah administrasi di bidang pemerintahan pada pemerintahan


Hindia Belanda.
2. Pembagian wilayah administrasi.
3. Lembaga-lembaga pemerintah Hindia Belanda.
4. Susunan organisasi pemerintah Hindia Belanda.
5. Daerah-daerah Otonom.
6. Istilah administrasi di bidang hukum dan di bidang perekonomian.
7. Pengaruh Administrasi Militair pada waktu Perang Dunia II.

Perkembangan Administrasi sesudah Kemerdekaan Praktik-praktik


administrasi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, baik di bidang
Pemerintahan, Hukum dan Perekonomian. Namun praktik-praktik administrasi
tersebut, dimonopoli oleh orang-orang Belanda. Sehingga ilmu Administrasi
kenyataannya menjadi milik bangsa penjajah. Orang-orang Indonesia hanya
sekedar sebagai pelaksana saja. Mereka pada umumnya hanya memiliki pangkat
sebagai Mandor/Krani, Juru Tulis (Klerk), sehingga mereka hanya mengenal arti
administrasi dalam arti sempit. Pengaruh keberhasilan Administrasi Militer pada
Perang Dunia II, menyebabkan bangsa-bangsa di dunia banyak mempelajari ilmu
administrasi. Menyadari atas kekurangannya di bidang administrasi, pemerintah
Indonesia mendatangkan Misi Ahli dari Amerika Serikat untuk memperbaiki
kekurangan tersebut. Akhirnya Misi Ahli memberikan rekomendasinya, yaitu:
Perlunya “Pendidikan dan Latihan Administrasi di Indonesia” (Training for
Administration in Indonesia).

III.2. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Orde Lama

Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah


usaha-usaha pengembangan-pengembangan administrasi negara karena

25 Wiyasti Dwiandini
dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan
masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan
disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap negara Indonesia yang
sudah merdeka.

Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils


system seperti faktor nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku,
daerah dan sebagainya. Dilain pihak, mulai disadari perlunya peningkatan efisiensi
administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha-usaha perencanaan program
di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah perencanaan pembangunan
ekonomi dan sosial. Administrasi negara yang ada pada waktu itu dirasakan sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan nasional karena terkait oleh
berbagai ketentuan perundangan yang berlaku , yang mendisain administrasi
negara hanya untuk kegiatan rutin pelayanan masyarakat8.

Perkembangan administrasi negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada


pembedaan antara administrasi negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan
masyarakat dengan administrasi pembangunan yang mengurus proyek-proyek
pembangunan terutama pembangunan fisik. Prioritas pembiayaan ditekankan pada
administrasi pembangunan. Sedangkan kegiatan administrasi negara yang bersifat
rutin kurang mendapat perhatian.

Pada masa Orde Lama (Sukarno), penataan sistem administrasi berdasarkan


model birokrasi monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan
kesatuan yang berdasarkan pada ideologi demokrasi terpimpin. Sukarno melakukan
kebijakan apa yang disebut dengan retoolling kabinet, dimana ia mengganti para
pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden no 6 tahun 1960,
Sukarno melakukan perombakan sistem pemerintahan daerah yang lebih
menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas kontrol pusat terhadap daerah.

III.3. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Rezim Orde Baru

8
Tjokroamidjojo, 1974:5-10

26 Wiyasti Dwiandini
Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap
G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan
perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada
kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk
mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang
kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap
sistem pemerintahan Orde Lama.

Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat


perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan
yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal
12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI,
ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta
mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman
Muchjidin, 1986:58-59).

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di


Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada
tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Model birokrasi monocratique dalam administrasi diteruskan oleh Suharto.


Awal tahun 1970an, pemerintah orde baru melakukan reformasi administrasi yang
bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apoltik. Hal ini
dilakukan melalui larangan pegawai negeri berpolitik dan kewajiban pegawai
negeri untuk mendukung partai pemerintah. Upaya ini dilakukan sebagai reaksi
dari perkembangan birorkasi di akhir era Sukarno yang diwarnai oleh politisasi
birokrasi. Disamping itu Suharto menerbitkan dua buah kebijakan yang sangat

27 Wiyasti Dwiandini
penting dalam sistem administrasi waktu itu. Pertama adalah Keppres no 44 dan no
45 tahun 1975 yang masing masing mengatur tentang susunan tugas pokok dan
fungsi Departemen dan LPND. Melalui peraturan tersebut diatur standardisasi
organisasi Departemen dan menjadi dasar hukum bagi pembentukan instansi
vertikal di daerah. Produk kebijakan yang kedua adalah UU no 5 tahun 1974
tentang Pemerintahan di Daerah. Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah
disusun secara hirarkis terdiri dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II.
Disamping itu setiap daerah memiliki status sebagai daerah otonom sekaligus
sebagai wilayah kerja pemerintah. Sebagai implikasinya Kepala daerah diberikan
jabatan rangkap yaitu sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah pusat.
kebijakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan penguatan
kontrol pusat kepada daerah.

Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem


Pemerintahan Negara Republik Indonesia pada era Orde Baru, antara lain sebagai
berikut :

1. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)

Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak


berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa
negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh
hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

2. Sistem Pemerintahan Presidensiil

Sistem pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil karena


kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri
bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan
presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam
pemerintahan.

3. Sistem Konstitusional

Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem


ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang

28 Wiyasti Dwiandini
dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam
hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-
Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
Diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut :

a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU
d. Peraturan Pemerintah
e. Kepres
f. Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi
Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman
Muchjidin,1986:70-71).

4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan


Rakyat.

Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR


sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:

a. Menetapkan Undang-Undang Dasar,

b. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,

c. Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil


presiden).

Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang


Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang
telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk
dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari
Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.

5. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi


menurut UUD

29 Wiyasti Dwiandini
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung
jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja
dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk
melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan
Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.

6. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal


pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja
sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan,
artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak
dapat membubarkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun
tidak dapat menjatuhkan Presiden.

7. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak


bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-


menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kapada DPR
dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada
Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.

8. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR,


tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus
bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-
sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan
pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga
mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila
dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan

30 Wiyasti Dwiandini
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tarcela.

9. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada


3 partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang
memegang kendali yaitu partai Golkar dibawah pimpinan Presiden
Soeharto.

III.4. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Reformasi

Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru


tahun 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah
dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran
yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12


Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan
diri dari jabatannya.

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan


sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan
pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde
Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi
sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".

Berakhirnya pemerintahan Orde baru mendorong munculnya pendekatan


society-centered public administration dimana administrasi publik merupakan

31 Wiyasti Dwiandini
sarana bagi pemerintahan yang demokratis untuk menyelenggarakan kekuasaannya
berdasarkan kedaulatan rakyat. Berbeda dengan masa sebelumnya dimana
kedaulatan negara lebih menonjol, sejak reformasi 1999 kedaulatan rakyat menjadi
kata kunci dalam penyelenggaraan administrasi. Negara bukan lagi dianggap
sebagai satu satunya aktor yang secara ekslusif berperan dalam mencapai tujuan
nasional. Dalam era reformasi, sistem demokrasi menuntut adanya kekuasaan yang
terdesentralisir dimana masing masing komponen memiliki otonomi relatif
terhadap komponen yang lain dengan maksud agar tidak ada satu pun elemen
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mendominasi kelompok yang
lain. Sebagai konsekuensinya negara merupakan hanya salah satu mekanisme yang
bersandingan dengan mekansime pasar (private sector) dan mekanisme sosial
(civil-society) untuk memecahkan masalah pelayanan publik. Administrasi
merupakan sarana koordinasi dari negara, masyarakat dan dunia usaha untuk
mencapai tujuan nasional.

Hal ini sebagaimana kita lihat dalam praktek administrasi pada era
reformasi. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun 1997 menjadi pendorong
perubahan besar dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Melalui Tap MPR no XV
Tentang Pokok Pokok reformasi pemerintah era reformasi dituntut untuk
melakukan penataan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan bersih
dari KKN. Perubahan tersebut secara formal dituangkan dalam empat perubahan
(amandemen) UUD 1945. Hasil dari amandemen tersebut merubah secara
mendasar sistem pemerintahan di Indonesia. perubahan penting yang perlu dicatat
dalam hal ini adalah, Pertama, perubahan kedudukan MPR yang bukan lagi
menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Sebelumnya MPR merupakan lembaga
tertinggi negara yang mewakil seluruh komponen bangsa baik dari kelompok
poliik, daerah dan fungsional. Berakhirnya kedudukan MPR sebagai lembaga
tertinggi negara diikuti dengan perubahan Presiden yang bukan lagi menjadi
mandataris MPR, tetapi merupakan Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara yang
dipilih langsung oleh rakyat.

Perubahan tersebut dimaksud untuk menciptakan sistem check and balance.


Kedua, perubahan amandemen IV mendorong terciptanya sistem yang

32 Wiyasti Dwiandini
terdesentralisir. Pada desain UUD 1945 naskah asli, disebutkan bahwa di tangan
Presiden terkonsentrasikan seluruh kekeuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintaha “concentration of power upon presiden. Namun dengan amandemen
ke IV, pemerintahan menjadi terdesentralisir. Hal ini terlihat dari pembatasan
kekuasaan presiden..yang harus berbagai kekuasaan dengan DPR dan berbagai
lembaga negara lainnya. Pada tataran hubungan pusat daerah, amandemen
konstitusi mengatur pemberian otonomi yang luas kepada daerah. Amandemen IV
menciptakan konfigurasi sistem administrasi yang terdesentralisir sebagai sarana
untuk menjamin terselenggaranya demokrasi. Upaya penguatan sistem
keseimbangan kekuasaan juga dilkaukan dalam hubungan antara negara dan rakyat.
Hal ini terlihat dari sembilan pasal tambahan yang mengatur khusus tentang
perlindungan hak asasi manusia.

Berbagai perubahan paradigma pemerintahan dalam era reformasi telah


mengakhiri warisan sistem administrasi pada masa lalu yang dibangun berdasarkan
pada model birokrasi monocratique. Namun model alternatif yang sering disebut
dengan model post-weberian itu hingga saat ini masih mencari bentuk. Keadaan ini
sedikit banyak menciptakan berbagai kerancuan mengenai arah perubahan dan
pembangunan sistem administrasi negara di era reformasi. Ketidakjelasan arah dan
fokus dalam membangun sistem administrasi negara Indonesia di era reformasi ini
akan menjadi penghambat besar dalam menciptakan sistem administrasi negara
yang tangguh berhadapan dengan tuntutan perbaikan kinerja pemerintah maupun
tantangan persaingan global di tingkat internasional.
Setiap perubahan selalu ditandai dengan ketidakpastian. Beberapa masalah yang
muncul dalam perubahan tersebut terutama adalah masalah korupsi, ancaman
integrasi nasional, dan buruknya pelayanan publik.

Reformasi telah berjalan selama lebih dari satu dasawarsa, namun


nampaknya reformasi belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Menurut riset
yang dilakukan oleh World Bank antara tahun 1996 hingga 2007 tentang mutu
penyelenggaraan pemerintahan (governance), reformasi di Indonesia menunjukkan
hasil yang belum menggembirakan.

33 Wiyasti Dwiandini
 tingkat partisipasi dan akuntabiltas pemerintah Voice & Accountability,
 Political Stability and Lack of Violence,
 Efektifitas pemerintahan (Government Effectiveness),
 kualitas regulasi (Regulatory Quality),
 Penegakan hukum (Rule of Law),
 Pengendalian terhadap korupsi (Control of corruption)

Dari keenam indikator tersebut hanya tingkat partisipasi dan akuntabilitas


pemerintah yang menunjukkan perbaikan signifikan. Untuk indikator yang lain,
tata penyelenggaraan pemerintahan menunjukkan hasil dibawah kondisi tahun
1996. Ini artinya bahwa kinerja pemerintah pada era reformasi adalah masih ada di
bawah masa orde baru yang sering menjadi sasaran kritik oleh para pendukung
reformasi.

Tahun 2008 IPK Indonesia berada diurutan ke-126 dengan skors. 2,6, atau
naik sekitar 0,3 dibandingkan IPK 2007 lalu. Tahun lalu bahkan merosot dari 2,4
ditahun 2006, menjadi 2,3 ditahun 2007. Tetapi Indonesia masih merupakan 71
negara yang indeksnya dibawah 3. Demikian halnya dengan hasil survey PERC
tahun 2008 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara nomor tiga terkorup di
Asia.

Masalah yang lain adalah problem integrasi. Sejak pemberlakuan kebijakan


otonomi daerah, ancaman terhadap integrasi semakin menguat. Hal ini terlihat dari
tuntutan untuk melepaskan diri dari NKRI, tuntutan pemekaran darah yang
didorong oleh motif primordialisme dan sebagainya. Dalam proses pemekaran
tersebut para pegawai negeri bahkan menjadi salah satu aktor pendukung
utamanya.

Dalam hubungan dengan masyarakat, reformasi menyisakan masalah


dimana masyarakat belum merasakan adanya manfaat yang jelas terutama dalam
pelayanan publik. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan
lembaga lembaga riset menunjukkan bahwa pemerintah masih belum secara
sungguh sungguh berupaya melakukan perbaikan dalam pelayanan. Penelitian

34 Wiyasti Dwiandini
UGM (2003) melihat bahwa masalah utama dari buruknya pelayanan publik adalah
disebabkan masih rendahnya profesionalisme pegawai.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan


(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan


Pertama UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri


atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik
Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :

1. Negara Indonesia adalah negara Hukum.

Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud


adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan
yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang
berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum
perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

35 Wiyasti Dwiandini
2. Sistem Konstitusional

Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD


1945) berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan
dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-
batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan
fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan
kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang
tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-
fungsi masing-masing.

Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945


dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan
rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang
dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara
yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang
dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD,
Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan
lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat
secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan
Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.

Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-


undangan sebanyak dua kali, yaitu :

 Menurut TAP MPR III Tahun 2000:

1) UUD 1945
2) TAP MPR
3) UU
4) PERPU

36 Wiyasti Dwiandini
5) PP
6) Keputusan Presiden
7) Peraturan Daerah

 Menurut UU No. 10 Tahun 2004:

1) UUD 1945

2) UU/PERPU

3) Peraturan Pemerintah

4) Peraturan Presiden

5) Peraturan Daerah

3. Sistem Pemerintahan

Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan


mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab
kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam
pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam
masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan
Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.

4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis


Permusyawaratan Rakyat.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3,
mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :

 Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

 Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

37 Wiyasti Dwiandini
 Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut UUD.

5. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi


menurut UUD.

Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat
(2). Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada
awal reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR
(Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati
Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan
amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.

6. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan


Rakyat.

Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan


negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19
s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih
tetap menerapkan sistem presidensial.

7. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak


bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat


dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan
pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).

8. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-


undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya
(Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak

38 Wiyasti Dwiandini
angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan
ayat 3).

9. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan mengenai perkembangan administrasi negara


di indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Sistem Administrasi negara di Indonesia sebagai bagian dari integral dari


sistem sosial yang mempunyai landasan dan tujuan yang sema dengan UUD
194 dan GBHN. Sistem administrasi negara diarahkan untuk memperkuat
kapasitas administrasi di indonesia.

2. Administrasi negara di Indonesia pada masa pemerintahan Belanda sangatlah


terbatas. Dalam administrasi negara Indonesia, Belanda banyak mebuat
kebijakan-kebijakan guna mendorong kepentingan Ekonomi Negeri Belanda
serta perhitungan bahwa perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti
perluasan pasar hasil ekspor hasil industri Belanda.Sistem pemerintahan
kolonial Belanda tidak langsung berhubungan dengan penduduk pribumi, tetapi

39 Wiyasti Dwiandini
melalui para penguasa pribumi, dan pada ke-19 pemerintah kolonial mulai
membuat aparatur di bawah sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah
kolonial yang terdiri dari orang Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai
angreh praja

3. Pada masa Orde Lama, pemerintah banyak melakukan pengembangan-


pengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya
peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan
timbulnya permintaan bagi perbaikan disegala sektor kehidupan sesuai dengan
harapan terhadap negara Indonesia yang sudah merdeka. Pada masa Orde Lama
(Sukarno), penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi
monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan
yang berdasarkan pada ideologi demokrasi terpimpin

4. pemerintah orde baru melakukan reformasi administrasi yang bertujuan untuk


menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apoltik. Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsaat), sistem pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil,
pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Kedaulatan rakyat
dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR. Dalam menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Presiden memilih,
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Presiden, selain
harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-
sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan
terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). Sistem kepartaian
menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai, yaitu Golkar, PDI,
dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai
Golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto.

5. Pada masa Reformasi muncul pendekatan society-centered public


administration dimana administrasi publik merupakan sarana bagi

40 Wiyasti Dwiandini
pemerintahan yang demokratis untuk menyelenggarakan kekuasaannya
berdasarkan kedaulatan rakyat Sebagai konsekuensinya negara merupakan
hanya salah satu mekanisme yang bersandingan dengan mekansime pasar
(private sector) dan mekanisme sosial (civil-society) untuk memecahkan
masalah pelayanan publik. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tahun
1997 menjadi pendorong perubahan besar dalam sistem pemerintahan di
Indonesia dengan menciptakan sistem check and balance. Pada masa
Reformasi, Negara Indonesia adalah negara Hukum. Sistem Konstitusional
pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and
Balances. Sistem Pemerintahan tetap dalam frame sistem pemerintahan
presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak
bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat
dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Kekuasaan negara tertinggi di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden ialah penyelenggara pemerintah
Negara yang tertinggi menurut UUD. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang.
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai.

VI.2. Saran

Sebagai poin akhir dalam penulisan Makalah ini penulis menyampaikan


beberapa saran yang mungkin berguna bagi perbaikan sistem Administrasi Negara
di Indonesia, adapun saran tersebut yakni:

1. Pemerintah hendaknya benar-benar menjalankan fungsi-fungsi administrasi


negara di Indonesia secara baik, jujur dan bertanggungjawab.

2. Sistem pemerintahan Reformasi yang menyatakan bahwa negara Indonesia


adalah negara hukum, hendaknya pemerintah dan para aparat hukum benar-
benar menerapkan dan menjalankan keadilah hukuman sesuai peraturan hukum
yang berlaku di Indonesia

41 Wiyasti Dwiandini
3. Melihat perkembangan yang terjadi dalam beberapa masa, pemerintahan saat
ini hendaknya belajar dari sistem-sistem administrasi negara terdahulu agar
dapat melihat dan dapat menerapkan sistem administrasi negara apa yang
terbaik yang di harus diterapkan di Indonesia.

4. Hendaknya dalam menjalankan administrasi negara pemerintah benar-benar


menempatkan orang-orang yang kompeten, berpendidikan tinggi, mempunyai
kualitas dan kredibilitas yang baik sebagai administrator negara sehingga dapat
memberikan pelayanan publik yang baik bagi rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Drs. Sofwan Badri, Konsep-Konsep Dasar Administrasi, Administrasi Negara, dan


Administrasi Pembangunan, Jakarta, PT. Bina Aksara : 1988

Nicholas Henry, Public Administration and Public Affairs, Edisi kedua Englewood
Cliffs: Prentice-Hall, Inc., 1980, hal. 27.

Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirdjo, Dasar-Dasar Administrasi Negara, Jakarta,


Ghalia Indonesia

Prof. Dr. Mr. S. Prajudi Atmosudirdjo, Dasar-Dasar Ilmu Administrasi Negara,


Jilid I Jakarta : 1980

Robert T. Golembiewski, Public Administration as a Developing Discipline, Part I;


Prespective on Past and Present, (New York; Marcel Dekker, 1997).

Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Thoha Miftah, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, PT.


RajaGrafindo Persada : 2005.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar RI 1945 Hasil Amandemen Pertama-Keempat

42 Wiyasti Dwiandini
Sumber Lainnya :

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Pengantar Ilmu Administrasi,


Jakarta : 2011.

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Pengembangan Administrasi Publik


di Indonesia, Jakarta : 2011 (source: Bisnis dan Birokrasi, Nomor 2/Volume
1/Maret 1994).

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Pengertian AdministrasiNegara.

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Pendekatan Administrasi Negara


Modern.

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Ruang Lingkup Administrasi Negara
Dilihat Dari Locus Focusnya Unsur-Unsur Administrasi Negara.

Drs. Bulizuar Buyung, M.M, Bahan Kuliah : Konsep dan Teori Administrasi.

Website :

http://ollinecamouflage.blog.com/2010/05/24/perkembangan-administrasi-negara-
di-indonesia/

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?
option=com_content&view=article&id=88:adpu-4130-pengantar-ilmu-
administrasnegara&Itemid=74&catid=29:fisip

http://bloggers.com/talk/perkembangan-administrasi-negara-di-indonesia

http://okiisnaenimaharani.blog.com/2010/06/03/perkembangan-ilmu-administrasi-
negara-di-indonesia/

http://bloggers.com/talk/perkembangan-administrasi-negara-di-indonesia

http://rudiatko.wordpress.com/2009/03/06/perubahan-sistem-administrasi/

http://leopoldachapter2.blogspot.com/2009/07/sejarah-pemikiran-administrasi-
negara.html

http://massofa.wordpress.com/2008/01/21/pengantar-ilmu-administrasi-negara-
bag-2/

http://ariefsmartguy.blogspot.com/2011/01/sistem-administrasi-negara-
indonesia.html

http://www.glatica.com/pandangan-neo-ortodoksi.html

http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=231&Itemid=76

43 Wiyasti Dwiandini
http://hitamandbiru.blogspot.com/2011/01/perbandingan-sistem-pemerintahan.html

44 Wiyasti Dwiandini

Anda mungkin juga menyukai