Anda di halaman 1dari 10

ACARA I

BIOETANOL

A. HASIL DAN PEMBAHASAN


Bioetanol yang diproduksi dari berbagai jenis biomassa memiliki
potensi yang luas. Bahan bakar etanol memiliki kelebihan dibanding bahan
bakar fosil, karena dampak lingkungan dan manfaat ekonomi. Bioetanol
diproduksi dari limbah pertanian seperti batang gandum, jagung, kentang,
gula bit. Sumber-sumber ini adalah bahan baku alternatif untuk produksi
bioetanol. Bioetanol dapat digunakan untuk mesin kendaraan bertenaga
minyak bumi. Untuk itu, tidak ada kebutuhan dari setiap aditif. Bioetanol
dapat digunakan murni (volume 96% bioetanol dan 4% air) (Unlu, 2013).
Brazil dan Amerika merupakan produsen bioetanol terbesar di dunia
menggunakan bagas tebu dan jagung (Dias, 2012).
Alkohol adalah suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur
C, H, dan O. alkohol, khususnya etanol, dapat dibuat dengan dua cara, yait
secara sintesis dan industri. Pembuatan etanol secara industri, pada umumnya
diproduksi dengan cara fermentasi bahan yang mengandung karbohidrat
dengan bantuan mikroorganisme yang sering disebut sebagai bioetanol.
Pengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai sumber
bahan baku yang dapat diperbaharui merupakan satu alternatif yang memilki
nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan. Etanol banyak digunakan untuk
keperluan, antara lain sebagai bahan campuran minuman keras, kosmetik,
antiseptik, pencuci alat-alat kedokteran, dan bahan bakar alternatif (Najah,
2009).
Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat
yang mengandung karbohidrat (gula, pati atau selulosa). Etanol berupa cairan
yang tidak berwarna yang mempunyai bau yang khas, berat jenisnya pada 15
o
C adalah sebesar 0,7937 dan titik didihnya 78,3 oC pada tekanan 76 mmHg.
Penggunaan etanol yang terbanyak adalah sebagai pelarut (Judoamidjojo, M.
Dalam Suri, 2013).
Tabel 1. Data Kadar Bioetanol
Kadar gula Kadar gula
Kadar
Kel Perlakuan reduksi reduksi
etanol
sebelum sesudah
800 ml nira + 100 ml
1 0,285 1,521 65,2229
aquades
800 ml nira + 100 ml
2 0,292 2,408 73,71531
ekstrak tauge
Sumber: Hasil Praktikum
Tujuan praktikum acara satu bioetanol ini untuk memproduksi
bioetanol dengan memanfaatan mikroorganisme. Tahap produksi bioetanol
dimulai menambahkan dua bahan baku pada beaker glass, pada tahap ini
dilakukan dua perlakuan yang berbeda, yaitu perlakuan pertama dengan
sampel berupa sari tebu saja, untuk perlakuan kedua dengan sampel sari tebu
dengan penamabahan 100 ml ektrak tauge. Kemudian dilanjutkan dengan
proses sterilisasi menggunakan autoclave selama 30 menit. Proses sterilisasi
ini dimaksudkan untuk membunuh mikroba-mikroba pathogen dan pembusuk
yang tidak dikehendaki untuk proses produksi bioetanol ini. Tahap
selanjutnya kemudian dinokulasikan Saccaromycess cereviceae sebanyak 5
gram secara aseptis. Setelah itu diinkubasi selama 2 minggu dan kemudian
dilakukan uji gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi dan uji kadar
etanol dengan piknometer. Pengukuran kadar gula reduksi ini ialah bertujuan
untuk mengetahui kecukupan nutrisi bagi Saccharomyces cerevisiae selama
memproduksi etanol. Selain itu, menurut Wignyanto dkk (2001), peningkatan
jumlah sel Sacchromyces cerevisiae dan penurunan konsentrasi gula reduksi
diikuti dengan peningkatan konsentrasi etanol. Dengan demikian, pengukuran
gula reduksi sebelum dan setelah fermentasi ialah untuk mengetahui seberapa
banyak gula reduksi yang terkandung pada nira tebu tersebut dimanfaatkan
oleh sel Saccharomyces cerevisiae untuk melakukan metabolisme. Sedangkan
pengukuran berat jenis etanol ialah untuk mengetahui kadar etanol yang
dihasilkan.
Etanol hasil fermentasi harus didestilasi agar etanol yang diperoleh
lebih murni. Penggunaan metode destilasi untuk memperoleh bioetanol
disebabkan karena senyawa kimia tersebut mampu dipisahkan berdasarkan
perbedaan titik didihnya atau kevolatilan dari senyawa kimia tersebut. Salah
satu kegunaan penting bioetanol yaitu dapat dijadikan energi alternatif yang
dapat menambah volume bahan bakar minyak yang jumlahnya sangat terbatas
untuk ke depannya (Archunan dalam Widayanti, 2013). Pengukuran berat
jenis etanol dilakukan dengan prinsip membandingkan berat etanol dengan
berat aquades pada suhu dan volume tertentu menggunakan piknometer (SNI
06-2583-1992).
Berdasarkan Tabel 1.1 kadar etanol yang dihasilkan oleh 800 ml nira
+ 100 ml ekstrak tauge lebih besar dari yang dihasilkan oleh 800 ml nira +
100 ml aquades yaitu berturut-turut sebesar 73,71531% dan 65,2229%. Hal
ini sudah sesuai dengan literatur bahwa penambahan sumber Nitrogen akan
meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan. Seperti yang dikatakan Riadi
(2007) dalam Rinekso (2011), sumber nitrogen sangat mempengaruhi pola
fermentasi. Mikroorganisme akan mampu tumbuh dengan cepat dengan
adanya unsur nitrogen dalam bentuk organik dan beberapa membutuhkan
unsur nitrogen yang absolut.
Sedangkan penambahan sumber karbon juga berpengaruh terhadap
kadar etanol yang dihasilkan. Pada praktikum ini nira tebu berfungsi sebagai
sumber karbon. Nira tebu adalah cairan yang diperoleh dari pemerahan
batang tebu. Nira tebu berbentuk suspensi berwarna gelap dan mengandung
gula dengan sejumlah udara yang membentuk buih dari permukaannya.
Perolehan nira tebu yang mengandung sukrosa, diperoleh dari tebu dengan
pemerahan dalam unit penggilingan setelah melalui proses dalam unit
pencacah tebu. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi
berikutnya (Kultsum, 2009). Nira tebu adalah bahan baku yang banyak
mengandung sukrosa sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbon yang
murah. Pemanfaatan nira tebu sebagai sumber karbon merupakan upaya
diversifikasi produk dari tebu yang memiliki nilai tambah (Triantarti, 2007).
Penentuan gula invert dengan metode Nelson – Somogyi merupakan
analisis spektrofotometri metode kurva kalibrasi, sehingga tahapan awal
dimulai dengan pembuatan kurva standar yang dibuat dengan mengukur
absorbans larutan standar pada panjang gelombang maksimum (740 nm).
Penentuan gula pereduksi dengan metode Nelson-Somogyi diawali dengan
terjadinya reduksi komponen pereaksi Nelson oleh glukosa. Ion tembaga(II)
dari pereaksi Nelson akan tereduksi oleh glukosa menjadi tembaga(I).
Pemanasan campuran sampel dengan pereaksi Nelson dimaksudkan untuk
mempercepat reaksi dan mempertegas warna yang menunjukkan adanya gula
pereduksi, adanya gula pereduksi teridentifikasi dengan adanya endapan
merah bata yang berasal dari tembaga(I) oksida (Cu2O) (Hafimi, 2009).
Besarnya konsentrasi etanol yang akan didapatkan dari proses
fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi gula reduksi
awal karena proses fermentasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fermentasi adalah kultur inokulum yang digunakan, lama
fermentasi, suhu, pH medium, jumlah makro dan mikronutrien yang ada
dalam media fermentasi, konsentrasi media fermentasi, gula reduksi dan
sebagainya.
Kadar bioetanol yang didapatkan pada praktikum ini cukup tinggi.
Hal ini disebabkan karena dalam proses fermentasi terjadi proses pemecahan
disakarida dan hidrolisa polisakarida menjadi monosakarida atau gula-gula
reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae untuk
aktivitas kehidupannya. Selama fermentasi terjadi penurunan konsentrasi gula
reduksi karena dipakai oleh sel Saccharomyces cerevisiae untuk diubah
menjadi alkohol. Namun pada praktikum ini kadar gula reduksi setelah
fermentasi malah meningkat, hal ini menyimpang dari teori tersebut.
Penyimpangan ini kemungkinan disebabkan pengukuran kadar gula reduksi
yang kurang tepat. Kadar gula reduksi sebelum fermentasi pada perlakuan
kelompok 1 dan 2 berturut-turut sebesar 0,285% dan 0,292%. Sedangkan
kadar gula reduksi setelah fermentasi pada perlakuan kelompok 1 dan 2
berturut-turut sebesar 1,521% dan 2,408%.
Pada proses fermentasi ragi Saccharomyces cerevisiae mampu
bertahan pada suhu dan pH yang sesuai. Pengaruh pH pada pertumbuhan ragi
tergantung pada konsentrasi gula oleh karena itu dalam percobaan ini
digunakan pH 6 karena pada pH tersebut Saccharomyces cerevisiae dapat
tumbuh dengan baik. Pada akhir fermentasi nilai pH tidak mengalami
perubahan. Selama proses fermentasi terjadi konsumsi glukosa oleh
Saccharomyces cerevisiae sehingga kemungkinan kadar glukosa berkurang
sesuai dengan bertambahnya waktu fermentasi. Akibat bertambahnya waktu
fermentasi maka aktivitas ragi menurun sesuai dengan berkurangnya substrat
dan nutrien yang tersedia. Penurunan aktivitas ragi ini akan mengurangi
jumlah asam organik yang terbentuk sebagai hasil samping dalam pembuatan
bioetanol. Reaksi pembentukan etanol dari glukosa berlangsung sesuai
persamaan reaksi:
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Glukosa Etanol Karbodioksida
(Jumari dalam Salsabila, 2013).
Oksigen secara tidak langsung mempengaruhi lama fermentasi yang
dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk melakukan proses
fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob. Proses fermentasi dilakukan
di dalam filering flask 1000 ml yang ditutup rapat. Sehingga hal ini
memberikan kondisi anaerob. Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik
pada kondisi aerob. Pada kondisi aerob Saccharomyces cerevisiae
menghidrolisis gula menjadi air dan CO2, tetapidalam keadaan anaerob gula
akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan CO2. Jika
tujuan penggunaan Saccharomyces cerevisiae adalah untuk menghasilkan
alkohol maka dibutuhkan kondisi anaerob, tetapi untuk pembuatan starter
(biakan awal) diperlukan kondisi aerob (Azizah, 2012).
Proses konversi gula menjadi etanol dan CO 2 dilakukan oleh sel
khamir Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas yang merupakan reaksi-reaksi fosforilasi dan
defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat, reaksi
pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terforforilasi, reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi. Enzim yang berperan dalam pembuatan
etanol dari glukosa adalah heksosinase, fosfoheksoisomerase.,
fosfofruktokinase, aldose, triosefosfat isomerase, 3-fosfat gliseraldehid
dehidrogenase, fosfogliserokinase, piruvat karboksilase, dan alkohol
dehidrogenase.
Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-P dan fruktosa-6-P
dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P kemudian diubah menjadi
fruktosa 1,6-di-P menggunakan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-1,6-di-P
selanjutnya dipecah menjadi dua molekul C3 yang terfosforilasi yaitu
dihidroksiaseton fosfat dan gliseridehida-3-P. Dihidroksi aseton fosfat
selanjutnya teroksidasi menjadi gliserolfosfat, kemudian diubah menjadi
gliserol yang merupakan metabolit sekunder. Gliseraldehid-3-P tereduksi
membentuk asam 1,3-di-fosfogliserat kemudian mengalami defosforilasi
menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan aseptor fosfat ADP
membentuk ATP. Selanjutnya, 3-P-asam gliserat membentuk 2-P-asam
gliserat kemudian terbentuk asam fosfoetanol piruvat dengan menghasilkan
ATP. Melalui reaksi dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk
asetaldehid dan CO2 yang berikutnya akan mengalami reaksi oksidasi
membentuk etanol (Supatmawati, 2010).
Padi ragi dan mikroorganisme lain yang melakukan fermentasi
glukosa menjadi etanol dan CO2 dan bukannya menjadi asam laktat, lintas
enzimatik degradasi glukosa sama degan yang telah dijelaskan bagi glikolisis
anaerobik, kecuali pada tahap yang dikatalisis oleh dehidrogenase laktat. Pada
ragi, yang tidak mengandung dehidrogenase laktat seperti yang terdapat pada
jaringan otot, terjadi dua reaksi enzim yang berbeda. Piruvat dekarboksilase
secara khas terdapat di dalam ragi bir dan semua organism lain yang
menyebabkan terjadinya fermentasi alkohol, tetapi tidak terdapat di dalam
jaringan hewan atau organisme lain yang melangsungkan fermentasi laktat,
seperti bakteri asam laktat. Sementara biokimiawi fermentasi alkohol dapat
dinyatakan sebagai serangkaian reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim,
pembauatan bird an anggur yang merupakan seni tradisonal yang dikerjakan
berabad-abad sebelum ilmu kimia dilahirkan (Lehninger, 1982).

B. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar etanol yang dihasilkan oleh 800 ml nira + 100 ml ekstrak tauge
lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh 800 ml nira + 100 ml aquades, yaitu
berturut-turut sebesar 73,71531% dan 65,2229%.
2. Kadar gula reduksi sebelum fermentasi pada perlakuan kelompok 1 dan 2
berturut-turut sebesar 0,285% dan 0,292%.
3. Kadar gula reduksi setelah fermentasi pada perlakuan kelompok 1 dan 2
berturut-turut sebesar 1,521% dan 2,408%.
4. Kadar gula reduksi setelah fermentasi lebih besar daripada sebelum
fermentasi. Hal ini menyimpang dari teori.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N, A. N. Al-Baarri, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi


Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi
Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan Vol. 1 No. 2.
Dias, Marina et al. 2012. Integrated Versus Stand-Alone Second Generation
Ethanol Production from Sugarcane Bagasse and Trash. Bioresource
Technology 103.
Kultsum, Umi. 2009. Pengaruh Variasi Nira Tebu (Saccharum Officinarum) dari
Beberapa Varietas Tebu Dengan Penambahan Sumber Nitrogen (N) dari
Tepung Kedelai Hitam (Glycine Soja) sebagai Substrat Terhadap Efisiensi
Fermentasi Etanol. Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang. Jawa
Timur.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 2. Erlangga : Jakarta.
Najah, Ni’matun. 2009. Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Waktu Fermentasi
Terhadap Kadar Etanol pada Proses Fermentasi Kulit Pisang Ambon
Kuning (Musa paradisiaca Linn.). Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Razak, Rahman; Ni Ketut Sumarni; Basuki Rahmat. 2012. Optimalisasi Hidrolisis
Sukrosa Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Jurnal Natural
Science Desember Vol. 1.(1) 119-131.
Rinekso, Kun Budi, Endro Sutrisno, Sri Sumiyati. 2011. Studi Pembuatan Pupuk
Organik Cair dari Fermentasi Urine Sapi (Ferisa) dengan Variasi Lokasi
Peternakan yang Berbeda. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang
Salsabila, Usyqi, Diah Mardiana dan Ellya Indahyanti. 2013. Kinetika Reaksi
Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian Menjadi Etanol.
Kimia Student Journal Vol. 2 No. 1.
SNI 06-2583-1992. Etil Asetat. Pusat Standardisasi Industri. Departemen
Perindustrian.
Supatmawati. 2010. Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol dari Hidrolisat Pati
Sagu (Metroxylon Sp.) Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Var.
Ellipsoides pada Kultivasi Nir-Sinambung dan Semi Sinambung. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suri, Annisa dkk. 2013. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol
dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tandan Kosong Kelapa
Sawit (Elaeis Guineensis Jack) dengan Hcl 30% Menggunakan Ragi Roti.
Jurnal Saintia Kimia Vol. 1 No. 2.
Triantarti dan Hendro Santoso M. 2007. Pengaruh Substitusi Terhadap Sukrosa
Murni oleh Nira Tebu sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi Produksi
Dekstran (Effect of Substituting Pure Sucrose by Sugarcane Juice as
Carbon Source on the Fermentation of Dextran Production). Jurnal ILMU
DASAR, Vol. 8 No. 2.
Ünlü, Derya dan Nilüfer Durmaz Hilmioğlu. 2013. Purification of Fuel
Bioethanol by Pervaporation. Digital Proceeding of the ICOEST. Turkey.
Widayanti, Ni Putu dkk. Pengaruh Konsentrasi Ammonium Sulfat ((NH4)2SO4)
sebagai Sumber Nitrogen Terhadap Produksi Bioetanol Berbahan Baku
Glacilaria Sp. Jurnal Kimia Vol 7 No 1. ISSN 1907-9850.
Wignyanto dkk. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan
Inokulum Saccharomyces Cerevisiae pada Fermentasi Etanol. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 2 No. 1.
LAMPIRAN

Berat jenis ethanol =

Sampel A=

Sampel B =

Berat jenis etanol Kadar etanol


(%v/v)
0,9941 4,04
0,9940 4,11
0,9939 4,18
0,9938 4,26
0,9937 4,33
0,9936 4,40
0,9935 4,48

Y = (-732,1429)x + 731,861
Kadar etanol A = (-732,1429)(0,9105)+731,861 = 65,2229
Kadar etanol B = (-732,1429)(0,8989)+731,861 = 73,71531

Penentuan kadar gula reduksi


y = 3,821x+0,045
y = absorbansi
x = kadar gula reduksi
sampel abs kadar gula
1 0.285 0.062811
awal
2 0.292 0.064643
1 1.521 0.386286
akhir
2 2.408 0.618424

Anda mungkin juga menyukai