Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA OTAK RINGAN (COR)

RIKI

PO.62.20.1.15.137

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN REGULER II JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALANGKA RAYA TAHUN
2017
A. DEFINISI

Cedera otak adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagin besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Cedera Otak dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Cedera Otak Ringan (COR) Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak adanya
kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, dan pasien dapat
menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.

2. Cedera Otak Sedang (COS) Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien sempat
kehilangan kesadarannya, muntah,

3. Cedera Otak Berat (COB) Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien kehilangan
kesadaran dalam waktu yang lama,mengalami penurunan tingkat kesadaran secara
progresif,

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

 Cidera otak primer Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung
dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

 Cidera otak sekunder Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

B. ETIOLOGI

1. Spasme pembuluh darah intracranial

2. Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.

3. Gejala depresi

4. Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu

5. Tertimpa benda keras


C. PATOFISIOLOGI

Cidera otak dapat disebabkan karena benturan kepala seperti tertimpa benda
keras, kecelakaan atau tabrakan sehingga tengkorak mengalami pergeseran dan otak
mengalami benturan atau guncangan yang menyebabkan terjadi perubahan intrasel
maupun ekstrasel. Perubahan pada intrasel akan menyebabkan terjadinya kelemahan otak
kemudian disertai dengan iskemik pada jaringan yang bisa ditandai dengan nyeri dan
kejang. Sedangkan perubahan pada ekstrasel akan menimbulkan peningkatan intrakranial
sehingga kesadaran seseorang mengalami penurunan ditandai dengan pusing yang akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pada aktifitas seseorang. Selain itu juga dapat
ditandai dengan mual dan muntah sehingga akan menimbulkan resiko gangguan
keseimbangan cairan.

D. TANDA DAN GEJALA

 penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil


ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.

 Subdural hematoma, Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena
yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2
minggu atau beberapa bulan.

 Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema
pupil.

 Perdarahan intraserebral, Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh


darah arteri, kapiler, vena.

 Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral,


dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

 Perdarahan subarachnoid, Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya


pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat.

 Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk.
E. KLASIFIKASI

Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu:

Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila benturan
hebat pada objek yang keras atau benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi menabrak
kepala. Lapisan dura masih utuh, tidak ada bagian otak yang muncul keluar.

Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala nampak
dari luar seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk dura. Tereksposenya isi
kepala ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

1. Berdasarkan nilai kesadaran:

a. Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis, kadang
asimptomatik, penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam, amnesia kurang dari 24
jam

b. Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam, amnesia post
trauma selama 1-7 hari.

c. Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan amnesia post
trauma lebih dari satu minggu.

 Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak
mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada
jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita
membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar
dan diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat
setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan
kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi,
letargi, pusing.

 Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion. Lebih
banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi
antara tulang tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan
reflek pupil.

 Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-deselerasi atau coup-


contracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak
yang mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan
berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi
batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat
kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan.
Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi
pada artesi otak.

 Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada
meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater
dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai
arteri). Gejala: mirip dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang
lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural
mengenai arteri.

 Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki
prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan
relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. ICH sering
disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak
perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan intracranial.

 Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted,
basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan
mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada
penyebab trauma, displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor
motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis
pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran


ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan


otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan


tekanan intrakranial.
G. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala bertujuan untuk memantau sedini
mungkin. Untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala, Advanced cedera Life Support
telah menempatkan standar yang sesuai dengan tingkat keparahan cedera.
Penatalaksanaan penderita cedera kepala meliputi Survei primer yang di prioritaskan
adalah :

A (airway), B (Breathing), C (Circulation), D (Disability), dan E (Exposure/


environmental Control) kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera
kepala berat Survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
menjaga homeostasis otak. Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien cedera
kepala berat adalah dengan :

 Observasi 24 jam.
 Jika pasien masih muntah sementara di puasakan terlebih dahulu.
 Berikan terapi intervena bila ada indikasi.
 Tirah baring.
 Pemberian obat – obatan analgetik.
 Pembedahan bila ada indikasi.
 Pada pasien dengan cedera otak ringan umumnya dapat dipulangkan kerumah tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan bila:
 Hasil pemeriksaan neurologis (terutama setatus mini mental dan gaya berjalan)
dalam batas normal.
 Foto servikal jelas normal
 Adanya orng yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien
 Kriteria perawatan :

 adanya darah intra kranial atau praktur yang tampak pada CT scan

 konfusi, agitasi, atau kesadaran menuru

 adanya tanda atau gejala neurologis fokal

 intoksikasi obat atau alkohol

 Penilaian awal :

 Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari sekret dan muntahan

 Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak

 Menilai sirkulasi tubuh : otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi

 Menilai tingkat keparahan.


H. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab.

Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah
simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif.
Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

Keluhan Utama : Adanya perdarahan, pasien tidak sadarkan diri, dan GCS < 15

Riwayat penyakit : Tingkat kesadaran atau GCS < 15, konvulsi, muntah, takipnea,sakit
kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala,akumulasi sekret pada saluran
pernafasan, dan kejang.

II. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya laserasi pada kepala

 Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

 Gangguan pemenuhan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebih

III. Intervensi

 Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya laserasi pada
kepala Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
menghilang Kriteri Hasil :

o Pasien merasa nyaman

o Pasien bisa tidur dengan normal

 Intervensi :

o Lakukan pendekatan pada pasien, R/: Dengan pendekatan dengan pasien akan
terjalin kerjasama yang baik dengan pasien
o Jelaskan pada pasien tentang setiap tindakan yang akan dilakukan, R/: Pasien mau
bekerjasama dengan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan

o Kaji tingkat nyeri pasien,R/: Mengetahui tingkat nyeri pasien sehingga


mempermudah melakukan tindakan dan pemberian terapi

o Bantu pasien mendapatkan posisi yang paling nyaman R/: Menjaga agar pasien
tetap merasa nyaman

o Observasi TTV R/: Mengetahui kondisi pasien

o Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi (analgesik) R/:


Mempercepat penyembuhan pasien

 Diagnosa 2 :Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

Tujuan : Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola tidur
pasien kembali normal

Kriteri hasil : - Pola tidur pasien normal malam ± 8 jam Siang ± 1 jam

 Intervensi :

o Jelaskan pada pasien tentang setiap tindakan yang akan dilakukan R/: Pasien mau
bekerjasama dengan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan

o Kaji tingkat nyeri pasien R/: Mengetahui tingkat nyeri pasien sehingga
mempermudah melakukan tindakan dan pemberian terapi

o Ciptakan lingkungan yang nyaman R/: Dengan menciptaka lingkungan yang


nyamamn pasien dapat tidur dengan tenang

o Bantu pasien mengambil posisi yang senyaman mungkin untuk tidur,R/: Dengan
posisi tidur yang nyaman membantu pasien untuk tidur sesuai kebutuhan

o Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi R/: Mempercepat


penyembuhan pasien

 Diagnosa 3: Ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put
yang berlebih

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan
cairan terpenuhi

Kriteria hasil : kebutuhan cairan pasien tepenuhi dan asupan cairan pasien terpenuhi
 Intervensi :

o Jelaskan tindakan yang akan dilakukan R/: Agar pasien mengerti semua tindakan
yang akan dilakukan

o kaji out put dan in put R/: unuk mengetahui keseimbangan cairan pasien

o Anjurkan pada pasien untuk minum setiap setelah muntah R/: Untuk mengganti
cairan yang hilang

o Observasi TTV R/: Untuk mengetahui keadaan pasien

o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi R/: Membantu mempercepat


penyembuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah
XI – Traumatologi ,Surabaya.

DoengesM.E.(2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai