PENDAHULUAN
Stroke adalah salah satu penyakit tidak menular (PTM) dimana keadaan ini
ditandai dengan adanya gejala dan atau tanda klinis, berlangsung secara cepat,
mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab
lain selain faktor vaskuler (Permenkes, 2014).
Sekitar 85% dari penyakit stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark
(Gofir, 2009). Data International Classification of Disease yang diambil dari
National Vital Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan
rata-rata kematian akibat penyakit stroke 41,4% yang diteliti dari 100.000
penderita (Hoyert & Xu, 2012). Prevalensi stroke di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dan 57,9% penyakit ini telah terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan. Angka rata-rata prevalensi kejadian stroke di Indonesia adalah 7,0%
dimana jawa tengah memiliki prevalensi penyakit sebesar 7,7% sehingga keadaan
ini menunjukkan tingat kejadian stroke di jawa tengah masih berada diatas rata-
rata (RISKESDAS,2018).
Penderita stroke tidak dapat sembuh secara total / sempurna, namun apabila
penanganan secara baik yang didapatkan oleh penderita stroke maka akan
meminimalkan beban penderita baik berupa sikap ketergantungan terhadap orang
lain bahkan kecacatan yang akan diperoleh. Pasien stroke membutuhkan
penanganan secara komprehensif dalam upaya pemulihan serta rehabilitasi dalam
jangka panjang bahkan sepanjang hidup penderita (Misbach et al, 2009).
Keluarga secara tradisional terdiri atas individu yang bersatu oleh ikatan
pernikahan, darah, adopsi dan tinggal dalam suatu rumah yang sama. Keluarga
merupakan suatu konsep utama dari sehat, sakit, dan perilaku sehat sehingga
keluarga dapat berperan sebagai pendukung utama selama periode pemulihan
atau rehabilitasi pasien. Dalam keluarga terdapat suatu keterkaitan satu dengan
yang lainnya dimana peran keluarga dalam status kesehatan bukan hanya pada
tahap promosi kesehatan melainkan pada tahap rehabilitasi. Salah satu contoh
1
2
adalah peran keluarga dalam rehabilitasi pasca stroke sangatlah penting, dimana
lingkungan keluarga dapat memberikan dorongan untuk tetap semangat hidup,
memperlihatkan kepercayaan pada tingkat perubahan atau perbaikan dalam
melakukan hal dalam hidup secara mandiri (Feigin, 2010).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya dukungan dari keluarga
diharapkan secara efektif mampu membantu perawatan kesehatan fisik, mental
dan emosional dari penderita pasca stroke.
3
BAB II
STATUS KEDOKTERAN KELUARGA
B. STATUS PENDERITA
1. Anamnesis
a. Identitas Penderita
Nama : Tn. W
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Pendidikan : SD
4
Agama : Islam
Alamat :Sraten 3/5 Tegal Sari, Weru
Suku : Jawa
b. Tanggal Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 18 Desember 2018
c. Keluhan Utama
Tn. W mengeluhkan ada keterbatasan gerak pada kaki dan tangan sebelah kiri.
g. Riwayat Kebiasaan
Konsumsi Narkotika : Disangkal
Merokok : Disangkal
Minum alkohol : Disangkal
Olahraga : Jarang
h. Riwayat Gizi
Tn. W dalam kehidupan sehari-hari makan sebanyak 3x, yang terdiri dari nasi,
sayur, dan lauk pauk seperti tempe, tahu, kadang - kadang ditambah telur atau ikan
dan jarang makan buah-buahan. Tn. W mengakui suka memakan goreng-gorengan
dan makanan bersantan.
ruangan yaitu ruang tamu, empat kamar tidur, satu dapur, dan satu kamar mandi.
Rumah ini mempunyai 3 pintu utama untuk keluar masuk serta delapan jendela
kaca. Penerangan dan ventilasi udara cukup baik.
Untuk biaya hidup sehari-hari Tn. W dulunya bekerja sebagai pegawai di
Universitas Swasta di Jakarta, namun setelah sakit Tn. W sudah tidak bekerja lagi dan
untuk biaya hidupnya sekarang hanya mengandalkan kiriman uang dari 1 anaknya
yang menjadi buruh di Jakarta dengan Rp. 500.000 per bulan dan hasil pengeloaan
sawah kurang lebih Rp. 2000.000 per tiga bulannya. Dimana uang tersebut
dipergunakan untuk kebutuhan Tn. W bersama istri selama sebulan dinyatakan cukup
hanya untuk makan dan kebutuhan primer sehari-hari Tn. W, namun tidak bisa
memenuhi kebutuhan untuk berobat pasien.