Anda di halaman 1dari 77

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA

MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT


Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk
Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:
Taufik Ismail
108011000092

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
ABSTRAK

“Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga Menurut Prof. Dr.


Zakiah Daradjat”

Kata kunci : Pendidikan Islam dalam Keluarga

Keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama bagi


seorang anak, sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan berkenalan
terlebih dahulu dengan situasi dan kondisi dalam keluarga. Pengalaman dalam
keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak untuk masa yang akan datang. Pendidikan Islam yang
diberikan pada anak menuntut peran serta keluarga, sekolah dan masyarakat
karena dari ketiga institusi dapat memberikan pengaruh kepada anak. Palaksanaan
pendidikan Islam pada anak dalam keluarga bertujuan untuk membimbing anak
agar bertakwa, berakhlak mulia, menjalani ibadah dengan baik serta
mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam hubungannya dengan
Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk serta lingkungannya.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini
maka penulisannya, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai argumen-argumen
dari pemikiran tokoh yang diangkat dalam skripsi ini. Metode ini penulis gunakan
untuk menganalisis konsep pendidikan Islam dalam keluarga menurut prof. Dr.
Zakiah Daradjat. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan
pada Penelitian Kepustakaan (library Research), yakni dengan membaca,
menalaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya
dengan masalah yang dibahas.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pendidikan
Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah bahwa
lingkungan keluarga merupakan awal pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai
Islam pada anak. Yaitu menanamkan nilai-nilai akidah pada anak, pembinaan
ibadah pada anak, menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak. Dengan demikian
anak akan mampu tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman
modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat illahi Rabbi yang telah menuntun penulis

menyelesikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan

Islam dalam Keluarga Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat” Alhamdulillah telah

penulis selesaikan berkat bantuan Allah SWT.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan beberapa kesulitan. Namun

berkat bimbingan, arahan, dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak serta

ditunjang oleh rasa tanggung jawab, skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Jakarta bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Abdul Majid Khon, MA. Selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Heny Narendrani Hidayati, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

memberikan arahan dalam menyusun skripsi dan motivasi untuk selalu semangat.

5. Prof. Dr. Zakiah Daradjat alm. Yang telah banyak berkontribusi untuk kemajuan

ilmu pendidikan.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah, yang

telah mencurahkan seluruh ilmunya.

ii
7. Ayahanda tercinta H. Tolib dan Ibunda tercinta Hj. Amah yang selalu

memberikan semangat dan mencurahkan kasih sayang serta dukungan dan do’a

yang tiada henti untuk penulis.

8. Sahabat-sahabatku angkatan 2008 terutama untuk kelas Pai C yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungan dan semangat yang

diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatkutercinta ( Tedy Saputra S.T dan Hendra Hendarto ). Untuk

segala do’a dan dukungan kalian dengan sepenuh hati yang tiada henti-hentinya.

10. Rasa terima kasihku yang paling spesial kepada calon istriku Selvita Septiani

yang selalu menemani disaat terpuruk maupun mapan, yang telah memberikan

dukungan, do’a dan semangat dengan setulus hatinya.

Semoga bantuan, dukungan dan bimbingan serta do’a yang telah diberikan

dapat dinilai sebagai amal ibadah dihadapan Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khusunya, para pembaca sekalian serta bagi lembaga

pendidikan sebagai informasi dalam peningkatan kualitas pendidikan.

Jakarta, Juli2015

Taufik Ismail

iii
ABSTRAK

“Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga Menurut Prof. Dr.


Zakiah Daradjat”

Kata kunci : Pendidikan Islam dalam Keluarga

Keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama bagi


seorang anak, sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, ia akan berkenalan
terlebih dahulu dengan situasi dan kondisi dalam keluarga. Pengalaman dalam
keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak untuk masa yang akan datang. Pendidikan Islam yang
diberikan pada anak menuntut peran serta keluarga, sekolah dan masyarakat
karena dari ketiga institusi dapat memberikan pengaruh kepada anak. Palaksanaan
pendidikan Islam pada anak dalam keluarga bertujuan untuk membimbing anak
agar bertakwa, berakhlak mulia, menjalani ibadah dengan baik serta
mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam hubungannya dengan
Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk serta lingkungannya.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini
maka penulisannya, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai argumen-argumen
dari pemikiran tokoh yang diangkat dalam skripsi ini. Metode ini penulis gunakan
untuk menganalisis konsep pendidikan Islam dalam keluarga menurut prof. Dr.
Zakiah Daradjat. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan
pada Penelitian Kepustakaan (library Research), yakni dengan membaca,
menalaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya
dengan masalah yang dibahas.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pendidikan
Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah bahwa
lingkungan keluarga merupakan awal pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai
Islam pada anak. Yaitu menanamkan nilai-nilai akidah pada anak, pembinaan
ibadah pada anak, menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak. Dengan demikian
anak akan mampu tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman
modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI


LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK.. ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.. ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 5
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................... 5

BAB II KAJIAN TEORETIK


A. Konsep Pendidikan Islam .. .................................................................. 6
1. Pengertian Pendidikan Islam... ........................................................ 6
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam.. ....................................................... 11
a. Al-Qur’an... ................................................................................ 12
b. Al-Hadits.. .................................................................................. 13
c. Ijtihad... ...................................................................................... 13
3. Tujuan Pendidikan Islam.. ............................................................... 14
4. Ruang Lingkup Pendidikan Islam.................................................... 17
B. Keluarga................................................................................................ 18
1. Pengertian keluarga.......................................................................... 18
2. Perkembangan Anak dalam Keluarga.. ............................................ 19
3. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak.. .......................................... 20
4. Fungsi Keluarga.. ............................................................................. 21
C. Hasil Penelitian Relevan... .................................................................... 22

iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu penelitian.. ................................................................................. 24
B. Metode Penelitian.. ............................................................................... 24
C. Fokus Penelitian... ................................................................................ 25
D. Prosedur .. ............................................................................................. 26
1. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 26
2. Teknik Pengolahan Data.. ................................................................ 26
3. Teknik Analisis Data... .................................................................... 26
4. Teknik Penulisan.............................................................................. 26

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Deskripsi Data... ................................................................................... 27
1. Biografi dan Riwayat Pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat.. ........ 27
2. Aktivitas dan Karya-karyanya.. ....................................................... 31
a. Menapaki Karir di Dunia birokrasi ............................................ 31
b. Karya-karya Tulis Prof. Dr. Zakiah Daradjat ............................ 33
B. Pembahasan.. ........................................................................................ 34
1. Gagasan Pemikiran Pendidikan Islam Zakiah Daradjat.... ............. 34
2. Fungsi Keluarga dalam Pendidikan Islam ...................................... 37
a. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan.. ......................... 37
b. Pembentukan Kepribadian Anak .............................................. 38
c. Pembinaan Iman dan Tauhid .................................................... 40
d. Pembinaan Akhlak .................................................................... 42
e. Pembinaan Ibadah dan Agama ................................................. 43
f. Pembinaan Kepribadian dan Sosial Anak ................................ 43
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga ............................................... 44
4. Upaya Menumbuhkan Minat Anak Terhadap Pendidikan Agama
Islam. .............................................................................................. 48
5. Peran Orang Tua dalam Menumbuhkan Minat Anak Terhadap
Pendidikan Agama Islam ................................................................ 50
6. Pembentukan Sifat-Sifat Terpuji .................................................... 55

v
a. Menghayati Al-Akhlakul Mahmudah ....................................... 56
b. Penerapan Al-Akhlakul Mahmudah ......................................... 57
7. Perkembangan Anak (0-6 tahun) .................................................... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................................................................... 59
B. Saran ..................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61


LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 66

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kebutuhan umat
manusia di dunia, tak heran kalau banyak orang menghabiskan uang dan
waktu yang banyak untuk pendidikan. Dalam 2 sumber utama hukum islam
banyak disinggung tentang pendidikan dan ilmu serta kewajiban untuk
mencari ilmu. Seseorang menempuh pendidikan dalam rangka mencari
ilmuakan bermanfaat baginya untuk kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan,
dalam hal ini pendidikan islam yang adalah penuntun manusia dalam
menjalani segala aktifitasnya sehari-hari.
Dalam pendidikan Islam akan terlihat jelas kepribadian seseorang
yang membuatnya menjadi ‘’insan kamil’’ yaitu manusia utuh rohani dan
jasmani, dapat hidup dan berkembang serta wajar dan normal karena
takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam
itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan
masyarakat serta gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam
dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat
mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk
kepentingan hidup di dunia kini dan akhirat nanti.1
Tanggung jawab pendidikan dalam Islam adalah dengan
dilaksanakannya kewajiban mendidik. Pengertian mendidik atau pendidikan
dalam pengertian yang umum adalah untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi jasmaniah dan rohaniah anak atau seorang untuk
mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Kegiatan pendidikan
tersebut dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Lembaga-lembaga tersebut yang ikut bertanggung jawab memberi
pertolongan kepada seorang dalam perkembangan rohani dan jasmaninya,

1
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : 2014, Bumi Aksara), h. 29-30

1
2

agar mencapai tingkat kedewasaan dan mampu berdiri sendiri memenuhi


tuganya sebagai makhluk Allah, makhluk sosial dan sebagai individu.2
Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat adalah lingkungan
yang dapat membentuk karakter manusia. Meski ketiganya saling
mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga lah yang paling dominan
pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Jika suatu rumah tangga berhasil
membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi
pelengkap.3
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam
lingkungan masyarakat Islam, maupun non-Islam. Karena keluarga
merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama.Dalam keluarga ia
mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat
penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama
dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang
ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah
hilang atau berubah sesudahnya.4
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang anak.
Hal ini terjadi, karena seorang anak memiliki ikatan darah/ keturunan dengan
kedua orang tuanya yang tidak bisa dipisahkan hingga akhir hayat. Bagi ayah
dan ibu, anak bukan hanya sebagai amanah yang harus dipelihara dengan
sebaik-baiknya, melainkan juga kehadiran anak di tengah-tengah keluarga
merupakan keinginan dan dambaan hampir setiap pasangan suami-istri.5
Dewasa ini banyak dari kalangan para orang tua yang tidak menyadari
peranan penting mereka sebagai sekolah pertama atau lembaga pendidikan
pertama bagi anak, kebanyakan dari mereka acuh terhadap pentingnya
bimbingan, pengawasan, dan pendidikan yang mereka berikan terhadap anak-
2
Djumransjah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi, (Malang: UIN
Malang Press, 2007), Cet. 1, h. 83
3
Ahmad Mubarak, Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa,
(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005), Cet. 1, h.152
4
Yusuf Muhammad Al-Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa,
1997), Cet. 1 h. 10
5
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Persperktif al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), Cet. 1, h. 256
3

anaknya, dan menganggap sepele hal tersebut, mereka lebih mementingkan


karir dan pekerjaan mereka diluar rumah dibanding mengasuh anak-anaknya
dirumah.Mereka melupakan kewajibannya sebagai sekolah pertama untuk
anak-anaknya. Hal ini hal ini dipertegas dengan Banyaknya fenomena orang
tua yang menyerahkan urusan pengasuhan anak-anak mereka kepada jasa
asisten rumah tangga, pengasuh anak atau baby siter yang mana sangat
berpengaruh terhadap perkembangan perilaku anak untuk kedepannya nanti,
maka dari itu pihak yang patut untuk di salahkan dalam hal ini adalah kedua
orang tua, karena membiarkan orang lain untuk menjaga anak-anak mereka
yang dapat menjadikan sang anak lebih menirukan perilaku pengasuhnya
dibanding kedua orang tua mereka.
Keharmonisan keluarga dan keserasian antara bapak dan ibu, punya
pengaruh besar terhadap tingkah laku anak. Sekian banyak penyakit moral;
egois, anarkis, hilangnya rasa percaya diri, sombong, munafik (hipokrit), dan
tidak bertanggung jawab adalah bersumber dan berawal dari suasana
kehidupan keluarga. Sekolah dan masyarakat tak akan mampu
meluruskannya.6 Keluarga bagi anak adalah segala-galanya. Citra anak
mengidentifikasikan dari citra kedua orang tuanya.
Dalam hal ini Prof. Dr. Zakiah Daradjat (tokoh yang akan diteliti
dalam skripsi ini) mempunyai pandangan tersendiri tentang konsep
pendidikan Islam pada anak dalam keluarga. Karyanya antara lain adalah
Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Ilmu Pendidikan Islam, dan
Ilmu Jiwa Agama.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat mengatakan pembentukan identitas anak
menurut Islam, dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Islam memberikan
berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai wadah yang
akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut sebagai baligh

6
Abuddin Nata, dan Fauzan, Pendidikan Dalam Persperktif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), Cet. 1, h. 236
4

berakal.7 Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembinaan kepribadian


anak telah mulai dalam keluarga sejak ia lahir, bahkan sejak dalam
kandungan. Kepribadian yang masih dalam permulaan pertumbuhan sangat
peka dan mendapatkan unsur pembinanya melalui pengalaman yang
dirasakan, baik melalui pendengaran, penglihatan, perasaan, dan perlakuan
yang diterimanya. Anak berada dalam pertumbuhan sejak usia 0-12 tahun.
Masa usia dapat dibagi dua, yaitu masa usia anak awal atau pra sekolah yaitu
sejak 0 sampai 6 tahun dan masa usia anak akhir adalah masa Sekolah Dasar
yaitu sejak usia 6 sampai 12 tahun.8
Anak masih belum mampu menilai baik dan buruk, bahkan belum
dapat mengerti tentang apa yang dimaksud dengan kata baik dan kata buruk,
apalagi kata-kata lain di luar jangkauan pengalamannya secara nyata. Karena
kecerdasannya masih dalam permulaan pertumbuhan, belum dapat berpikir
logis dan abstrak, pada umur tujuh tahun barulah mulai pertumbuhan
pemikiran logis pada anak.9
Prof. Dr. Zakiah Daradjat menambahkan tentang prinsip-prinsip
penting dalam pendidikan, pendidikan dalam keluarga dan pendidikan di
sekolah. Pendidikan anak yang ditawarkan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat
menurut hemat penulis perlu mendapat sorotan yang serius, kajian yang
mendalam. Konsep tersebut diharapkan dapat memberikan solusi bagi
permasalahan pendidikan anak di Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengenal lebih jauh konsep
pendidikan anak menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat maka penulis tuangkan
dalam skripsi yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM
KELUARGA MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT”.

7
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. II, h. 41
8
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009), Cet. XVII, h. 69
9
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), h. 3
5

B. Identifikasi Masalah
Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas,
maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Banyak orang tua yang tidak mengetahui peranan penting mereka sebagai
sekolah pertamaatau lembaga pendidikan pertama pada anak.
2. Sebagian besar orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan meyerahkan
pengasuhan kepada jasa asisten rumah tangga atau pengasuh anak.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah


Dari permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka penulis
merasa perlu untuk membatasi pembahasan pada masalah konsep pendidikan
Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada anak yang
berusia 0-6 tahun. Adapun rumusan masalah yang diajukan penulis yaitu
bagaimana konsep pendidikanIslam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah
Daradjat?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan Prof. Dr.
Zakiah Daradjat tentang konsep pendidikan Islam dalam keluarga.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini adalah
selain untuk memberikan informasi bagi siapa saja yang ingin mengetahui
tentang tokoh, pemikiran dan konsep Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang
konsep pendidikan Islam dalam keluarga.Skripsi ini juga diharapkan dapat
memberikan kepada khazanah keilmuan bagi para akademisi, intelektual dan
pembaca yang ingin mengenal lebih dalam tentang sosok tokoh pendidikan
Prof. Dr. Zakiah Daradjat.
BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Konsep Pendidikan Islam


1. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani paedagogie
yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaluan dengan
anak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam
pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah
paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,
mendidik). Jadi, dari istilah tersebut pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing dan memimpin. Perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata
“didik”, mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.2
Istilah pendidikan dalam kontek Islam pada umumnya mengacu pada
kata al-tarbiyah, at-ta’dib dan at-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut kata yang
populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah kata al-tarbiyah.
Sedangkan kata at-ta’dib dan at-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal
kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pendidikan Islam.3

Dalam bahasa Inggris, pendidikan disebut dengan istilah education.


Sedangkan dalam literatur arab pengertian pendidikan sering digunakan

1
Armai Arif, Reformulasi Pendidikan Islam. (Jakarta: CRSD Press, 2005), cet 1, h.17
2
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2005), ed 1, h. 19
3
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h.25

6
7

kepada beberapa istilah, antara lain, at-ta’lim, at-tarbiyah dan at-ta’dib.


Ketiga kata tersebut memiliki makna masing-masing dalam menunjuk pada
pengertian pendidikan.4

Pertama, kata ta’lim merupakan masdar dari ‘allama yang berarti


pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian,
pengetahuan, dan masdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang
bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan
keterampilan.5

Kedua, kata at-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba (ّ‫)رب‬


yang berarti mengasuh, mendidik dan memelihara.

Sedangkan kata at-tarbiyah , ditinjau dari akar katanya dapat dilihat


pada tiga bentuk, yaitu:

a. ‫ّتربية‬,‫ّيربو‬,‫ربا‬ : yang berarti bertambah dan berkembang.


b. ‫ّيربي‬,‫ّتربية‬,‫ربي‬ : yang berarti tumbuh dan menjadi besar.

c. ‫ّتربية‬,ّ‫ّيرب‬,ّ‫رب‬ : yang berarti memperbaiki (ashlaha), mengurusi


urusanya, memelihara dan merawat, menunaikan, memperindah, tuan,
memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.6

Bila ditarik pada pengertian interaksi edukatif antara manusia dalam


pendidikan, maka menurut Abdurahman Al-Bani, yang dikutip oleh An-
Nahlawi istilah at-tarbiyah mengandung makna:

a. Menjaga dan memlihara pertumbuhan fitrah (potensi) anak didik


untuk mencapai kedewasaan.
b. Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai
sarana pendukung (terutama bagi akal budinya).

4
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan islam,(Jakarta: Media Gaya
Pratama,2001), cet. 1, h 85
5
Ibid, h. 86
6
Ibid, h. 87
8

c. Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik menuju


kebaikan dan kesempurnaan, seoptimal mungkin.
d. Kesemua proses tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan irama perkembangan diri anak.7

Ketiga, istilah untuk pendidikan yaitu at-ta’dib, merupakan masdar


dari kata addaba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih
tertuju pada kata at-ta’dib lebih fokus pada upaya pembentukan pribadi
muslim yang berakhlak mulia.8

Menurut Muhammad Al-Naquib al-Attas, sebagaimana dikutip oleh


Samsul Nizar, penggunaan tema at-ta’dib lebih cocok digunakan dalam
diskursus pendidikan Islam, dibanding menggunakan tema at-ta’lim dan at-
tarbiyah.9 Hal ini disebabkan, karena pengertian at-ta’lim hanya ditunjukan
pada proses transfer ilmu, tanpa adanya pengenalan lebih mendasar pada
perubahan tingkah laku. Sedangkan tema at-tarbiyah penunjukkan maknanya
masih bersifat umum.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS


menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalain diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat bangsa
dan Negara’’.10

Secara terminologi, para ilmuwan mendefinisikan pendidikan dalam


arti luas pada beberapa versi, yaitu sebagai berikut:

a. Anton Moelyono, mengemukakan bahwa pendidikan sebagai proses


pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha

7
Ibid, h. 88
8
Ibid, h. 90
9
Ibid, h. 91
10
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), (Jakarta : Sinar Grafika,2004), h. 23
9

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses,


perbuatan dan cara mendidik.
b. Hasan Langgulung, memandang pendidikan sebagai upaya merubah dan
memindahkan nilai budaya kepada setiap individu dalam masyarakat,
yang melalui proses tertentu.
c. Ahmad D. Marimba, mengemukakan bahwa pendidikan ialah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuk kepribadian yang
utama.11
d. M.J Langeveld, mengemukakan bahwa pendidikan ialah kegiatan
membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian.12
e. Ki Hajar Dewantara, mengemukakan bahwa pendidikan sebagaimana
yang dikutip Suwarto adalah sebagai daya upaya untuk memajukan
perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan
jasmani anak-anak. Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak,
selaras dengan alam dan masyarakatnya.13

Dari berbagai definisi pendidikan di atas, dapat ditarik suatu


pengertian bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh
seorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang
bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin.
Artinya, dengan pendidikan, manusia bisa memiliki kestabilan dalam
pandangan hidup dan kestabilan dalam nilai-nilai kehidupan dangan rasa
tanggung jawab.

Terminologi diatas, terkesan belum terlihatnya penekanan pada nilai-


nilai agama sebagai nilai yang tidak dapat terlepaskan dalam diri manusia itu

11
Samsul Nizar, op cit, cet I, h. 92
12
Heri Nur Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999 ), cet. Ke-2,
h. 2-3
13
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta:Penerbit Suara
Adi ), cet. I, h. 32-33.
10

sendiri. Untuk itu beberapa ilmuwan muslim mencoba mendefinisikan


terminologi pendidikan dalam perspektif Islam, yang secara khusus, pada
beberapa versi.

Menurut Muhaimin, bahwa pendidikan agama Islam merupakan salah


satu bagian pendidikan Islam. Istilah “pendidikan Islam” dapat difahami
dalam beberapa perspektif, yaitu:

a. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan


sistem pendidikan Islami, yakni pendidikan yang difahami dan
dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dan dasarnya, taitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
b. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya
mendidik tentang agama Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of
life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
c. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan umatnya, baik
Islam sebagai agama ajaran maupun sebagai sistem budaya dan
peradaban, sejak zaman nabi Muhammad SAW, sampai sekarang.14

Sedangkan hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia


tahun 1960, memeberikan pengertian pendidikan Islam yaitu sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam
dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya
semua ajaran Islam.

Istilah mengarahkan, melatih, mengasuh, atau mengawasi


mengandung pengertian usaha memengaruhi jiwa anak didik melalui
setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan
taqwa, akhlak serta mengakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia
yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.15

14
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 7-8
15
Muzain Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:PT. Bumi Aksara,2009), cet, 4, h. 15
11

Pendidikan Islam, menurut Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumy al-


Syaebani, diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan
dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan, perubahan itu dilandasi
dengan nilai-nilai Islami. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-
kemampuan mendasar dab kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan
dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial dalam
hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa
berada dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai ysng melahirkan norma-
norma syari’ah dan akhlakul karimah.16

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik suatu pengertian, bahwa


yang dimaksud pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman nilai-nilai
Islam, melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang dilakukan dengan
sadar dan penuh dengan rasa tanggung jawab agar peserta didik mampu
menghayati, memahami serta mengimani ajaran Islam tersebut, dalam rangka
pembentukan, pembinaan, pendayagunaan dan pengembangan, pikir dan
kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati, yang mampu
mengembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT. Untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia
dan akhirat.

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam


Islam merupakan agama yang universal diwahyukan Allah SWT
kepadaNabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia diseluruh
muka bumi ini sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat. Untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan tersebut diperlukan adanya suatu usaha, yang
merupakan kewajiban bagi manusia dab sebagai pelaksanaanya manusia
harus berpedoman kepada tata aturan yang telah ditetapkan oleh sang

16
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta: Penerbit Suara
Adi,) cet. I, h. 34.
12

pencipta yaitu Allah SWT, karena dalam melakukan suatu perubahan kearah
yang lebih baik, manusia sendiri yang melakukannya.
Pendidikan merupakan suatu usaha sekaligus proses pencapaian
perubahan dan perbaikan demi mencapai kebahagiaan hidup yang
dilakukannya secara sadar dan teratur dari sejak dilahirkan hingga akhir
hayat. Oleh karena tugas yang cukup berat dan mulia itu maka diperlukan
suatu landasan, dasar atau fondasi tempat berpijak, sehingga apa yang
menjadi tujuan dari pendidikan tidak menyimpang dan keluar jalur.
Dasar ataupun landasan itu sendiri yaitu:
a. Al-Qur’an

Al-qur’an ialah firman Allah SWT yang diwahyukan melalui malaikat


Jibril kapda nabi Muhammad SAW. didalamnya terkandungajaran pokok
yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui
ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip
besar, yaitu yang berhubungan dangan masalah keimanan yang disebut
Aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut Syari’ah.17

Didalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip


yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh
dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya yeng terdapat didalam surat
Lukman ayat 12-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang
terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat
lain menceritakan tentang tujuan hidupdan tentang nilai sesuatu amalan soleh.
Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup
tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Qur’an
sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan
Islam.18

17
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1996), cet. II, h. 19
18
Ibid, h. 20
13

b. Al-Hadits
Hadits Nabi Muhammad SAW merupakan pedoman dalam kehidupan,
apa yang telah diwahyukan oleh Allah melalui firmannya maka akan
dijelaskan kembali dalam hadits Nabi, maka dari itu hadits Nabi Muhammad
SAW menjadi landasan dalam pendidikan Islam yang ideal. Hadits Nabi yang
dijadikan landasan pendidikan ialah berupa perkataan, perbuatan, atau
pengakuan Nabi dalam bentuk isyarat. Hal yang dimaksud dengan pengakuan
isyarat ialah suatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat atau orang lain, dan
Nabi membiarkannya begitu saja dan perbuatan atau kejadian tersebut terus
berlanngsung. Didalam hadits Nabi berisi tentang aqidah, syari’ah, dan
akhlak yang juga berkaitan dengan pendidikan. Yang lebih penting lagi ialah
dalam hadits Nabi tercermin tingkah laku dan suri tauladan Nabi muhammad
yang harus diikuti oleh ssetiap muslim sebagai satu model kepribadian
Islam.19
c. Ijtihad.
Didalam kehidupan yang membutuhkan pedoman terdapat beberapa
hal yang belum dijelaskan secara terperinci didalam al-Qur’an dan al-Hadits
dalam menentukan suatu hukum, syariat Islam dalam beberapa hal tertentu,
dapat diambil keputusan melalui ijtihad para alim ulama dengan
menggunakan seluruh ilmu yang mereka miliki. Begitu pula dalam masalah
pendidikan Islam diperlukan pula ijtihad karena seiring berjalannya waktu
problematika pendidikan Islam terus berkembang mengikuti kemajuan zaman
dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke
waktu.

Hasil ijtihad para ulama Islam dijadikan sebagai landasan


pengembangan pendidikan Islam. Maksudnya, landasan pengembangan
pendidikan islam ialah hasil pemikiran ulama Islam yang berkaitan dengan

19
Djumransjah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi, (Malang:
UIN Malang Pres,2007), cet. I, h. 53
14

masalah pendidikan yang lalu dijadikan rujukan untuk melaksanakan kegiatan


pendidikan.
Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, sumber
nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan kependidikan Islam secara
general adalah al-Qur’an, al-Hadits serta hasil ijtihad para ulama Islam. Di
dalam ketiga sumber tersebut, al-Qur’an diposisikan sebagai sumber ideal,
hadits sebagai sumber oprasional dan ijtihad sebagai sumber dinamika
perkembangan pendidikan Islam. Hasil ijtihad akan dikatakan sebagai sumber
dinamika pendidikan Islam, karena pemikiran manusia (ulama) dalam kurun
waktu tertentu dalam konteks sosia-historisnya selalu mengalami perubahan.
Hal ini menghendaki pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu
berkembang, agar bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan pelaksaan
pendidikan Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan
20
masyarakat.
3. Tujuan Pendidikan Islam

Istilah “tujuan” secara etimologi, mengandung arti arah, maksud atau


haluan. Dalam bahasa inggris diistilahkan dengan “goal, purpose,
objectives”. Secara terminologi berarti sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah sebuah usaha atau kegiatan.

Di kalangan para ahli masih terdapat perbedaan pendapat mengenai


pemakaian istilah tujuan. Hasan Langgulung, mengatakan bahwa istilah
tujuan sendiri banyak dicampur-baurkan penggunaannya dengan istilah
maksud. Kadang-kadang tampak berbeda, dan kadang-kadang tampak serupa.
Namun demikian, pada akhirnya ia menganggap bahwa kedua istilah itu
mempunyai arti yang sama.21

20
Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
47-49
21
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), cet.
4, h. 47
15

Namun demikian, upaya memformulasikan suatu bentuk tujuan, tidak


terlepas dari pandangan hidup masyarakat dan nilai religius pelaku aktivitas
itu sendiri. Maka tidaklah heran, jika terdapat berbedanya tujuan yang ingin
dicapai oleh masing-masing manusia, baik dalam satu masyarakat, bangsa,
maupun negara, karena berbedanya kepentingan yang ingin dicapai.

Dengan penjelasan diatas, mengisyaratkan bahwa pendidikan Islam


pun harus memiliki tujuan tersendiri. Secara umum, tujuan pendidikan Islam
itu adalah dengan mengacu pada QS. 51:56, yaitu menjadikan manusia
sebagai insan pengabdi kepada khaliqnya, guna mampu membangun dunia
dan mengelola alam semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan
Allah SWT. Dari tujuan umum ini, manusia kemudian mengklasifikasi-
kannya kepada beberapa tujuan khusus lainnya termasuk tujuan pendidikan
islam.22

Allah menciptakan alam semesta ini dengan tujuan yang jelas. Dia
menciptakan manusia dengan tujuan menjadi khalifah di muka bumi melalui
ketaatan kepada-Nya. Untuk mewujudkan tujuan itu, Allah memberikan
hidayah serta berbagai fasilitas alam semesta kepada manusia. Artinya,
manusia dapat memanfaatkan alam semesta ini sebagai sarana merenungi
kebesaran penciptanya. Hasil perenungan ini memotivasi manusia untuk lebih
menaati dan mencintai Allah. Di sisi lain, Allah memberikan kebebasan
kepada manusia untuk memilih pekerjaan mana yang akan dipilih manusia,
kebaikan atau keburukan. Namun, melalui para rasul, Allah memberikan
petunjuk kepada manusia agar memahami tujuan hidup yang semata-mata
untuk beribadah kepada Allah.23

Abdul Munir Mulkhan menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan Islam


itu adalah sebagai proses pengaktualan akal peserta didik yang secara teknis

22
Samsul Nizar, pengantar dasar-dasar pemikiran pendidikan islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama,2001), cet . I, h. 105
23
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 1996), h. 116-117
16

dengan kecerdasan terampil, dewasa, dan berkepribadian muslim yang


paripurna. Memiliki kebebasan berkreasi dengan tetap menjaga nilai
kemanusiaan yang ada pada diri manusia untuk dikembangkan secara
proporsional Islami.24

Sementara itu, menurut hasil kongres pendidikan Islam sedunia tahun


1980 di Islamabad, menyebutkan, bahwa pendidikan Islam haruslah bertujuan
mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang, melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan
dan indera. Karena itu, pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya; spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah dan
bahasa secara individual maupun kolektif. Mendorong semua aspek ke arah
kebaikan dan mencapai kesempurnaan, Tujuan akhirnya adalah dengan
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara
pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.25

Dari beberapa definisi diatas, terlihat bahwa tujuan pendidikan lebih


berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari tuhan yang harus diinternalisasikan
kedalam diri individu anak didik lewat proses pendidikan. Dengan
penanaman nilai ini, diharapkan pendidikan islam mampu mengantarkan,
membimbing, dan mengarahkan anak didik untuk melaksanakan fungsinya
sebagai abd’ dan khalifah, guna membangun dan memakmurkan alam ini
sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan Allah. Perwujudan ini
tidak terlepas dari pribadi insan kamil yang bertakwa dan berkualitas
intelektual.26

24
Ibid, h. 104
25
Ibid, h. 105
26
Ibid, h. 106
17

4. Ruang Lingkup Pendidikan Islam


Ruang lingkup pendidikan islam menurut Abu Ahmadi pada dasarnya
mengacu pada lima hal:

a. Perencanaan
Perencanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan
suatu aktivitas.
b. Bahan Pembelajaran
Bahan, disebut juga dengan materi yaitu sesuatu yang diberikan kepada
siswa pada saat berlangsungnya aktivitas proses belajar mengajar.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi yang berarti “rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus” adalah tindakan guru melaksanakan rencana
pembelajaran. Artinya, usaha guru dalam menggunakan beberapa
variabel dalam pembelajaran.
d. Media Pembelajaran
Media disebut juga dengan alat, yaitu sarana yang dapat membantu KBM
atau menentukan alat penilaiann untuk menilai sasaran (anak didik)
tersebut.
e. Evaluasi
Evaluasi atau penilaian pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan
atau nilai berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh
dalam penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu
tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan dengan penilaian hasil
belajar.27

27
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), cet. I, h. 89-92
18

B. Keluarga
1. Pengertian Keluarga

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah suatu kerabat


yang mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu, bapak dengan anak-
anaknya.28

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang


berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan
tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan
perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula
nilaikesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling
mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menurut norma, adat, nilai yang
diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.29

Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui temuan suami dan


istri yang permanen dalam masa yang cukup lama sehingga berlangsung
proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana,
keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dua komponen yang pertama, ayah
dan ibu dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat mnentukan kehidupan
anak, khususnya pada usia dini. Baik ayah maupun ibu, keduanya adalah
pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik
karena alasan biologis maupun psikologis.30

Dari beberapa pengertian keluarga diatas dapat ditarik suatu


kesimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak yang terikat oleh suatu ikatan yang masing-masing
anggotanya memiliki peran dan tanggung jawab.

28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 471
29
Mufidah Ch, Psikologi Keluarga dalam Berwawasan Gender, (Malang :UIN Malang
Press, 2008), cet. I, h. 38
30
Fuaduddin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama
dan Jender, 1999), h. 5-6
19

2. Perkembangan Anak dalam Keluarga

Anak merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa wajib


dilindungi dan dijaga kehormatan, martabat, harga dirinya secara wajar, baik
secara hukum ekonomi politik, sosial, maupun budaya tanpa membedakan
suku, agama, ras, dan golongan. Anak adalah generasi penerus bangsa yang
sangat menentukan nasib dan masa depan bangsa secara keseluruhan dimasa
yang akan datang. Anak harus dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya, oleh karena itu segala bentuk
dan perlakuanyang mengganggu dan merusak hak-hak anak dalam berbagai
bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang tidak ber-prikemanusiaan
harus dihapuskan tanpa terkecuali.31

Menurut Hj Mufidah Ch, dalam bukunya yang berjudul Psikologi


Keluarga Islam Berwawasan Gender, ada beberapa perkembangan yang terjadi
pada diri anak, antara lain:

a. Perkembangan motorik anak, terdapat empat macam faktor yang


mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anakyang juga
menginginkan campur tangan orang tua dan guru dalam
mengarahkannya. Perkembangan motorik tersebut meliputi pertumbuhan
otot-otot, pertumbuhan dan perkembangan fungsi kelenjar endorin,
pertumbuhan dan peerkembangan sistem syaraf dan perubahan struktur
jasmani.
b. Perkembangan kognitif, perkembangan kognitif anak terdiri dari empat
tahapan, diantaranya yaitu tahap sensory motor antara 0-2 tahun, tahap
pre-oprasional terjadi pada umur 2-7 tahun, tahap oprasional konkrit
terjadi pada umur 7-11 tahun, tahap formal oprasioanal terjadi pada umur
11-15 tahun.
c. Perkembangan psikososial, perkembangan sosial mulai tampak pada usia
pra sekolah, karena mereka aktif berhubungan dengan teman sebayanya.

31
Op cit, h 299-300
20

Tanda-tanda tahap inni adalah anak mulai mengetahui aturan-aturan yang


ada disekitarnya.
d. Perkembangan moral, perkembangan moral pada anak dapat berlangsung
bberapa cara yaitu pendidikan langsung dari orang tua, guru dan orang
lain, identifikasi, dan proses coba-coba.32
3. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Orang tua merupakan pendidik pertama bagia anak mereka, karena
dari merekalah anak pertama mula-mula mendapatkan pendidikan. Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat didalam keluarga.
Anak-anak harus diberi kesempatan bergerak dan diajari cara yang
akan menolongnya untuk mencapai kebutuhan jiwanya supaya jangan mereka
merasa tidak tentram dan merasa tidak mendapat perhatian dan penghargaan.
Juga dalam mendidik anak-anak jangan digunakan cara-cara ancaman,
kekejaman dan siksaan badan, dan juga jangan ia merasa diabaikan, dan
merasakan kekurangan dan kelemahan. Begitu juga jangan dilukai perasaan
mereka dengan kritik tajam, ejekan, cemoohan, menganggap enteng
pendapatnya serta membandingkannya dengan anak-anak tetangga dan kaum
kerabat yang lain.33
Hak yang dimiliki oleh seorang anak terhadap orang tuanya sangatlah
banyak. Namun diantara mereka ada yang tidak sadar kalau semua yang telah
dilakukan adalah hak atau kewajiban, untuk leebih jelas lagi tentang
kewajiban orang tua kepada anaknya, keluarga dapat menawarkan sekaligus
dapat memperkenalkan bebrapa kegiatan kepada anak, antara lain:
a. Pendidikan jasmani, yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh dan
dalam keluarga teerhadap perkembangan fisik anak, tidak berarti hanya
perkembangan otot dan tenaga saja, melainkan juga menyiapakan
kontruksi fisiknya secara sehat dan baik.
b. Pendidikan intelektual, yaitu kegiatan orang tua yang dpat merangsang
intelektual anak, sebagai contoh, dengan cara menumbuhkan kesadaran
32
Ibid, h 316-325
33
Ramayulis, dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: KALAM MULIA,
1987), h. 84
21

untuk membaca buku pada diri anak, yaitu dengan cara menyediakan
perpustakaan kecil dikamar anak.
c. Pendidikan emosional, hal terpenting dalam pengembangan emosi anak
adalah mengarahkan emosinya. Pencapaian kearah ini, perlu diwujudkan
lingkungan dan suasana harmonis antara orang tua dan anaknya. Serta
perlu ditumbuh kembangkan jalinan cinta kasih dan sikap positif orang
tua terhadap anaknya.
d. Pendidikan sosial, dalam hubunngan keluarga akan terjadi interaksi
antara orang tua dengan anak-anak yang lain. Dengan interaksi tersebut
terjadilah sosialisasi antara mereka untuk menentukan norma-norma
tertentu, agar anak memahami kewajibannya sebagai anggota keluarga.
Untuk mengoptimalkan pendidikan sosial pada anak orang tua dapat
memberikan bebrapa kegiatan misalnya, anak diberikan kesempatan
bergaul secara terbuka dengan masyarakat.
e. Pendidikan moral dan agama, dalam keluarga orang tua sebaiknya
menanamkan sejak dini, pendidikan agama, dasar-dasar etika dan moral
melalui keteladanan atau ukhwatun hasanah karena dengan contoh yang
positif dari orang tua akan membentuk kepribadian anak karena pada
masa perkembangannya seorang anak banyak mengadopsi pola peerilaku
apa saja yang ditampilkan dalam keluarganya.34
4. Fungsi Keluarga
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil sekaligus
merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam
hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan
primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai
macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri,
bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi tidak hanya sebatas selaku
penerus keturunan saja.35

34
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang : Uin Malang Press, 2008),
cet. I, h. 210-213
35
Ibid, h 216
22

C. Hasil Penelitian Yang Relevan


Menurut Ki Hajar Dewantara sebagai pendiri taman siswa, lingkungan
pendidikan meliputi lingkungan keluarga (rumah), lingkungan sekolah,
lingkungan organisasi pemuda sebagai Tri Pusat Pendidikan. Pendidikan
keluarga berfungsi sebagai pendidikan pertama masa kanak-kanak, menjamin
kehidupan emosional anak, menanamkan dasar pendidikan moral,
memberikan dasar pendidikan sosial dan memberikan dasar-dasar pendidikan
agama bagi anak-anak.
Sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka
sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan
memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
Tanggung jawab sekolah antara lain adalah membantu orang tua mengerjakan
kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menambahkan budi pekerti yang baik,
memberikan pendidikan untuk kehidupan dalam masyarakat yang sukar atau
tidak diberikan di keluarga (rumah), melatih anak-anak memperoleh
kecakapan-kecakapan sepertti membaca, menulis, berhitung, menggambar
serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan
pengetahuan, serta diberikan pelajaran etika, keagamaa, estetika,
membedakan benar atau salah dan sebagainya.
Peran utama organisasi pemuda adalah dalam upaya pengembangan
sosialisasi kehidupan pemuda berkembanglah semacam kesadaran sosial,
kecakapan-kecakapan dalam pergaulan dengan sesama kawan (social skill)
dan sikap yang tepat dalam membina hubungan dengan sesama manusia.36
Catur Welly Satioso dalam skripsinya yang berjudul, “Konsep
Pendidikan Agama pada Anak (Usia 6-12 tahun) Menurut Prof. Dr.
Zakiah Daradjat” menyebutkan bahwasannya, pendidikan menurut Prof. Dr.
Zakiah daradjat adalah pembentukan kepribadian; pendidikan Islam ini telah
banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan sesuai dengan petunjuk ajaran Islam; karena itu pendidikan

36
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada,2006), h. 34
23

Islam tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga bersifat praktis atau pendidikan
Islam adalah sekaligus pendidikan iman atau pendidikan amal.
Catur welly juga menyimpulkan bahwa fungsi keluarga bagi
pendidikan agama pada anak adalah sebagai wadah pertama pendidikan anak,
sebagai peletak dasar kepribadian anak, sebagai tempat penyemaian
pendidikan agama anak, keluarga tempat dalam membentuk sifat-sifat terpuji
pada anak.37
Darmawan dalam skripsinya yang berjudul “Peran Pendidikan Islam
dalam Keluarga Untuk Menumbuhkan Kepribadian Anak Usia 6-12
Tahun” menyebutkan bahwasannya keluarga memiliki kedudukkan sebagai
penentu atau peletak dasar kepribadian anak. Anak dilahirkan dalam keadaan
suci. Dari lingkungan keluargalah yang menentukan bertumbuh ke,bangnya
kepribadian anak. Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dengan melalui
proses pembinaan, pengajaran dan penanaman nilai-nilai agama.
Adapun peranan keluarga sebagai pembina dan pembimbing yang
dominan untuk menentukan terutama sekali pada anak usia dini. Dengan
memberi pendidikan agama dalam lingkungan keluarga anak memperoleh
bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan dimasa depan nanti.38
Adapun peranan agama dalam perkembangan anak adalah sebagai
penuntun anak agar terarah dalam menjalani kehiduppan dimasa sekarang dan
untuk masa depan ketika mereka dewasa kelak.Darmawan menyimpulkan
bahwa pendidikan agama di usia sedini mungkin akan lebih mempengaruhi
perkembangan kepribadian dan akhlak dalam diri anak tersebut.

37
Catur Welli Satioso, Konsep Pendidikan Agama pada Anak (usia 6-12 tahun) Menurut
Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat:Repository UINJKT, 2013)
38
Darmawan, Peran Pendidikan Islam dalam Keluarga Untuk Menumbuhkan
Kepribadian Anak Usia 6-12 Tahun, (ciputat: Repository UINJKT, 2011)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Islam Menurut Prof.
Dr. Zakiah Dradjat” ini dilaksanakan pada bulan juli 2015 dengan
pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks
book yang ada diperpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian,
terutama yang berkaitan dengan konsep pendidikan islam dalam keluarga
menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Data yang diperoleh disusun dalam
bentuk hasil penelitian (laporan) dari beberapa sumber yang telah
dikumpulkan.

B. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan content analisis dalam
pengumpulan data penelitian penulis mengumpulkan bahan kepustakaan,
dengan cara membaca, menelaah buku-buku, majalah dan sumber-sumber
lainnya terutama yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam dalam
keluarga dari beberapa sumber, diantaranya adalah:
1. Buku-buku karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat sebagai acuan utama, buku
Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah , yang diterbitkan oleh
CV Ruhama Jakarta tahun 1995. Didalamnya dijelaskan tentang peranan
pendidikan didalam keluarga yang dimulai dari peranan ibu ketika
menyusui dan mengasuh anak, peran ibu dalam pembentukan kepribadian
anak, mulai dari pembinaan iman dan tauhid, pembinaan akhlak, ibadah
dan agama, kepribadian dan sosial anak. Pembentukan sifat-sifat terpuji
dan pendidikan anak secara umum.
2. Ilmu Pendidikan Islam, yang diterbitkan oleh Bumi Aksara tahun 1996.
3. Dalil-dalil al-Qur’an dan terjemahnya.

24
25

4. Ilmu Jiwa Agama tahun 1970.


5. Pembinaan Jiwa/Mental tahun 1974 Penerbit PT Bulan Bintang.
6. Kesehatan Mental serta Peran Agama dalam Kesehatan Mental.
Buku-buku lain seperti Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam di
Indonesia karya Prof. Dr. Abuddin Nata, Perkembangan Psikologi Agama
dan Pendidikan Islam di Indonesia 70 tahun Prof. dr. zakiah Daradjat,
Ulama perempuan Indonesia, karya Jajat Burhanudin, dan buku lain sebagai
sumber sekunder. Selain itu akan dilengkapi dengan berbagai data dan buku-
buku yang berkaitan dengan pendidikan Islam dalam keluarga yang terkait
untuk memperkuat analisa penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis isi (content
analisis), dan dengan menggunakan bentuk catatan deskriptif yaitu catatan
informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan
mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai definisi
yang terkait dengan semua aspek penelitian. Maka, disini penulis
menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-
materi yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, kemudian
dianalisa, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.

C. Fokus Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pandangan Prof. Dr. Zakiah Daradjat
tentang konsep pendidikan agama Islam dalam keluarga. Objek penelitian ini
adalah peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam
kepada anak yang akan berpengaruh terhadap kehidupannya baik di rumah, di
sekolah dan di masyarakat.
Cara penyajian penelitian ini bersifat deskriptif analitik. Yaitu dengan
cara menjelaskan tentang pengertian, maksud dan tujuan pendidikan Islam
dalam keluarga menurut pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat, diperkuat
dengan berbagai sumber dan dalil-dalil yang berkaitan, baik dari al-Qur’an,
dan juga dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan lainnya.
26

D. Prosedur Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, metode yang dilakukan adalah:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari literatur yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data
melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-
buku sekunder yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yaitu tentang
konsep pendidikan Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah daradjat.
2. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul lengkap, penulis membaca, mempelajari,
meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data yang relevan dan juga yang
mendukung pokok bahasan yaitu tentang konsep pendidikan Islam dalam
keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat. Selanjutnya penulis analisis, dan
disimpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
3. Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya. Jadi,
penulis memaparkan mengenai masalah masalah tentang konsep pendidikan
Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat.
4. Penulisan
Teknik atau metode penulisan ini berpedoman pada Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data
1. Riwayat Hidup Prof. Dr. Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat dilahirkan di Ranah Minang, tepatnya di Kampung


kota Merapak kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada
6 November 1929. Ayahnya bernama H. Daradjat Husain, yang memiliki dua
istri. Dari isrinya yang pertama, Rafi’ah, ia memiliki enam anak, dan Zakiah
adalah anak pertama dari keenam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang
kedua, Hj. Rasunah, ia dikaruniai lima orang anak.1

Dengan demikian, dari dua istri tersebut, H. Daradjat memiliki 11


orang putra. Walaupun memiliki dua istri, ia cukup berhasil mengelola
keluarganya. Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra- putrinya.
Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, sebesar kasih
sayang yang ia terima dari ibu kandungnya.

H. Daradjat yang bergelar Raja Ameh (Raja Emas) dan Rafi’ah binti
Abdul Karim, sejak kecil tidak hanya dikenal rajin beribadah, tetapi juga
tekun belajar. Keduanya dikenal aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Ayahnya dikenal aktif di Muhammadiyah sedangkan ibunya aktif di Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII). Seperti diketahui kedua organisasi tersebut
menduduki posisi penting dalam dinamika Islam di negeri ini.2

Muhammadiyah sering disebut sebagai organisasi yang sukses


mengelola lembaga-lembaga pendidikan yang bercorak modern, sementara

1
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), h. 233
2
Ibid.

27
28

PSII adalah organisasi Islam yang memiliki kontribusi besar terhadap


bangkitnya semangat nasionalisme di kalangan masyarakat muslim Indonesia.

Sebagaimana umumnya masyarakat Padang, kehidupan keagamaan


mendapat perhatian serius di lingkungan keluarganya. Keluarga Zakiah
sendiri, seperti diakuinya, bukan dari kalangan ulama atau pemimpin agama.
“Kakek saya bahkan seorang abtenar,” katanya. Kakek Zakiah dari pihak
ayah menjabat sebagai tokoh adat di Lembah Tigo Patah Ampek Angkek
Candung. Kampung Kota Merapak pada dekade tahun 30-an dikenal sebagai
kampung yang relijius. Zakiah menuturkan, “Jika tiba waktu shalat,
masyarakat kampung saya akan meninggalkan semua aktivitasnya dan
bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan kewajibannya sebagai Muslim.”
Pendeknya, suasana keagamaan di kampung itu sangat kental.

Dengan suasana kampung yang relijius, ditambah lingkungan keluarga


yang senantiasa dinafasi semangat keislaman, tak heran jika sejak kecil
Zakiah sudah mendapatkan pendidikan agama dan dasar keimanan yang kuat.
Sejak kecil ia sudah dibiasakan oleh ibunya untuk menghadiri pengajian-
pengajian agama. Pada perkembangannya, Zakiah tidak sekedar hadir,
kadang-kadang dalam usia yang masih belia itu Zakiah sudah disuruh
memberikan ceramah agama.

Pada usia 6 tahun, Zakiah mulai memasuki sekolah. Pagi belajar di


Standard Shcool (Sekolah Dasar) Muhammadiyah, sementara sorenya
mengikuti sekolah Diniyah (Sekolah Dasar Khusus Agama). Hal ini
dilakukan karena ia tidak mau hanya semata-mata menguasai pengetahuan
umum, ia juga ingin mengerti masalah-masalah dan memahami ilmu-ilmu
keislaman.3

Setelah menamatkan Sekolah Dasar, Zakiah melanjutkan ke Kulliyatul


Muballighat di Padang Panjang. Seperti halnya ketika duduk di Sekolah
Dasar, sore harinya ia juga mengikuti kursus di SMP. Namun, pada saat

3
Ibid, h 234
29

duduk di bangku SMA, hal yang sama tidak lagi bisa dilakukan oleh Zakiah.
Ini karena, lokasi SMA yang relatif jauh dari kampungnya, yaitu Bukittinggi.
Kiranya, dasar-dasar yang diperoleh di Kulliyatul Mubalighat ini terus
mendorongnya untuk berperan sebagai mubaligh hingga sekarang.

Pada tahun 1951, setelah menamatkan SMA, Zakiah meninggalkan


kampung halamannya untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Pada masa
itu anak perempuan yang melanjutkan pendidikan di kota lain masih sangat
langka. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak
perempuan masih sangat kecil. Kesadaran itu hanya muncul di kalangan
pejabat, pemerintah, dan elit masyarakat pada umumnya. Akan tetapi hal itu
tampaknya tidak berlaku bagi masyarakat Minang. Kuatnya tradisi merantau
di kalangan masyarakat Minang dan garis keluarga yang bercorak materilinial
membuka kesempatan luas bagi perempuan Minang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas sosial, termasuk melanjutkan studi di kota lain. Konteks
sosial budaya semacam ini merupakan pondasi bagi Zakiah untuk terus
meningkatkan kualitas dirinya melalui pendidikan.4

Di kota pelajar, Zakiah masuk Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi


Agama Islam Negeri (PTAIN)-kelak menjadi IAIN Sunan Kalijaga. Di
samping di PTAIN, Zakiah juga kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia (UII). Pertimbangannya seperti diungkapkan adalah keinginan
untuk menguasai ilmu-ilmu agama dan umum. Akan tetapi kuliahnya di UII
harus berhenti di tengah jalan. “Pada tahun ketiga di PTAIN, saya mendapat
teguran dari beberapa dosen. Mereka menyarankan agar saya konsentrasi saja
di PTAIN,” cerita Zakiah prihal keluarnya dari UII.

Zakiah dari awal tercatat sebagai mahasiswa ikatan dinas di PTAIN.


Sekitar tahun 50-an PTAIN merupakan perguruan tinggi yang masih baru.
Tenaga pengajarnya, lebih-lebih yang memiliki spesialisasi dalam bidang
ilmu tertentu boleh dibilang sedikit terutama jika dibandingkan dengan

4
Ibid, h 235
30

Universitas Gadjah Mada (UGM). Karena kondisi inilah PTAIN banyak


menawarkan ikatan dinas kepada mahasiswanya.5

Setelah Zakiah mencapai tingkat Doktoral Satu (BA), bersama


sembilan orang temannya yang kebetulan semuanya laki-laki mendapatkan
tawaran dari DEPAG untuk melanjutkan studi ke Kairo, Mesir. Beasiswa ini
merupakan realisasi dari kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Mesir dalam bidang pendidikan. Di antara kandidat, Zakiah
merupakan satu-satunya perempuan yang mendapatkan kesempatan
melanjutkan studi. Tawaran itu disambut Zakiah dengan perasaan gembira
sekaligus was-was. Gembira karena tawaran ini memberikan kesempatan
untuk meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Lagi pula pada
saat itu perempuan Indonesia yang melanjutkan studi ke luar negeri boleh
dibilang langka. Was-was karena merasa kuatir tidak sanggup menjalaninya
dengan baik. Namun sebelum menyatakan menerima tawaran itu, Zakiah
terlebih dahulu konsultasi dengan kedua orang tuanya. Ternyata kedua orang
tuanyapun tidak keberatan Zakiah melanjutkan studinya ke Mesir.

Tradisi melanjutkan studi ke Timur Tengah, khususnya Haramain


(Mekkah dan Madinah) dan Mesir sudah berlangsung lama. Kaum terpelajar
Indonesia sejak abad-abad lalu telah menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat
eilmuan. Tidak sedikit tamatan Timur Tengah yang mewarnai percaturan
intelektual di negeri ini, khususnya berkaitan dengan upaya-upaya
pembaharuan Islam.

Pada tahun 1956, Zakiah bertolak ke Mesir dan langsung diterima


(tanpa dites) di Fakultas Pendidikan Universitas Ein Syams, Kairo, untuk
program S2. Pada waktu itu, antara pemerintah Indonesia dan Mesir sudah
menjalin kesepakatan bahwa doktoral satu di Indonesia disamakan dengan S1
di Mesir. Inilah kiranya yang menyebabkan Zakiah langsung diterima tanpa
tes di Universitas Ein Syams.

5
Ibid, h 236
31

Zakiah berhasil meraih gelar MA dengan tesis tentang Problema


Remaja di Indonesia pada 1959 dengan spesialisasi mental-hygiene dari
Universitas Eins Syams, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca
sarjana dengan spesialisasi pendidikan dari Universitas yang sama. Selama
menempuh program S2 inilah Zakiah mulai mengenal klinik kejiwaan. Ia
bahkan sudah sering berlatih praktik konsultasi psikologi di klinik
universitas.

Pada waktu Zakiah menempuh program S3 perkembangan ilmu


psikologi di universitas Ein Syams masih didominasi oleh psikoanalisa, suatu
mazhab psikologi-dipelopori oleh Sigmund Freud- yang mendudukkan alam
tak sadar sebagai faktor penting dalam kepribadian manusia. Sedangkan
metode non-directive dari Carl Rogers yang menjadi minat Zakiah baru mulai
dirintis dan diperkenalkan di universitas. Karena itu, ketika Zakiah
mengajukan disertasinya mengenai psikoterapi model non-directive dengan
fokus psimoterapi bagi anak-anak bermasalah, ia mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari pihak universitas. Selanjutnya, pada tahun1964, dengan
disertasi tentang perawatan jiwa anak, Zakiah berhasil meraih gelar doktor
dalam bidang psikologi dengan spesialisasi kesehatan mental dari universitas
Eins Syams.6

2. Aktivitas dan Karya-karyanya

a. Menapaki Karir di Dunia Birokrasi

Pada dekade 1960-an, Departemen Agama dipimpin oleh KH.


Saifuddin Zuhri, kiai-politisi dari lingkungan NU. Situasi politik saat itu
diwarnai oleh persaingan, bahkan konfrontasi antara tiga golongan, yaitu
golongan nasionalis, komunis, dan agama. Membaca situasi seperti itu,

6
Tim Penerbitan Buku 70 Tahun Zakiah Daradjat, Perkembangan Psikologi Agama dan
Pendidikan Islam di Indonesia 70 tahun Prof.Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT Logos Wacana
Ilmu dengan Pusat penelitian IAIN Syarif Hidayatullah, 1999) Cet. I, h. 4-9
32

langkah pertama yang ditempuh Saifuddin adalah merumuskan acuan


operasional yang bersifat yuridis-formal tentang keberadaan dan fungsi
Depag. Langkah ini dimaksudkan untuk memperkokoh posisi Depag dalam
percaturan politik di Indonesia. Saifuddin juga menaruh perhatian khusus
kepada perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berada di
bawah naungan Depag (Madrasah dan IAIN) pada masa kementrian
Saifuddin, IAIN yang semula berjumlah dua, Jakarta dan
Yogyakarta, berkembang menjadi Sembilan. Secara berturut-turut berdiri
IAIN di kota-kota Surabaya, Banda Aceh, Ujung Pandang, Banjarmasin,
Padang, Palembang, dan Jambi, serta cabang-cabangnya yang berlokasi di
kota-kota kabupaten.7

Dalam situasi itulah Zakiah tiba di tanah air. Setelah meraih gelar
Doktor Psikologi, Zakiah langsung pulang ke Indonesia. Sebagai mahasiswa
ikatan dinas, pertama-tama yang dilakukannya adalah melapor kepada
Menteri Agama Saifuddin Zuhri. Menag memberi keleluasaan kepada
Zakiah untuk memilih tempat tugas. Meskipun demikian, sepenuhnya
Zakiah menyerahkan penugasannya kepada Menag. Bagi Zakiah memang
banyak tawaran mengajar. IAIN Yogya (pada 1960-an PTAIN sudah diubah
menjadi IAIN) sebagai almamaternya, meminta agar Zakiah kembali ke
sana; sementara IAIN Padang dan IAIN Palembang yang masih tergolong
baru, juga meminta kesediaan Zakiah untuk “mengabdikan” ilmunya.
Zakiah memaparkan undangan mengajar itu kepada Menag. Sebagai jalan
tengah, oleh Menag, Zakiah ditugaskan di Departemen Agama Pusat, di
Jakarta, dengan pertimbangan agar Zakiah bisa mengajar di berbagai IAIN
sekaligus. Sejak itu, Zakiah menjadi dosen keliling, dan ia tetap berkantor di
Jakarta.

Pada 1967, Zakiah ditunjuk untuk menduduki jabatan Kepala Dinas


Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi dan
Pesantren Luhur. Jabatan ini dipegang hingga Menag digantikan oleh KH.

7
Abuddin Nata, op cit, h 237
33

Muhammad Dachlan. Bahkan ia baru meninggalkan jabatan ini ketika kursi


Menag diduduki oleh A. Mukti Ali.

Pada 1977, ketika A. Mukti Ali menjabat sebagai Menag, Zakiah


dipromosikan untuk menjadi Direktur di Direktorat Pendidikan Agama.
Ketika menjabat direktur inilah muncul dua peristiwa besar yang
menyangkut pendidikan Islam di Indonesia, yaitu SKB Tiga Menteri, dan
“Kasus Uga” (Urusan Guru Agama).8

b. Karya-karya Tulis Prof. Dr. Zakiah Daradjat


Di antara karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah:
1) Penerbit Bulan Bintang
a) Ilmu Jiwa Agama (1970).
b) Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (1970).
c) Problema Remaja di Indonesia (1974).
d) Perawatan Jiwa untuk anak-anak (1982).
e) Membina nilai-nilai moral di Indonesia (1971).
f) Perkawinan yang Bertanggung Jawab (1975).
g) Islam dan Peranan Wanita (1978).
h) Peranan IAIN dalam Pelaksanaan P4 (1979).
i) Pembinaan Remaja (1975).
j) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga (1974).
k) Pendidikan Orang Dewasa (1975).
l) Menghadapi Masa Manopause (1974).
m) Kunci Kebahagiaan (1977).
n) Membangun Manusia Indonesia yang Bertakwa kepada Tuhan
YME (1977).

8
Jajat Burhanudin, ed, Ulama Perempuan Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2002), h. 143-149
34

o) Kepribadian Guru (1978).


p) Pembinaan Jiwa/Mental (1974).
2) Penerbit Gunung Agung.
a) Kesehatan Mental (1969).
b) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1970).
c) Islam dan Kesehatan Mental (1971).
3) Penerbit YPI Ruhama
a) Shalat Menjadikan Hidup Bermakna (1988).
b) Kebahagiaan (1988).
c) Haji Ibadah yang Unik (1989).
d) Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989).
e) Doa Menunjang Semangat Hidup (1990).
f) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991).
g) Remaja, Harapan dan Tantangan (1994).
h) Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (1994).
i) Shalat untuk anak-anak (1996).
j) Puasa untuk anak-anak (1996).
4) Penerbit Pustaka Antara
a) Kesehatan Jilid I, II, III (1971).
b) Kesehatan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) Jilid IV (1974).
c) Kesehatan Mental dalam Keluarga tahun (1991).

B. Pembahasan
1. Gagasan Pemikiran Pendidikan Islam Zakiah Daradjat
Pertama, Hakikat pendidikan Islam, menurut Zakiah Daradjat,
hakikat pendidikan mencakup kehidupan manusia seutuhnya. Pendidikan
Islam yang sesungguhnya tidak hanya memperhatikan satu segi saja, seperti
segi aqidah, ibadah atau akhlak saja, melainkan mencakup seluruhnya.
Dengan kata lain pendidikan Islam memiliki perhatian yang lebih luas dari
ketiga hal tersebut.
35

Pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia sebagaimana


ditentukan oleh ajaran Islam. Pendidikan Islam juga menjangkau kehidupan
di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang. Selain itu, pendidikan
Islam memberikan perhatian pada semua aktivitas manusia, serta
mengembangkan hubungan diringa dengan orang lain. Pendidikan Islam juga
berlangsung sepanjang hayat, mulai dari manusia sebagai janin dalam
kandungan ibunya sampai berakhirnya hidup di dunia ini.9
Kedua, landasan pendidikan. Menurut Zakiah Daradjat landasan
pendidikan Islam adalah Al-quran, Al-sunnah dan Ijtihad. Menurut Zakaiah
Daradjat, ajaran-ajaran yang berkaitan dengan keimanan di dalam Al-quran
tidak sebanyak dengan ajaran yang menekankan amal perbuatan. Hal ini
menunjukkan bahwa amal dalam Islam amat dipentingkan untuk
dilaksanakan, baik yang berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat,
dan alam linkungan.
Selanjutnya Assunnah sebagai landasan sebagai landasan yang kedua
yang berisikan akidah dan syari'ah. Sunnah berisi petunjuk dan pedoman
demi kemaslahatan hidupnya dalam segala aspek dengan tujuan untuk
membina umat manusia seutuhnya atau seorang muslim yang beriman dan
bertaqwa, sedangkan landasan pendidikan berikutnya adalah ijtihad.10
Secara harfiah ijtihad berarti usaha yang sungguh-sungguh dan sekuat
tenaga. Sedangkan dalam ilmu fiqih, ijtihad diartiakan sebagai upaya
mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan kemampuan untuk menghasilkan
keputusan-keputusan hukum berdasarkan petunjuk al-Quran dan al- Sunnah.
Dalam bidang pendidikan, Ijtihad ditujukan untuk mengikuti dan
mengarahkan perkembangan zaman yang terus menerus berubah. Dengan
demikian, praktik ijtihad harus berhubungan dengan hal-hal yang secara
langsung dengan kebutuhan hidup disuatu tempat pada kondisi dan situasi
tertentu.

9
Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Pustaka,1984), h. 47-50
10
Ibid, h 50
36

Ketiga, Tujuan pendidikan Islam. Menurut Zakiah Daradjat, tujuan


dasar pendidikan Islam adalah membina manusia agar menjadi hamba Allah
yang saleh dengan segala aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan
perasaannya.11 Tujuan dasar ini lebih lanjut diperinci oleh Zakiah Daradjat
sebagai berikut:

a. Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah ini harus


sesuai dengan yang dinyatakan dalam hadist Rasulallah SAW. Yang
antara lain menyebut bahwa Islam itu dibangun atas dasar lima pilar,
yaitu mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tanpa keraguan
bahwa tuhan yang wajib dipuja hanya Allah dan Muhammad SAW
adalah rasulnya; mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
puasa selama bulan ramadhan serta menunaikan ibadah haji.
b. Memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan perbuatan yang
diperlukan untuk mendapatkan rizeki bagi diri dan keluarganya.
c. Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan peranan
kemasyarakatannya dengan baik, berakhlak mulia dengan titik tekan
pada dua sasaran. pertama, akhlak mulia yang diperlukan untuk
berhubungan dengan oring lain diri sendiri, dan ummat .kedua, akhlak
yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah dan kasih
sayang kepada hewan yang kehausan, menyembelih hewan dengan cara
yang menyenangkan, yaitu memotong hewan dengan pisau yang tajam. 12
Keempat, Lingkungan dan tanggung jawab pendidikan. Menurut Zakiah
Daradjat terdapat tiga lingkungan yang bertanggung jawab dalam
mendidik anak. Lingkungan yang bertanggung jawab tersebut adalah
keluarga (ayah dan ibu), sekolah (para guru), dan masyarakat (tokoh
masyarakat dan pemerintah).
Peran dan tanggung jawab dalam bidang pendidikan dari tiga
lingkungan tersebut dapat di kemukakan sebagai berikut13 :

11
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h 35
12
Ibid, h 35-38
13
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,1995), cet. Ke-21,h. 66
37

a. Menurut Zakiah Daradjat, keluarga (kedua orang tua) memiliki


tanggung jawab utama dan pertama dalam bidang pendidikan.
Berbagai aspek yang terkait dangan keluarga selalu
mempertimbangkan dengan perannya sebagai pendidik tersebut.
Zakiah berpendapat bahwa pembentukan identitas anak menurut
Islam dimulai sejak anak dalam kandungan, bahkan sebelum
membina rumah tangga harus mempertimbangkan kemungkinan
dan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat membentuk pribadi
anak.
b. Adapun tanggung jawab guru adalah bidang pendidikan pada
dasarnya adalah tanggung jawab kedua orang tua juga.
Keberadaan guru adalah orang yang memperoleh limpahan
tanggung jawab dari kedua orang tua.berkaitan dengan tugas dan
tanggung jawab tersebut, maka seorang guru, menurut Zakiah
Daradjat, harus memenuhi empat syarat, yait beriman dan
bertaqwa kepada Allah, berilmu dan berkompeten, sehat jasmani
dan rohani serta kepribadian yang baik.
2. Fungsi Keluarga dalam Pendidikan Islam
a. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Untuk mencapai
ketentraman dan kebahagiaan dalam keluarga memang diperlukan pasangan
yang saleh, yang dapat menjaga diri dari kemungkinan salah dan kena fitnah
dan mampu menentramkan pasangannya apabila gelisah, serta dapat
mengatur situasi rumah, sehingga tampak rapi.14 Suasana keluarga seperti itu
merupakan tanah subur bagi penyemaian tunas-tunas muda yang lahir dari
keluarga tersebut.

14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama),
cet ke. 2, h. 47
38

Pembentukan identitas anak menurut Islam, dimulai jauh sebelum


anak itu diciptakan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan
pembentukan keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai
umur tertentu yang disebut baligh-berakal. Karena itu Zakiah Daradjat dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah
menyinggung beberapa syarat-syarat agar terbentuk15, diantaranya:
1) Larangan menikah dengan wanita yang memiliki hubungan darah dan
kerabat tertentu.
2) Larangan menikah dengan orang yang berbeda agama.
3) Larangan menikah dengan orang yang berzina.16
Setelah syarat-syarat bagi kedua calon suami-istri tersebut terpenuhi,
maka dilaksanakanlah pernikahan menurut ketentuan Allah. Dan setelah
mererka diikat dengan tali perkawinan, maka masing-masing pasangan
suami-istri mempunyai hak dan kewajiban yang telah ditentukan. Mereka
dibekali dengan beberapa petunjuk dalam mendayungkan bahtera kehidupan
dengan kasih sayang dan kepatuhan kepada ketentuan Allah, agar mereka
dapat meraih ketentraman dan kebahagiaan(sakinah).17
Setelah terbentuknya keluarga muslim yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan Allah, dan keluarga tersebut telah siap untuk mendapatkan
keturunan, beberapa petunjuk dan pedoman yang membantu terciptanya
kehidupan sakinah pun telah dipahami dan dilaksanakan, maka selanjutnya
keluarga itu memohon kepada Allah SWT supaya mereka dikaruniai
keturunan yang saleh.18
b. Pembentukan Kepribadian Anak
Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua.
Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya
bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam

15
Ibid, h 41
16
Ibid, h 42
17
Ibid, h 43
18
Ibid, h 44
39

pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan


keterampilan yang selalu berkembang dan dituntut pengembangannya bagi
kepentingan manusia.19
Pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang
merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Pendidikan
keluarga adalah merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.
Sebagaimana Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda: Barang
siapa yang lahir anaknya, lalu mengazankan pada telinga kanannya dan
iqamah pada telinga kirinya, anak itu tidak akan dimudharatkan oleh
ummush-shibyan. (H.R. Abi Yu'la).
Dikatakan "pertama" maksudnya bahwa kehadiran anak di dunia ini
disebabkan hubungan kedua orang tuanya. Mengingat orang tua adalah orang
dewasa, maka merekalah yang harus bertanggung jawab terhadap anak. Di
dalam keluargalah pertama sekali seorang anak manusia menerima/
mengalam proses pendidikan. Sedangkan "Utama" maksudnya adalah bahwa
orang tua bertanggung jawab pada pendidikan anak. Dalam arti bahwa
seorang anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, dalam keadaan penuh
ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan
tidak mampu menolong dirinya sendiri. Sebagai lingkungan pertama dalam
proses pendidikan anak, maka pada perkembangan selanjutnya di dalam
keluargalah anak memulai pertumbuhannya dan di dalam keluargalah waktu-
waktu yang paling banyak dilalui seorang anak. Segala perilaku orang tua
secara sengaja ataupun tidak akan mempengaruhi perkembangan perilaku
anak. Maka sudah sewajarnya setiap orang tua menyadari dan
mempersiapkan keluarga sebagai basis utama pendidikan anak.
Sebagai penanggung jawab pendidik pertama dan utama, maka orang
tua tanpa ada yang memerintah, langsung memikul tugas sebagai pendidik,
baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pembina maupun sebagai guru dan

19
Ibid, h 53
40

pemimpin terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap


manusia.
Melalui pendidikan keluarga, kehidupan emosional anak atau
kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang
dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik
dengan anak didik sehingga menumbuhkan hubungan yang didasarkan atas
rasa cinta kasih sayang yang murni.
Zakiah Daradjat mengatakan: "Rasa kasih sayang adalah kebutuhan
jiwa yang paling pokok dalam hidup manusia. Anak kecil yang merasa
kurang disayangi ibu bapanya akan menderita batinnya, mungkin terganggu
kesehatan badannya, akan kurang kecerdasannya dan mungkin ia akan
menjadi nakal, keras kepala, dan sebagainya."20
Sementara Hasan Langgulung mengatakan, bahwa melalui pendidikan
keluarga dapat menolong anak-anaknya dan anggota-anggotanya secara
umum untuk menciptakan pertumbuhan emosi yang sehat, menciptakan
kematangan emosi yang sesuai dengan umurnya.21
Dengan demikian untuk menciptakan emosi yang sehat dalam suatu
keluarga, paling tidak yang sangat perlu diperhatikan adalah memenuhi
kebutuhan anak. Salah satu diantaranya kebutuhan akan rasa kasih sayang.
Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh si anak apabila dalam hidupnya si
anak merasa tidak diperhatikan atau kurang disayangi oleh kedua orang
tuanya.
c. Pembinaan Iman dan Tauhid

Pembentukkan Iman seharusnya dimulai sejak dalam kandungan,


sejalan dengan pertumbuhan kepribadian. Berbagai hasil pengamatan pakar
kejiwaan menunjukkan bahwa janin yang dalam kandunngan, telah mendapat
pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungnya. Hal

20
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung),
h. 37
21
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: PT. Al-Husna Zikra. 1995), h. 368
41

tersebut tampak dalam perawatan kejiwaan, dimana keadaan keluarga, ketika


si anak dalam kandungan itu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan
mental bagi si janin di kemudian hari. Lukmanul Hakim adalah orang yang
diangkat oleh Allah sebagai percontohan dalam pendidikan anak, telah
dibekali oleh Allah dengan Iman dan sifat-sifat terpuji, diantaranya, syukur
kepada Allah, yang sudah pasti beriman dan bertaqwa kepadanya.22
Setelah si anak lahir, pertumbuhan jasmani anak berjalan dengan
cepat. Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan
dan kemasyarakatan anak (tujuh dimensi manusia), berjalan serentak dan
seimbang. Dirinya mulai mendapat bahan-bahan atau unsur-unsur pendidikan
serta pembinaan yang berlangsung tanpa disadari oleh orang tuanya.23
Adanya kecenderungan meniru dan unsur identifikasi didalam jiwa
sang anak, akan membawanya kepada tingkah laku menirukan kedua orang
tuanya, bahkan anak umur satu setengah tahun mungkin akan ikut menirukan
kegiatan orang tuanya dalam segala hal, baik dalam berbicara maupun dalam
beribadah, sekedar hanya menirukan gerakan mereka, mengucapkan kalimat
thayyibah, atau do’a-do’a dan membaca surat-surat pendek dalam Al-Qur’an.
Kebiasaan orang tua membaca basmalah dan hamdalah ketika menolong
anak diwaktu makan, minum, ganti pakaian, buang air, dan sebagainya, akan
mendorong anak untuk menirukan lebih banyak lagi, karena kata tersebut
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan si anak. Dari kegiatan tersebut
anak memperoleh nilai-nilai keimanan yang amat penting dan diserapnya
masuk kedalam perkembangan kepribadiannya.24
d. Pembinaan Akhlak

Pendidikan akhlak didalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan


teladan dari orang tua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan dan
pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak

22
Zakiah Daradjat, op cit, h 55
23
Ibid, h 57
24
Ibid, h 58
42

mereka dan perlakuan orang tua terhadap orang lain didalam lingkungan
keluarga dan lingkungan masyarakat, akan menjadi teladan bagi anak-anak.25
Pembinaan akhlak yang terjadi dalam keluarga dengan membiasakan
anak kepada sifat-sifat yang baik seperti sifat benar, jujur, ikhlas dan adil.
Akan tetapi sifat-sifat tersebut belum dapat dipahami oleh anak, kecuali
dalam bentuk pengalaman langsung yang dirasakan oleh anak dalam
kehidupannya.
Djaka, Cs. mengatakan, bahwa dalam pendidikan budi pekerti yang
penting ialah kebiasaan dan perbuatan (praktik).11. Selanjutnya, Zakiah
Daradjat mengemukakan, bahwa pendidikan akhlak yang paling baik terdapat
dalam agama, karena nilai akhlak yang dapat dipatuhi dengan suka rela, tanpa
paksaan dari luar hanya dari kesadaran sendiri, datangnya dari keyakinan
beragama.26
Dengan demikian pendidikan akhlak tidak terlepas dari pendidikan
agama, maka penanaman pendidikan agama sebagai sumber pendidikan
akhlak harus dilaksanakan sejak anak masih kecil dengan pembiasaan-
pembiasaan, antara lain seperti berkata jujur, suka menolong, sabar dan
memaafkan kesalahan orang lain, dan menanam rasa kasih sayang kepada
sesama manusia.
Adapun akhlak, sopan santun dan cara menghadapi orang tuanya,
tergantung kepada sikap orang tua terhadap anak. Apabila si anak merasa
terpenuhi semua kebutuhan pokoknya (jasmani, kejiwaan dan sosial), maka si
anak akan sayang, menghargai dan menghormati orang tuanya. Akan tetapi
apabila si anak merasa terhalang pemenuhan kebutuhannya oleh orang
tuanya, misalnya ia tidak merasa disayangi atau dibenci, suasana dalam
keluarga yang tidak tenteram, sering kali menyebabkannya takut dan tertekan
oleh orang tuanya, maka perilaku anak tersebut boleh jadi dikatakan
bertentangan dengan yang diharapkan oleh orang tuanya, karena ia tidak mau
menerima keadaan yang tidak menyenagkan itu.
25
Iibid, h 61
26
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan
Bintang,1977), h.20
43

e. Pembinaan Ibadah dan Agama

Pembinaan kegiatan beribadah pada anak juga mulai dari dalam


keluarga. Anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik
baginya adalah yang mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang ajaran
agama belum dapat dipahaminya. Karena itu, ajaran agama yang abstrak
tidak menarik perhatiannya.
Semua pengalaman keagamaan tersebut, merupakan unsur-unsur
positif didalam pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan
berkembang. Maka pelaksanaan ibadah tersebut bagi anak-anak adalah
persuasi, mengajak dan membimbing mereka untuk melaksanakan shalat.
Jika anak-anak telah terbiasa shalat dalam keluarga, maka kebiasaan tersebut
akan terbawa sampai ia dewasa, bahkan sampai tua dikemudian hari.27
f. Pembinaan Kepribadian dan Sosial Anak

Di dalam kehidupan, keluarga merupakan basis yang sangat penting


dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak, sebab pada dasarnya
keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang minimal terdiri dari ayah,
ibu dan anak.
Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat
dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa
tolong menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau
keluarga yang sakit. Juga bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian,
kebersihan dan keamanan dalam segala hal. Ngalim Purwanto
mengemukakan, bahwa sejak dahulu manusia itu tidak hidup sendiri-sendiri
terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok bantu membantu,
saling membutuhkan dan saling mempengaruhi.

27
Zakiah Daradjat, op cit, h 62
44

Keluarga sebagai basis pendidikan pertama dan utama harus


memberikan dasar-dasar pendidikan sosial kepada anak-anaknya,28 antara
lain:
1) Sejak kecil anak sudah dibiasakan hidup bersih diri dan lingkungan serta
disiplin pada waktu.
2) Membiasakan anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dalam mengenal dasar-dasar pergaulan hidup, seperti bekerja sama dan
tolong menolong dengan sesama anggota keluarga.
3) Kebiasaan-kebiasaan yang baik itu harus dapat menumbuhkan keyakinan
diri untuk senantiasa patuh kepada semua peraturan, baik agama maupun
keluarga, bahkan masyarakat.

Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan iman


danakhlak, secara umum para pakar kejiwaan berpendapat, bahwa
kepribadiannya merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan
mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian terbentuk melalui
semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila
nilai-nilai agama banyak masuk kedalam pembentukan kepribadian
seseorang, maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan
dikendalikan oleh nilai-nilai agama.29

3. Pendidikan Agama dalam Keluarga

Dalam Islam penyemaian rasa agama dimulai sejak ibu dan bapak
yang membuahkan janin dalam kandungan, yang dimulai dengan do’a dan
harapan kepada Allah, agar janinnya kelak lahir dan besar menjadi anak yang
saleh. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menerapkan
dasar-dasar hidup beragama. Untuk membangun kesadaran beragama, maka
anak-anak sejak kecil harus sudah dibiasakan untuk melaksanakan

28
Ibid, h. 30
29
Zakiah Daradjat, loc cit, h 62
45

ajaran-ajaran agama, seperti shalat, ikut ke mesjid, menonton acara-acara


keagamaan, mendengar lagu- lagu Islami, dan lain-lain.
Anak adalah merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada
manusia yang menjadi orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua dan
masyarakat bertanggung jawab penuh agar supaya anak dapat tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat, bangsa, negera dan agamanya sesuai dengan tujuan dan
kehendak Allah SWT.
Zakiah Daradjat membatasi masa anak-anak dari umur 0-12 tahun.
Menurutnya, dalam umur ini perkembangan anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya yang mempengaruhi sikapnya
setelah dewasa.30 Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak
diwarnai dan diisi oleh pendidikan yang dialami alam hidupnya, baik dalam
keluarga, masyarakat dan sekolahnya. Karena manusia menjadi manusia
dalam arti yang sebenarnya ditempuh melalui pendidikan, maka pendidikan
anak sejak awal kehidupannya menempati posisi kunci dalam mewujudkan
cita-cita manusia yang berguna.
Bagi Zakiah, bahwa agama seseorang pada dasarnya ditentukan oleh
pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa
kecilnya dulu. Seorang anak yang pada waktu kecilnya tidak pernah
mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak
akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Berbeda dengan anak
yang masa kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman keagamaan,
misalnya ibu dan bapaknya orang yang tahu, memahami dan menjalankan
agama dengan baik, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup
menjalankan agama, dan secara formal maupun informal mendapatkan
pendidikan agama Islam di rumah, sekolah maupun dalam masyarakatnya,
maka orang tersebut akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan
kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut

30
Zakiah Daradjat, op. Cit h. 58
46

melanggar larangan-larangan agama serta dapat merasakan kenikmatan hidup


dengan beragama.31
Perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang tuanya,
akan mempengaruhi keagamaanya dikemudian hari. Hasbi Ash-Shiddiqiy
mengatakan, bahwa tugas-tugas keagamaan dipupuk terus menerus sampai
anak mencapai umur dewasa, sehingga dengan demikian perasaan keagamaan
dalam jiwanya benar-benar mendarah daging.32 Dalam rangka peletakan
dasar-dasar keagamaan pada anak, maka perilaku orang tua yang baik, rajin
beribadat, rajin ke mesjid, rukun dalam kehidupan rumah tangga, adil dalam
membagi kasih sayang antara sesama anak, suka menolong orang lain, setia
kepada kawan dan sebagainya, hendaklah berkekalan atau terus menerus
sehingga menjadi contoh teladan yang akan ditiru dan diamalkan oleh anak
sepanjang hidupnya.
Dalam kajian ini hanya akan membatasi pemikiran Zakiah Daradjat
tentang pentingnya pendidikan agama Islam dengan mengkhususkan pada
aspek ibadah dan akhlak. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa pendidikan agama
Islam harus dilakukan sejak kecil, dengan lebih menitikberatkan pada aspek
ibadah dan akhlak. Pendidikan agama Islam pada anak yang berkaitan dengan
ibadah yang ditanamkan kepada anak pada dasarnya memiliki peran penting
dalam membentuk pribadi anak yang taat kepada norma-norma agama,
sedangkan pendidikan akhlak adalah sebagai kendali moral bagi diri anak,
sehingga anak memiliki pribadi yang mantap dan kuat.33
Dalam pelaksanaannya, penerapan kedua aspek tersebut tidak akan
dapat berjalan dengan baik, jika tidak didukung dengan metode pendidikan
yang tepat. Oleh karena itu, agar pendidikan ibadah dan akhlak dapat berjalan
maka perlu didukung dengan metode pembiasaan dan latihan-latihan. Karena
metode pembiasaan dan latihan-latihan ini akan membentuk sikap dan pribadi
anak.

31
Ibid, h. 35
32
Hasbi ash-Siddiqy, Teuku Muhammad Zulfikar,(darussalam), h.33
33
Zakiah Daradjat, op cit, h 64
47

Zakiah berpendapat, pendidikan agama Islam harus ditanamkan sejak


kecil kepada anak-anak, sehingga merupakan bagian dari unsur- unsur
kepribadiannya, akan cepat bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi
segala keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Karena
keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian dari kepribadian itu akan
mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.34
Pendapat Zakiah di atas, memang tidak beralasan, sebab pada
dasarnya seorang anak memiliki potensi agama, sehingga secara manusiawi
ia juga memiliki kecenderungan untuk beragama. Namun karena potensi
tidak dikembangkan dengan baik, maka seorang anak tidak mengenal Tuhan,
tidak mengenal ibadah (ritual), tidak mengenal dosa dan tidak mengenal
neraka dan surga dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari isi agama.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa keberagamaan seseorang sangat
terkait sekali dengan pendidikan yang diperolehnya sejak kecil.
Menurut Zakiah Daradjat, bahwa anak-anak mulai mengenal Tuhan
pada dasarnya melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang ada dalam
lingkungannya, yang pada permulaan diterimanya secara acuh tak acuh saja.
Akan tetapi, setelah ia melihat orang-orang dewasa menunjukkan rasa kagum
dan takut kepada Tuhan, maka mulailah ia merasakan sedikit gelisah dan
ragu-ragu terhadap sesuatu yang gaib yang tidak dapat dilihatnya, mungkin ia
akan takut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapkan orang tuanya.
Lambat laun tanpa disadarinya akan masuklah pikiran tentang Tuhan dalam
pembinaan kepribadiannya dan menjadi objek pengalaman agamis. Maka
Tuhan bagi anak-anak pada permulaan merupakan nama dari sesuatu yang
asing, yang tidak dikenalnya dan diragukan kebaikan niatnya.35

34
Zakiah Daradjat, op cit, h. 56
35
Ibid, h. 36
48

4. Upaya Menumbuhkan Minat Anak Terhadap Pendidikan Agama Islam


Dalam paradigma pendidikan Islam, anak merupakan orang yang
belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang
masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik (anak) merupakan makhluk
Allah yang memiliki fitrah, baik jasmani maupun rohani yang belum
mencapai taraf kematangan, baik bentuk, ukuran maupun perimbangan pada
bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki
kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Dengan demikian, anak merupakan subjek dan objek pendidikan yang
memerlukan bimbingan orang lain untuk membantu mengarahkan,
mengembangkan dan membimbing potensi yang dimilikinya menuju ke arah
kedewasaan. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT. Dalam surat al-Nahl
ayat 78 sebagai berikut:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. (QS. al-Nahl: 78)36

Ayat di atas secara tegas menjelaskan keadaan anak manusia yang


dikeluarkan dari rahim ibunya dalam keadaan yang lemah dan tidak
mengetahui apapun. Kemudian oleh Allah dianugerahkan potensi berupa
pendengaran, penglihatan dan hati. Potensi-potensi yang dianugerahkan Allah
tidak akan berguna dengan baik tanpa ditumbuhkembangkan agar dapat
dioptimalkan dengan sebaik-baiknya melalui pendidikan.
Pendidikan anak pada dasarnya adalah suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh orang dewasa/pendidik dalam rangka membantu,
membimbing, memelihara dan menumbuhkembangkan potensi dan sumber
daya insani yang telah ada pada diri anak sejak kecil mulai masa awal
pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dapat memperluas dan
meningkatkan intelektual, pengenalan kehidupan (lingkungan sosial dan

36
Sooenarjo dkk, al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang: Toha Putra,1989), h. 413
49

kepercayaan diri), sehingga dapat membentuk kepribadian mereka menjadi


insan kamil sesuai dengan norma-norma Islam.
Di sinilah pendidikan Islam memainkan peranannya dalam rangka
membantu mengembangkan potensi-potensi tersebut untuk dapat
dioptimalkan dengan sebaik mungkin. Karena pendidikan merupakan bagian
dari kehidupan manusia, maka mutlak diperlukan.
Berkaitan dengan hal ini, Zakiah Daradjat sendiri mengatakan, bahwa
kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna
dalam kehidupan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dan pengembangan
itu senantiasa dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Dengan pendidikan dan
pengajaran potensi itu dapat berkembang manusia. Meskipun anak yang
dilahirkan itu seperti kertas putih bersih, bersih belum berisi apa-apa dan
meskipun ia lahir dengan pembawaan yang dapat berkembang sendiri.
Namun perkembangan itu tidak akan maju, kalau tidak melalui proses
tertentu, yaitu proses pendidikan. Kewajiban mengembangkan potensi itu
merupakan beban dan tanggung jawab manusia kepada Allah. Kemungkinan
pengembangan potensi itu mempunyai arti, bahwa manusia mungkin dididik,
sekaligus mungkin pula bahwa suatu saat ia akan mendidik.37
Berkaitan dengan menumbuhkan minat anak terhadap pendidikan
agama Islam, Zakiah Daradjat menjelaskan, bahwa latihan-latihan keagamaan
hendaklah dilakukan sedemikian rupa, sehingga menumbuhkan nilai-nilai
dan rasa aman, karena mempunyai nilai-nilai tersebut sangat diperlukan
dalam pertumbuhan kepribadian anak. 38
Hal ini terjadi, karena agama mengambil bentuk dalam bentuk tingkah
laku beragama, tetapi bukan tingkah laku khusus yang telah ditetapkan agama
seperti dalam dimensi praktek agama melainkan menunjukkan pengaruh
agama seseorang pada segi kehidupan seseorang di luar agama.39

37
Zakiah Daradjat, Op cit, h. 17
38
Raymon F. Paloutizian, Invitation to The Psychology of Religion, (Boston: Allyin and
Bacon, 1996), h. 20
39
Ibid, h. 20
50

Apabila latihan-latihan agama dilalaikan pada waktu kecil atau


diberikan dengan cara yang kaku, salah atau tidak cocok dengan anak, maka
waktu dewasa nanti, ia akan cenderung kepada atheis atau kurang peduli
terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Dan
sebaliknya, semakin banyak di anak mendapat latihan-latihan keagamaan
waktu kecil, sewaktu dewasanya nanti akan semakin terasa kebutuhannya
kepada agama (merasa butuh kepadanya).
Zakiah menambahkan, bahwa kepercayaan anak tumbuh melalui
latihan-latihan dan didikan yang diterimanya dalam lingkungannya. Biasanya
kepercayaan itu berdasarkan konsepsi-konsepsi yang nyata, misalnya cara
berfikir tentang Tuhan, surga, neraka, malaikat, jin dan sebagainya adalah
dalam bentuk atau gambaran yang pernah dilihatnya atau didengarnya. Hal
ini nanti akan berubah setelah pengertian dan pengalamannya sehari-hari
dalam bermacam-macaam kesempatan makin banyak dan bertambah luas.
Perkembangan pengertian anak-anak tentang agama sejalan dengan
pertumbuhan kecerdasan yang dilaluinya.40
Dari uraian di atas jelas, bahwa untuk menumbuhkan minat anak
terhadap pendidikan agama Islam pada dasarnya dapat dibentuk sejak anak
kecil yang dilakukan dengan latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan
yang bersifat agamis yang telah ditanamkan orang tua dalam keluarga,
bahkan di sekolah dan masyarakatnya. Oleh karena itu, semakin banyak
pengalaman kegamaan yang diperoleh anak, maka semakin mantap jiwa
agamisnya yang tercermin dalam sikap, tindakan dan kelakuannya.

5. Peran Orang Tua dalam Menumbuhkan Minat Anak Terhadap Pendidikan


Agama Islam
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan
dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan
yang pertama (masa anak) dari umur 0-6 tahun. Seorang anak yang pada
masa anak itu tidak mendapat pendidikan agama dan tidak pula mempunyai

40
Zakiah Daradjat, Loc cit
51

pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung


kepada sikap negatif terhadap agama. Oleh karena itu, menurut Zakiah
Daradjat berpendapat:
Seyogyanya agama masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan
pertumbuhan pribadinya, yaitu sejak lahir, bahkan lebih dari itu, sejak dalam
kandungan. Karena dalam pengamatan ahli jiwa terhadap orang- orang yang
mengalami kesukaran kejiwaan, tampak bahwa keadaan dan sikap orang tua
ketika si anak dalam kandungan telah mempunyai pengaruh terhadap
pertumbuhan jiwa si anak di kemudian hari.41
Zakiah menambahkan, bahwa pada umumnya agama seseorang
ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya
pada masa kecilnya dulu (masa anak-anak). Seseorang yang pada kecilnya
tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti,
ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya.
Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai
pengalaman-pengalaman agama, misalnya bapak ibunya orang yang tahu
beragama, lingkungan sosialnya dan kawan-kawannya juga hidup
menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja
di rumah, sekolah dan masyarakat, maka orang-orang itu dengan sendirinya
mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama,
terbiasa menjalankan ibadah, takut melanggar larangan-larangan agama dan
dapat merasakan nikmatnya hidup beragama.42
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, dalam menumbuhkan minat
pendidikan agama Islam pada anak adalah tanggung jawab keluarga,
khususnya kedua orang tuanya. Keluarga adalah awal lingkungan
pertumbuhan dan perkembangan keagamaan anak. Keterikatan anak dengan
orang tuanya ini dapat dilihat dari peran orang tua sebagai satu- satunya
rujukan moral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, hilangnya
wibawa orang tua sebagai pengendali moral anak juga bisa terjadi, manakala
suasana kehidupan di keluarga tidak tentram, orang tua sering bertengkar
dihadapan anak, atau karena faktor lain yang biasanya berpangkal dari

41
Zakiah Daradjat, op cit, h. 58-59
42
Ibid, h 35
52

kehancuran rumah tangga. Dalam suasana seperti ini, anak sering


memperhatikan sikap orang tua, baik dalam bertindak, berbuat dan berkata.43
Melihat pengalaman keagamaan yang dilalui anak dalam lingkungan
keluarga memiliki pengaruh dan kesan yang mendalam pada diri anak, maka
perlu diciptakan suasana rumah tangga yang dapat menunjang terbentuknya
anak yang agamis dan berkepribadian Islam. Pendidikan agama akan
mempunyai kesan yang mendalam jika dilaksanakan melalui latihan-latihan
dan membiasakan hidup sebagai anak yang taat beragama.
Dari sini, orang tua memegang peranan yang penting dan sangat
berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir,
ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai
ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Apabila ibu itu
menjalankan tugasnya dengan baik, pengaruh ayah terhadap anaknya besar
pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di
antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya
sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.44
Anak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan
keluarganya. Kata-kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua, sangat
mempengaruhi perkembangan agama pada anak. Sebelum anak dapat bicara,
dia telah dapat melihat dan mendengar kata-kata, yang barangkali belum
mempunyai arti apa-apa baginya. Namun pertumbuhan agama telah mulai
ketika itu. Kata "Allah" akan mempunyai arti sendiri bagi anak, sesuai dengan
pengamatannya terhadap orang tuanya ketika mengucapkannya. Allah akan
berarti Maha Kuasa, Maha Penyayang atau lainnya, sesuai dengan hubungan
kata "Allah" itu dengan air muka dan sikap orang tua ketika menyebutnya.
Kata "Allah" yang tadinya tidak mempunyai arti apa-apa bagi anak, mulai
mempunyai makna sesuai dengan apa yang ditanggapinya dari orang tuanya.
Demikianlah seterusnya terhadap semua sikap, tindakan dan cara hidup orang
tua yang dialami oleh anak dalam umur-umurnya yang pertama itu.

43
Zakiah Daradjat, op cit, h. 70
44
Zakiah Daradjat, op cit, h. 35
53

Anak menerima saja apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya.
Dia belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata itu. Bagi si anak
orang tuanya adalah benar, berkuasa, pandai dan menentukan. Oleh karena itu
maka pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain,
karena tergantung kepada orang tuanya sendiri.
Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam
perkembangan agama si anak. Si anak yang merasakan adanya hubungan
hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi serta
mendapat perlakuan yang baik, biasanya akan mudah menerima dan
mengikuti kebiasaan orang tuanya dan selanjutnya akan cenderung kepada
agama. Akan tetapi hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan
kecemasan, akan menyebabkan sukarnya perkembangan agama pada anak.45
Dengan penonjolan sifat-sifat Tuhan yang memberi keamanan jiwa
anak, misalnya pengasih, penyayang, menolong, melindungi, dan sebagainya
akan membantu perkembangannya sikap positif anak kepada Tuhan, jangan
sampai menonjolkan segi-segi yang menakutkan, misalnya azab kubur, siksa
neraka dan sebagainya, yang pada umur ini anak harus didekatkan kepada
Tuhan, jangan sampai tertanam dalam jiwanya rasa takut yang mengerikan
terhadap Tuhan dan siksa-Nya. Karena rasa takut yang demikian itu, akan
menyebabkannya nanti pada umur remaja, berbalik menjadi tidak takut dan
ingin melepaskan diri dari yang menakutkan itu dengan jalan menghindari
agama. Di samping itu, perlu pula diingat bahwa naak-anak sampai umur 12
tahun, belum mampu berfikir abstrak (ma’nawi), oleh karena itu agama harus
diberikan dalam jangkauannya, yaitu dalam kehidupan nyata. Di sinilah letak
pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan
pendidikan agama khususnya.46
Agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak sehingga
merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, akan cepat bertindak
menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan-keinginan dan

45
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 59
46
Ibid.
54

dorongan-dorongan yang timbul. Karena keyakinan terhadap agama yang


menjadi bagian dari kepribadian itu, akan mengatur sikap dan tingkah laku
seseorang secara otomatis dari dalam. Ia tidak mau mengambil hak orang atau
menyelewengkan sesuatu, bukan karena ia takut akan kemungkinan ketahuan
dan hukuman pemerintah atau masyarakat, akan tetapi ia takut akan
kemarahan dan kehilangan ridla Allah yang dipercayainya itu. Ia akan bekerja
giat untuk kepentingan sosial, negara dan bangsa, bukan karena ia ingin
dipuji, diberi penghargaan atau dinaikkan pangkatnya, akan tetapi karena
keyakinan agamanya menganjurkan demikian. Jika ia menjadi seorang ibu
atau bapak di rumah tangga, ia merasa terdorong untuk membesarkan anak-
anaknya dengan pendidikan dan asuhan yang diridhai oleh Allah. Ia tidak
akan membiarkan anak-anaknya melakukan perbuatan-perbuatan yang
melanggar hukum atau susila.47
Bagi orang yang menjalankan agamanya, praktek-praktek yang
merugikan orang lain dan negara itu akan dijauhinya, karena ia merasa
terdorong oleh keyakinannya untuk menghindari semua hal-hal yang dilarang
oleh agama.48
Dengan demikian, Zakiah Daradjat menyadari pentingnya
pembentukan kepribadian. Karena pembentukan kepribadian terjadi dalam
masa yang sangat panjang, mulai dalam kandungan sampai umur kurang
lebih 21 tahun. Sehingga pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan
pembinaan keimanan dan akhlak".49
Secara umum pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian
merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap
perilaku seseorang. Apabila kepribadian anak kuat, maka sikapnya akan
tegas, tidak mudah terpengaruh oleh bujukan dari faktor-faktor yang datang
dari luar, serta ia bertanggungjawab atas ucapan dan perbuatannya. Dan

47
Zakiah Daradjat, op cit, h. 56
48
Ibid, h. 59
49
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h 62
55

sebaliknya, apabila kepribadian anak itu lemah, maka ia mudah terombang-


ambing oleh berbagai faktor dan pengaruh dari luar.50
Dari uraian di atas jelas, bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap
pendidikan agama Islam bagi anak dalam keluarga. Orang tua harus dapat
menjadi suri tauladan yang baik pada anak-anaknya, sehingga penanaman
nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak, baik
menyangkut masalah ibadah maupun moral dapat tertanam dengan baik,
sehingga anak memiliki kepribadian yang kuat, beriman, bertakwa dan
berakhlak mulia.
6. Pembentukan Sifat-Sifat Terpuji
Di dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari Iman. Iman
merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan Iman itu pada
perilaku, ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah
bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dalam kesadaran dan karena
Allah semata.
Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada anak adalah karena ia
belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya ke sana, baik
pengalaman yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan. Akan tetapi,
setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang disekelilingnya yang disertai oleh
emosi atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang
makin lama makin luas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu
"tumbuh". Biasanya pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan
karena merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya. Karena itulah,
maka perhatian anak-anak tentang Tuhan pada permulaan merupakan sumber
kegelisahaan atau ketidaksenangannya. Itulah sebabnya, maka anak-anak itu
sering menanyakan tentang dzat, tempat dan perbuatan Tuhan dan pertanyaan
lain yang bertujuan untuk mengurangkan kegelisahan. Lalu timbullah sesudah
itu keinginan untuk menentangnya atau mengingkarinya.51

50
Ibid.
51
Ibid, h. 36
56

Dari uraian di atas jelas, bahwa agama memiliki peranan yang penting
dalam memberikan bimbingan dalam hidup manusia. Agama mengakui
adanya dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang perlu dipenuhi
oleh tiap-tiap individu. Orang ingin punya harta, punya pangkat untuk
menjamin rasa aman dan rasa harga dirinya, bahkan yang terpenting
menjamin kebutuhan jasmaninya akan makan dan minum. Namun dalam
memenuhi semua kebutuhan itu ada ketentuan-ketentuan agama yang akan
memelihara orang agar jangan sampai jatuh kepada kesusahan dan
kegelisahan yang mengganggu ketentraman batin.
Dalam kehidupan duniawi, orang merasa lega apabila dia merasa
dibimbing dan diberi hidayah adalah oleh Allah. Sebaliknya, kehidupan yang
jauh dari petunjuk dan bimbingan Allah, menjadi manusia gelisah, terbentur
dan tersendat-sendat dalam menjalani kehidupannya.52 Orang tersebut
biasanya bimbang dan ragu, yang dalam istilah kejiwaan disebut mudah
terjatuh pada konflik batin.
a. Menghayati Al-Akhlakul Mahmudah
Akhlakul Mahmudah adalah nama lain dari akhlak terpuji, semua
perilaku baik dan di ridhai oleh Allah. Maka selayaknyalah sebagai manusia
kita menghayati dengan sebenarnya arti dari Akhlakul Mahmudah tersebut.
Memahami sesuatu belum tentu disebut dengan menghayatinya. Pemahaman
terhadap Akhlakul Mahmudah berarti segala sesuatu tentang Akhlakul
Mahmudah sudah jelas baiknya dimiliki oleh setiap orang. Namun
pemahaman tersebut barulah terjadi dalam pikiran dan belum tentu meresap
ke dalam hati dan perasaan.
Menghayati sesuatu berarti menjadikannya bagian dari
kepribadiannya, menyatu dan tidak terpisahkan lagi. Jadi menghayati
Akhlakul Mahmudah, berarti semua bentuk darinya telah diketahui dan
menjadi bagian dari kepribadiannya dan tidak terpisahkan lagi. Yang mana

52
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op cit, h 69
57

selanjutnya akan menjadi pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap akan
dipengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati tersebut.53
b. Penerapan Al-Akhlakul Mahmudah
Menerapkan Akhlakul Mahmudah dalam kehidupan sehari-hari,
terutama bagi para pendidik amat penting, sebab penampilan, perkataan,
akhlak dan apa saja yang terdapat dalam dirinya dilihat, didengar dan
diketahui oleh para anak didik, akan mereka tirukan dan akan mempengaruhi
pembentukan dan pembinaan akhlak mereka. Oleh karena iu seyogyanya
setiap pendidik menyadari bahwa peranan dan pengaruhnya terhadap anak
didiknya amat penting.

7. Perkembangan Anak (0-6 tahun)

Pendidikan agama, dalam arti pembinaan kepribadian sebenarnya


telah dimulai sejak pertama kali si anak lahir ke dunia, bahkan sejak didalam
kandungan, keadaan orang tua mempengaruhi keadaan jiwa anak yang akan
lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa. Memang diakui
bahwa penelitian terhadap mental janin yang dalam kandungan berpengaruh
terhadap jiwa sang anak.54

Pendidikan anak dalam keluarga sebelum masa sekolah terjadi secara


tidak formal. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua pengalaman
ana, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan yang
dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan
orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang
sangat besar sekali dalam pembinaan kepribadian anak, karena pada tahun-
tahun pertama dari pertumbuhan itu, si anak belum mampu berpikir, dan
belum mampu memahami kata-kata yang abstrak. Akan tetapi mereka dapat
merasakan sikap, tindakan dan perasaan orang tua.55 Anak mulai mengenal
tuhan dan agama melalui orang-orang di sekitarnya, jika mereka lahir dan
53
Ibid, h 71
54
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang), cet ke-17, h. 126
55
Ibid.
58

dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang beragama, mereka akan


mendapat pengalaman agama itu melalui ucapan, tindakan dan perlakuan.

Pertumbuhan anak pada masa ini masih terkait kepada alat indranya.
Maka dapat dikatakan bahwa anak pada usia ini berpikir secara inderawi.
Artinya anak belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Oleh
karena itu pendidikan, pembinaan iman dan takwa pada anak, belum dapat
menggunakan kata-kata(verbal), akan tetapi diperlukan contoh, teladan dan
pembiasaan yang terlaksana didalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak, yang terjadi secara alamiah.56

Pada masa ini anak sangat sensitif, ia dapat merasakan apa yang
terkandung dalam hati ibu dan bapaknya, seringkali ia ingin memonopoli
ibunya, dan sangat membutuhkan kasih sayang ibu yang sungguh-sungguh.
Seringkali menirukan apa yang terlihat menggembirakan, karena masa
kanak-kanak adalah masa yang sangat sensitif dan masa menirukan maka
pendidikan yang ia terima haruslah berupa menanamkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik, kebiasaan-kebiasaan tersebut bersifat paksaan yang mengikat,
tetapi harus dikemas dengan cara-cara yang menimbulkan rasa keiinginan
pada sang anak.57

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya


perkembangan anak usia 0-6 tahun sangat tergantung kepada perilaku orang
tua, karena sang anak pada usia tersebut hanya dpat menirukan apa yang
terjadi di sekitar lingkungannya, baik dari ucapan, perbuatan, tingkah laku
dan penglihatannya.

56
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op cit, h. 57
57
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta:Toko Gunung Agung), cet. Ke-21, h. 100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setiap pengalaman yang didapat oleh anak baik melalui penglihatan,
pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menetukan
perkembangan kepribadian mereka. Keluarga menjadi titik utama dan
memiliki posisi yang paling penting dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan khususnya pendidikan Islam, orang tua menjadi srana yang utama
dan pertama dalam proses pendidikan dalam keluarga kepada setiap anggota
keluarganya (anak-anak), maka dari itu demi tercapainya tujuan pendidikan
Islam, orang tua selaku sekolah pertama bagi anak haruslah mendidik anak-
anaknya sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Pendidikan menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah pembentukan
kepribadian, pendidikan Islam ini telah banyak ditujukan kepada perbaikan
sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan sesuai petunjuk
ajaran Islam, karena itu pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi
juga bersifat praktis atau pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman
dan pendidikan amal.
konsep pendidikan Islam dalam keluarga menurut Prof. Dr. Zakiah
Daradjat adalah bahwa lingkungan keluarga merupakan awal pendidikan
dalam menanamkan nilai-nilai Islam pada anak. Yaitu menanamkan nilai-
nilai akidah pada anak, pembinaan ibadah pada anak, menanamkan nilai-nilai
akhlak pada anak. Dengan demikian anak akan mampu tumbuh berkembang
dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu
menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.
Maka dari itu keluarga menjadi tumpuan utama sekaligus menjadi
ujung tombak dalam mempersiapkan generasi muda yang berkualitas
berpendidikan, bertanggung jawab, bermoral dan berbudi luhur demi
terciptanya masa depan bangsa yang lebih baik.

59
60

B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan analisa tersebut, maka penulis dapat
beberapa saran antara lain:
1. Untuk setiap elemen dalam keluarga khusunya orang tua, sudah
semestinya memberikan usaha se-optimal mungkin dalam membangun
keluarga yang Islami, terutama dalam menanamkan nilai-nila pendidikan
Islam kepada anak mereka sedini mungkin, dan sudah seharusnya agar
kedua orang tua menjadi suri tauladan yang baik bagi keluarganya, agar
terciptanya keluarga yang sakinah.
2. Bagi orang tua sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi keluarga
(anak-anaknya), hendaknya dapat mengawasi, membimbing mereka agar
senantiasa terjaga dalam lindungan Agama, dan agar mempersiapkan
mereka agar bisa menjadi kebanggan bagi keluarga, bangsa dan negara.
3. Tri Pusat penidikan, yaitu, keluarga, sekolah dan masyarakat, hendaknya
saling bekerja sama dalam hal mendidik anak, dan apabila ketiga lembaga
tersebut dapat saling bekerja sama dengan baik, niscaya akan terciptanya
generasi-generasi emas dimasa selanjutnya, karena anak hari ini adalah
pemuda di masa depan, dan kualitas pemuda-lah yang menentukan kualitas
suatu bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD Press, 2005. cet

1.

----------, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, Jakarta:Penerbit

Suara Adi, cet. I.

----------, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:

Ciputat Press, 2002, cet. I.

An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan

Masyarakat, Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 1996.

Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, Bandung: Pustaka,1984.

Arifin, Muzain, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Bumi Aksara,2009,

cet, 4.

Al-Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta:

Yayasan Al-Sofwa, 1997, Cet. 1.

Ali, Heri Nur, Ilmu Pendidikan Islam, ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu,

1999, cet. Ke-2.

Ash-Siddiqy, Hasbi, Teuku Muhammad Zulfikar,(darussalam).

Burhanudin, Jajat, Ulama Perempuan Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2002)

Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : 2014, Bumi Aksara.

61
62

----------, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV.

Ruhama, 1995, Cet. II.

----------, Kepribadian Guru, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005, h. 3

----------, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009, Cet. 17.

----------, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1996, cet. II.

----------, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, cet, I.

----------, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung,1995, cet. Ke-21.

----------, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung

Agung,

----------, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan

Bintang,1977.

----------, Membangun Lembaga Pendidikan Islam Berkualitas, Jakarta:

Lgos Wacana Ilmu,1999.

----------, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

----------, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1995.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Djumransjah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan Eksistensi,

Malang: UIN Malang Press, 2007, Cet. 1.

F. Palutizian, Raymon, Invitation to The Psychology of Religion, Boston:

Allyin and Bacon, 1996.


63

Fuaduddin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Jakarta: Lembaga

Kajian Agama dan Jender, 1999.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada,2006.

Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung:

Mandar Maju, 1995.

Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2001, Cet. 3.

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra. 1995.

Mubarak, Ahmad, Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga

Keluarga Bangsa, Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005, Cet. 1.

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga dalam Berwawasan Gender, Malang :UIN

Malang Press, 2008, cet. I.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah dan Perguruan Tinggi, ,Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007.

Nata, Abuddin, Pendidikan Dalam Persperktif al-Qur’an, Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2005, Cet. 1.

----------, dan Fauzan, Pendidikan Dalam Persperktif Hadits, Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2005, Cet. 1.

----------, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2005.


64

----------, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001,

cet. 4.

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan islam,

Jakarta: Media Gaya Pratama,2001, cet. 1.

----------, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet. 1,

Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: KALAM

MULIA, 1987.

Satioso, Catur Welli, Konsep Pendidikan Agama pada Anak (usia 6-12

tahun) Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat:Repository

UINJKT, 2013)

Sooenarjo dkk, al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: Toha Putra,1989.

Sujanto, Agus dkk, Psikologi Kepribadian, Jakarta : Bumi Aksara, 1999

Cet. 8.

Sahli, Mahfudlii, Menuju Rumah Tangga Harmonis, Pekalongan: PT.

Bahagia, 1994, Cet. 6.

Tim Penerbitan Buku 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Perkembangan

Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia 70 tahun

Prof.Dr. Zakiah Daradjat, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu dengan

Pusat penelitian IAIN Syarif Hidayatullah, 1999.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Jakarta : Sinar Grafika,2004.


65

Yasin, A Fatah, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang

Press, 2008.

Zarkasyi, Abdullah Syukri, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan

Pesantren, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005, ed 1.

Anda mungkin juga menyukai