Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

I. KONSEP HIPERBILIRUBIN
A. Pengertian Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam


darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. (Khosim,
2011). Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Lia, 2012).
Hyperbilirubinemia (icterus pada bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa, dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah,
2010).
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal
bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar
bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang bulan,
batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian kadar
bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan
hiperbilirubin.

B. Klasifikasi Hiperbilirubin
Menurut (Khosim, 2011) hiperbilirubin dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
2. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan
urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
Ikterus fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus pada neonatus
tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah icterus yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua-ketiga
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg %
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan
c. Kecepatam peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg %
d. Kadar bilirubin direk < 1 mg %
e. Icterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak mempunyai dasar patologis, tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
5. Ikterus neonatus patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hyperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg % pada neonatus cukup bulan
d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis)
e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperosmolitas darah.
6. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
Kern ikterus ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin > 20 mg %) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis terbentuk kelainan saraf
simpatis yang terjadi secara kronik.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
C. Etiologi Hiperbilirubin
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut (Ngastiyah, 2010) :
1. Gangguan dalam proses uptake (pengambilan) dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
2. Gangguan transportasi bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
3. Gangguan dalam eksresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya
diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
4. Penyakit Hemolitik. Meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma, defisiensi glukoronil transferase, obstruksi
empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroidjaundice ASI. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi,
hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
D. Manifestasi Klinis Hiperbilirubin
Mansyoer (2013) menyatakan tanda dan gejala yang jelas pada anak yang
menderita hiperbilirubin adalah :
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau ketiga, dan mencapai
puncak pada hari ketiga – keempat dan menurun pada hari kelima –
ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis
4. Ikterus adalah pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin
direk) kulit berwarna kuning kehujauan atau keruh. Perbedaan ini hanya
dapat dilihat pada ikterus yang berat
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urine gelap dan warna tinja pucat
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau mengisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retradasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
11. Derajat Penilaian Kremer
Kremer telah membuat suatu hubungan antara kadar bilirubin total
serum dengan luas daerah ikterus pada bayi baru lahir, yang selama ini
banyak dipakai sebagai acuan penilaian derajat ikterus.
Ikterus dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Dan membagi
tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai lutut, tumit-
pergelangan kaki dan bahu, pergelangan tangan dan kaki serta tangan
termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan
lain-lain.
Derajat ikterus menurut KRAMER
Derajat Perkiraan kadar
ikterus Daerah ikterus bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg %
II Sampai badan atas (diatas 9,0 mg %
umbilicus)
Sampai badan bawah (dibawah
III umbilicus) hingga tungkai atas 11,4 mg %
(diatas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah 12,4 mg %
lutut
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg %

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
E. Patofisiologi Hiperbilirubin
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
merah. Sel - sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut
dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati
lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin
terkonjugasi, direk).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen
dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah
porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini
diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin. Pada dewasa normal
level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan
oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada
semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan
ini disebut ikterus atau jaundice.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan
hipoglikemia (Muslihatum, 2010),

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
F. Patway Hiperbilirubin

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
Program Studi Profesi Ners 2018/2019
STIKes Kepanjen
G. Epidemiologi Hiperbilirubin
Insidensi terjadinya hiperbilirubin adalah 25 - 60 % dari semua
neonatus cukup bulan dan 80% dari neonatus kurang bulan (WHO,
2011). Angka kejadian hiperbilirubin neonatorum pada bayi cukup bulan
di beberapa rumah sakit (RS) pendidikan di indonesia antara lain RSCM,
RS Dr sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr kariadi bervariasi dari 13,7%
hingga 85 %. Pasien hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Wava Husada
Kepanjen di Ruang Perinatologi pada bulan Juli adalah berjumlah
sebanyak 3,.61%. Angka kejadiannya sangat kecil tetapi komplikasi yang
di timbulkan sangat fatal. Penanganan yang cepat dan tepat dapat
menghindari komplikasi yang sangat fatal.

H. Komplikasi Hiperbilirubin
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas
antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan
tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher
kaku, dan akhirnya opistotonus (Prawirohadjo, 2012).

I. Pemeriksaan Penunjang Hiperbilirubin


Syaifuddin (2011) mengemukakan pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu dalam menentukan diagnosis pada pasien
hiperbilirubin antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
1) Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
2) Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (
Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
c. Bilirubin total.
1) Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
2) Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup
bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat
badan.
d. Protein serum total
1) Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
1) Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
2) Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.

J. Penatalaksanaan Hiperbilirubin
Suriadi (2010) menyatakan berdasarkan pada penyebabnya, maka
manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah
anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibodi maternal dan eritrosit tersensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin

Khosim (2011) mengemukakan pada dasarnya, pengendalian bilirubin


adalah seperti berikut :
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat
ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar
bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh
proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
4. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut
dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.

Ngastyah (2010) metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi :


fototerapi, transfusi pengganti dan therapi obat.
1. Foto therapy
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. fototherapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati.
fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam
deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
hati.Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan
hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum fototherapi harus diberikan pada kadar bilirubin
indirek 4 -5 mg / dl. neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di fototherapi dengan konsentrasi bilirubun 5 mg /
dl. beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan foto therapi

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
Syaifuddin (2011) dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak
yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi
dengan hemolisis.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
3. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menja dipertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Umur
Sering ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat
dengan usia gestasi < 35 minggu.
b. Jenis Kelamin
Dapat terjadi pada bayi perempuan maupun laki-laki.
2. Keluhan utama
Suhu badan anak tinggi (demam), berat badan tidak bertambah < 2000
gr, masa gestasi < 35 minggu, tingginya kadar bilirubin meskipun bayi
sudah berusia 14 hari, timbul kuning pada hari pertama (<24 jam)
setelah lahir, peningkatan konsentrasi bilirubin ± 5 mg setiap 24 jam,
kuning tidak hilang pada umur lebih 14 hari atau lebih, kuning sampai
ke telapak tangan atau kaki, tinja berwarna pucat (Rohsiswatmo, 2013).
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada bayi yang baru lahir, biasanya akan mengalami ikhterus fisiologis
yang terjadi setelah 24 jam pertama sampai sekitar 7 hari berikutnya
akan hilang. Namun jika ikhterus masih ada hingga lebih dari 14 hari
setelah kelahiran maka ikhterus ini akan menjadi patologis yang akan
menyebabkan bayi menjadi lemah, mengalami hipertermi (demam),
tinja bisa menjadi berwarna pucat dan bayi bisa mengalami asfiksia
hipoksia, sindrom gangguan napas, dan hipoglikemia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien ada riwayat operasi empedu, riwayat mendapatkan suntikan atau
transfusi darah, ada riwayat penyakit hati.
5. Riwayat penyakit orang tua
Keluarga mempunyai riwayat anemia, batu empedu, splenektomi,
penyakit hati, saudara yang lebih tua biasanya mengalami icterus
neonates. Menurut Rohsiswatmo (2013), ibu dengan rhesus (-) atau
golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini
kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO, incompatibilitas

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
lain golongan darah), ada saudara yang menderita penyakit hemolitik
bawaan atau icterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah, minum air susu ibu (ikterus kemungkinan
kaena pengaruh pregnanediol).
6. Riwayat kelahiran
Adanya penyakit saat maternal yang dicuragi karena virus atau infeksi
lainnya, adanya konsumsi obat, penjempitan tali pusat lambat, trauma
lahir dengan memar.
7. Pola Kebutuhan sehari-hari.
a. Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
b. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
c. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin
lambat, Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin,Urine gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze )
d. Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat
menunjukkan perbesaran limfa, hepar.
e. Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernafasan : Riwayat afiksia
g. Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak
ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh,
kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
h. Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik,
riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakithepar,distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal:
salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum,
misal: persalinan pratern.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
8. Pemeriksaan Fisik
a. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
b. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/mnt
R : biasanya 40x/mnt
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
c. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
d. Kepala
Kadar bilirubin yang terus meningkat dapat meracuni otak, sehingga
terjadi kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli,
pertumbuhan terlambat, dan kelumpuhan otak besar.
e. Mata dan leher
Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih
(kuning).
f. Mulut
ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak. Pada kasus
mulut berwarna kuning.
g. Telinga
Biasanya tidak terdapat serumen.
h. Thorak
Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan
peningkatan frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan
adanya tachycardia, khususnya icterus disebabkan oleh adanya
infeksi.
i. Abdomen
Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
metabolism bilirubin enterohepatik. Pada umumnya bayi malas
minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga berat badan
bayi cenderung mengalami penurunan, efek fototerapi dapat

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
meningkatkan IWL, warna urine mengalami perubahan yaitu
menjadi lebih gelap pekat, hitam kecoklatan
j. Urogenital
Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat
gangguan hepar atau atresia saluran empedu. Pada umumnya bayi
malas minum (reflex menghisap dan menelan lemah), sehingga berat
badan bayi cenderung mengalami penurunan. Palpasi abdomen dapat
menunjukkan pembesaran limpa dan hepar. Konsistensi feses encer,
berwarna pucat.
k. Ekstremitas
Penurunan kekuatan otot (hipotomia), tremor,dan konfulsio (kejang
perut), kehilangan reflek moro.
l. Integumen
Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan
jelek, elastisitas menurun.

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
b. Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24
jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dL pada bayi pratern.
c. Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
d. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
B. Diagnosa
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, foto therapi dan diare
2. Gangguan thermoregulasi ( Peningkatan suhu badan) berhubungan
dengan pemajanan panas yang lama sekunder foto therapi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
C. Intervensi
NOC NIC
No. Diagnosa Keperawatan
(Tujuan & Kriteria Hasil) (Intervensi)
1. Kekurangan volume NOC: NIC : :
cairan berhubungan 1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan kurangnya 2. Hydration 2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
intake cairan, foto 3. Nutritional Status : Food and mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
terapi dan diare Fluid Intake diperlukan
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
keperawatan selama….. (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
kekurangan volume cairan 4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
teratasi dengan kriteria hasil: 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
1. Mempertahankan urine output 7. Berikan cairan oral
sesuai dengan usia dan BB, BJ 8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 –
urine normal, 100cc/jam)
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 9. Dorong keluarga untuk membantu pasien
dalam batas normal makan
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, 10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
Elastisitas turgor kulit baik, muncul meburuk
membrane mukosa lembab, 11. Atur kemungkinan tranfusi
tidak ada rasa haus yang 12. Persiapan untuk tranfusi
berlebihan
4. Jumlah dan irama
pernapasan dalam batas
normal
5. Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
6. pH urin dalam batas
normal
7. Intake oral dan intravena
adekuat

2. Gangguan NOC : NIC :


thermoregulasi Thermoregulation Fever Treatment :
(peningkatan suhu Kriteria Hasil : 1. Pantau suhu pasien (Derajat dan pola) perhatikan
tubuh) berhubungan 1. Suhu tubuh dalam rentang adanya menggigil atau diaforesis.
dengan pemajanan normal yaitu 2. Pantau suhu lingkungan, tambahkan linen tempat tidur
panas yang lama S : 36, 5 – 37,00C sesuai indikasi.
sekunder foto therapi 2. Nadi dan RR dalam rentang 3. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol
normal yaitu di aksila, kening, tengkuk, dan lipatan paha.
RR : 16 – 20X/mnt 4. Observasi hidrasi (mis.turgor kulit, kelembapan
3. Tidak ada perubahan warna membran mukos)
kulit dan tidak ada pusing 5. Anjukan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter perhari.
6. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia.
3. Kerusakan integritas NOC: NIC :
kulit berhubungan 1. Tissue Integrity : Skin and Mucous
Pressure Management
dengan peningkatan Membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
kadar bilirubin indirek longgar
dalam darah, ikterus Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
pada scelera, leher dan 1. Integritas kulit yang baik 3. bisa Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
badan dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
2. Melaporkan adanya gangguan sensasi sekali
atau nyeri pada daerah kulit yang
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
mengalami gangguan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
3. Menunjukkan pemahaman dalam tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien
4. Mampu melindungi kulit 9.dan Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
mempertahankan kelembaban kulit10. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang
dan perawatan alami menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi
pasien.
11. Jaga kebersihan tempat tidur.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2011. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta :


Perpustakaan Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta :
Salemba Medika.

Ngastyah. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Mansyoer, Arid dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.

Prawirohadjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2011. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.

Suriadi, dan Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen

Anda mungkin juga menyukai