BATUK
Seorang laki-laki, umur 40 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan batuk sejak 3 minggu yang
lalu berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari yang
lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien.
Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus atlletikus, dan ada ronkh basah
halus nyaring pada apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang
keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO).
Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan
mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit.
1
Kata Sulit
Habitus Atletikus : Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu terangkat ke atas, dada penuh,
perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal
Ronkhi Basah : suara berbisik, terputus akibat adanya udara melewati cairan
Sputum : Cairan yang di dorong keluar dari trachea, bronchi, paru melalui mulut
BTA : Bakteri yang bersifat asam, berbentuk batang dan berwarna merah juga tahan
dekolorisasi.
2
Brainstorming
3
Jawaban
1. Karena adanya infeksi maka terjadi adanya proses inflamasi, yang mana Inflamaasi dan
infeksi merupakan salah satu penyebab LED darah meningkat.
2. Penyakit TB dalam ditularkan melalu droplet nuclei, artinya droplet yag mengandung
factor virulen bakteri yang dapat menginfeksi orang lain.
3. Karena terdapat infeksi di paru yang menyebabkan nekrosis pada bagian jaringan paru
sehingga menimbulkan gambaran lesi di paru (terutama di bagian apeks)
4. Bisa di bagian bronkus, namun pada dewasa biasanya terdapat di bagian apeks,
sedangkan anak-anak biasanya di bagian alveolus paru.
5. Karena pengobatan TB dilakukan 6 bulan secara terus-menerus (tanpa putus) sehingga
diperlukan orang lain untuk mengawasinya, karena putusnya obat menyababkan
pengobatan ini harus diulang dari awal.
6. Karena pada TB komplikasi yang dapat terjadi adalah efusi pleura sehingga adanya
akumulasi cairan di paru, sehingga ditemukan suara ronkhi basah halus.
7. Menggunakan penutup, seperti masker, sapu tangan.
8. Diagnosis sementara pasien adalah Tuberkulosis Paru (TB Paru)
9. Karena penularan penyakit ini sangat mudah sehingga perlu dilakuan pemeriksaan
terhadap orang sekitar sebagai bentuk skrinnng awal terhadap timbulnya penyakit.
10. Pemeriksaan terbaik yaitu, Pemeriksaan sputum (BTA)
11. Pemeriksaan sputum dilakukan pada waktu S P S yaitu Sewaktu datang ke dokter, pada
pagi hari dan Sewaktu kembali ke dokter.
4
Hipotesis
5
Sasaran Belajar
6
1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Napas Bawah
1.1 Makroskopik
Saluran nafas bagian bawah (Lower Respiratory Tract) yaitu mulai dari bawah cartilage
cricoidea (trachea), bronchus dan cabang-cabangnya sampai alveoli pulmonis. Udara masuk
saluran nafas bagian bawah mulai dari bawah cartilage cricoidea terus ke trachea bercabang
dua (bifurcatio trachealis) menjadi bronchus principals/ bronchus primer dexter dan
sinister masuk ke bronchus sekunder/ bronchus lobaris terus ke bronchus segmentalis/
tersier, kemudian ke bronchiolus terminalis masuk ke organ paru melalui bronchioli
respiratorii ke ductus alveolares ke sacculi alveolares dan berakhir di alveoli pulmonis
dimana terjadi diffuse pertukaran O2 dan CO2. Peristiwa ini disebut “Arbor Bronchialis”.
Terdiri dari tulang rawan dan otot berbentuk pipa yang terletak di tengah-tengah leher sampai
incisura jugularis di belakang manubrium sterni masuk cavum thorax melalui aperture
thoracis superior tepatnya pada mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilage
cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus principals dextra dan
sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. percabangan dikenal dengan “bifurcation
trachealis”.
Panjang trachea (10-12 cm), pria 12 cm dan wanita 10 cm yang terdiri dari 16-20 cincin yang
berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilage cricoidea oleh
ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat “ligamentum
intertrachealis” (lig. Annulare).
Trachea adalah saluran nafas yang penting. Bila terjadi penyumbatan (obstruksi larynx)
saluran nafas terutama daerah larynx, maka harus dibuat saluran pernafasan buatan (darurat)
dengan jalan membuat lubang pada trachea yang disebut tracheostomy. Lubang dibuat 1-2
cm di atas incisura jugularis sterni.
Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
M. intercostalis externus
M. levator costae
7
M. serratus posterior superior
M. scalenus
Diafragma
b. Otot-otot expirasi
M. intercostalis internus
M. transversus thoracis
M. serratus posterior inferior
M. subcostalis
Persarafan trachea
Bronchus
8
Percabangan trachea setinggi batas vertebrae thoracalis IV-V yang dikenal dengan
bifurcation trachealis memberi cabang 2 buah yaitu Bronchus Primarius/ branchi
principals dextra dan sinistra.
Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior berbentuk
membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus dextra lebih sering terkena
infeksi bila dibandingkan dengan bronchus sinistra, hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8 buah cincin dan
bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan bronchus
sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan lebih curam dari yang kiri.
Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah masuk ke
bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang disebut bronchitis.
BRONCHI
1) Bronchi Principales/ Primer/ I dexter, bercabang 3:
1. Bronchus Lobaris Superior Dexter, bercabang 3 segmen:
Bronchus segmentalis apicalis
Bronchus segmentalis posterior
Bronchus segmentalis anterior
9
Bronchus segmentalis basalis anterior
Bronchus segmentalis basalis lateralis
Bronchus segmentalis basalis posterior
b. Segmen bawah:
Bronchus lingularis superior
Bronchus lingularis inferior
10
ARBOR BRONCHIALIS/ ARBOR TREE (Pohon Bronchus)
11
1) Bagian apeks yang ditutupi cupula pleura
2) Bagian basal yang ditutupi oleh pleura diafragma
Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura, lapisan luar yang melapisi
dinding dada yang terletak di bawah fascia endothoracica dinamakan “pleura parietalis”
dan bagian yang melekat ke jaringan paru disebut “pleura visceralis” diantara kedua
lapisan tersebut terdapat ruangan yang disebut cavum pleura (cavitas pleuralis). Cavum
pleura mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.
Recessus pleura adalah kantung pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis,
disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsinya pada waktu inspirasi
paru akan mengembangkan akan mengisi recessus tersebut.
Hillus pulmonalis suatu daerah lipatan pleura pada facies mediastinalis, dimana
terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura visceralis, daerah lipatan
tersebut membatasi keluar masuknya vasa, nervus, dan bronchus. Pada hilus kedua paru,
kedua lapisan pleura saling berhubungan dan bergantung longgar di atas hilus dan disebut
juga dengan “ligamentum pulmonale”, yang berfungsi untuk mengatur pergerakan alat
dalam hillus pulmonalis selama proses respirasi.
Pulmo dalam cavum thorax diisi mediastinum ada 2 buah, pulmo dextra dan pulmo
sinistra:
1) Pulmo dextra terdiri dari 3 buah lobus: lobus superior, lobus media, dan lobus inferior
2) Pulmo sinistra terdiri dari 2 buah lobus: lobus superior, dan lobus inferior
Antara lobus superior terdapat fisura horizontal dan antara lobus media dengan inferior
terdapat fisura oblique.
12
Perdarahan organ paru
Yang mendarahi organ paru adalah a. brochialis cabang aorta thoracalis dan vena
bronchialis mengalirkan darah ke v. azygos dan v. hemiazygos.
Persarafan paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus symphaticus (th 3,4,5) dan
serabut parasymphaticus dari n. vagus.
13
14
1.2 Mikroskopis
TRAKEA
15
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-berkas
otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang
rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan muskulus
memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya
refleks batuk.
16
Bronkus
Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar
seromukous dan kartilago lebih pipih
Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan
beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil
bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil
terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.
Bronkiolus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia)
terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia
tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.
Bronkiolus respiratoris
17
Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit
sel clara dan memiliki lapisan otot polos
Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng, diluar
epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis. Alveoli dipisahkan septum interalveolaris.
Alveolus
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop
elektron :
18
2. Fisiologi Saluran Napas bawah
2.1 Mekanisme Pernapasan
Seperti telah diketahui pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru dengan
merubah volume paru-paru. Perubahan volume paru-paru terjadi melalui
kontraksi otot-otot skeletal, khususnya yang berinsersi pada tulang rangka iga,
dan otot
diafragma pada saat inspirasi. Selain hal tersebut, sifat paru-paru yang elastis
(elastic
recoil) sehingga dapat diregangkan dan dapat kembali ke posisi semula pada saat
19
ekspirasi juga turut berperan dalam siklus pernapasan.4,6
Paru - paru dapat dikembangkan melalui dua cara: (1) dengan gerakan naik
turun diafragma unruk mempersar atau memperkecil rongga dada, dan (2) dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada. Siklus respirasi terdiri dari satu siklus inspirasi dan
ekspirasi. Pada awal siklus respirasi tekanan intrapulmonal (intra-alveolus) dan
tekanan atmosfer adalah sama dan tidak ada pergerakan udara (gradien tekanan
0). Inspirasi adalah proses aktif dan melibatkan satu atau lebih otot diafragma dan
intercostalis eksterna. Kontraksi diafragma akan mendatarkan dasar rongga dada,
meningkatkan volume dada dan turunnya tekanan intrapleura secara bertahap
tekanan ini turun menjadi sekitar -4 sampai -6 mmHg. Selama periode tersebut
tekanan intrapulmonal turun menjadi -1mmHg yang diikuti dengan masuknya
udara ke paru-paru.
Ekspirasi umumnya adalah proses pasif, namun dapat menjadi aktif tergantung
dari tingkat aktifitas pernafasan. Pada pernapasan tenang, diafragma mengalami
relaksasi dan sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada dan
struktur abdomen akan menekan paru sehingga saat ekspirasi dimulai, tekanan
intrapleura dan tekanan intrapulmonal meningkat dengan cepat mendorong udara
keluar paru-paru. Saat akhir ekspirasi, tidak ada lagi pergerakan udara saat tidak
ada lagi perbedaan tekanan intrapulmonal dengan tekanan atmosfer. Jumlah
udara yang masuk sama dengan yang keluar paru-paru, ini disebut volume tidal.7
Selama siklus pernapasan, terdapat suatu tekanan transpulmonal yaitu selisih
antara tekanan intrapulmonal dengan tekanan intrapleura, yang biasanya
digunakan untuk mengkalkulasi area potensial paru paru. Secara matematis
tekanan transpulmonal dapat dituliskan menjadi Ptranpulmonal = Pintrapulmonal
– Pintrapleura.
20
pernapasan selagi bicara, ,menyanyi dan mengedan. Pusat pernapasan di batang
otak merupakan kelompok neuron luas terletak bilateral di medulla di substansia
retikuler medulla oblongata dan pons yang berperan dalam pernapasan spontan
(involuntary). Daerah ini dibagi menjadi tiga kelompok neuron utama yaitu
kelompok pernapasan dorsal yang menyebabkan inspirasi, kelompok pernasapan
ventral yang menyebabkan ekspirasi dan pusat pneumotaksik yang mengatur
kecepatan dan kedalaman napas. Area inspiratorik pada kelompok pernapasan
dorsal memegang peranan paling mendasar dalam mengatur pernapasan dimana
sebagian besa neuronnya terletak di dalam nucleus traktus solitaries. Nukleus ini
merupakan akhir sensoris dari nervus vagus (N.X) dan nervus glossofaringeus
(N.IX) yang mentransmisikan sinyal sensoris ke dalam pusat pernapasan dari
kemoreseptor perifer, baroreseptor dan berbagai macar reseptor dalam paru.
Pusat pneumotaksik mentransmisikan sinyal ke area inspiratorik untuk mengatur
titik ”penghentian” inspirasi landai dengan demikian mengatur lamanya fase
pengisian pada siklus paru. Fungsi pusat pneumotaksik yang utama adalah
membatasi inspirasi dan memiliki efek sekunder terhadap peningkatan kecepatan
pernapasan, karena pembatasan inspirasi juga memperpendek inspirasi dan
seluruh periode pernapasan. Area ekspiratotik pada kelompok pernapasan ventral
hampir seluruhnya tetap inaktif selama pernpasan tenang yang normal. Bila
rangsang pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari
normal, sinyal respirasi yang dari area inspiratorik (dorsal) akan akan tercurah ke
area ekspiratorik (ventral) sehingga area ekspiratorik akan turut membantu
merangsang pernapsan ekstra. Neuron - neuron pada area pernapasan ventral
tersebut akan menghasilkan sinyal ekspirasi yang kuat ke otot - otot abdomen
selama ekspirasi yang sangat sulit. Dengan demikian area ini lebih berperan
sebagai suatu mekanisme pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang besar,
khususnya selama latihan fisik yang berat.
21
3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium tuberculosis
3.1 Morfologi dan sifat
23
3.3 Siklus Hidup
Mycobacterium dalam droplet dengan diameter 1-5 μm dihirup dan mencapai
alveoli. Penyakit dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organisme virulen
dengan inang. Basil virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG) bertahan hanya dalam
beberapa bulan atau tahun dalam inang yang normal. Resistensi dan
hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi perkembang penyakit. Kuman ini
tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadang-
kadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C
atau lebih dari 40°C. Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas
serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika
terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri
mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam
percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada
dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari
dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai
khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat
3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 menit,
dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang,
kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.
3.4 Identifikasi
Identifikasi bakteri Mycobacterium dilakukan dengan melakukan biakan dan
pewarnaa Ziehl Neelsen
Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria meliputi perbenihan nonselektif
dan selektif (mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan
bakteri dan jamur).Terdapat 3 formulasi umum yang digunakan, yaitu:
24
1. Perbenihan Agar Semisintetik misal: Middlebrook 7H10 dan 7H11. Digunakan
untuk pemantauan morfologi koloni, uji kepekaan, dan dengan penambahan
antibiotik, sebagai perbenihan selektif.
Mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase,
gliserol, glukosa, dan malasit hijau.Albumin menetralisasi efek toksik dan efek
penghambatan asam lemak dalam bahan atau perbenihan.
2. Perbenihan Telur Tebal misal: Lowenstein-Jensen. Perbenihan ini
mengandung garam tertentu, gliserol, dan substansi organik kompleks (misal:
telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan bahan lain dalam bentuk
kombinasi).
3. Perbenihan Kaldu misal: Middlebrook 7H9 dan 7H12. Perbenihan ini
mendukung proliferasi inokula kecil. Mikobakteria tumbuh dalam bentuk
kelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik permukaan selnya.
Sedangkan Bakteri tahan asam (BTA) dan Bakteri tidak tahan asam (BTA) dapat
juga dibedakan dengan pewarnaan ziehl nelseen.Dengan pewarnaan ini pori-pori
lipid pada bakteri akan melebu, sehingga zat warna dapat masuk kedaalam tubuh
bakteri. Bila preparat dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun
dipengaruhi dengan asam, sehingga kuman yang tidak dapat tahan asam akan
mengambil zat warna kedua pada pewarnaan berikutnya. Basil tahan asam
berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru.
Interpretasi Hasil
25
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin
atau bicara
4.2 Epidemiologi
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
(data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3
kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di
negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar
pada fakto risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum
obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang
merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.
Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC
dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk
berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA positif sebesar 257 per
100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas. Berdasarkan survey Riskesdas
2013, semakin bertambah usia, prevalensinya semakin tinggi. Kemungkinan
terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih lama dibandingkan
kelompok umur di bawahnya. Sebaliknya, semakin tinggi kuintil indeks
kepemilikan (yang menggambarkan kemampuan sosial ekonomi) semakin rendah
Prevalensi TBC Selama 10 tahun terakhir angka notifikasi dan cakupan
pengobatan kasus TBC cenderung terdapat peningkatan yang signifikan.
26
4.3 Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang
terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut
27
4.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak
28
di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-
12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
seluler. 4 Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan.
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita TB
kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui
hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya
berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penderita penyakit TB
sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit tuberkulosis (Djojodibraoto, 2009).
Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman
TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut (Gerdunas-TB, 2007).
Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan terdampar pada
dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran
pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus mana
pun; tidak ada prediksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat
29
terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer
berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan
perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada pengalaman
tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah sama sekali
(Djojodibroto, 2009).
Tuberkulosis Primer
Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya memberikan
reaksi seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Selama tiga
minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme
peradangan, tetapi kemudian tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas
selular (delayed hypersensitivity). Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh
baru mengenal seluk-beluk basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan
mendapat perlawanan yang berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh
ditandai dengan timbulnya reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses
pembentukan pertahanan imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu.
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Sudoyo, 2007)
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi beberapa pilihan sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum). Ini yang paling banyak terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5
30
mm dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b. Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang bersangkutan
maupun ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama dahak dan
ludah sehingaa menyebar ke usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman Penyebaran ini dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak
ginjal, genitalia dan sebagainya.
31
maupun lobus inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak
ke nodus hiler paru (Sudoyo, 2007).
4.5 Manifestasi Klinis
Ketika seorang pasien menderita tuberkulosis, gejala dan tanda awal tidak
spesifik. Secara umum, tanda dan gejala tuberkulosis adalah batuk produktif yang
berkepanjangan (>3 minggu), dispneu, nyeri dada, anemia, hemoptisis, rasa lelah,
berkeringat di malam hari. Dikenal pula gejala sistemik, yaitu demam, menggigil,
kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan.
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
32
Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/ melepaskan nafasnya.
Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.1 Diagnosis dan Diagnosis Banding
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
33
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki
basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
34
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA
positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral
35
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
36
SUSPEK TB PARU
37
adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan
jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui
torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi
jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada
pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur
serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa
Tes Serologi
Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis
adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri
pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif,
yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
38
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia
39
4.7 Tatalaksana
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH
Dosis Rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa
40
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan :
2 RHZE / 4 RH
Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat
diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/
7R3H3, seperti pada keadaan: a. TB dengan lesi luas b. Disertai penyakit
komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid) c.
TB kasus berat (milier, dll)
TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi
minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
TB paru kasus kambuh
41
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH
TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan
sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5
OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap
diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu
hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan
sesuai uji resistensi
- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal - Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
4.8 Pencegahan
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayrakat dan petugas
kesehatan.
A. Pengawasan Pederita, kontak dan lingkungan
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori
berat
yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan –
alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
42
pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat
dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang
terindikasinya dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga
dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini negatif, perlu
diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat
obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun
dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter
4.9 Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut
adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena vesikel yang
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
43
sebagainya
4.10 Prognosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Apabila
Tuberkulosis didiagnosis dengan tepat serta diberi terapi yang efektif, adekuat,
dan sesuai dengan OAT, maka diharapkan TBC dapat disembuhkan
5. Memahami dan Menjelaskan P2M Puskesmas
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular merupakan program pelayanan
kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll). Tujuan dari program P2M ini yaitu
untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit
menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalah Malaria, demam
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia,
dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Uraian tugas umum
untuk koordinator unit pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yaitu
menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit p2m, mengkoordinir dan
berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya, dan kut serta aktif mencegah dan
mengawasi terjadinya peningkatan kasus penyakit menular serta menindaklanjuti
terjadinya KLB. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk
memberantas penyakit menular, setelah puskemas bekerja, kinerja p2m puskesmas
langsung dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan daerah tingkat II
Kegiatan Pokok P2M
Secara umum, untuk pemberantasan penyakit menular, puskesmas memiliki tugas-
tugas yang terbagi dalam lima hal. Terdapat banyak sekali macam penyakit menular,
berikut ini jenis penyakit menular yang bersumber data dari puskesmas berdasarkan
KEPMENKES RI NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu:
Kegiatan pokok pemberantasan penyakit menular oleh puskesmas terdiri dari
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, peningkatan imunisasi, penemuan dan
tatalaksana penderita, Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan
44
wabah, serta Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
A. Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Risiko
Selain pasien yang telah terinfeksi penyakit menular, masyarakat yang memiliki
risiko tinggi juga perlu diperhatikan, karena masyarakat yang memiliki risiko tinggi
bisa memiliki risiko kapan saja terkena penyakit menular.
B. Peningkatan imunisasi
Imunisasi sangat penting untuk mencegah dan melindungi seseorang terjangkit
penyakit menular, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam hal
peningkatan imunisasi yaitu:
1) Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-undangan,
dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan diseminasinya
2) Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan imunisasi
3) Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan yang ditujukan
terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus sesuai dengan skala prioritas
4) Menyiapkan materi dan menyusun rancagan juklak juklak/juknis/protap program
imunisasi
5) Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi
6) Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan
program imunisasi
7) Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan imunisasi
8) Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan
konsultasi teknis peningkatan imunisasi
9) Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi
10) Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan imunisasi
11) Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan imunisasi
C. Penemuan dan tatalaksana penderita
Selain kunjungan penderita ke puskesmas, puskesmas harus berperan aktif dalam
penemuan dan kunjungan terhadap penderita. Penemuan dan tatalaksana penderita
terdiri atas upaya bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan dan
tatalaksana penderita, serta meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
45
untuk melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita. Di dalam upaya
penemuan dan tatalaksana penderita dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dan
puskesmas untuk saling bekerjasama sehingga dapat memabangun status kesehatan
pada masyarakat yang optimal dengan pemberantasan penyakit menular, sebagai
contoh seperti kasus TBC yang membutuhkan peran penting puskesmas. Apabila
pasien berhenti dalam masa pengobatan akibat halangan tertentu atau lalainya pasien
dalam kunjungan ke puskesmas untuk kontrol, maka puskesmas harus aktif
mengunjungi rumah penderita, sebab apabila pasien tersebut berhenti minum obat,
maka upaya pemberantasan TBC dikatakan gagal dan pasien harus mengulang tahap
pengobatan mulai dari awal. Serta apabila pasien terus-terusan memberhentikan
pengobatan di tengah-tangah masa pengobatan, maka akan terjadi resistensi dan hal
ini dapat menyebabkan kemungkinan penyebaran penyakit semakin besar. Itulah
sebabnya, puskesmas terdekat harus mengunjungi rumah pasien agar dapat
menjangkau pasien dan menyukseskan upaya p2m.
46
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan. Tujuan surveilans epidemiologi penyakit menular yaitu:
1) Terkumpulnya data kesakitan, data laboratorium dan data KLB
penyakit menular di Puskesmas sebagai sumber data Surveilans Terpadu Penyakit
Menular.
2) Terdistribusikannya data kesakitan, data laboratorium serta data KLB penyakit
menular kepada unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit surveilans
Dinas Kesehatan Propinsi dan unit surveilans Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular
3) Terlaksananya pengolahan dan penyajian data penyakit menular dalam bentuk
tabel, grafik, peta dan analisis epidemiologi lebih lanjut oleh Unit surveilans Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM &PL Depkes
4) Terdistribusinya hasil pengolahan dan penyajian data penyakit menular beserta
hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi kepada program terkait di
Puskesmas, Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional, pusat-pusat riset, pusat-pusat kajian
dan perguruan tinggi serta sektor terkait lainnya
Di dalam KEPMENKES RI NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu, dinyatakan bahwa prioritas surveilans penyakit yang perlu
dikembangkan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang
potensial menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa, penyakit menular dan
keracunan, demam berdarah dan demam berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit
zoonosis antara lain antraks, rabies, leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare,
tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya, kusta, frambusia, penyakit
HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk penyakit pneumonia
akut berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke dan penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi menahun,
gangguan mental dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan. Salah satu ruang
lingkup penyelenggaran surveilans terpadu penyakit yaitu surveilans terpadu penyakit
bersumber data Puskesmas, jenis penyakit menular yang termasuk di dalam
surveilans terpadu penyakit berbasis puskesmas meliputi kolera, tifus perut klinis,
47
TBC paru BTA (+), tersangka TBC paru, kusta PB, Kusta MB, campak, difteri, batuk
rejan, tetanus, hepatitis klinis, malaria klinis, malaria vivax, malaria falsifarum,
malaria mix, demam berdarah dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhoe, frambusia,
filariasis, dan influenza. Data-data surveilans terpadu penyakit didapatkan dari data
harian pelayanan yang disusun dalam sistem perekaman data puskesmas. Masing-
masing unit surveilans di Puskemas memiliki peran khusus dalam penyelenggaraan
Surveilans Terpadu Penyakit Peran tersebut diformulasikan sebagai kegiatan teknis
surveilans yang saling mempengaruhi kinerja antara yang satu dengan unit surveilans
yang lain dalam jejaring surveilans. Peran puskesmas dalam STP penyakit menular
yaitu:
1) Pengumpulan dan pengolahan data
Unit surveilans puskesmas Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah
data STP Puskesmas harian bersumber dari register rawat jalan &
register rawat inap di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, tidak
termasuk data dari unit pelayanan bukan puskesmas dan kader kesehatan.
Pengumpulan dan pengolahan data tersebut dimanfaatkan untuk bahan analisis dan
rekomendasi tindak lanjut serta distribusi data.
2) Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut
Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan terhadap penyakit
potensial KLB di daerahnya dalam bentuk tabel menurut desa/kelurahan dan grafik
kecenderungan penyakit mingguan, kemudian menginformasikan hasilnya kepada
Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) atau
sistem kewaspadaan dini penyakit potensial KLB di Puskesmas. Apabila ditemukan
adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita penyakit potensial KLB
tertentu. maka Kepala Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi dan
menginformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas
melaksanakan analisis tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya
dengan faktor risiko, perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan
program. Puskesmas memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil tahunan, bahan
perencanaan Puskesmas, informasi program dan sektor terkait serta Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
48
3) Umpan Balik
Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi laporan dan
permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya.
4) Laporan
Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Setiap bulan, puskesmas mengirim data STP Puskesmas
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis penyakit dan variabelnya.
49
iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung,
saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat
syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-
otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.
Etika batuk :
1. Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain
2. Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan
lengan dalam baju.
3. Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah
4. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis
alcohol
5. Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita Tidak
sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk
50
Daftar Pustaka
Raden, Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY
Sudoyo,Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC.
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
51