PENDAHULUAN
berbagai pihak dan kegiatan, serta diwarnai oleh unsur kapitalisme, telah
mengarahkan kegiatan industri pada beragam konflik mulai dari konflik politis,
berkembang, dipicu oleh dua perubahan dasar yakni kondisi ekonomi yang
moneter, dan kondisi hukum yang masih lemah dalam hal penegakan
dan juga pemegang modal. Apabila ditelaah, maka dapat dikatakan bahwa konflik
bisa terjadi pada dua tataran yaitu tataran makro dan tataran mikro. Pada tataran
makro, konflik terjadi pada lingkup horizontal yang lebih luas, mencakup konflik
pusat dan daerah. Pada tataran mikro, konflik terjadi antara masyarakat setempat
dengan perusahaan dan pemerintah setempat, atau dengan oknum spekulan dan
aparat.
Konflik pada tataran mikro ini, umumnya terjadi pada tataran lokal yang
Minahasa Raya (PT. NMR) dengan masyarakat sekitar Teluk Buyat, Konflik
antara PT. Palu Citra Mineral (PT.CPM) dengan penambang lokal di Kelurahan
Poboya Palu, dan konflik Penambang Tanpa Izin (PETI) batubara di Kalimantan
Selatan.
perusahaan. Konflik yang terjadi antara warga kecamatan Leupung, Aceh Besar,
lalu lumpuh akibat ruas jalan menuju pabrik semen itu diblokir oleh ratusan warga
datang memblokir ruas jalan menuju PT Semen Andalas Indonesia serta melarang
yang terbatas hanya pada satu aspek saja, tetapi juga perusahaan ikut serta dalam
pelanggaran HAM saat membangun pipa LNG dengan junta militer Birma tahun
1994 itu telah mulai proyek eksploitasi. Proyek ini kemudian dibuka kembali
dengan Keppres No.15 tahun 2002 tetapi karena biaya pengembangannya semakin
bulan Juli 2003 UNOCAL menjual proyek ini ke PLN dan menyatakan bahwa
sebagai gantinya investasi yang telah dikeluarkan sebesar 60 juta dolar Amerika
Pembangunan PLTP Sarulla dengan kapasitas 330 MW, Konsorsium dan Sarulla
Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri Jepang, Bapak Shinzo Abe,
Konsorsium yang diwakili oleh Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco Energi,
David Citrin, Vice President Ormat,dan Akira Yokota, Executive Vice President
PT. PLN (persero); Joint Operation Contract (JOC) dengan PT. Pertamina
Geothermal Energy; dan Energy Sales Contract (ESC) dengan PT. Pertamina
dan kaum laki-lakinya semakin mencuat karena banyaknya pekerja berasal dari
luar daerah. Mereka merasakan perusahaan bersikap tidak adil karena mayoritas
karyawan perusahaan berasal dari luar daerah. Kalau pun ada penerimaan tenaga
kerja lokal, itu pun mesti didahului dengan aksi tuntutan dari masyarakat dan
hanya menempati posisi sebagai satpam/wakar, cheker, tenaga survai dan sedikit
sekali sebagai operator apalagi staf kantor dan manajemen. Sedangkan dalam
(Amdal) serta pengakomodiran hak hak warga sekitar yang dinilai diabaikan
pihak perusahaan disikapi dengan aksi demo. Pasalnya, permasalahan ini disebut
pantas untuk menjadi sebuah poin utama yang harus dijadikan Asian
dan Desa Sibaganding Sumatera Utara berawal dari perbedaan persepsi dalam
menafsirkan hak kepemilikan atas tanah oleh pemerintah dan perusahaan Sarulla
Operation Ltd (SOL) dengan masyarakat setempat. Hal ini sangat dimungkinkan
karena pada satu pihak persepsi hak kepemilikan atas tanah atau lahan didasarkan
atas persepsi dari ketentuan pokok agraria sementara pada pihak yang lain,
masyarakat melihat masalah hak kepemilikan atas tanah atau lahan menggunakan
acuan hukum adat yang secara turun temurun ada dan telah menjadi tata nilai
lembaga adat yang ada justru disebabkan karena pemberlakuan UU No. 5 Tahun
sebatas pemberian ganti rugi atas lahan masyarakat yang terpakai. Sementara
substansi persoalan adalah pada persepsi kepemilikan tanah yang berbeda antara
keuntungan dari adanya eksploitasi PLTP ini di beberapa daerah membuat portal-
portal atau menutup jalan umum untuk pengangkutan barang milik perusahaan.
dipimpin oleh desa (melalui aparat desa atau kesepakatan kampung) dan ada juga
yang dikelola oleh kelompok tertentu. Tidak jarang hal ini menimbulkan konflik
antara para sopir pengangkutan dengan para penarik pungutan atau penutup jalan
tersebut.
pemilik dan sekarang menjadi buruh pekerja di perusahaan. Pergeseran pola hidup
yang lebih konsumtif, penggunaan narkotika dan minuman keras oleh para anak
remaja dan adanya praktek prostitusi, dan lain sebagainya sebagai akibat dari
Bumi (PLTP). Pengunjuk rasa yang tergabung dalam aliansi masyarakat luat
akurat oleh perusahaan. Bahkan, soal analisa dampak lingkungan (Amdal) saja
PT SOL ini, dirinya mengancam akan menggelar aksi demonstrasi lanjutan serta
Julu maupun Pahae Jae ialah letak geografis yang sangat rentan terjadinya Gempa
bumi dan terdiri dari sumur-sumur di dalam tanah yang diperkuat dindingnya
dengan baja dan beton. Apabila terjadi gerakan - gerakan lateral atau vertikal di
kulit bumi, sumur dan pelapisnya besar kemungkinan akan robek, dan bocor.
Apalagi kalau kekuatan gempa sudah mencapai kekuatan 8,2 pada skala Richter
Selatan, sebaiknya dilihat juga sebagai ’lampu kuning’ bagi penguasa dan para
tempat lain.
disamping sebagai faktor produksi, juga memiliki fungsi sosial dan politik. Oleh
dalam mengatur hubungan antar manusia berkaitan dengan tanah. Implikasi dari
masalah hubungan tersebut adalah adanya aturan kepemilikan atas tanah oleh
masyarakat. Oleh karena itu pula hukum positif atau perundang-undangan formal
akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai
aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan yang
optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Keputusan yang optimal tersebut
Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan
secara bijak .Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh
memadukan berbagai nilai dan berbagai kepentingan yang terlibat, salah satunya
mengkaji hal ini lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Respon
Masyarakat Kecamatan Pahae Julu terhadap Kehadiran PT. Sarulla Operation Ltd
Dari uraian di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
Kesejahteraan Sosial.
BAB I : PENDAHULUAN
BAB VI : PENUTUP
10