Anda di halaman 1dari 3

1.

Perkembangan Kebijakan Pengembangan Panas Bumi di Indonesia

Kegiatan pengembangan panas bumi sudah dimulai dijalankan , namun keterlibatan


pemerintah baru dimulai pada tahun 1975, yaitu diawali dengan eksplorasi Kamojang oleh
Pertamina yang dilanjutkan dengan dioperasikannya mono blok ini pada tahun 1978 dengan
kapasitansi 250 Kw. Sampai pada tahun 2009, masih sekitar 4 % dari energi panas bumi
potensial yang telah dimanfaatkan oleh Inonesia, meskipun pada tahun 2003 telah
dikeluarkan UU Panas Bumi No 27 Tahun 2003.

- Masa Pra UU No 27 Tahun 2003


Periode dimana awal pertama kali eksplorasi panas bumi dilakukan oleh Belanda di
Indonesia pada tahun 1926 sebanyak 5 sumur di Kamojang. Setelah itu, kegiatan eksplorasi
mandeg sampai pemerintah orde lama. Lalu setelah itu ,pemerintah mengeluarkan Keppres
no 16 Tahun 1974 yang menugaskan Pertamina dan PLN serta dengan bantuan pemerintah
Selandia Baru untuk melaksanakan survey dan eksplorasi sumber daya panas bumi khususnya
di Jawa-Bali. Alhasil, pada 27 November 1978 diresmikannya monoblok Kamojang dan
kemudian 14 Mei 1981 diresmikannya monoblok Dieng. Diluar jawa juga dikembangkan pula,
seperti di daerha Kerinci dan Lahendong sekitar tahun 1977-1978.
Tahun 1981, bedasar Keppres No.22 Tahun 1981, pertamina diberi kekuasaan atas
pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh tanah air, dan
mewajibkan untuk menjual listriknya ke PLN. Bentuk kerja -sama antara Pertamina dengan
pihak lain pada periode ini disebut dengan Kontrak Operasi Bersama( Joint Operation
Contract). Berlanjut dengan Keppres no 45 dan 49 Tahun 1991, Pertamina diberi keleluasaan
dalam menjual listrik yang didapat tidak hanya ke PLN namun ke instansi lain, baik dalam negri
atau luar negri. Pajak pengusahaan panas bumi -pun diturunkan dari 46 % menjadi 34% dari
Nett Income. Selain itu, keleluasaan dalam batas minimum kapasitansi pembangkit
pengusahaan panas bumi bisa diturunkan sampai 10 MW dengan ijin Menteri energid an
sumber daya mineral. Isi -isi Keppres tersebut sangat menarik, dibuktikan dengan adanya 6
kontrak baru pengusahaan sumber daya panas bumi yang berjalan setelah Keppres ini turun.
Berlanjut dengan Keppres no 76 Tahun 2000,yang menempatkan Pertamina sekarang
hanya segbagai badan usaha bukan lagi sebagai regulator, kecuali untuk kontrak-kontrak yang
sedang berlangsung.Ditindaklanjuti dengan KepmenEnergi dan Sumber Daya Mineral no
667K/11/MEM/2002 yang pada intinya, seluruh regulasi dan evaluasi terkait kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi panas bumi diserahkan kepada Direktorat Jenderal Geologi dan
Sumber Daya Mineral serta untuk regulasi dan evaluasi dari pembangkit tenaga listrik panas
bumi diserahkan kepada Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.
- Masa UU No 27 Tahun 2003
Latar belakang dibuatnya UU Panas Bumi pada intinya ialah pengurangan resiko terhadap
investasi kegiatan eksplorasi Panas Bumi, keterkaitan dengan energi panas bumi sebaga
energi local sehingga menyangkut otonomi daerah, beberapa kepastian kebijakan fiscal dan
kepastian hukum dimata investor. UU no 27 Tahun 2003 ini hanya mengatur sisi hulu ,
sedangkan sisi hilirnya dilimpahkan kepada UU ketenagalistrikan. Permasalahannya ialah,
antara kedua bagian UU ini terdapat beberapa poin yang tidak selaras dan berlawanan.
Semisal untuk kasus penyediaan listrik di daerah tertinggal, dimana pemerintah dipersulit
dalam melakukan penyediaan bisnis dalam hal ini karena terikat denga skema tender terlebih
dahulu.
Tetapi, sisi baiknya dari UU ini, dapat menempatkan pemerintah daerah sebagai daerah
yang juga memiliki kewenangan lebih besar dalam pengembangan panas bumi di wilayahnya
masing-masing yang meliputi legislasi, perizinan dan pengwasan. Selain itu, UU ini juga
menyatakan jelas kegiatan operasional Panas Bumi , yang terdiri dari lima, yaitu survey
pendahuluan, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi, dan pemanfaatan.
Untuk lebih jelas, skema nya sebagai berikut,

Untuk menetapkan WKP, pemerintah pusat dan atau daerah atau juga instansi lain
dengan anggaran dari pemerintah untuk melakukan survey pendahuluan, dan pemerintah
pusat melakukan kegiatan eksplorasi panas bumi dalam rangka mengurangi resiko investasi
yang mungkin terjadi.

2. Kebijakan Energi Nasional di Bidang Panas Bumi

Melalui Pepres no 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, pemerintah


menargetkan kontribusi energi panas bumi pada tahun 2025 sebesar 5% dari konsumsi energi
nasional atau setara 9500 MW. Sasaran -sasaran lainnya diantaranya , peningkatan pemanfaatan
langsung panas bumi dalam menunjang sector agro pengembangan dan wisata , peningkatan
kemampuan kelembagaan dalam penyelenggaraan pengusahaan panas bumi, meningkatkan
masuknya invesatasi dalam rangka peningkatan target kapasitas PLTP, pengusahaan emisi CO2
dari pembangkit listrik yang maksimal mencapai 50 juta ton pada tahun 2020, peningkatan
kompetensi dan pemberdayaan SDM serta kemampuan teknologi nasional, dan tersedianya
perangkat regulasi panas bumi.

3. Permasalahan Pengembangan Panas Bumi di Indonesia


Kondisi panas bumi yang baru cukup tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pasokan
listrik masih didominansi oleh WKP yang lama , sedangkan yang baru masih belum
menunjukkan sumbangsih listrik yang signifikan. Beberapa permasalahan yang dihadapi perlu
diperhatikan oleh pemerintah. Beberapa poin permasalahn tersebut berdasar World
Geothermal Congress 2010 yakni ;
- Resiko sumber daya
- Tingginya biaya investasi pada periode awal proyek
- Harga listrik panas bumi
- Proses lelang dinilai tidak bankable
- Pengembangan panas bumi skala kecil
- Pemanfaatan panas bumi secara langsung
- Kurangnya sumber daya manusia bidang panas bumi
- Kandungan local
- Tumpeng tindih wilayah local
- Birokrasi dan kelembagaan

4. Pengembangan Panas Bumi di Indonesia

Tahapan kegiatan usaha panas bumi terdiri dari eksplorasi, studi kelayakan da eksploitasi yang
dipaketkan dalam satu ijin, yaitu izin usaha pertambangan panas bumi(IUP), sedangkan tahapan
kegiatan operasional panas bumi, terdiri dari 5 survey seperti yang telah dijelaskan diatas. Dalam
pemanfaatan energi listrik oleh panas bumi dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemanfaatan
langsung dan tidak langsung namun tetap bahwa pemanfaatan tersebut dibwah regulasi oleh
direktorat ketenagalistrikan.
Secara umum , alur kegiatan pengusaan panas bumi dapat dijelaskan sebagai berikut ;
- Menyusun jadwal dan menetapkan tempat pelaksanaan lelang WKP
- Menyiapkan dokumen lelang
- Membuka rekening bank untuk kebutuhan penyimpanan transfer uang jaminan lelang
- Mengumukan pelelangan WKP panas bumi di media cetak nasional dan regional serta
papan pengumuman
- Menilai kualifikasi Badan Usaha melalui prakualifikasi
- Melakukan evaluasi terhadap penawaran yang diajukan oleh peserta lelang
- Mengusulkan calon pemenang
- Membuat berita acara pelelangan WKP
- Untuk wilayah kerja lintas provinsi, dibentuk oleh Menteri
- Untuk wilayak kerja lintas kabupten//kota, dibentuk oleh gubernur
- Untuk wilayah kerja yang berada di wilayah kabupaten/kota dibentuk oleh
Bupati/Walikota
- Apabila kabupaten /kota atau provinsi belum mampu menyelenggarakan proses lelang
WKP, maka Bupati atau Gubernur dapat meminta kepada Menteri untuk melaksanakan
proses pelelangan

Anda mungkin juga menyukai