Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data
mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa
dekade terakhir (Mchpee and Ganong, 2011). Menurut Global Initiative for
Asthma (GINA) tahun 2008, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi
kronis pada saluran pernafasan. Inflamasi kronis ini berhubungan dengan
hiperresponsivitas saluran pernafasan terhadap berbagai stimulus, yang
menyebabkan kekambuhan sesak nafas (mengi), kesulitan bernafas, dada
terasa sesak, dan batuk-batuk, yang terjadi utamanya pada malam hari atau dini
hari. Sumbatan saluran nafas ini bersifat reversibel, baik dengan atau tanpa
pengobatan.
Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan
dan relative sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia saat ini terkena penyakit asma
dandiperkirakan akan mengalami penambahan 180.000 setiap tahunnya.
(WHO, 2013)
Kemenkes RI (2011) di Indonesia mengatakan penyakit asma masuk
dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Angka kejadian asma
80% terjadi di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat
pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma diperkirakan akan meningkat 20% untuk
sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, prevalensi kasus
asma di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,42% dengan prevalensi
tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46%.
Kurangnya pengetahuan pasien dan masyarakat tentang asma dan
menganggap asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
kurangnya upaya untuk melaksanakan pencegahan serangan asma di rumah,
serta belum terlihat adanya usaha yang baik dalam mengontrol dan
menghindari alergen. Hal ini yang mengakibatkan kekambuhan pada pasien
asma (Sundaru, 2006).
Sesak napas yang diakibatkan adanya inflamasi kelenjar mukosa,
nyeri dada karena peregangan otot-otot pernapasan, dan batuk yang pada
penderita asma awalnya merupakan gejala tapi pada akhirnya akan menjadi
suatu masalah tersendiri karena diakibatkan oleh hipersekresi mucus yang
berlebihan. Penderita mengalami kesulitan dalam proses bernapas, menjadi
terbatas dalam melakukan kegiatan dan aktivitasnya sehingga menganggu
kenyamanannya.
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan
sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan
dari tindakan tersebut dapat dilihat dari Respiratory Rates yang menunjukkan
angka normal yaitu 16-24x per menit pada usia dewasa (Ruth, 2002: 812).
Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler itu
sendiri dengan menggunakan tempat tidur orthopedik dan fasilitas bantal yang
cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi
kenyamanan saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien
asma saat terjadi serangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan analisa
terhadap jurnal terapi posisi semi flower, terapi nebulizer, , terapi renang dan
Pursed lip breathing, dalam mengurangi sesak napas pada penderita asma.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian terapi posisi semi flower, terapi
nebulizer, , terapi renang dan Pursed lip breathing, dalam mengurangi
sesak napas pada penderita asma.
2. Tujuan Khusus
Menganalisa pengaruh pemberian terapi posisi semi flower,
terapi nebulizer, terapi renang dan Pursed lip breathing, dalam mengurangi
sesak napas pada penderita asma.
C. Manfaat
Sebagai bahan pertimbangan untuk penerapan asuhan keperawatan
terutama dalam hal mengurangi sesak napas pada pasien asma.
BAB II
RESUME JURNAL

KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP


PENURUNAN SESAK NAFAS PADA PASIEN ASMA DI RUANG RAWAT
INAP KELAS III RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
(Refi Safitri, Annisa Andriyani)

Latar Belakang
Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli mendefinisikan
bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan
gejala–gejala batuk, mengi, dan sesak nafas (Somantri,2009:52). Pada penyakit
asma, serangan umumnya datang pada malam hari, tetapi dalam keadaan berat
serangan dapat terjadi setiap saat tidak tergantung waktu Inspirasi pendek dan
dangkal, mengakibatkan penderita menjadi sianosis, wajahnya pucat dan lemas,
serta kulit banyak mengeluarkan keringat. Bentuk thorax terbatas pada saat
inspirasi dan pergerakannya pun juga terbatas, sehingga pasien menjadi cemas dan
berusaha untuk bernafas sekuat-kuatnya (Kumoro, 2008: 2).
Metode yang paling sederhana dan efektif dalam biaya untuk mengurangi
risiko stasis sekresi pulmonar dan mengurangi risiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling
efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semi fowler
dengan derajat kemiringan 45°, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada
diafragma (Burn dalam Potter, 2005:1594)
Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler itu
sendiri dengan menggunakan tempat tidur orthopedik dan fasilitas bantal yang
cukup untuk menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi kenyamanan
saat tidur dan dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien asma saat terjadi
serangan.
Tujuan Penelitian
Mengetahui ”keefektifan pemberian posisi semi fowler pada pasien asma
yang sedang menjalani rawat inap di ruang rawat inap kelas III RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”
PEMBAHASAN
Tempat Penelitian
RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Responden Dalam Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien asma yang dirawat inap kelas
III RSUD Dr.Moewardi Surakarta sebanyak 220 pasien. Total sampelnya adalah 33
orang dari 220 orang populasi
Instrumen Penelitian
Bantal 2-3 buah
Prosedur
1. Pemberian posisi semi fowler dilakukan setelah pre-test dan setelah
dilakukan perlakuan diperoleh data post-test.
2. Menyusun bantal dengan sudut ketinggian 3-40°
3. Perawat berdiri disamping kanan menghadap kepasien
4. Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut
5. Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan kedua lengan
6. Perawat menyangga pasien dengan cara tangan kanan perawat masuk ke ketiak
pasien dan tangan kiri perawat menyangga punggung pasien
7. Menganjurkan pasien untuk mendorong badanya kebelakang
8. Terapi dilakukan selam tiga hari
9. Membandingkan sesak napas sebelum dan sesudah dilakukan terapi
Metodelogi
Jenis dalam penelitian ini yaitu jenis kuantitatif. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian adalah Quasi Eksperiment dengan rancangan One
Group Pre test-Post tets. Pada desain ini mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.
Analisa Data
Pasien asma berdasarkan bangsal dibedakan atas bangsal Melati I,
Melati III, dan Anggrek II. Dari tiga bangsal tersebut pasien asma terbanyak yang
dijadikan sampel dari bangsal Anggrek II berjumlah 22 pasien (67%). Responden
pada kelompok laki-laki sebanyak 18 pasien (55%). Jumlah tersebut lebih
besar apabila dibandingkan dengan jumlah pasien perempuan. Adapun umur pasien
asma pada kelompok usia 41-50 tahun merupakan kelompok usia yang paling
banyak menderita asma. Alasannya,penyakit asma mempunyai hubungan langsung
dengan lingkungan kerja. Orang yang bekerja di lingkungan laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas mempunyai kecenderungan
tinggi menderita asma.
Sesak nafas sebelum dilakukan pemberian posisi semi fowler termasuk
sesak nafas. Pasien asma setelah diberi posisi semi fowler mengalami sesak nafas
ringan, yaitu dari 17 pasien asma yang mengalami sesak nafas berat menjadi 11
pasien.berat, yaitu sebanyak 17 pasien atau sebanyak 52% dari 33 pasien. As
Kesimpulan
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma dapat efektif
mengurangi sesak nafas. Hal ini dapat diketahui melalui sebelum dan sesudah
pemberian semi fowler ada peningkatan pasien sesak nafas berat ke sesak nafas
ringan. Pernapasan pada pasien asma yang mengalami sesak napas sebelum
diberikan posisi semi fowler, termasuk sesak nafas berat karena posisi tidur
telentang. Pernapasan pada pasien asma yang mengalami sesak napas tidur
dengan derajat kemiringan 45°. Hasil penelitian dengan perhitungan uji T-test
didapatkan ada efektifitas pemberian posisi semi fowler pada pasien asma.
Implikasi terhadap keperawatan
Dijelaskan oleh Wilkison (Supadi, dkk 2008: 98) bahwa posisi semi
fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen didalam paru–
paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas. Penurunan
sesak napas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperaktif, patuh
saat diberikan posisi semi fowler sehingga pasien dapat bernafas.
Rekomendasi
Disarankan untuk dapat mengaplikasikanya terapi ini pada pasien asma
untuk mengurangi sesak napas, karena terapi osisi semi fowler dengan derajat
kemiringan 45°, yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. Tapi
hal yang harus dihindari agar penyakit asma yang tidak kambuh lagi adalah faktor
penyebabnya diantaranya alergen debu dan polusi udara, rokok dan tembakau,
cuaca yang dingin dll.
Kelebihan
1. Cara Penatalaksanaan mudah media yang digunakan juga sangat mudah
didapat
2. Posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen
didalam paru–paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran
napas
Kekurangan
Pada penderita asma dengan banyaknya sekret di jalan napas, posisi semi fowler
hanya membantu oksigenasi, kurang bisa mengeluarkan sekret.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Asma


1. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(Muttaqin,2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2010)
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat
reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi
obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan
penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas
bronkus yang khas.

2. Sistem pernapasan
Sistem Pernafasan meliputi saluran sebagai berikut:
Rongga Hidung →Faring → Laring →Trakhea→ Bronkus→
Bronkiolus→ Alveolus (paru-paru)
Organ Pernafasan :
1. Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang dan dipisahkan oleh sekat hidung. Didalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalamlubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan, terdapat dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher.
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara. Terletak dibagian depan faring.
Pangkal tenggorokan ini dapat ditutup oleh epiglottis yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi menutupi laring pada waktu kita
menelan makanan.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan. Panjang trakea 9-11 cm.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi lebih kecil disebut
bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung
bronkiolus terdapat gelembung paru atau alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang berfungsi untuk
pertukaran gas O2 dan CO2. Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru
kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2
lobus. Letak paru-paru dirongga dada menghadap ke tengah rongga
dada (kavum mediastinum). Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
disebut pleura.

3. Fisiologi Sistem pernafasan


Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan
externa, oksigen berasal dari udara yang masuk melalui hidung dan mulut,
pada waktu bernapas, oksigen masuk melaui trakhea dan pipa bronkhial
ke alveoli dan mempunyai hubungan yang erat dengan darah di dalam
kapilerpulmonalis.Hanya satu lapisan membran yaitu membran alveoli-
kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus
membran ini dan diangkut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa
ke jantung kemudian dipompa oleh arteri ke seluruh bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen
Di dalam paru-paru, karbon dioksida menembus membran
alveoli-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa
bronkhial dan trakhea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Pernapasan
jaringan atau pernapasan interna, darah yang telah menjenuhkan
hemoglobinnya dengan oksige, mengitari seluruh tubuh dan akhirnya
mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
mengangkut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen
berlangsung dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan
oksidasi, yaitu karbon dioksida.

4. Etiologi
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomenahiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadaprangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun
rangsangan ataufaktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan
olehalergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, danpolutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristikdari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare,
2007).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi danpresipitasi
timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :
1. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belumdiketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderitadengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
jugamenderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini,penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial
jikaterpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluranpernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur,bakteri dan polusi.
2) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
seringmempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dinginmerupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musimhujan, musim kemarau.
c. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetusserangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbulharus segera diobati
penderita asma yang mengalami stres ataugangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikanmasalah pribadinya. Karena
jika stresnya belum diatasi makagejala belum bisa diobati.
d. Olah raga atau aktifitas jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang
berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di
bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.

5. Manifestasi Klinis
1. Wheezing
2. Dyspneu dengan lama ekspirasi
3. Batuk kering karena sekret kental dan lumen jalan napas sempit
4. Tachypnea, orthopnea
5. Gelisah
6. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
7. Fatigue
8. Intoleransi aktivitas
9. Perubahan tingkat kesadaran, cemas
10. Serangan tiba-tiba/ berangsur-angsur
Tanda serangan asma :
1. Tanda awal serangan asma
a. Tidak ada perbaikan dengan obat biasa
b. Pemakaian obat lebih sering
c. Mengi menetap
d. Terlihat pucat dan agak gelisah
e. Ingus encer makin banyak
2. Tanda lanjutan serangan asma
a. Mengi menetap dan makin keras
b. Anak mudah lelah dan gelisah
c. Pemakaian obat makin sering
d. Perut turun naik saat bernapas
e. Anak lebih suka dalam posisi duduk
f. Obat pereda serangan tidak mempan lagi
3. Tanda bahaya serangan asma
a. Mengi melemah tapi sesak napas makin berat
b. Anak terlihat kelelahan
c. Kebiruan didaerah mulut dan sekitarnya
d. Anak sangat gelisah

6. Klasifikasi
Pembagian asma pada anak :
1. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya
serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala
yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat
berlangsung 3-4 hari. Sedangkan batuk dapat berlangsung 10-14 hari.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada
golongan ini.
2. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun,
berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Nbanyaknya serangan
3-4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai
beberap minggu. Frekuensi serangan paling sering pada umur 8-13
tahun.
3. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan 50 % sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun
akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten.
Pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Obstruksi
jalan nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun.
Di samping tiga golongan besar di atas terdapat bentuk asma lain:
1. Asma episodic berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya berhubungan dengan infeksi
virus saluran nafas. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas yang
persisten.
2. Asma persisten pada bayi
a. Mengi yang persisten dengan takipneu
b. Dapat terjadi pada umur 3-12 bulan
c. Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak
terdengar kalau sedang tidur.
d. Beberapa anak bahkan menjadi gemuk “fat happy whezzer”
e. Gambaran rontgen paru biasanya normal.
f. Gejala obstruksi saluran nafas lebih banyak disebabkan oleh
edema mukosa dan hipersekresi daripada spasme ototnya.
3. Asma hipersekresi
a. biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan anak sekolah.
b. Gambaran utama serangan: batuk, suara nafas berderak (krek-
krek, krok-krok), dan mengi
c. Didapatkan ronki basah dan kering
4. Asma karena beban fisik (exercise induced astma)
5. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik
6. Batuk malam
a) Terdapat pada semua golongan asma
b) Banyak terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi
mucus banyak.
c) Pada umur 2-6 tahun, gejala utama batuk malam keras dan kering,
biasanya terjadi jam 1-4 pagi.
7. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)

7. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada
bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi
sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan
hiveraktivitas bronkus yang khas.
Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar
dalam mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama
pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha
ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang
berhubungan aliran.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat
(yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus
dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga
dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar masuk
paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma.
Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang
selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa
peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak
hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas
cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini
menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional
paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka
waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent,
sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dada seperti tong).

8. Komplikasi
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
9. Pemereriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum
2. Pemeriksaan Darah
3. Foto Rongent
4. Pemeriksaan Faal Paru
5. Elektrokardiografi

10. Penatalaksanaan Medis


1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali
semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
B. Terapi Posisi Semi Fowler
1. Prosedur
Tahap prainterakasi
a. Memastikan kembali identitas pasien
b. Mengkaji keluhan dan tanda sesak nafas
c. Mempersiapkan peralatan
1) Bantal 2-5 buah
2) Sandaran atau punggung ( regestin ) k/p
3) Masker
4) Sarung tangan
d. Seluruh peralatan diletakan ditroli atau tempat yang bersih dan diatur
rapi
e. Mebjaga perivacy pasien dan keluarga
Tahap orientasi
a. Memberikan salam kepada pasien
b. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
c. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
d. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
e. Meminta pasien untuk bekerja sama selama tindakan berlangsung
Tahap kerja
a. Perawat mencuci tangan
b. Perawat memakai masker dan memakai sarung tangan
c. Mendekatkan peralatan kepasien
d. Embantu pasien untuk duduk ditempat tidur
e. Menyusun bantal dengan sudut ketinggian 3-40°, bila membutuhkan
posisi yang lebih tegak diposisikan dengan sudut 60°
f. Perawat berdiri disamping kanan menghadap kepasien
g. Menganjurkan pasien untuk menekuk kedua lutut
h. Menganjurkan pasien untuk menopang badan dengan kedua lengan
i. Perawat menyangga pasien dengan cara tangan kanan perawat
masuk ke ketiak pasien dan tangan kiri perawat menyangga
punggung pasien
j. Menganjurkan pasien untuk mendprong badanya kebelakang
k. Melepas sarung tangan dan masker
l. Merapikan kembali peralatan dan pasien
m. Perawat mencuci tangan

C. Terapi Nebulizer
1. Pengertian
Terapi Inhalasi adalah cara pemberian obat via suatu alat
(Nebulizer) yang dapat mengubah obat bentuk cair menjadi uap (Aerosol)
sehingga dapat diinhalasi langsung masuk ke-tractus respiratorius
bawah. Klien dengan ventilasi mekanik sering kali harus diberikan terapi
inhalasi/nebulizer sebelum dapat di sapih dari ventilator

2. Tujuan
a. Untuk mengencerkan secret dengan jalan memancarkan butir-butir
air melalui jalan napas
b. Pemberian obat-obat aerosol/ inhalasi

3. Dilakukan pada
a. Post extubasi
b. Dengan status asmatikus
c. Laring oedema
d. Klien dengan sputum yang kental
e. Sebelum dilakukan fisioterapi napas
f. Pada keadaan tertentu dapat diberikan bersamaan dengan ventilator

4. Jenis Nebulizer
a. Jet Nebulizer
Udara / gas menyemburkan butir air sedemikian rupa sehingga pecah
menjadi butir-butir kecil
b. Ultrasonic Nebulizer
Getaran ultrasonic memecah air menjadi butir-butir kecil kemudian
didorong oleh gas udara
Nebulizer ultrasonic lebih dipilih dibandingkan jet nebulizer oleh
karena:
1) 50 % partikel berdiameter <>
2) Penguapan terus menerus dan tidak tergantung inspiratori flow.
3) Tabung yang besar dapat memberikan larutan volume yang
besar

5. Persiaan alat
a. Nebulizer dan kelengkapannya
b. Obat-obat untuk terapi aerosol bila diperlukan
c. Stetoscope
d. Aquades
e. Selang oksigen
f. Masker transparan
g. Bengkok
h. Tissue
i. Spuit 5-10 cc

6. Persiaan pasien
a. Klien diberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
b. Atur posisi klien, bisa duduk atau setengah duduk

7. Prosedur Pemberian Nebilizier


a. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pengobatan khususnya pada
klien yang menggunakan bronkodilator.
b. Jelaskan prosedur kepada klien alat-alat yang ada didekat klien
c. Atur posisi klien senyaman mungkin paling sering dalam posisi
semifowler, jaga privasi.
d. Petugas mencuci tangan.
e. Nebulizer diisi obat (sesuai program pengobatan) dan cairan normal
salin ± 4-6cc.
f. Hubungkan nebulizer dengan oksigen (jet nebulizer)
g. Nebulizer dihubungkan ke listrik, kemudian hidupkan (ultrasonic
nebulizer)
h. Waktu dan kelembaban disetel sesuai dengan kondisi klien
i. Sebelum nebulizer diberikan dengar dulu suara napas klien
j. Klien disuruh tarik napas panjang dan menghirup udara yang keluar
dari nebulizer,
k. (caranya yaitu; menghirup udara melalui hidung dan dikeluarkan
melalui mulut).
l. Observasi pengembangan paru / dada klien
m. Minta klien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh
obat
a. diuapkan.
n. 10 kali napas, klien disuruh batuk dan mengeluarkan dahaknya
o. Nebulizer tanda stop, dilakukan clapping untuk mempermudah
mengeluarkan secret
p. Dengarkan suara napas lagi
q. Mulut klien dibersihkan dengan tissue
r. Alat-alat dibereskan dan dibersihkan
s. Petugas cuci tangan
t. Catat respon pasien dan tindakan yang telah dilakukan

8. Setting pola ventilasi pada ventilator :


a. Pola/Mode ventilasi
PCV kurang efektif aerosolisasi dibandingkan VCV bila memakai jet
nebulizer
b. Volume Tidal
Volume Tidal > 500 ml menjamin Dead space bebas aerosol sehingga
endapan aerosol sampai tractus inspiratorius bawah
c. Ratio I : E
d. Ratio inspiratory time lebih panjang dan ekspirasi time di perpendek
tapi hati-hati dapat terjadi outo PEEP.

9. Penempatan Nebulizer pada ventilator :


a. Jalur Inspirasi
b. Sebelum Y Piece
c. Jet nebulizer yang ditempatkan pada jarak tertentu dari ETT lebih
memberikan efek maksimal dibandingkan dengan bila berada diantara
Y Piece dan ETT

10. Prosedur Penggunaan Nebulizer pada Ventilator :


a. Isi nebulizer dengan obat dan pelarut 4 s/d 6ml
b. Tempatkan Nebulizer 40 cm dari konector Y
c. Setting TV ≥ 0,5 lt inspiratori flow sampai Ti > 0,3Sc
d. Setting limit volume/pressure bila Nebulizer eksternal
e. ON kan fungsi Nebulizer dan validasi
f. Pantau Fungsi Nebulizer selama terapi
g. Pindahkan Nebulizer dari sirkuit bila terapi selesai
h. Kembalikan ke setting ventilator semula

11. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :


a. Waktu pemberian nebulizer
1) Klien bisa mengalami keracunan air
2) Tidak boleh diberikan pada klien yang batuknya tidak efektif
b. Perhatikan bentuk dan warna secret yang keluar .
c. Hati-hati pada klien post thoracotomi / open heart
D. Terapi Renang Dan Pursed Lip Breathing
Renang untuk kasus Asma Bronkial adalah suatu tindakan fisioterapi
yang dilakukan pada pasien asma bronkial yang bertujuan untuk membantu
memperbaiki dan melancarkan pernapasan pada penderita (Rahmaya &
Handayani, 2012). Gerakan berenang secara umum mampu meningkatkan
daya tahan tubuh dan memperbaiki saluran pernafasan, sehingga dengan rajin
berenang nafas pun menjadi lenggang. Gerakan air yang menekan syaraf-
syaraf tubuh dan bagian saluran pernafasan juga mengusir berbagai faktor
penyumbatan, sehingga pernafasan menjadi plong. Renang juga kegiatan
menyenangkan, menghibur dan membangkitkan percaya diri.
Pursed Lip Breathing adalah sikap seseorang yang bernafas dengan
mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO² yang terjadi pada gagal
nafas kronik. Tujuan dari Pursed Lip Breathing: Memelihara dan
meningkatkan mobilitas thorax, meningkatkan ventilasi dan volume paru,
mengurangi sesak pada saat bernafas, mengurangi rasa cemas dan tegang
karena sesak, memberikan manfaat subjektif kepada penderita. .
BAB IV
PEMBAHASAN (ANALISIS JURNAL)

TERAPI NEBULIZER MENGURANGI SESAK NAFAS PADA SERANGAN


ASMA BRONKIALE di RUANG IGD RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS
(A.R. Yuliana1, S.I. Agustina)

Populasi
Pasien dengan nama Tn.M, umur 41 tahun, saat dikaji ditemukan data
primer diantaranya airway tidak ada sekret di hidung dan mulut, terdengar suara
wheezing.
Intervensi
Terapi dilakukan selama 3 hari dengan memberikan terapi nebulizer
bisolvon 20 tetes, combivent 2,5 mg, ventolin 2,5 mg posisi semi fowler karena
pasien sesak nafas, setelah ditunggu 5 menit kemudian masker dilepas diganti
dengan O2 nasal canul dan dievaluasi sekitar 1 jam.
Comparison
Pada pengelolaan pertama memberikan terapi nebulizer bisolvon 20 tetes,
combivent 2,5 mg, ventolin 2,5 mg dengan posisi semi fowler pada pukul 09.00
dan dievaluasi pukul 10.00 data yang diperoleh adalah Rr 28×/menit, Spo2 95%.
Mengulangi lagi tindakan pada pukul 17.00 di evaluasi pukul 18.00 di peroleh data
Rr 26 ×/menit, Spo2 98%. Setelah itu mengulangi lagi tindakan pada pukul 01.00
dan di evaluasi pukul 02.00 data diperoleh, Rr 24×/menit, Spo2 97%.
Pengelolaan pada hari ke dua pukul 09.00 Rr 28×/menit, Spo2 95%,
memberikan terapi nebulizer bisolvon 20 tetes, combivent 2,5 mg, ventolin 2,5 mg
dengan posisi semi fowler pada pukul 10.00 data yang diperoleh Rr 26×/menit,
,Spo2 98%. Mengulangi lagi tindakan pada pukul 17.00 WIB dievaluasi pukul
18.00, Rr 24×/menit, Spo2 98%. Mengulangi lagi tindakan pada pukul 01.00 pada
pukul 02.00 Rr 24×/menit, Spo2 98%.
Pengelolaan pada hari ke tiga pukul 09.00 WIB Rr 26×/menit, Spo2 95%,
kemudian penulis memberikan terapi nebulizer bisolvon 20 tetes, combivent 2,5
mg, ventolin 2,5 mg dengan posisi semi fowler, pukul 10.00 WIB data yang
diperoleh Rr 24×/menit, Spo2 98%.
Outcame
Nebulisasi dapat memberikan kuntungan karena mudah digunakan pada
pasien asma dengan serangan sedang sampai berat dan lebih efektif dari obat-obatan
minimum melalui oral maupun intravena karena langsung dihirup masuk ke paru-
paru, pemberian bronkodilator melalui nebulizer mampu menampung sejumlah
obat dengan dosis besar dan merupakan cara yang biasa digunakan di Instalasi
Gawat Darurat untuk memperoleh reaksi cepat, ini bertujuan tidak hanya
mengurangi sesak nafas tetapi juga untuk mengencerkan dahak, relaksasi dari
spasme bronchiale, melancarkan jalan nafas, melembabkan saluran pernafasan.
Kelebihan
Pemberian terapi nebulizer cukup efektif diberikan pada pasien dengan
asma bronkhiale, yakni mengencerkan dahak pada saluran pernafasan sehingga hal
ini tidak mengakibatkan obstruksi dan sumbatan jalan nafas.
Kekurangan
Pemberian terapi nebulizer dengan obat-obat bronkodilator tersebut bekerja
sementara dikarenakan cara kerjanya yakni mengencerkan dahak pada saluran
pernafasan sehingga hal ini tidak mengakibatkan obstruksi dan sumbatan jalan
nafas.

PENGARUH PEMBERIAN RENANG DAN PURSED LIP BREATHING


UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS PADA KONDISI ASMA
BRONKIAL
(Yose Rizal)

Populasi
Sampel berjumlah 10 orang yang berusia diantara 18-23 tahun.
Intervensi
Pada intervensi ini pasin disarankan untuk bernafas dengan cara
menghembuskan melalui mulut yang hampir tertutup (seperti bersiul) selama 4-6
detik.
Comparison
Hasil uji varian derajat sesak nafas berdasarkan skala borg dan derajat
kekambuhan pada kelompok sampel sebelum intervensi dengan nilai p = 0,006
yang berarti distribusi tidak homogen sebelum intervensi, setelah intervensi dengan
nilai p = 0,004 yang artinya ada perbedaan yang signifikan pada sesak nafas setelah
diberikannya intervensi renang dan pursed lip breathing.
Outcame
Adanya pengaruh terapi pursed lip breathing sama dengan terapi nebulizer
dalam penelitian yang berbeda. Mekanisme Pursed Lip Breathing pada Asma
Bronkial adalah Pursed Lip Breathing, sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik. Pernafasan pursed
lip breathing bertujuan untuk memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu
mengurangi rasa sesak, mengurangi rasa cemas dan tegang karena sesak.
Pernafasan pursed lip breathing dilakukan dengan cara penderita duduk dan
bernafas dengan cara menghembuskan melalui mulut yang hampir tertutup (seperti
bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat
ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga
perut yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi
dapat dicegah.
Kelebihan
Dengan melakukan renang akan melatih seluruh otot pernafasan mulai dari
dada, perut, bahu dan pundak semuanya ikut bergerak sehingga bisa memperbaiki
kondisi pada penderita asma.
Kekurangan
Terapi ini tidak dianjurkan untuk pasien yang mempunyai riwayat alergi
dingin, karena jika terlalu lama di air memicu terjadinya alergi bisa membuat asma
kambuh.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan penulisan ini untuk menganalisa pengaruh jurnal terapi posisi
semi flower, terapi nebulizer, terapi renang dan Pursed lip breathing dalam
mengurangi sesak napas pada pasien asma. Hasil analisis dari ketiga jurnal
didapatakan adanya pengaruh yang signifikan pada pemberian jurnal terapi
posisi semi flower dibuktikan nilai p = 0,006, terapi nebulizer, terapi renang
dan Pursed lip breathing dengan nilai p = 0,004 pada pasien asma.
B. Saran
1 Disarankan perawat dapat melakukan intervesi pada terapi diatas dalam
penanganan pertama pada paien dengan asma sehingga dapat mengurangi
sesak.
2 Disarankan bagi peneliti selanjutnya bahwa hasil penelitian dapat
memberikan gambaran tentang efektifitas penggunaan terapi posisi semi
flower, terapi nebulizer, terapi renang dan Pursed lip breathing pada pasien
asma sesak nafas dan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
factor factor yang lain untuk mengurangi sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Kelompok V. Asuhan keperawatan Asma Bronkhial Pada Klien Ny. P di Ruanmg
Nilam (Penyakit Dalam) Rumah Sakit dr. H. M Anshari Sahaleh Banjarmasin
Program Studi D3. Keperawatan 2009.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
TUGAS AKHIR NERS

ANALISIS JURNAL :
KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP
PENURUNAN SESAK NAFAS PADA PASIEN ASMA
TAHUN 2018

SEH
MU KE ATAN
L
II

CE
AH TINGG

NDE
KIA UTA
KOL

MA
SE

Disusun oleh:
Sarbi
N201703119

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2018
ANALISIS JURNAL :
KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP
PENURUNAN SESAK NAFAS PADA PASIEN ASMA
TAHUN 2018

Tugas Akhir Ners


Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai
Gelar Ners

Disusun oleh:
Sarbi
N201703119

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDIKIA UTAMA KUDUS
2018
PENGESAHAN TUGAS AKHIR NERS

Judul TAN : Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap


Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien Asma
Nama Mahasiswa : Sarbi
NIM : 201703119

Telah diuji didepan Penguji pada tanggal ..............Juli 2018


Dan dinyatakan layak sebagai Hasil Tugas Akhir Ners

Kudus,..................Juli 2018

Menyetujui,
Penguji Pembimbing

Emma Setyo W, S.Kep.,Ns, M.Kep Emma Setyo W, S.Kep.,Ns, M.Kep


NIDN 0617028602 NIDN 0617028602

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
STIKES Cendikia Utama Kudus

Ilham Setyo Budi, S.Kp., M.Kep


NIDN 0623048301
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga analisa jurnal yang berjudul “ Keefektifan
Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien Asma
“ dapat diselesaikan. Semoga sebuah karya ini menjadi amal sholeh bagi penulis.
Dalam proses penyelesaian analisa jurnal ini penulis telah mendapatkan
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Ilham Setyo Budi, S.Kp., M.Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Cendikia Utama Kudus
2. Ibu Heriyanti Widyaningsih, S.Kp., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi
Ners STIKES Cendekia Utama Kudus
3. Ibu Emma Setyo W, S.Kep.,Ns, M.Kep selaku pembimbing yang dengan sabar
telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan analisa
jurnal ini.
4. Keluarga tercinta atas pemberian dukungan dan semangat setiap harinya serta
mendampingi saat susah dan senang.
5. Teman-teman satu angkatan mahasiswa Prograam Studi Ners STIKES
Cendikia Utama Kudus, terima kasih atas dukungan, kritik dan saran yang
diberikan.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan analisa jurnal ini. Semoga analisa jurnal
ini hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pengembangan ilmu keperawatan. Saran yang
membangun sangat penulis harapkan, sehingga penulis dapat melakukan perbaikan
dalam penulisan analisa jurnal ini.

Kudus, Mei 2018

Sarbi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................1
1.2 Tujuan ............................................................................ 3
1.3 Manfaat........................................................................... 3
BAB II RESUME JURNAL
2.1 Resume Jurnal.................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Konsep Dasar Asma........................................................8
3.2 Teori Terapi Posisi Semi Fowler..................................... 19
3.3 Teori Terapi Nebulizer.....................................................20
3.4 Teori Terapi Renang dan Pursed Lip Breathing...............24
BAB IV PEMBAHASAN (ANALISIS JURNAL )
4.1 Jurnal Terapi Nebulizer....................................................25
4.2 Jurnal Terapi Renang dan Pursed Lip Breathing..............26
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................28
5.2 Saran.................................................................................28
DARTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER


TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA
PASIEN ASMA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Lampiran 2 TERAPI NEBULIZER MENGURANGI SESAK NAFAS


PADA SERANGAN ASMA BRONKIALE di RUANG IGD
RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Lampiran 3 PENGARUH PEMBERIAN RENANG DAN PURSED LIP


BREATHING UNTUK MENGURANGI SESAK NAFAS
PADA KONDISI ASMA BRONKIAL

Anda mungkin juga menyukai