Anda di halaman 1dari 18

16

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan
keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali
penyebabnya. Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu
menjadi mengkerut dan membentuk jaringan parut(1).

Gambar 1. Perbedaan normal shoulder dan frozen shoulder

3.2 Anatomi dan Fisiologi


Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula,
dan humerus. Beberapa sendi pada bahu yaitu glenohumeral, skapulothorakal,
sternoclavicular, akromioclavicular, suprahumeral, costosternal, dan
costovertebral. Terdapat dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu
yaitu sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang
berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas.
Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Tulang-
tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon dan ligament
membantu member kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian
dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.
subscapularis.2,
17

Gambar 2. Anatomi sendi bahu


Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan
menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan
menyambung ke humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu.
Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal. Otot-otot
pada rotator cuff menjada “ball” dalam “socket” pada sendi glenohumeral dan
memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder. Terdapat dua bursa
untuk memberi bantalan dan melingungi dari akromion dan memungkinkan
gerakan sendi yang lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi
glenohumeral, sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity
compression), untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus
mengangkat lengan. Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik
sampai sebagian keluar dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.7,8

3.3 Epidemiologi
Permulaan frozen shoulder biasanya didahului oleh peristiwa traumatis
fisik, diikuti dengan periode waktu di mana sendi bahu menjadi semakin lebih
terbatas dan menyakitkan. Namun, dalam sejumlah besar kasus, tidak ada trauma
fisik tertentu dapat dikaitkan dengan disfungsi bahu. Statistik terbaru
menunjukkan bahwa frozen shoulder mempengaruhi antara 2-5% dari populasi,
dengan rasio perempuan: laki-laki dari 60:40. Hingga 15% dari pasien akan
mengalami frozen shoulder bilateral. Kelompok usia yang paling umum
18

tampaknya antara 40 dan 60 tahun, dan lima kali lebih sering terjadi pada
penderita diabetes.

3.4 Etiologi
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat
kondisi yang menyebabkan sendi tidak dapat digunakan. Idiopatic Frozen
shoulder sering terjadi pada dekade ke empat atau ke enam.10
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar
collum dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering
menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff
tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai
frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjalani
fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga dapat
menyebabkan Capsulitis Adhesiva.
Capsulitis Adhesiva dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat
trauma atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena,
akan tetapi pada sepertiga kasus pergerakannya yang terbatas dapat terjadi pada
kedua lengan.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai
frozen shoulder, teori tersebut adalah :4
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat
yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

3.5 Klasifikasi
19

Zuckerman mengklasifikasikan frozen shoulder (FS) menjadi dua, yaitu


primer dan sekunder (skema 90-1). FS primer atau kapsulitis adhesif idiopatik
yaitu apabila penyebab penyakit ini tidak berkaitan dengan kondisi sistemik atau
adanya riwayat trauma. FS sekunder dibagi menjadi tiga subkategori yaitu
sistemik (diabetes mellitus, penyakit tiroid), ekstrinsik (infark, penyakit diskus
servikalis), dan intrinsik (tendinopati bisep/ rotator cuff).
Berdasarkan letak penyebabnya frozen shoulder di bedakan menjadi dua
yaitu capsulitis adhesiva dimana gangguan terjadi di dalam sendi dan peri
artrhritis shoulder ketika gangguan berada diluar sendi.
Klasifikai lainnya dibuat berdasarkan keluhan yang dirasa, dibagi menjadi
ringan, sedang, dan berat. Keluhan pasien ditentukan dari nyeri, ROM, dan
disabilitas yang dialami. Pasien dengan keluhan ringan apabila memiliki
disabilitas ringan, nyeri sedikit, dan sedikit atau tidak merasa nyeri pada
penekanan kapsul sendi, serta kekuatan ROM aktif dan pasif sama. Pada pasien
ini, keluhan utama yang dirasa yaitu kaku dibandingkan nyeri. Pasien dengan
keluhan berat yaitu apabila mengeluh nyeri yang sangat hebat mengakibatkan
terbatasnya gerakan pasif dan disabilitas berat. Pasien dengan keluhan berat lebih
mengeluhkan nyeri daripada kaku. Meskipun kriteria ini tidak dibuat berdasarkan
waktu, namun penderita FS stadium awal lebih memiliki keluhan yang berat dan
pada stadium lanjut keluhan menjadi ringan.

3.6 Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan
pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan
nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang
imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama
dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema,
eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara
lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur
tendon subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.7
20

Penyebab Capsulitis Adhesiva mungkin melibatkan proses inflamasi.


Kapsul yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini
membuat ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat
bergerak terjadi nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan proliferasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan synovial
pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine
dan fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut
menyebabkan penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang
melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva
pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.
Terdapat pula pendapat yang menyatakan adanya proses perrubahan
vaskuler pada frozen shoulder.5,7
3.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.4
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase
ini diawali dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur
dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien
akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan
meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan
sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesik. Tidak ada
trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa
melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini
dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi
interna dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau
21

mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in pasien biasanya mempunyai keluhan


spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau
mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan
hingga 1 tahun.
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien
mulai bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik
secara gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi
mungkin kurang dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal
dan eksternal dapat berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula
restriksi pada rotasi eksternal.
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup
gerak sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder
pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan
dari tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan
berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis,
karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
Pada prinsipnya diagnosa Frozen shoulder ditegakan berdasarkan
manifestasi klinis. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis hanya
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan
laboratorium kadang dilakukan karena sering pada penderita fronzen shoulder
merupakan penderita diabetes yang tidak diketahui.2,9
Menurut Kisner (1996) Capsulitis Adhesiva dibagi dalam 3 tahapan,
yaitu:3
a. Pain ( freezing )
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10 -36
minggu.
b. Stiffness ( frozen )
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan
yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh
keterbatasan gerak skapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (thawing)
22

Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada sinovitis
tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini
berakhir selama 6-24 bulan atau lebih.

Tabel Klasifikasi tingkat iritabilitas pasien

Iritabilitas Berat Iritabilitas Sedang Iritabilitas Ringan

Nyeri berat (≥7/10) Nyeri sedang (4-6/10) Nyeri ringan (≤3/10)

Nyeri konsisten pada Nyeri intermiten pada Tidak adan nyeri pada
malam hari dan saat malam hari atau saat malam hari atau ketika
istirahat istirahat istirahat

Disabilitas berat Disabilitas sedang Disabilitas ringan


berdasarkan DASH, berdsarkan DASH, berdasarkan DASH,
ASES, Penn Shoulder ASES, Penn Shoulder ASES, Penn Shoulder
skor skor skor

Nyeri sebelum akhir Nyeri di akhir gerak Nyeri minimal pada akhir
gerak sendi sendi gerak sendi dengan
penekanan

Rentang gerak (ROM) Rentang gerak aktif ≤ Rentang gerak aktif =


aktif < rentang gerak rentang gerak pasif rentang gerak pasif
pasif, dikarenakan nyeri

ASES, American Shoulder and Elbow Surgeons, DASH, Disabilities of the Arm,
Shoulder and Hand Questionnaire

3.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada penderita didapatkan keluhan nyeri hebat dan atau keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir rambut, memakai baju,
menggosok punggung waktu mandi, atau mengambil sesuatu dari saku belakang.
Keluhan lain pada dasarnya berupa gerakan abduksi-eksternal rotasi, abduksi-
internal rotasi, maupun keluhan keterbatasan gerak lainnya.7
2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka
gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher
23

lengan atas dan punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan
pasif dan aktif terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna
lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes “appley scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis
skapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala (gambar 1).
Pada Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi
dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada
gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab
keterbatasan.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya. 7

Gambar 3: Tes Appley scracth


3. Pemeriksaan Penunjang
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit
juga dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan
sesuai dengan masing-masing penyakit. Pada Capsulitis adhesive pemeriksaan
penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (x-ray untuk
menyingkirkan arthritis, tumor, dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau
arthrogram (dilakukan bila tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan
pemeriksaan ultrasound.6
24

Gambar 4. Foto X ray Capsulitis Adhesiva

Gambar 5. Arthrogram pada Capsulitis Adhesiva

3.9 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan
dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk
mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid tiap enam bulan seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
25

dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan


radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, MRI, atau CT-Scan. Bantuan radiologis
digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu.
Kortison diinjeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada
kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang
hingga terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak
karena kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa
penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini
tidak berhasil seorang dokter dapat merekomendasikan manipulasi dari bahu
dibawah anestesi umum untuk melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada
kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan
berupa arthroskopi.5,10
Penanganan Rehabilitasi Medik
a. Terapi dingin 9
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera
muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut frozen shoulder lebih baik
diberikan terapi dingin.
Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas,
mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan aktivitas
enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi. Pemberian terapi dingin pada
peradangan sendi kronis menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal
pengurangan nyeri.
Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut:
o Kompres dingin
Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam kantongan yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat
diulang dengan jarak waktu 10 menit.
o Masase es
Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah
dibungkus. Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10
menit.

b. Terapi panas3,9
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik superfisial maupun dalam,
terjadi oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi
fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa
26

panas akan meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi


kekakuan sendi. Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai
ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot,
meningkatkan aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan
efek eksudasi.
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat
sebagai analgesik. Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada
permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa
milimeter. Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi
listrik atau suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi
masuk kejaringan tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan
dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari:
o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
Pada Frozen shoulder, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound
diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000
Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain.
Gelombang suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek
nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus
perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz.
Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau
2 hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa
melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling
ideal adalah gel.
Efek US pada Frozen shoulder:
 Meningkatkan aliran darah
 Meningkatkan metabolisme jaringan
 Mengurangi spasme otot
 Mengurangi perlekatan jaringan
 Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini
digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m
yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan
27

ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di
permukaan.

c. Elektrostimulasi : TENS(Transcutaneus
Electrical Nerve Stimulation )3
Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun
nyeri kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Frozen shoulder.
Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai
sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan
elektrode harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan
fisiologi. Letak elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom
saraf tepi, motor point, trigger point, titik akupuntur.
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak
abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda
kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri
disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan
dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas
di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan
untuk menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.

d. Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Frozen shoulder. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri
yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif
menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa
nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan
gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan
yang terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh
dilakukan. Pada latihan gerak yang menimbulkan atau menambah rasa nyeri,
maka latihan harus ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan
lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri
28

maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan
gerak dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger
ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder. 9

Gambar 6 : shoulder wheel

Gambar 7 : overhead pulleys Gambar 8: finger ladder

Latihan Codman (Pendulum)3,9


Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan.
Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan
gravitasi. Bila penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan
timbul raa nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan
otot supraspinatus relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri.
Pada pergerakan pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang
sakit tergantung bebas tanpa atau dengan beban.
29

Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau
bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-
ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,
dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan
jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot
memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu.

Gambar 9: Latihan Pendulum


Latihan dengan menggunakan tongkat 3,9
Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan
rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.

Gambar 10 : Latihan dengan menggunakan tongkat

Latihan finger ladder


Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara
obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan
latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita
30

berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan


tubuhnya, berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat
dilakukan adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan
ujung jari-jari tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak
keatas dengan menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan
abduksi dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.3
Latihan dengan over head pulleys (katrol)
Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu
mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol
digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol
tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan
baik. Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu
terletak dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain
akan terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita
tidak boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan
perlahan-lahan. 3,9
Latihan dengan shoulder wheel
Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk
memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi
bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa
sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak
lengan sesuai dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan
menggerakkan roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar
kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu
melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90 o
dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat
dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi. 3,9

Tabel Strategi Terapi berdasarkan Tingkat Iritabilitas


Iritabilitas Berat Iritabilitas Sedang Iritabilitas Ringan
31

Modalitas Panas/ es/ Panas/ es/ -


stimulasi elektrik stimulasi elektrik
Modifikasi Ya ya -
Aktifitas
ROM/ Stretch Durasi pendek (1- Durasi pendek (5- End-range/
5 detik) 15 detik) overpressure
Pain-free pasif Pasif, Increase duration
AAROM AAROM → Cyclic loading
AROM
Teknik manual Mobilisasi Low- Mobilisasi low → Mobilisasi High-
grade high-grade grade/ tahan
sampai end-ranges
Strengthen - - Resistensi low→
high
Aktivitas - basic High demand
fungsional
Edukasi pasien + + +
Lain-lain Intra-articulas
steroid injeksi

3.10 Diagnosa Banding


Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan
dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan
secara berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku. Kondisi
pembanding dari kondisi Frozen shoulder antara lain adalah bursitis subacromial,
tendinitis bicipitalis, dan lesi rotator cuff.10
3.11 Komplikasi
Pada kondisi capsulitis adhesive yang berat dan tidak mendapat
penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan
problematic yang lebih berat antara lain kekakuan sendi bahu, kecenderungan
terjadinya penurunan kekuatan otot – otot bahu, potensial terjadinya deformitas
pada sendi bahu, dan adanya gangguan AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari).2

3.12 Prognosis
Pasien dengan frozen shoulder bisa sembuh, namun sebagian besar
penderita frozen shoulder kehilangan sebagian fungsi gerak dari sendi bahu. 8
32

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diagnosis Frozen Shoulder sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan
bahwa telah terjadi keterbatasan pada lingkup gerak sendi bahu, sulit untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti biasa seperti mengkancingkan baju. Kemudian pada
pemeriksaan ditemukan apley test positif pada bahu kiri. Diagnosis banding penyakit
ini adalah robeknya otot rotator cuff. Manifestasi klinis pada kasus tersebut hampir
sama dengan frozen shoulder. Diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya drop arm test. Diagnosa banding lainnya
tendinitis supraspinatus. Hal tersebut menyerupai pada pasien yaitu spasme serta nyeri
tekan pada musculus supraspinatus. Akan tetapi hal tersebut dapat disingkirkan karena
pada tendinitis supraspinatus ROM masih bisa bebas digerakkan.
Dari perangkat penilaian keluarga Family APGAR, keluarga pasien merupakan
keluarga dengan fungsi keluarga baik. Hal tersebut menjadi salah satu hal positif
dalam pengelolaan pasien berkaitan dengan adanya dukungan keluarga. Menurut
beberapa penelitian yang telah dilakukan, adanya dukungan keluarga dapat
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi tingkat depresi pada pasien dengan
penyakit kronis.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Binder Al, Bulgen Dy, Hazleman, Roberts S. 1984. Frozen Shoulder : A


Long Term Prospective Study. Ann Rheum Dis. 43(3): 301-4
2. Harso S. 2010. BST Frozen Shoulder. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta : Yogyakarta.
3. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise.
American Academy of Orthopedics Surgeons.
4. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek
Umum. Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta.
5. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan
Medis Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi Medk . Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.
6. Sianturi, Golfried. 2008. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamnicolone
Acetonide pada sindroma Frozen Shoulder. Semarang.
7. homson, Ann M. 2001.Tidy’s physiotherapy, 12th ed, Butterworth-
Heinemann. 2001. hal: 71.
8. Donatelli, Robert, Wooden, Micheal J. 1999. Orthopaedic Physical
therapy.
9. Churchil Livingstone Inc. hal: 160. Brian R. Wolf, MD, MS. 2008. Frozen
Shoulder. American Orthopaedic
10. David. Ring. 2009. Aprroach to The Patient with Shoulder Pain. In
Primary Care Medicine. Lippincott Williams and Wilkins.p:150.
11. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan
Medis Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi Medik. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.
12. Djohan Aras. 2004. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder.
Akfis: Ujungpandang.
13. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codman’s Exercise.
American Academy of Orthopaedic Surgeons.

Anda mungkin juga menyukai