Anda di halaman 1dari 8

SEKILAS TENTANG Dermatitis kontak alergi

Kulit adalah garis pertahanan pertama setelah terpapar berbagai


bahan kimia. Allergic contact dermatitis (DKA) menyumbang paling
sedikit 20% atau lebih dari kasus insiden baru dermatitis kontak
(dermatitis kontak iritan 80% sisanya).
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi hipersensitif yang
dimediasi oleh sel (tipe IV/tipe lambat), yang disebabkan oleh kontak kulit
dengan alergen lingkungan. Riwayat sensitisasi terhadap bahan kimia
sebelumnya berpengaruh terhadap terbentuknya alergi.
Manifestasi klinis DKA adalah dermatitis eksema. Fase akut DKA
ditandai dengan pruritus, eritema, edema, dan vesikel yang biasanya
terbatas pada area yang terkena paparan langsung.
Pada individu yang sensitif, kontak berulang dengan alergen dapat
menyebabkan timbulnya gejala kronis, yang ditandai dengan plak
eritematosus, likenifikasi dengan hiperkeratosis variabel dan fisura yang
dapat menyebar di luar area yang terkena paparan alergen.
Tangan, kaki, dan wajah (termasuk kelopak mata) adalah lokasi
umum timbulnya lesi DKA.
Uji tempel adalah dasar untuk identifikasi alergen penyebab dan
diindikasikan untuk pasien dengan dermatitis persisten atau berulang yang
diduga DKA.
Penghindaran allergen adalah pengobatan utama untuk DKA.
EPIDEMIOLOGI
1. Usia
Banyak penelitian menemukan bahwa dermatitis kontak sebagai
penyebab utama dermatitis pada anak.
Di sisi lain, pewangi campuran merupakan allergen utama yang biasa
terjadi pada semua usia, seperti pada penelitian Augsburg (2001), yang
didasarkan pada orang dewasa berusia 28-75 tahun, telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan terhadap alergi pewangi campuran.
Demikian pula Magnusson et al menunjukkan tingkat prevalensi tinggi
(4,7%) terhadap Myrort lon pererae (balsam dari Peru -sebuah penanda
alergi pewangi) sebagai allergen penyebab pada pasien di Swedia yang
berusia 65 tahun.
2. Ras dan Jenis Kelamin
Thyssen et al menemukan bahwa prevalensi perbandingan dermatitis
kontak alergi pada perempuan : laki-laki adalah 21,8% : 12%
Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta yang ditemukan oleh beberapa
peneliti yang menunjukkan bahwa tindik telinga merupakan faktor risiko
yang signifikan terhadap perkebangan alergi nikel.
Berdasarkan Ras, sensitivitas yang lebih rendah terhadap alergen nikel
dan neo mycin adalah ras Afrika dan ras Amerika, dibandingkan dengan
ras Kaukasia yang memiliki sensitivitas lebih tinggi.
Berkenaan dengan uji tempel, evaluasi reaksi positif mungkin sedikit
lebih sulit pada jenis kulit gelap, hal ini dikarenakan erythema mungkin
akan tampak kurang jelas. Namun, edema papula / vesikel biasanya jelas
dan teraba: palpasi yang ada di lokasi uji tempel dapat membantu
mendeteksi reaksi alergi pada kukit gelap.
ETIOLOGI dan PATOGENESIS
Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas termediasi
sel lambat (tipe IV). Diawali dengan paparan dan sensitisasi pada host
yang renta, kemudian menjadi alergen lingkungan, yang pada paparan
ulangan dapat memicu reaksi inflamasi yang kompleks.
Ini
merupa
kan
perbeda
an penting antara DKA dan DKI, di mana pada DKI tidak ada reaksi
sensitisasi yang terjadi, dan intensitas reaksi inflamasi iritan bergantung
dengan dosis (konsentrasi dan jumlah iritan), sedangkan DKA, sejumlah
kecil allergen saja sudah dapat menimbulkan reaksi alergi.
Reaksi DKA:
1. fase sensitisasi
• Sebagian besar alergen enyironmental adalah molekul kecil
lipophilie dengan berat molekul rendah (<500 Dalton).
Alergen yang belum diproses disebut sebagai hapten.
• Setelah hapten menembus kulit, ia mengikat pada protein
yang kemudian menghasilkan antigen lengkap.
• Selanjutnya, antigen presenting cell (APC) dari kuli (sel
Langerhans kulit dan / atau sel dendritic), manangkap
kompleks hapten-protein dan mengekspresikannya pada
permukaan sebagai molekul HLA-DR.
• APC kemudian bermigrasi melalui saluran limfatik ke
kelenjar getah bening dengan membawa antigen HLA-DR
kompleks kepada sel T yang kemudian menyampaikan
kedua molekul CD4, yaitu HLA-DR dan sel T CD3
kompleks.
• T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
• kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga
sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas
yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase ini rata-rata
berlangsung selama 10-15 hari dan tanpa gejala.
2. fase elisitasi
• Selama fase ini, baik APC dan keratosit dapat
mempresentasikan antigen dan menyebabkan rekrutmen sel
T spesifik hapten berikutnya.
• Sebagai respon, sel T melepaskan sitokin, termasuk IFN-y
dan TNF-ayang kemudian menegluarkan sel-sel inflamasi
lainnya sambil merangsang makrofag dan keratinosit untuk
melepaskan lebih banyak sitokin.
• Keadaan proinflamasi lokal ini menghasilkan gambaran
klinis klasik inflamasi spongiotik (kemerahan, edema,
papula dan vesikel, hangat)
UJI TEMPEL
Dari 30 macam alergen dengan hasil positif terbanyak menurut NACDG
pada periode 2005-2006, Zug dan NACDG menemukan bahwa terdapat 10
alergen yang berperan penting dimana saat ini tidak tersedia di Panel uji T.R.U.E:
bacitracin, methyldibromoglutaronitrile, bronopol, aldehida sinamat, propilen
glikol, hidantoin DMDM, iodopropynyl butylcarbamate, ethyleneurea / melamine
formaldehyde, dispersi blue 106, dan amidoamine. Baitracin adalah alergen
ketujuh yang paling sering positif menurut data prevalensi dari kelompok studi
ini.

INTERPRETASI HASIL
Alergen harus diletakkan pada kulit yang sehat di punggung pasien dan
didiamkan selama 48 jam. pembacaan uji tempel dilakukan sebanyak dua kali:
pada hari pelepasan uji tempel/ 48 jam (hari 2) setelah aplikasi, dan 96 jam setelah
paparan (hari 4), atau hari 7. Alergen tertentu yang diketahui sebagai "reaktor
lambat," Misalnya, jika diduga alergi neomisin atau PPD, maka pembacaan
tambahan dilakukan pada hari 5-7. Demikian juga, beberapa peneliti juga
menemukan bahwa pembacaan untuk logam dan kortikosteroid terkadang harus
ditunda sampai 7 hari.
ICDRG telah merekomendasikan untuk menilai reaksi uji tempel menurut
sistem penilaian Wilkinson et al yang menggunakan sistem penilaian + hingga
+++;
• + merupakan reaksi nonvesikular yang lemah tetapi dengan eritema
jelas;
• ++ merupakan reaksi kuat (edematous atau vesikular);
• +++ reaksi ekstrem (bulosa atau ulseratif).
• Reaksi yang sangat lemah atau dipertanyakan, yaitu hanya eritemia
tidak jelas atau makula dicatat dengan tanda tanya (?+),
• Reaksi iritan dicatat sebagai "IR.", yang digambarkan sebagai
• (1) reaksi eritematosa terbatas pada lokasi aplikasi bahan
kimia.
• (2) Reaksi purpuric dengan ptekie
• (3) Reaksi pustular

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis kontak iritan (DKI).
• Temuan fisik dapat dibedakan secara klinis, secara umum tidak ada
vesikulasi (hanya iritan yang sangat kuat menghasilkan vesikel)
dan terasa lebih panas dari pada gatal. Tidak menyebar di luar area
kontak dengan paparan.
2. Dermatitis atopik.
• Distribusi temuan kulit dapat membantu; pasien atopik dapat
berkembang menjadi alergi kontak. Penyakit yang memburuk
dapat mengindikasikan perkembangan alergi kontak baru.
3. Numullar dermatitis.
• Plak berbentuk koin, berbatas tegas di kaki, tangan dorsal, dan
permukaan ekstensor
4. Dermatitis seborrheic
• Plak papulosquamous yang berminyak dan bersisik biasanya
terdapat di daerah bantalan rambut, glabella, dan lipatan nasolabial.
5. Eczema asteatotik.
• Bercak seperti perkamen tanpa edema atau vesikulasi biasanya
terletak di tungkai bawah.

Anda mungkin juga menyukai