Disusun oleh :
HELEN YOSSRANTIKA
NIM : 1614301021
BANDAR LAMPUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Flour Albus yang terjadi terus menerus, tidak sembuh dengan obat, harus
dipikirkan pula dengan adanya kemungkinan terjadi kanker serviks (Irianto,
2015). Saat ini masyarakat Indonesia juga mulai mengutamakan penggunaan
obat secara alami . salah satu yang bisa dimanfaatkan untuk mencegah
keputihan (flour albus) adalah rebusan air steril daun sirih (Piper Betlle)
(Werdhany dkk, 20010).
Daun sirih merupakan tanaman obat yang potensial yang diketahui secara
empiris memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit antara
lain yaitu Flour Albus. Daun sirih mengandung senyawa fitokimia yaitu minyak
atsiri. Daun sirih ini banyak di temukan di Indonesia sebagai tanaman obat
herbal. Hal ini dikarenakan daun sirih mempunyai sifat antijamur yang
merupakan komponen yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan rongga mulut,
dan menyembuhkan penyakit Flour Albus dan bau yang tidak sedap (Werdhany
et al., 2010).
Flour Albus dapat diatasi dengan berbagai cara yang pertama dalam
membersihkan personal hygiene, istrahat, olahraga yang teratur serta
menghindari stress. Selain itu, Flour juga dapat diatasi dengan pengobatan non-
farmakologi yang bisa dilakukan dengan penggunakan air rebusan steril daun
sirih (piper Betlle) dapat diperhitungkan untuk digunakan dalam mengatasi Flour
Albus pada remaja putri sebagai pengobatan non-farmakologi.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh Air Rebusan Daun Sirih (Piper Crocatum) terhadap
Pencegahan gejala Flour Albus pada remaja putri usia subur di SMP NEGERI 19
BANDAR LAMPUNG ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Menganalisis pengaruh air rebusan daun sirih (piper crocatum) terhadap
pencegahan gejala flour albus pada remaja putri usia subur di SMP NEGERI 19
BANDAR LAMPUNG
2. Tujuan khusus :
1. Mengidentifikasi pencegahan gejala Flour Albus remaja putri usia subur
sebelum diberikan air rebusan daun sirih (piper crocatum) di SMA
NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG.
2. Mengidentifikasi pencegahan gejala Flour Albus remaja putri usia subur
sesudah diberikan air rebusan daun sirih (piper crocatum) di SMP
NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG.
3. Menganalisis pengaruh air rebusan daun sirih (piper crocatum) terhadap
pencegahan gejala Flor Albus pada remaja putri usia subur di SMA
NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai media informasi dalam penggunaan antiseptic yang bersifat
tradisional untuk pencegahan Flour Albus.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam mengenal
kesehatan fisik dan psikis remaja putri terutama masalah Flour Albus.
3. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam mengkaji
mengenai kesehatan reproduksi terutama pengaruh air steril rebusan daun
sirih terhadap pencegahan Flour Albus.
4. Bagi Responden
Sebagai media informasi dalam mengenal keputiha (Flour Albus) untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan pada
remaja putri khusunya.
E. Ruang Lingkup
Jenis penelitian yang dilakukan dengan metode kuantitatif dan dilakukan
secara cross sectional, objek dalam penelitian ini sebagai variabel independen
yaitu mengenai gambaran perilaku pencegahan dan penanganan keputihan dan
sebagai variabel dependen adalah gambaran kecemasan remaja pada saat
mengalami keputihan. Pemilihan sampel adalah siswi SMP Negeri 19 Bandar
Lampung karena pada usia tersebut remaja sudah mengalami pematangan pada
organ reproduksi. Berpotensi mengalami gangguan kesehatan pada organ
reproduksi salah satunya adalah gejala keputihan (flour albus). Apalagi bagi
remaja yang tidak berperilaku yang baik dalam pemeliharaan/perawatan pada
organ reproduksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Flour Albus
a) Pengertian Flour Albus
Flour Albus adalah keluarnya cairan kecuali darah dari liang vagina, baik
berbau atau tidak, serta disertai adanya rasa gatal sekitarnya.
Flour Albus adalah keluarnya cairan yang berlebih dari saluran reproduksi
perempuan (vagina). Flour Albus ini bersifat fisiologis (normal) dan patologis
(abnormal) tergantung dari variasi warna, baud an konsistensi. Flour Albus
dikatakan patologis (abnormal) bila diikuti dengan perubahan baud an warna
yang menunjukan tanda-tanda tidak normal. Pada umumnya keluhan lainnya
disertai rasa gatal, dysuria dan edema genital dan lain-lain (Irianto, 2015).
Semua wanita mengalami Flour Albus pada masa-masa tertentu, baik
karena sedang mengalami hamil, sebelum haid/menstruasi, sesudah
haid/menstruasi, masa nifas (sesudah melahirkan), sedang subur (kurang dari 2
minggu sebelum haid/menstruasi yang akan dating, dan sehabis bersenggama
(Bahari, 2012). Dalam keadaan ini dianggap normal karena kelenjar yang ada
didalam vagina aktif, baik karena hormone (estrogen dan progesteron) maupun
karna ada rangsangan seksual dan emosional).
Wanita sendiri memiliki banyak masalah pada area vagina. Kebanyakan
kasus yang terjadi adalah Flour Albus. Flour Albus bukan berarti suatu penyakit
jika hanya muncul pada masa-masa tertentu dan tidak terus-menerus, juga
berwarna, berbau, dan gatal. Sebaliknya Flour Albus yang tidak gatal dan tidak
berbau, tidak berarti bukan suatu penyakit, Flour Albus yang terus-menerus,
tidak sembuh dengan obat, harus dipikirkan pula dengan adanya kanker serviks
(Irianto, 2015).
b) Etiologi Flour Albus
1. Flora Normal
Pada keadaan normal, terdapat pertumbuhan flora normal di vagina
seperti Lactobacillus sp dan flora normal lain. Kelenjar pada serviks
menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar bercampur dengan bakteri, sel
epitel vagina serta serviks. Normalnya pada perempuan Flour Albus memiliki
manfaat sebagai pelumas, dan sebagai mekanisme pertahanan dari berbagai
macam infeksisaat keadaan normal Flour Albus berwarna jernih atau keruh
berawan dengan atau tanpa bau maupun darah. Ph fisiologisnya berada
pada kisaran antara 3.5 – 4.5 yang berfungsi untuk menghambat bakteri
pathogen yang tumbuh berlebihan.
Flor Albus fisiologi (normal) dapat terjadi pada masa menjelang
menstruasi, pada masa sekitar antara hari ke 10 – 16 haid/menstruasi.
Flour Albus yang secara fisiologis akibat adanya pengaruh hormone estrogen
dan progesterone yang dihasilkan selama proses ovulasi. Setelah terjadi
ovulasi, akan terjadi peningkatan vaskularisasi dari endometrium yang
menyebabkan endometrium menjadi sembab. Kelenjar endometrium menjadi
berkelok – kelok karna dipengaruhi adanya hormone estrogen dan
progesterone dari korpus luteun sehingga bisa mensekresikan cairan jernih
yang bisa dikenal dengan keputihan (Solikhah, 2010).
2. Hormon
Hormone estrogen dan progesterone juga bisa menyebabkan lender
servik sehingga timbul Flour Albus selama proses ovulasi berlangsung. Pada
servik estrogen menyebabkan mucus menjadi tipis basa sehingga dapat
meningkatkan sperma, sedangkan progesterone menyebabkan mucus
menjadi tebal, kental dan pada saat ovulasi menjadi elastis. Ciri – ciri dari
keputihan secara fisiologis adalah cairan yang berwarna bening, terkadang
putih kental, tidak berbau dan tanpa disertai dengan keluhan, seperti rasa
gatal pada area vagina dan perih (Irianto, 2010).
3. PH
Flour Albus patologis bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yaitukurangnya perhatian terhadap kebersihan organ kewanitaan, membasuh
organ kewanitaan kea rah yang sala, aktivitas fisik yang sangat melelahkan,
tidak segera mengganti pembalut ketika mestruasi, pola hidup yang kurang
sehat, kondisi kejiwaan yang sedang mengalami stres berat, menggunakan
sabun pembersih untuk membersihkan organ kewanitaan secara berlebihan,
kondisi cuaca khususnya cuaca lembab,kondisi hormone yang tidak
seimbang, sering kali menggarukmorgan kewanitaan. Penyebab Flour Albus
patologis bisa terjadi pada semua penyakit kelamin (infeksi bibir kemaluan,
liang senggama, mulut rahim dan pada infeksi karena penyakit yang menular
seksual). Ciri – ciri keputihan secara patologis adalah banyaknya leukosit
yang keluar, jumlahnya banyak, berbau busuk/tidak sedap, berwarna keputih-
putihan, kekuningan atau kehijaua, gatal dan terjadi terus – menerus, jumlah
cairan banyak dan akan meninggalkan bercak pada pakaian dalam dan
disertai dengan suatu keluhan (panas,gatal, dan nyeri), serta berbau (apek,
amis, dan busuk (Elmart, 2012).
4. Kondisi Fisik
Faktor – faktor yang bisa memicu Flour Albus :
1. Kelelahan fisik merupkan kondisi yang dialami seseorang akibat
meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu memaksakan tubuh
untuk bekerja terlalu berlebihan dan menguras fisik.
2. Ketegangan psikis merupakan kondisi yang dialami seseorang akibat dari
meningkatnya beban pikiran dari kondisi yang kurang menyenangkan atau
sulit untuk dilalui. Meningkatnya beban pikiran memicu adanya sekresi
hormone adrenalin. Meningkatnya sekresi hormone adrenalin dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi elastisitas
pembuluh darah. Hal ini dikarenakan aliran hormone estrogen ke organ
tertentu termasuk vagina salah satunya terhambat sehingga asam laktat
yang dihasilkan menjadi berkurang. Berkurangnya asam laktat
menyebabkan keasaman vagina berkurang sehingga bakteri, jamur, dan
parasite penyebab flour albus mudah berkembang.
3. Kebersihan diri salah satu tindakan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan untuk kesejahtraan fisik maupun psikis. Flour Albus yang
abnormal dapat dipicu oleh wanita dalam menjaga kebersihan dirinya,
terutama pada alat kelamin. Kegiatan kebersihan diri dapat memicu flour
albus adalah penggunaan pakaian dalam yang ketat dan berbahan dari
nilon, cara membersihkan (cebok) alat kelamin tidak sesuai, penggunaan
sabun dan pewangi vagina, penggunaan pembalut kecil yang terus –
menerus diluar siklus menstruasi.
Didalam vagina terdapat berbagai macam bakteri, 95% diantaranya
adalah Lactobaccillus selebihnya adalah bakteri pathogen, yang dalam
ekosistem seimbang bakteri pathogen ini tidak akan mengganggu. Peran
penting dari flora vagina ini adalah untuk menjaga keasaman pH sagar
tetap pada level normal. Dengan tingkat keasaman tersebut, Lactobacillus
akan tumbuh subur dan bakteri pathogen akan mati. Pada kondisi
tertentu, kadar pH vagina bisa menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari
keadaan normalnya.
Piper Betlle salah satu jenis tanaman perdus atau semak. Jenis tanaman
ini mudah untuk dijumpai dikebun atau disamping rumah. Kebanyakan orang
menanam piper betlle sebagai pelengkap taman, juga dimaksudkan untuk
tanaman toga (tanaman obat keluarga). Bagian yang sering dimanfaatkan oleh
piper betlle ini adalah daun nya (Nisa et al, 2014).
Dalam Piper Batlle terkandung senyawa fitokimia yaitu minyak atsiri,
alkaloid, saponin, tannin, dan flavonoid dimana kandungan kimia tersebut
diduga berpotensi sebagai daya antimikroba (Candrasari et al, 2012).
kandungan kimia lainnya yang terdapat di Piper Batlle adalah hidroksi, kavicol,
kavibetol, allyprokatekol, karvakrol, augenol, pcymene, cineolo, caryofelen,
kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada (Nisa, 2014) kandungan
minyak atsiri yang terdapat di Piper Batlle adalah golongan menoterpen (p-
cymene), golongan seskueterpen (caryoefelen, kadimem estragol),
phenylproane (hidroksi kavicol, eugenol, kavicol, kavibetol), phenol (karvakrol),
allylprokatekol dan terpenena. Senyawa aktif eugenol, kavikol, dan karvakrol
inilah yang dikenal memiliki aktifitas penghambat pertumbuhan candida
albicans. Dimana karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur, sehingga bisa
digunakan untuk obat antiseptic pada bau mulut dan flour albus.
C. Remaja
1. Definisi Remaja
Menurut World Health Organization (WHO) (2014) Remaja atau dalam
istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.
Remaja adalah seseorang yang memiliki rentang usia 10-19 tahun. Remaja
adalah masa dimana tanda – tanda seksual sekunder seseorang sudah
berkembang dan mencapai kematangan seksual. Remaja juga mengalami
kematangan secara fisik, psikologis, maupun sosial.
Menurut Soetjiningsih (Tarwoto, et al. 2010,hlm 1) masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak kemasa dewasa. Remaja
putri adalah masa peralihan dari masa anak- anak ke masa dewasa yang
dialami oleh perempuan. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas
dan adolescence. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan
biologis maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke
masa dewasa, terutama perubahan reproduksi. Sedangkan istilah
adolescence lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan
yang menyertai masa pubertas.
3. Karakteristik Remaja
Menurut Hurlock (2010) ciri – ciri remaja sebagai berikut :
1. Masa remaja sebagai masa peralihan
Peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya
secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang
anak dan bukan lagi seorang dewasa.
2. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan past, perubahan prilaku
dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan yang terjadi pada
remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan
sikap menjadi ambivalen).
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan hubungan antara
variabel – variabel yang akan diamati melalui penelitian yang akan dilakukan.
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Air Steril rebusan Daun Sirih, dan
variabel dependen adalah Flour Albus. Penelitian ini terdiri dari satu kelompok
yang di identifikasi berdasarkan keluhan keputihan sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan daun sirih.
Skema : Kerangka Konsep Pengaruh Air Steril Rebusan Daun Sirih Dengan
Keterangan :