Anda di halaman 1dari 27

AKHLAQ DALAM KELUARGA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesi yang Diampu oleh
Arian Syahidi, M.Pd

Disusun Oleh :

Fajar Rizky Sukma F. 1811010010

Aena’ul Mukharomah 1811010049

Mufti Yunika Ferdyansi 1811010057

Anggi Juni Santosa 1811010070

Mega Klaudia Putri L 1811010071

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena atas berkah
rahmat dan karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada
waktunya adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Ibadah Akhalq Muamalah pada semester II dengan judul “ Akhlaq Dalam
Keluarga”.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,


terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang kami miliki mengenai
Aqidah dalam keluarga, namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktu yang telah ditentukan
oleh Dosen pembimbing, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat.

Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang apa itu
Akhlaq yang ada pada keluarga seperti Akhlaq Istri terhadap Suami, Akhlaq Suami
tehadap Istri, dan Akhlaq Anak terhadap Orangtua. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami semoga
makalah yang sederhana ini dapat memberi kesadaran tersendiri mengenai Akhlaq
yang harus di terapkan dalam lingkungan keluarga.

Purwokerto, 06 Februari 2019

Penyusun

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

A. Urgensi Keluarga Dalam Hidup Manusia ....................................................3


B. Akhlaq Suami-Istri .......................................................................................4
C. Akhlaq Orangtua Terhadap Anak ...............................................................9
D. Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua ............................................................11
E. Membangun Keluarga Sakinah .................................................................17
F. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga..............................................19

BAB III PENUTUP ..............................................................................................22

A. Kesimpulan ..................................................................................................22
B. Saran ...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................24

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai


tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan. Karena itu
menjadi kewajiban setiap umat muslim untuk mewujudkan kehidupan keluarga
yang sakinah, mawadah dan warahmah yang dikenal dengan keluarga sakinah.
Tentunya sebelum membangun sebuah keluarga seseorang mempunyai kriteria
memilih pasangan.

Kriteria tersebut ada empat kriteria memilih pasangan yang terdapat di


dalam hadist rasulullah saw yaitu harta, keturunan, kecantikan,dan agamanya.
Dimulai oleh Rasulullah saw dengan menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti
kecenderungan atau naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan, dan
keturunan, kemudian diakhiri dengan satu kriteria pokok yang tidak boleh
ditawar-tawar yaitu agama. Buya hamka mengumpamakan kekayaan, keturunan,
dan kecantikan masing-masing dengan angka nol,sedangkan agama dengan
angka satu. Angka nol berapapun banyaknya tidak akan bernilai tanpa ada angka
satu. Sebaliknya, sekalipun tidak ada angka nol, angka satu sudah memberikan
nilai. Misalnya dapat wanita shalihah dan kaya nilainya 10. Shalihah, kaya dan
keturunan baik-baik nilainya 100. Shalihah, kaya, keturunan baik-baik dan
cantik nilaina 1000. Bila ada angka satu, angka-angka nol di belakangnya jadi
berharga. Tapi tanpa angka satu, semua angka nol berapa buah pun berderet-
deret tidak ada nilainya. Buya Hamka menamakan teorinya ini dengan teori
seribu.

Dalam membangun suatu keluarga diharapkan adalah keluarga yang


sakinah, mawadah,warahmah. Terdapat akhlaq dalam keluarga di antaranya
adalah hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri, akhlaq orang tua terhadap
anak, akhlaq anak terhadap orang tua, membangun keluarga sakinah, dan
larangan kekerasan dalam rumah tangga.

1
Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana suatu keluarga dikatakan sebagai
keluarga yang sakinah yang sudah menerapkan akhlaq-akhlaq yang baik dalam
keluarga baik orang tua maupun anak-anak. Di jelaskan pula larangan kekerasan
dalam rumah tangga baik kekerasan fisik,psikis, maupun ekonomi yang akan
berakibat fatal bahkan sampai menimbulkan suatu perceraian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana urgensi keluarga dalam hidup manusia ?


2. Bagaimana akhlaq suami dan istri dalam sebuah keluarga?
3. Bagaimana akhlaq orang tua terhadap anak ?
4. Bagaimana akhlaq anak terhadap orang tua ?
5. Bagaimana cara membangun keluarga yang sakinah ?
6. Apa saja larangan kekerasan dalam rumah tangga ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui urgensi keluarga dalam hidup manusia


2. Untuk mengetahui akhlaq suami dan istri dalem sebuah keluarga
3. Untuk mengetahui akhlaq orang tua terhadap anak
4. Untuk mengetahui akhlaq anak terhadap orang tua
5. Untuk mengetahui cara membangun keluarga yang sakinah
6. Untuk mengetahui larangan kekerasan dalam rumah tangga

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga Dalam Hidup Manusia


1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa
sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan.
Karena itu menjadi kewajiban setiap umat muslim untuk mewujudkan
kehidupan keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah yang dikenal
dengan keluarga sakinah. 1
Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil
yang terdiri atas suami-isteri-anak. Pengertian demikian mengandung
dimensi hubungan darah dan juga hubungan sosial. Dalam hubungan
darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti,
sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan
sosial yang diikat oleh saling berhubungan atau interaksi dan saling
mempengaruhi, sekalipun antara satu dengan lainnya tidak terdapat
hubungan darah.Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif
psikologis dan sosiologis.
Secara Psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang
hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing
anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan
diri. Sedangkan pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu
persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua
jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud
untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi satu dengan yang
lainnya.

1
Rahman, Setyadi. 2002. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah (hal 16-17)

3
2. Fungsi Keluarga
a. Keluarga-keluarga difungsikan selain dalam mensosialisasikan nilai-nilai
ajaran islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi sehingga anak-anak
tumbuh menjad generasi muslim yang dapat menjadi pelangsung dan
penyempurna gerakan dakwah dikemudian hari.
b. Keluarga-keluarga dituntut keteladanan dalam mempraktikan kehidupan
yang islami yakni tertanamnya ihsan/ kebaikan dan bergaul dengan
ma’ruf, saling menyayangi dan mengasihi, menghormati hidup anak,
saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga, memberikan
pendidikan akhlaq yang mulia secara paripuma, menjauhkan segenap
anggota keluarga dari bencana siksa neraka, membiasakan bermusyawarah
dalam menyelesaikan urusan, berbuat adil dan ihsan, memelihara
persamaan hak dan kewajiban, dan menyantuni anggota keluarga yang
tidak mampu.

B. Akhlaq Suami-Istri
1) Hak, Kewajiban dan Kasih Sayang Suami Istri
Salah satu tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk mencari
ketentraman atau sakinah. Allah SWT berfirman:
ۡۡ‫نۡفِيۡ َٰذَ ِلكَۡۡ ََل َٰيَت‬ َۡ َ‫َو ِمنۡۡ َءا َٰيَتِِۦۡهۡأَنۡۡ َخلَقَۡۡلَ ُكمۡ ِمنۡۡأَنفُ ِس ُكمۡۡأَز َٰ َو ٗجاۡ ِلتَس ُكنُواۡۡإِلَي َهاۡ َو َجع‬
َّۡ ِ‫لۡبَي َن ُكمۡ َّم َودَّٗۡةۡ َو َرح َمةۡۡإ‬
َۡۡ‫ِۡل َقومۡۡيَت َ َف َّك ُرون‬
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21)
Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa yang berperan membuat
keluarga menjadi sakinah ada dua faktor, pertama mawaddah, kedua
rahmah. Dalam bahasa Indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih
sayang sebagaimana terlihat dalam terjemahan ayat di atas. Pada pasangan

4
muda yang laki-laki masih gagah dan yang wanita masih cantik faktor
mawaddahlah yang dominan, sedangkan pada pasangan tua tatkala yang
laki-laki sudah tidak gagah lagi dan wanita yang tidak lagi cantik yang lebih
dominan adalah faktor rahmah.2
a. Hak-hak Bersama Suami Isteri
Dalam Hubungan suami istri di samping hak masing-masing
ada juga hak bersama yaitu (1) hak tamattu’ badani (menikmati
hubungan sebadan dan segala kesenangan badani lainnya), (2) hak
saling mewarisi, (3) hak nasab anak dan (4) hak mu’asyarah bi al- ma’ruf
(saling menyenang dan membahagiakan).
1. Hak Tamattu’ Badani
Salah satu hikmah perkawinan adalah pasangan suami istri
satu sama lain dapat saling menikmati hubungan seksual yang halal,
bahkan berpahala. Karena sifatnya hak bersama, tentu juga sekaligus
menjadi kewajiban bersama. Artinya hubungan seksual bukanlah
semata kewajiban suami kepada istri, tetapi juga merupakan
kewajiban istri kepada suami. Suami tidak boleh mengabaikan
kewajiban ini sebagaimana istri tidak boleh menolak keinginan suami.
2. Hak Saling Mewarisi
Hubungan saling mewarisi terjadi karena dua sebab:
pertama, karena hubungan darah; kedua, karena hubungan
perkawinan. Dalam hubungan perkawinan ini yang mendapat warisan
hanyalah suami istri. Suami mewarisi istri dan istri mewarisi suami.
Dalam surat An-Nisa ayat 12 dijelasakan bahwa suami mendapat ½
dari harta warisan bila istri tidak punya anak, dan ¼ bila istri punya
anak. Sebaliknya istri mendapat ¼ bila suami tidak punya anak, dan
1/8 bila suami punya anak. Terdapat dalam QS. An-Nisa 4:12.

2
Ilyas, Yunahar. 2015. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam. ( hal 160)

5
ۡ‫ۡمن‬
ِ َ‫ۡم َّماۡت ََركن‬ ُّ ‫ۡولَد ٌۡفَلَ ُك ُم‬
ِ ‫ۡالربُ ُع‬ َ ‫فۡ َماۡت ََركَ ۡأَز َوا ُج ُكمۡإِنۡلَّمۡيَ ُكنۡلَّ ُه َّن‬
َ ‫ۡولَدٌۡفَإِنۡكَانَۡۡلَ ُه َّن‬ ُ ‫َولَ ُكمۡنِص‬
ۡ‫ۡولَدٌۡفَلَ ُه َّن‬ َ ‫ۡم َّماۡت ََركتُمۡإِنۡلَّمۡيَ ُكنۡلَّ ُكم‬
َ ‫ۡولَد ٌۡفَإِنۡكَانَۡلَ ُكم‬ َ ‫ُوصينَۡ ِب َهاۡأَوۡدَي ٍن‬
ُّ ‫ۡولَ ُه َّن‬
ِ ‫ۡالربُ ُع‬ ِ ‫صيَّةٍۡي‬
ِ ‫ِۡو‬
َ ‫بَعد‬
َ ٌ ‫ثۡ َكالَلَةۡأَوۡام َرأَة‬
ُۡ‫ۡولَه‬ ُ ‫ُور‬
َ ‫ۡر ُجلٌۡي‬ َ ‫صونَ ۡبِ َهاۡأَوۡدَي ٍن‬
َ َ‫ۡوإِنۡ َكان‬ ُ ‫صيَّةٍۡتُۡو‬ِ ‫ِۡو‬
َ ‫مۡمنۡبَعد‬ ِ ‫الث ُّ ُم‬
ِ ُ ‫نُۡم َّماۡت ََركت‬
ِۡ‫ۡمنۡبَعد‬ ِ ُ‫ش َركَاءۡفِيۡالثُّل‬
ِ ‫ث‬ ِ ‫ُس ۡفَإِنۡكَانُ َوا ۡأَكث َ َر‬
ُ ۡ ‫ۡمنۡذَلِكَ ۡفَ ُهم‬ ِ ‫اح ٍد‬
ُ ‫ۡمن ُه َماۡال ُّسد‬ َ ‫أ َ ٌخ ۡأَو ۡأُختٌ ۡفَ ِل ُك ِل‬
ِ ‫ۡو‬
﴾١٢﴿ۡۡ‫ۡوّللاُۡ َع ِلي ٌمۡ َح ِلي ٌم‬
َ ِ‫ۡمنَ ّۡللا‬
ِ ‫صيَّة‬
ِ ‫ۡو‬
َ ‫آر‬ َ ‫صىۡ ِب َهآۡأَوۡدَي ٍنۡغَي َرۡۡ ُم‬
ٍ ‫ض‬ َ ‫صيَّةٍۡيُو‬
ِ ‫َو‬
Artinya :
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
3. Hak Nasab Anak.
Anak yang dilahirkan dalam hubungan perkawinan adalah
anak berdua, walaupun secara formal islam mengajarkan supaya anak
dinisbahkan kepada bapaknya, sehingga seorang anak disebut Fulan
bin Fulan, atau Fulanah Bintu Fulan, bukan Fulan bin Fulanah atau
Fulanah Bintu Fulanah. Apapun yang terjadi kemudian (misalnya

6
perceraian) status anak tetap anak berdua. Masing-masing tidak dapat
mengklaim lebih berhak terhadap anak tersebut, walaupun pengadilan
dapat memilih dengan siapa anak ikut.
b. Kewajiban Suami Kepada Istri
Hak istri atau keajiban suami kepada istri ada empat: (1)
Membayar Mahar, (2) memberikan nafkah, (3) menggauli istri dengan
sebaik-baiknya (ihsan al-‘asyarah), dan (4) membimbing dan membina
keagamaan istri. 3
1. Mahar
Kata mahar dalam al-Quran tidak digunakan,akan tetapi
digunakan kata saduqah, yaitu dalam surat -Nisa 4:4
)4( ‫ع ْن ش َْيء م ْنهُ نَ ْفسا فَ ُكلُوهُ َهنيئا َمريئا‬
َ ‫ص ُد َقاتهن نحْ لَة فَإ ْن ط ْبنَ لَ ُك ْم‬ َ ِّ‫َوآَت ُوا الن‬
َ ‫سا َء‬
“ Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaaan. Jika mereka meyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap
lagi baik akibatnya”. Mahar adalah pemberian dari calon mempelai
pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau
jasa yang tidak bertentangan dengan hukum islam. Hukumnya wajib,
yang menurut kesepakatan para ulama merupakan salah satu syarat
sahnya nikah. Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati ulama
tentang batas maksimal pembelian mahar, demikian juga batasan
minimalnya. Yang jelas, meskipun sedikit, ia wajib ditunaikan.
Dasarnya adalah hadis Sahl ibn Sa’ad al-saidi yang disepakati
kesuhihannya.

3
Ilyas, Yunahar. 2015. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam. (hal 165)

7
2. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan istri berupa
makanan, minuman, pakaian, rumah, pembantu, obat-obat dan lain-
lain. Hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran, sunnah, dan Ijma’.
3. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan istri dengan cara
yang sebaik-baiknya. Teknisinya terserah kepada kiat masing-masing
suami. Misalnya : membuat istri gembira, tidak mencurigai istri,
menjaga rasa malu istri, tidak membuka rahasia istri pada orang lain,
mengizinkannya mengunjungi orang tua dan familinya, membantu
istri apabila ia memerlukan orang tua dan familinya, membantu istri
apabila ia memerlukan bantuan sekalipun dalam tugas-tugas rumah
tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan lain-lain.
4. Membimbing dan Mendidik Keagamaan Istri
Seorang suami bertanggung jawab di hadapan Allah
terhadap isterinya karena dia adalah pemimpinnya. Setiap pemimpin
harus mempertanggung jawabkan kepemimpinanya. Oleh karena itu
menjadi kewajiban suami mengajar dan mendidik isterinya supaya
menjadi seorang imraah shalihah. Dia harus mengajarkan hal-hal yang
harus diketahui oleh seorang wanita tentang masalah agamanya
terutama syari’ah.

c. Kewajiban Istri Kepada Suami


Hak suami atau kewajiban istri kepada suami hanya dua: (1)
patuh pada suami dan (2) bergaul dengan suami dengan sebaik-baiknya
(ihsan al-‘asyarah).
1. Patuh Pada Suami
Seorang istri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawa
ke lembah kemaksiatan. Taat atau patuh pada suami tidaklah bersifat
mutlak. Harus selalu dikaitkan dengan ma’ruf, artinya selama tidak
membawa kepada kemaksiatan. Apabila suami mengajak isterinya

8
untuk melakukan yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka
istri berhak menentangnya dengan cara yang bijaksana, bahkan harus
berusaha menyandarkan dan kembali membawanya ke jalan yang
benar.
2. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al - Asyarah istri terhadap suaminya antara lain dalam
bentuk: menerima pemberian suami, lahir dan batin dengan rasa puas
dan terima kasih, serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin,
meladeni suami dengan sebaik-baiknya (makan, minum, pakaian dam
sebagainya), memberikan perhatian pada suami sampai hal-hal yang
kecil-kecil (misalnya kalau suami pergi kerja antarlah sampai ke
pintu, kalau pulang jemputlah ke pintu, srehingga htai suami terpaut
untuk selalu di rumah apabila tidak bertugas), menjaga penampilan
supaya selalu rapi dan menarik, dan lain-lain sebagainya.

C. Akhlaq Orang tua Terhadap Anak


Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan orang tua
kepada Allah SWT. Anak adalah tenpat orang tua mencurahkan kasih
sayangnya. Dan anak juga investasi masa depan untuk kepentingan orang tua di
akhir kelak. Oleh sebab itu, orang tua harus memelihara, membesarkan,
merawat, menyantuni dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung
jawab dan kasih sayang.
Dengan pengertian seperti itu hubungan orang tua dengan anak dapat dilihat dari
3 segi:
1. Hubungan Tanggung Jawab
Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orang
tua untuk dapat dibesarkan, dipelihara, dirawat dan dididik dengan sebaik-
baiknya. Dengan ungkapan lain orang tua adalah pemimpin yang bertugas
memimpin anak-anaknya dalam kehidupan di dunia ini. Kepemimpinan itu
harus dipertanggung jawabkannya nanti di hadapan Allah SWT.

9
2. Hubungan Kasih Sayang
Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayang. Setiap
manusia yang normal secara fitri pasti mendambakan kehadiran anak-anak
dirumahnya. Kehidupan rumah tangga sekalipun bergelimang harta benda
belum lagi lengkap kalau belum mendapatkan anak. Al – Quran menyatakan
anak adalah perhiasan hidup dunia.
3. Hubungan Masa Depan
Anak adalah investasi masa depan di akhirat bagi orang tua. Karena
anak yang sholeh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya,
sebagaimana dinyatakan oleh nabi Muhammad SAW.
Dengan tiga alasan di ataslah seorang muslim didorong untuk dapat
berfungsi sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya. Apalagi kalau dia
pikirkan betapa pentingnya pembinaan dan pendidikan anak-anak untuk
menjaga eksistensi dan kualitas umat manusia umumnya dan umat islam
khususnya pada masa yang akan datang.
Kewajiban orang tua terhadap anak yang harus diperhatikan dan dilakukan
4
yaitu:
1. Bersyukur kepada Allah karena kita diberi anugerah dan amanah berupa
anak.
2. Beraqiqah, yakni menyembelih dua ekor kambing apabila anak laki-laki
dan satu ekor kambing apabila anak perempuan.
3. Memberi nama yang baik dan mulia.
4. Menyusuinya selama dua tahun.
5. Mengkhitannya sebelum baligh.
6. Mendidiknya dengan baik dan benar.
7. Menikahkan ketika sudah cukup umur atau sudah ada jodohnya.

4
Muchtar Jauhari,Heri. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. (hal 75)

10
D. Akhlaq Anak Terhadap Orang Tua
Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu
tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu
disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya.,
berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering
kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari
diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka
memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih
sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam
bentuk yang sulit kita bayangkan. Dengan demikian, menghardik kedua orang
tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa
yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik.
Sebab, seandainya oseseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Alloh SWT
mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula bagaimana
harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik.,
bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada
orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa
mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang
tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia
berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan
diterimanya
1. Kewajiban kepada ibu
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara
langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya,
membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping usaha
ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat
membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka
setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya,
mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila
dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai
dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka

11
secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu
dari pada tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa
dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja
yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa
dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka
penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak
dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada
mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.
2. Berbuat baik kepada ibu dan ayah, walaupun keduanya zalim
Seorang anak menurutt ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada
ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si
anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua
berbuat zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya,
maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas,
mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Alloh SWT tidak
meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya. Menurut ukuran secara
umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada adanya. Kalaulah
itu terjadi penganiayaan orang tua kepada anaknya adalah disebabkan
perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan
orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua
marah kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada
anaknya, Alloh SWT pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang tua.
3. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat
terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering
menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata
halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si
anak pun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh
ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah
ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama
ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya,

12
harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana
sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya
menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan
mempergunakan kata-kata mulia.
4. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang
sudah tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda
Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya:
”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya
kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan
setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal
:”mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati /
melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua,
dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali
karena kedua orang tua”.
Adapun kewajiban anak terhadap orang tua supaya terjadi keseimbangan dan
keharmonisan dalam keluarga, maka bukan hanya orang tua yang harus
memperhatikan anaknya tetapi sebaliknya sebagai anakpun harus
memperhatikan orang tuanya. Kewajiban-kewajiban terhadap orang tua5
yakni:
a. Menaati Perintah Orang tua
“ dan tuhanmu telah memerinthkan supaya kamu jangan menyembbah
selain dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jadi salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengaakan kepada keduanya perkataan “ah” dan

5
Muchtar Jauhari,Heri. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. (hal 110-119)

13
janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia “ (QS. Al –israa: 23).
َٰ َ ‫ّل ت َعۡ بُد ُٓواٰ أ‬
َ َ‫ّل َربُّكَٰ َوق‬
ٰ‫ضى‬ ِٰ ‫سنًاٰ َو ِب ۡٱل َو ِل َد ۡي‬
َٰٓ ِ‫ن ِإيَاٰهُ إ‬ َٰ ‫أ َ َح ُد ُٰه َمٰا ٓ ۡٱل ِك َب َٰر ِعن َدكَٰ يَ ۡبلُغ‬
َ ‫َن ِإ َما ِإ ۡح‬
‫ َك ِر ٗيما قَ ۡو ٗل لَّ ُه َما َوقُل ت َۡن َه ۡر ُه َما َو َل أُف لَّ ُه َما تَقُل فَ َل ِك ََل ُه َما أ َ ٰۡو‬٢٣
Ayat diatas merupakan perintah untuk menghormati dan menaati perintah
orang tua. Bila orang tua memberi perintah maka kita harus berusaha
untuk melaksanakan sebaik mungkin. Apabila tak bisa atau tak mampu
untuk melaksanakannya, bicaralah serta jelaskanlah dengan cara yang
baik. Tak boleh kita berata yang keras atau kasar. Janganlah begitu
berkata “ah” pun (sebagai kata penolakan) tidak diperbolehkan. Hanya
ada satu perintah yang boleh ditolak, yaitu apabila perintah itu
bertentangan dengan ajaran agama (islam). Perintah tersebut boleh
ditolak, namun tetap dengan cara yang baik dan bijaksana, jelaskanlah
bahwa perintah itu bertentangan dengan ajaran islam , dan bila
dilaksanakan akan berdosa, tidak hanya yang mengerjakannya tapi juga
yang memerintahkannya.
b. Menghormati dan berbuat baik kepada orang tua
Pengertian berbuat baik kepada orang tua artinya luas. Bebrapa comtoh
perilaku berbuat baik kepada orang tua di antaranya:
1.Berkata dan bertutur kata yang sopan, lemah lembut serta menyenangkan
hati orang tua. Jangan sampai berkata keras, kasar, dan menyakitkan hari
orang tua, karena kalau orang tua sampai sakit hati kemudian dia mengadu
dan berdoa kepada Allah, maka doanya akan langsung dikabulkan oleh
Allah.
2. Merendah diri apabila berhadapan dengan orangtua. Jangan menatap
tajam, apalagi sampai melotot. Apabila orang tua sedang duduk di bawah
maka kita pun ikut duduk di bawah , jangan duduk di kursi apalagi sambil
berdiri . sikap tangan harus kebawah, bukan hanya kepada orang lain dan
atasan, maka kepada orangtua pun harus sopan

14
3. Berterima kasih dan bersyukur atas kebaikan orangtua karena mereka
sudah sangat berjasa terhadap kita, dari sejak masih dalam kandungan
sampai dewasa dan berkeluarga. Sungguh sangat besar jasa dan
pengorbanan orang tua. Kita tak akan sapat membalasnya sampai akhir
hayat sekalipun.
c. Mendahulukan dan memenuhi kebutuhan orang tua
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
dijelaskan bahwa Abdullah bin Amr bin Ash ra. mengisahkan ada seorang
lelaki datang menghadap Rasulullah SAW. lalu berkata,”aku akan berbaiat
kepadamu untuk hijrah dan jihad demi mengharapkan pahala dari Allah
Ta’ala”. Rasulullah bertanya,” apakah salah seorang dari kedua
orangtuamu masih hidup?”orang itu menjawab,” ya, kedua-duanya masih
hidup.” Beliau bertanya lagi, “apakah kamu mengharakan pahala dari
Allah?” orang itu menjawab “ya”. Rasulullah bersabda “kembalilah
kepada kedua orangtuamu, layani mereka dengan baik”.
Hadis tersebut memberi pelajaran untuk mendahulukan dan mengutamakan
memenuhi kebutuhan serta pelayanan kepada orang tua.
d. Minta izin dan do’a restu orangtua
Upaya yang bisa dilakukan oleh anak terhadap orangtuanya:
1. Bila ada suatu keperluan, biasakanlah untuk meminta izin kepada
orangtua. Apabila orang tua mengizinkan laksanakanlah, namun
apabila tidak mangizinkan dan keperluan itu bisa ditunda, maka
tundalah untuk sementara waktu. Hal ini terutama bagi anak yang masih
tinggal dengan orangtuanya.
2. apabila ada tugas, berangkat sekolah, kuliah, bekerja atau tugas ke luar
daerah/ke luar negeri biasakanlah meminta izin serta do’a restu dari
orang tua, karena hal itu akan membawa berkah.
3. sikap ketika meminta izin atau do’a restu haruslah dengan cara yang
lemah lembut, sopan, bijaksana supaya orang tua memberi izin dan doa
restu dengan tulus ikhlas.

15
e. Membantu tugas dan pekerjaan orangtua
Anak haruslah selalu berupaya agar bisa membantu dan
meringankan tugas/keajiban orang tua, bukannya malah menambah berat
dan membuat makin susah mereka. Bantulah mereka sesuai dengan
kemampuan, misalnya dengan tenaga, pikiran maupun materi
f. Menjaga nama baik dan amanat orang tua
“sesungguhnya sebesar-besar dosa ialah memaki ayah ibunya
sendiri” ada yang bertanya kepada beliau, “ bagaimanakah seorang
memaki ayah-ibunya?” Rasulullah SAW. menjawab, “ (yaiyu dengan)
memaki ayah orang lain lalu dibalas (oleh orang lain itu) di maki pula
ayahnya atau ibunya di maki idbalas pula dimaki ibunya”.
Hadis ini menjelaskan keharusan kita menjaga nama baik orang tua.
g. Mendoakan orangtua
Mendoakan kedua orang tua, baik yang madih hidup maupun yang
sudah meninggal adalah kewajiban anak yang harus senantiasa
dilaksanakan, karena apabila sampai ditinggalkan maka terputuslah
rizkinya.
h. Mengurus orangtua sampai meninggal
Pengertian mengurus disini adalah memberi tempat tinggal serta
memenuhi semua kebutuhan orangtuanya, misalnya makan, minum,
pakainan, memberi hiburan, mengurus ketika sakit, dam sebagainya.
Apabila anaknya tunggal maka anak tunggalnya itulah yang berkewajiban
mengurus orangtuanya. Namun apabila anaknya lebih dari satu maka
kewajiban mengurus orang tua ditanggung secara bersama.
i. Memenuhi janji dan kewajiban orang tua
Setiap janji haruslah ditepati, dan setiap kewajiban haruslah
dilakukan. Ketika orang tua sudah tak mampu memenuhi janji dan
kewajibannya, misalnya karena sudah uzur (tua) atau meninggal, maka
sudah menjadi kewajiban anaklah untuk bisa memenuhinya.
j. Meneruskan silaturahmi dengan saudara dan teman-teman serta sahabat
orang tua

16
Hubungan kekeluargaan dan silaturahmi dengan saudara, kerabat
,teman-teman serta sahabat orang tua haruslah tetap dijaga dan dijalin oleh
anak-anaknya. Jangan sampai hubungan silaturahmi itu terputus setelah
orangtuanya meninggal.

E. Membangun Keluarga Sakinah


Mempunyai keluarga sakinah merupakan dan harmonis merupakan
keinginan setiap pasangan yang telah menikah. Akan tetapi untuk
mewujudkan hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi di tengah
perkembangan zaman sekarang, jalankan untuk membangun keluarga
sakinah, bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan
prestasi yang luar biasa. Dalam keluarga sakinah tujuan utamanya adalah
untuk mencapai kehidupan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah
dan mendapat ridha-Nya , sesuai dengan tuntunan yang telah dicontohkan
Nabi Muhammad SAW.
Al Quran dan Hadist merupakan pedoman utama dalam membentuk dan
membina keluarga sakinah termasuk dalam mengatasi setiap masalah yang ada.
Berdasarkan sebuah hadist setidaknya ada 5 pilar utama dalam mewujudkan
keluarga sakinah.
a) Menerapkan Islam dalam membina Agama
b) Saling menghormati dan menyayangi
c) Sederhana dalam berbelanja
d) Santun dalam bergaul
e) Selalu instropeksi diri

Beberapa cara untuk membangun sebuah keluarga sakinah :


1. Memilih Pasangan yang Tepat
Dalam membina sebuah hubungan memiliki pasangan yang tepat
sangatlah penting. Ikutilah apa yang telah Islam ajarkan dalam memilih
pasangan seperti yang apa yang diperintahkan dalam hadist berikut.
‫ۡفاظفرۡبذاتۡالدينۡتربتۡيداك‬،‫ۡلمالهاۡولحسبهاۡوجمالهاۡولدينها‬:‫تنكحۡالمرأةَۡلربع‬

17
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena
kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak
demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadist tersebut hendaknya dalam memilih pasangan berdasarkan
kualitas agamanya bukan karena kecantikan, harta atau keturunan.
2. Menumbuhkan ‘Mawaddah’ dalam Keluarga
Keluarga yang baik tentu keluarga yang dipenuhi dengan cinta kasih
kepada pasangannya. Dengan menumbuhkan rasa kasih antar anggota
keluarga akan menciptakan kondisi nyaman di dalam keluarga tersebut.
Oleh karena itu cinta yang ditumbuhkan hendaknya cinta kepada Allah dan
Rasulullah, sehingga cinta yang akan bersemi di dalam keluarga benar-
benar cinta yang murni bukan karena nafsu semata.
3. Saling Mengerti Antar Pasangan
Sudah menjadi fitranya bahwa antara laki-laki dan perempuan
memiliki sifat dan pola berfikir yang berbeda. Oleh karena itu dalam
membangun sebuah keluarga maka diperlukan sebuah sifat saling
memahami. Dengan memahami pola pikir serta kepribadian pasangan akan
memudahkan dalam menjalin komunikasi serta tindakan-tindakan yang
akan dilakukan dalam membina sebuah rumah tangga.
4. Bisa saling Menerima Kekurangan dan Kelebihan Pasangan
Di dunia ini tentu tidak ada yang sempurna, termasuk dengan
manusia. Ketika sudah berkomitmen membangun sebuah keluarga maka
harus sudah siap menerima segala kekurangan dan kelebihan pasangan.
Saling melengkapi antar pasangan akan menciptakan sebuah keluarga
yang harmonis.
5. Saling Percaya dengan Pasangan
Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
keluarga. Karena dengan percaya pada pasangan akan menciptakan
perasaan tenang. Untuk memupuk rasa saling percaya tentu dibutuhkan
sifat saling terbuka di dalam keluarga. Sehingga tidak ada hal yang

18
disembunyikan dari pasangan. Dengan begitu akan tumbuh sifat saling
percaya.

F. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi salah isu di bidang
hukum keluarga muslim. Sebagian besar ulama memperbolehkan suami
memukul istri jika ia tidak mau melaksanakan kewajibannya. Pandangan ini
seolah dilegitimasi Al-Qur‘an sebagaimana tergambar dalam Q.S. al-Nisa’ [4]:
34
َ ‫س ۗا ِء‬
‫علَي قَ ّٰو ُم ْونَ ا َ ِلر َجا ُل‬ َ ِ‫ض َل بِ َما الن‬َّ َ‫ّللاُ ف‬ّٰ ‫ض ُه ْم‬َ ‫ع ٰلي بَ ْع‬
َ ‫ۭ ا َ ْم َوا ِل ِه ْم ِم ْن ا َ ْنفَقُ ْوا َّوبِ َما بَ ْعض‬
ُ‫ص ِلحٰ ت‬ّٰ ‫ب حٰ ِف ٰظت ٰقنِ ٰتت فَال‬ ِ ‫ظ بِ َما ِل ْلغَ ْي‬ ّٰ ۭ ‫ش ْوزَ ُه َّن تَخَافُ ْونَ َوالّٰتِ ْي‬
َ ‫ّللاُ َح ِف‬ ُ ُ‫ظ ْو ُه َّن ن‬ ُ ‫فَ ِع‬
‫اجعِ فِي َوا ْه ُج ُر ْو ُه َّن‬
ِ ‫ض‬َ ‫ط ْعنَ ُك ْم فَا ِْن ۭ َواض ِْرب ُْو ُه َّن ْال َم‬ َ ‫سبِي ًْل‬
َ َ ‫علَ ْي ِه َّن ت َ ْبغُ ْوا فَ َل ا‬ َ ۭ‫ّللاَ ا َِّن‬
ّٰ
َ‫ع ِليًّا َكان‬
َ ‫َكبِي ًْرا‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.”
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya disebut
UU PKDRT). Pasal 1 UU PKDRT menyatakan bahwa tindakan kekerasan dalam
rumah tangga adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau menelantarkan rumah tangga, termasuk ancaman untuk
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga. Sementara yang dimaksud dengan lingkup rumah

19
tangga‖ dalam Pasal 2 UU PKDRT adalah meliputi suami, istri, dan anak;
orangorang yang mempunyai hubungan keluarga dengan (suami, istri dan anak)
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga; orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Berdasarkan persoalan di atas, tulisan
ini mencoba membahas tentang hukum Islam dan KDRT serta melakukan upaya
reinterpretasi terhadap teks-teks, baik yang ada dalam alQuran al-Hadis,
sehingga tidak dianggap sebagai pelegalan terhadap bentuk kekerasan dalam
rumah tangga sebagaimana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia.
Nusyuz secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata nasyaza yang
berarti tanah yang tersembul tinggi ke atas. Sedangkan secara terminologis,
nusyuz mempunyai beberapa pengertian di antaranya: (a) Fuqaha Hanafiyah
mendefinisikannya dengan ketidaksenangan yang terjadi di antara suami-istri;
(b) Fuqaha Malikiyah memberi pengertian nusyuz sebagai permusuhan yang
terjadi di antara suamiistri; (c) Ulama Syafi’iyyah, nusyuz adalah perselisihan
yang terjadi di antara suami-istri; (d) Ulama Hambaliyah mendefinisikannya
dengan ketidaksenangan dari pihak istri maupun suami disertai dengan
pergaulan yang tidak harmonis. Konflik Suami Isteri dan Penyelesaiannya,
Sementara itu, nusyuz dari pihak suami terhadap istri, menurut ulama Hanafiyah
adalah berupa rasa benci sang suami terhadap istrinya dan mempergaulinya
dengan kasar. Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan sikap suami yang
memusuhi istrinya, di samping itu ia juga menyakitinya baik dengan hijr atau
pukulan yang tidak diperbolehkan oleh syara‘, hinaan dan sebagainya. Ulama
Syafi‘iyah mendefinisikannya dengan sikap suami yang memusuhi istrinya
dengan pukulan dan tindak kekerasan lainnya serta berlaku tidak baik
terhadapnya. Sedangkan ulama Hambali memberi definisi sebagai perlakuan
kasar suami terhadap istrinya dengan pukulan dan memojokkan atau tidak
memberikan hak-hak istrinya seperti hak nafkah dan sebagainya.3 Sedangkan
pengertian nusyuz istri terhadap suami, menurut ulama Hanafiyah adalah
keluarnya istri dari rumah tanpa seizin suaminya dan menutup diri bagi
suaminya, padahal dia tidak punya hak untuk berbuat demikian. Menurut ulama

20
Malikiyah, nusyuz adalah keluarnya istri dari garis-garis ketaatan yang telah
diwajibkan, melarang suami untuk bersenang-senang dengannya, keluar rumah
tanpa seizin suami karena dia tahu bahwa suami tidak akan mengizinkannya,
meninggalkan hak-hak Allah seperti tidak mau mandi janabat, shalat, dan puasa
Ramadhan serta menutup segala pintu bagi suaminya. Sementara menurut ulama
Syafi‘iyah, nusyuz adalah kedurhakaan sang istri kepada suaminya dan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan atas ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan Allah Swt. kepadanya. Ulama Hambaliyah mendefinisikannya
sebagai pelanggaran yang dilakukan istri terhadap suaminya atas ketentuan yang
diwajibkan kepadanya dari hak-hak nikah. Bahkan dengan adanya tindakan
kekerasan dalam pernikahan akan mengakibatkan perceraian antara suami istri
tersebut dan menimbulkan akibat dari perceraian tersebut adalah berebut atas
mengenai penguasaan anak di tangan siapa bila terjadi perselisihan akan melalui
jalur pengadilan, kondisi anak yang tidak bisa menerima bahwa orangtua nya
mengalami perceraian dan membuat anak menjadi tidak percaya diri dalam
lingkungan masyarakat dan teman temannya. Oleh sebab itu jangan lah
melakukn tindakan kekerasan atau penganiyaan terhadap pasangan dalam rumah
tangga.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah keluarga sakinah terdapat akhlaq suami-istri yang di
dalamnya terdapat hak,kewajiban dan kasih sayang suami istri, kewajiban suami
kepada istri , dan kewajiban istri kepada suami. Adapula akhlaq orang tua
terhadap anak dan sebaliknya ada akhlaq anak terhadao orang tua. Pada hak,
kewajiban dan kasih sayang suami istri di dalamnya terdapat hak bersama suami
istri yang meliputi hak tamattu’ badani (menikmati hubungan sebadan dan segala
kesenangan badani lainnya), hak saling mewarisi, dan hak nasab anak.
Kewajiban suami kepada istrinya juga dijelaskan bahwa suami wajib
memberikan mahar, nafkah, ihsan al-Asyarah(bergaul dengan istri dengan
sebaik-baiknya, dan membimbing/ mendidik keagamaan istrinya. Tidak hanya
kewajiban suami kepada istri tetpai juga ada kewajiban sorang istri kepada
suaminya yaitu patuh pada suami dan bergaul dengan suami (ihsan al-Asyarah).
Akhlaq orang tua terhadap anak juga penting dalam membangun keluarga
sakinah yaitu dengan hubungan tanggung jawab, kasih sayang, dan masa depan
anak. Akan kurang jika akhlaq orang tua saja yang dijelaskan tetapi ada pula
akhlaq anak terhadap orang tua yang sangat wajib dilakukan bagi anak-anak
kepada orang tuanya yaitu berbuat baik kepada orang tua, berkata halus kepada
prang tua, mendoakan orang tua ketika sudah meninggal.
Dalam membangun keluarga yang sakinah banyak sekali cobaan
yang harus dihadapi bagi seseorang ketika baru saja berkeluarga. Adapun
tindakan kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, psikis maupun
ekonomi yang bisa membuat perceraian antara kedua belah pihak ketika
keduanya sudah tidak bisa memecahkan suatu masalah yang sedang di hadapi.

22
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya peulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat
dipertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap
penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang tekah di jelaskan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar. 2015. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan


Pengamalan Islam.

Rofiq, Ahmad. 1998. Hukum Islam Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

Rahman, Setyadi. 2002. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.


Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

akhMuchtar Jauhari,Heri. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Soemiyati.1999. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan.


Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Into. 2015. “ Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah”. Tersedia di :


http://fimadani.com/bagaimana-membangun-keluarga-sakinah/ (diakses pada
tanggal 06 februari 2019)

24

Anda mungkin juga menyukai