2 Pedoman Pengelolaan Hiv Aids 1 1
2 Pedoman Pengelolaan Hiv Aids 1 1
1. PENDAHULUAN
a. Latar belakang
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman
penyebaran HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak
menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15
tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang
yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan
yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan
peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS
terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui
penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan
menembus kulit : tato, tindik, dll).
b. Tujuan
Tujuan dari penyusunan pedoman ini agar puskesmas mempunyai
suatu pedoman yang baku untuk penanganan kasus HIV di wilayah
Ngaglik II.
c. Manfaat
Manfaat dari pengelolan hiv aids ini adalah untuk mencegah
berkembangnya virus hiv di masyarakat kecamatan Ngaglik II terutama
untuk kegiatan edukasi kepada masyarakat.
2. STRUKTUR ORGANISASI
a. Visi misi pengelolaan HIV AIDS
Visi pengelolaan HIV AIDS adalah
mencegah perkembangan HIV AIDS di wilayah Ngaglik II secara total
dan komprehensif.
Misi:
- Melakukan pendekatan kepada sasaran sehingga tidak ada jarak
yang berbeda antara layanan dan sasaran
- melakukan pencegahan dengan melakukan psikoedukasi bagi
masyarakat,
- melakukan VCT (Voluntary Consutasi Test) mobile ke tempat-
tempat beresiko,
- menyediakan konseling VCT di Puskesmas,
- melakukan tes HIV untuk semua ibu hamil,
- serta menjembatani seseorang yang terkena HIV untuk mengakses
pengobatan dan pendampingan oleh LSM yang bekerjasama
dengan puskesmas.
- Selain itu adanya layanan LASS ( Layanan Alat Suntik Steril) di
Puskesmas Ngaglik II untuk mencegah penyebaran virus HIV
melalui jarum suntik yang tidak steril.
b. Kebutuhan SDM
2. Tingkat layanan
- Petugas konselor
- Dokter umum
- Petugas laboratorium
- Petugas administrasi
- Ahli gizi
- Bidan
f. Alur pelayanan
- Pada prinsipnya alur pelayanan HIV AIDS di puskesmas disusun
untuk mempermudah dan menjaga privasi supaya terjaga layanan
yang diberikan kepada
- Alur pelayanan HIV AIDS berbeda dengan pasien umum , namun
meskipun ada perbedaan tetapi rekam medisnya tetap dilengkapi
-
Pasien datang
4. PENGENDALIAN DOKUMEN
Pengendalian dokumen penting milik pasien sangat dijaga kerahasiaannya
dan ditempatkan di suatu ruangan yang tidak bisa dibaca selain TIM HIV.
Dokumen tersebut antara lain:
a. Biodata lengkap pasien HIV positif
b. Laporan hasil lab pasien
c. Foto
6. PERKEMBANGAN CAKUPAN/KEGIATAN
1) Program Pencegahan Penularan Melalui Alat Suntik
Populasi penasun didorong untuk mengikuti layanan alat suntik steril
(LASS). Layanan ini terus dikembangkan baik melalui LASS di tingkat
komunitas maupun di layanan kesehatan seperti puskesmas. Layanan di
puskesmas perlu ditingkatkan agar menjadi lebih mudah diakses oleh
penasun. Layanan tersebut menyediakan informasi dan penukaran alat
suntik steril kepada penasun.
2) Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
Layanan terapi rumatan metadon disediakan untuk mengganti
ketergantungan dan kebiasaan perilaku penasun terhadap penggunaan
narkoba melalui alat suntik, sehingga dapat meminimalkan penularan HIV.
3) Program di Lembaga Pemasyarakatan
Program penanggulangan HIV dan AIDS di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) dikembangkan sejak tahun 2007. Beberapa kebijakan yang telah
tersedia antara lain adalah Stranas Penanggulangan HIV dan AIDS dan
Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/ Rutan; Rencana Induk Penguatan
Sistem dan Penyediaan Layanan Klinis Terkait HIV dan AIDS di
Lapas/Rutan; Petunjuk Pelaksana Teknis Layanan Dukungan dan
Pengobatan HIV dan AIDS di Lapas/Rutan; SOP Pelaksanaan Metadon di
Lapas/Rutan; Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan Tentang Monitoring
dan Evaluasi Program Penanggulangan HIV dan AIDS di Lapas/Rutan..
Cakupan program yang di tahun 2006 masih terbatas, saat ini telah
meningkat. Sekalipun cakupan meningkat, namun ternyata masih ada
kesenjangan yang besar untuk dapat mencapai target universal access.
7. INDIKATOR KINERJA
a. Indikator Input
Indikator input meliputi pengeluaran dana baik oleh mitra nasional
maupun mitra internasional, pengembangan kebijakan HIV dan AIDS
serta status implementasi kebijakan tersebut, dan penguatan
kelembagaan yang mencakup kelembagaan KPA (berikut seluruh
sektor yang menjadi anggota) baik di tingkat nasional maupun daerah.
Indikator ini penting untuk menilai perkembangan keberlangsungan
program (sustainability).
b. Indikator Process
Indikator proses mencakup pelaksanaan program nasional, yaitu
keamanan darah, pelayanan ART, pencegahan transmisi dari ibu ke
anak, co-management pengobatan TBC dan HIV, tes HIV, pendidikan
dan mitigasi dampak.
d. Indikator Output
Indikator output adalah cakupan program (coverage) khususnya
terhadap populasi kunci, ditambah dengan masyarakat umum untuk
Provinsi Papua dan Papua Barat. Cakupan program nasional diukur
terhadap seluruh populasi kunci yang dijangkau oleh program
komunikasi perubahan perilaku, diantaranya program edukasi,
komunikasi pendidikan sebaya, penilaian risiko individu/kelompok, dan
akses terhadap kondom dan alat suntik, program VCT, IMS serta
perawatan, dukungan dan pengobatan. Target tahunan indikator
cakupan program disajikan lebih rinci pada lampiran. Indikator ini
penting untuk dinilai secara berkala untuk melihat adanya
perkembangan program di lapangan.
e. Indikator Outcome
Indikator outcome untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan
program telah dapat merubah perilaku berisiko menjadi perilaku aman
dari kelompok kunci, baik perilaku pencegahan maupun perilaku
pengobatan. Indikator ini penting untuk menilai perkembangan
efektifitas program (effectiveness).
f. Indikator Impact
Indikator impact digunakan untuk melihat dampak epidemi dan
program HIV dan AIDS, yang diukur dengan prevalensi HIV dan IMS
pada populasi kunci, dan populasi umum untuk Tanah Papua.
Uraian lebih rinci mengenai indikator kinerja program penanggulangan
AIDS, yang meliputi nama indikator, frekuensi pengumpulan data,
metode pengukuran dan institusi penanggung jawab untuk setiap
indikator
7. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi
Metode Pengumpulan Data
KPAN bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan seluruh sektor
pemerintah serta organisasi-organisasi masyarakat sipil dan mitra kerja
internasional, melakukan monitoring dan evaluasi secara nasional untuk
menghasilkan indikator kinerja serta informasi yang bersifat strategik. Dengan
menggunakan informasi tersebut, KPA dapat menilai apakah upaya
penanggulangan sudah berjalan sesuai rencana atau memerlukan berbagai
perbaikan dan perubahan. Setidaknya metode pengumpulan data yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Surveilans
Surveilans HIV, AIDS dan IMS merupakan tanggung jawab dari Kementerian
Kesehatan. Berbagai bentuk kegiatan surveilans yang diperlukan antara lain
adalah sebagai berikut:
b. Surveilans HIV
Kementerian Kesehatan menetapkan surveilans HIV dilakukan sekali setahun.
Saat ini surveilans HIV dilakukan terhadap WPS. Surveilans HIV perlu diperluas
ke semua populasi kunci. Surveilans pada ibu hamil perlu dilakukan pada area
geografis tertentu sesuai dengan tingkat epidemi.
c. Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
STBP telah dilakukan pada beberapa provinsi prioritas. Ke depan STBP perlu
dilakukan secara konsisten pada semua provinsi prioritas.
d. Survei IMS
Kegiatan ini dapat diintegrasikan ke dalam STBP.
• Survei resistensi ARV
• Estimasi jumlah ODHA
• Estimasi jumlah populasi kunci
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
1. Identitas pasien
- Identitas pasien yang berkunjung ke Puskesmas wajib dilindungi dan
diberikan rasa nyaman dari berbagai macam gangguan sehingga
identitasnya kita rahasiakan.
- Alur layanan menggunakan alur khusus tanpa mengikuti alur pasien
umum, tetapi menggunakan jalur khusus, setelah itu administrasi
mengikuti
- Semua petugas kita sosialisasikan bahwa pasien ODHA perlu ditangani
dengan benar dan kita menghilangkan stigma bahwa ODHA harus
dijauhi