Anda di halaman 1dari 20

Arsitektur Masa Kristen Awal

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Arsitektur Mancanegara

1. NYIMAS NISRINA NABILAH (03061181722004)


2. MARIA AMANDA (03061181722015)
3. SISKA (03061281722030)
4. MARCELLA ANGELIA (03061281722034)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2018
A. Sejarah
Agama Kristen lahir dan berkembang di wilayah timur, dibawa oleh Santo
Petrus dan Santo Paulus ke Roma yang kemudian menjadi pusatnya. Wilayah
kekaisaran Roma mencangkup seluruh wilayah di sekeliling Laut Mediterania,
termasuk Syria, Asia Minor dan Afrika Utara. Pada wilayah itulah berkembang
Arsitektur yang mempunyai ciri khas, pada jaman Kristen Awal (313-800).
Periode Kristen awal di tandai dengan pemahaman terhadap kepercayaan
religi lebih mendominasi, hal ini dibuktikan bahwa manusia mulai memikirkan hal-
hal yang bersifat kehidupan dunia setelah kematian, manusia cenderung
berintrospeksi pada diri sendiri, karya arsitekturnya bersifat religius (tempat-tempat
ibadah), dan karya seni lebih ditonjolkan untuk kepentingan agama.
Aspek geologi berpengaruh pada arsitektur Kristen Awal, pada bahan
bangunan khususnya bahan galian. Pada umumnya dimana didirikan, bahan
bangunan diambil seperti misalnya batu dan marmer, demikian pula bahan-bahan
lainnya untuk dekorasi termasuk mozaik dan patung. Iklim berpengaruh pada sistem
penghawaan dan pencahayaan alami.
Sejarah Kristen Awal dimulai dari Jaman I (280-337 M) hingga
Charlemagne (800). Serbuan Huns, suku bangsa Mongol yang hampir satu abad
sangat berpengaruh terhadap sejarah Eropa, dengan serangan-serangan dan
penguasaan ke Eropa berhasil menguasai wilayah utara hingga Itali. Pada 313-325
M Constaintine mengeluarkan peraturan yang memungkinkan umat Kristen
mempraktekkan agama secara bebas di Romawi, sehingga pada periode 325 M-395
M, Kristen adalah agama resmi Kekaisaran Romawi.
Pada 410 M Roma jatuh ke tangan orang-orang Goth di bawah Alaric.
Kekaisaran Romawi akhirnya pecah menjadi dua bagian Timur dan Barat. Romawi
Timur di bawah pimpinan Konstantin yang masih bisa mempertahankan
wilayahnya. Di bagian barat bercerai-berai dan menjadi jajahan suku bangsa
Jerman.
Peperangan tersebut hanya bagian kecil dari berbagai konflik di Eropa.
Pada 584 orang-orang Lomdard, orang-orang jermal berasal dari skandinavia atau
jermal utara, menguasai hampir seluruh Itali hampir sekitar dua abad. Pada 800 M,
Charlemange (Raja Frank, kaisar terbesar dalam dinasti Carolingian dinobatkan
menjadi Emperor oleh Paus dari Roma, sejak itu kekaisaraan menyatu dalam sistem
pemerintahan dengan tahta suci Romawi, berlangsung hingga 1806. Roma tidak lagi
mendominasi budaya dan arsitektur kristen sejak tahun 800-1000, karna selain
timbul regionalisme, juga pengaruh romanesque menjadi lebih kuat.
Constaintine memindah pusat pemerintahan dari Roma ke Istanbul di
wilayah Byzantine yang namanya kemudian diubah menjadi Constantinople. Sistem
pemerintahan juga diubah menjadi kekuasaan mutlak (absolute monarch) hingga
saat kematiannya, kekuatan Kristen menjadi goyah karna kekacauan ditimbulkan
oleh Julian Apostate, sehingga kekeisaran Romawi terpecah menjadi dua, yaitu
Valentian yang memerintah wilayah barat yang akhirnya tercerai berai dan menjadi
jajahan suku bangsa Jerman dan saudaranya Valens diwilayah timur. Teodosius
berhasil menyatukan kembali kekuasaan wilayah timur dan barat.

B. Periode Kristen Awal


Secara keseluruhan, masa perkembangan Kristen Awal terbagi menjadi
beberapa periode, antara lain:
1. Periode Pengerjaran (0-285 M)
Hingga memasuki abad ke-6, kahidupan penduduk daerah Barat Eropa
masih berupa kelompok-kelompok kesukuan. Eropa Barat didominasi oleh
suku Celtic, termasuk Britania yang masih didominasi suku Angle dan Saxon.
Sementara itu, Eropa Utara didominasi oleh suku Germanic yang selanjutnya
bermigrasi ke Eropa Barat lalu berasimilasi dengan suku Celtic.
Umat Kristiani mengalami perlakuan yang kejam dari bangsa Romawi.
Rakyat menjadi korban dan perburuan untuk mangsa binatang-binatang buas
pada kekaisaran di bawah kepemimpinan Kaisar Nero. Namun demikian kondisi
ini tidak membuat umat menjadi takut dan bertambah sedikit tetapi justru makin
bertambah banyak dan membawa pengaruh yang besar bagi penduduk terutama
dari kalangan tertindas.
Umat Kristiani pada prinsipnya menolak pemujaan terhadap kaisar,
menolak kepentingan negara yang lebih diutamakan daripada kepentingan
agarna, dan menolak upacara agama negara. Prinsip yang diutamakan dalam
agama adalah nilai rohani dan lebih berintrospeksi pada diri sendiri.
Sebagai aplikasi ajaran ini adalah adanya kebutuhan terhadap ruang
yang digunakan untuk upacara keagamaan seperti kuburan korban penindasan
yang diletakkan di bawah tanah (catacomb) dan tempat berdoa atau pemujaan
kepada Tuhan. Ajaran ini dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi untuk
menghindari kejaran pemerintah waktu itu. Slogan yang sering dicanangkan
oleh kaum Nasrani pada waktu itu adalah “one god, one religion, and one
church”, sedangkan slogan yang digunakan oleh kaisar Romawi adalah “one
state, one ideal, and one emperor”
Seperti dalam prinsip hidup ajaran agama ini yang lebih mengutamakan
introspeksi pada diri sendiri maka banyak bangunan bawah tanah yang dibuat
secara darurat dan sederhana. Ruang berbentuk lorong yang difungsikan sebagai
tempat tinggal, kuburan dan tempat berdoa. Letak tersembunyi dengan jalan
masuk rahasia agar tidak ditemukan oleh tentara Kaisar Romawi.
Gaya (simbol) memiliki kesamaan dengan karya-karya seni masa
Romawi namun subjek (isi) berbeda. Subjek dalam lukisan zaman Romawi
ditampilkan dalam bentuk pagan (berhala), sedangkan pada zaman Kristen Awal
tema berupa seorang gembala dengan domba-domba. (seorang gembala
ditafsirkan sebagai nabi Isa, domba-domba ditafsirkan sebagai umat manusia).
Dalam karya seni yang lainnya terjadi perubahan karya lukisan yang sangat
signifikan dengan menghindari bentuk-bentuk alamiah Greco Roman
(denaturing).
2. Periode Pengakuan (285 M-395M)
Seiring dengan ekspansi kekuasaan ke barat dan utara, bangsa Romawi melakukan
represi dan upaya pembudayaan terhadap suku-suku ini, diawali dengan pembangunan
kota-kota Romawi. Kegiatan yang dilakukan bangsa Romawi ini tidak berjalan
dengan mudah, sebab bangsa Romawi mendapat banyak perlawanan balik dari
suku-suku bangsa dari utara selama kurun 100-500 M, antara lain Visigot,
Ostrogoth, Goth, Vandal, Hun, dan Frank, hingga kekaisaran Romawi akhirnya
mulai memudar sejak abad ke-1 M.
Agama Kristen akhirnya diakui sebagai agama negara oleh
kaisar Constantine, sehingga banyak unsur-unsur Romawi yang masuk dalam
agama Kristen. Karena semakin banyak umatnya dan diakui oleh negara nilai-
nilai kemanusiaan terhadap kaum nasrani diangkat dan instrospeksi
lebih mementingkan nilai-nilai spiritual. Pada era kaisar Constantine inilah
menjadi awal dari perkembangan Kristen Awal di Eropa. Kemudian pada tahun
285 M, wilayah kekaisaran Romawi terpecah menjadi 2 wilayah seiring dengan
kekaisaran Romawi yang memasuki masa kepudarannya. Perpecahan
kekaisaran Romawi ini membagi wilayahnya menjadi wilayah timur yang
berpusat di Byzantium dan wilayah barat yang berpusat di Roma. Wilayah barat
inilah yang menjadi tempat di mana era Kristen Awal muncul dan berkembang.
Kebutuhan ruang untuk tempat ibadah bersama (misa), tempat
pembabtisan dan mousoleum (kuburan di atas tanah). Kebanyakan bangunan yang
digunakan untuk fungsi ini diambil dari ruang yang sudah ada dengan mengganti
fungsinya, sehingga bentuk yang dipakai sama seperti arsitektur Romawi namun
fungsi, isi dan maknanya berbeda. Contohnya bangunan ”Basilika” yang pada
zaman Romawi digunakan untuk ruang pengadilan. Namun pada zaman
perkembangan Kristen, istilah itu digunakan pada gereja dengan menghilangkan
kolom berupa patung dan hal-hal yang bersifat duniawi (materi) menjadi
suasana tempat peribadatan yang bersifat non materi atau biasanya disebut
dematerialized.
Bentuk gereja yang berasal dan Basilika dengan denah panjang
berbentuk silang latin dijadikan bentuk dasar yang akan dipakai untuk gereja
selanjutnya. Tempat babtis dan Mouseleum dengan bentuk denah bulat, segi
banyak bersifat konsentnis dan lebih mengutamakan bagian interior
(introspeksi), sedangkan ruang luar tidak diperhatikan karena tidak ada
hubungannya dengan ruang dalam. Ornamen sederhana yang hanya ditempatkan
pada bagian interior seperti pada tampilan mozaik dinding dengan pola gambar
naturalis. Dinding terbuat dan bata, kuda-kuda dari kayu dan bagian atap terbuat
dari bahan genteng.
3. Perpecahan Kekaisaran Romawi (395 M)
Dimulai dari Jaman Constantine, hingga Charlemagne (800 M). Serbuan
Huns yaitu orang-orang Mongol ke Eropa sekitar 376 M, berhasil menguasai
Wilayah Eropa hingga Italia. Pada 410 M Roma jatuh ketangan orang-orang
Goth di bawah Alaric. Peperangan tersebut hanya bagan kecil dari berbagai
konflik di Eropa.
Pada 584 M orang-orang Lombard, menguasai hampir seluruh wilayah
Itali hingga sekitar dua abad sejak dinobatkannya Charlemagne menjadi
emperor oleh Paus dari Roma pada 800 M, kekaisaran menyatu dalam sistem
pemerintahan dengan tahta suci Romawi, berlangsung hingga 1806 M. Sejak
tahun 800 M hingga 1000 M Roma tidak lagi mendominasi budaya dan
arsitektur Kristen, selain karena timbulnya regionalisme, juga pengaruh
Romanesque menjadi lebih kuat.
Constantine memindah pusat pemerintahan dari Roma ke Istanbul di
wilayah Byzantine yang namanya kemudian diubah menjadi Constantinople.
Hingga kematiannya pada 337 M. Hal itu menyebabkan kekutan Kristen
menjadi goyah sehingga kekaisaran Romawi terpecah menjadi dua wilayah
yaitu: wilayah barat dan wailayah timur. Suatu rangkaian emperium di barat
berakhir pada 476 M, setelah emperium barat dan timur diruntuhkan oleh Zeno
yang memerintah di Constantinople. Kembali lagi terjadi perubahan kekuasaan,
menjadi Theodoric dan Goth yang memerintah Itali (493-526), dan pada saat itu
tercapai masa puncak kedamaian dan kemakmuran.Pada jaman kebangkitan ini,
budaya dan seni Byzantine banyak mendapat pengaruh dari jaman kristen awal.

C. Karakteristik Arsitektur Kristen Awal


Bentuk dasar Arsitektur gereja Kristen Lama mengacu dari bentuk
arsitektur Romawi, dimana arsitektur Kristen Lama mengalami evaluasi dalam
beberapa tahap. Pengaruh lain secara umum adalah pemakaian altar, yang
digunakan sebagai tempat untuk persembahan pada para dewa Romawi, pada masa
Kristen lama juga dipakai untuk persembahan suci.
Pemakaian model catacombe, yaitu makam umat Kristen yang terletak
pada ceruk-ceruk bukit, merupakan lorong-lorong panjang dan gelap (tempat ini
digunakan untuk tempat peribadahan). Pada waktu agama Kristen masih dilarang
model ini digunakan bila membangun katedral, maka nama katedral tersebut
memakai nama orang yang disucikan dan dimakamkan di situ, sedangkan diatas
makam tersebut dibangun altar.
1. Denah
Denah merupakan karakter utama dari
Arsitektur Kristen Awal. Denah bentuk segi empat,
turunan dari bangunan basilika (Romawi), biasanya
ukuran panjang = dua kali lebar. Bentuk denah
Basilika yang dikembangkan dengan menghilangkan
salah satu tribun yang berbentuk setengah lingkaran,
sehingga tribun yang tinggal dijadikan sebagai suatu
pengakhiran yaitu apse (apsis).
Jalan masuk dari tengah atau sisi memanjang
dipindah ke Barat, sehingga umat yang datang
langsung menghadap altar. Sedangkan nave atau
ruang induk (ruang peribadahan) dipisahkan oleh
sederetan tiang-tiang yang menopang entablature (balok dengan hiasan
berbentuk segitiga diatasnya), atau kalau bentangan lebar, maka deretan kolom
memakai bentuk setengah lingkaran diatasnya.
Pintu masuk selalu berada di sebelah barat. Bagian depan adalah portico
atau narthex. Orang yang tidak boleh masuk gereja (karena dosa-dosanya)
mendengarkan kutbah di portico. Altar diletakkan di podium bagian timur
(bema) yang di belakangnya terdapat ruang setengah lingkaran yang disebut
apse. Interior utama terdiri dari sebuah ruang besar di tengah (nave) yang di
samping kiri-kanannya terdapat gang (aisle) yang dibatasi oleh deretan kolom.
Tempat pembaptisan (baptisteries) adalah bangunan terpisah dengan bentuk
denah lingkaran atau segi banyak (polygonal). Tempat air baptis (font) selalu
ditempatkan di bagian tengah dan biasanya merupakan replika yang lebih kecil
dari bangunan itu sendiri.

Kemegahan dicapai melalui kesan perspektif memanjang ke


arah Sanctuan (tempat altar) dan diakhiri oleh Apse di mana tempat Imam
berada. Hal yang demikian ini dikomposisikan dengan perbandingan tinggi atau
rendahnya langit-langit sehingga proporsinya kelihatan lebih panjang dari yang
sebenarnya.
Gereja basilica diberi kiblat sehingga pusat perhatian yaitu ½ lingkaran
di dalam apse (apsis) berada di sisi timur ke arah Yerusalem. Pada
perkembangan gereja selanjutnya yaitu perluasan dikedua sisi (navis), sehingga
denahnya berbentuk salib yang selanjutnya mengawali bentuk poko yang
bertahan sampai sekarang.
Meskipun dari luar tampak sederhana namun gereja-gereja yang
dibangun masa Kaisar Constantinus (sebelum memindahkan ibukota)
memperindah keindahan interiornya. Agama Kristen Lama mengikuti adat
Ibrani, yang melarang pemujaan patung maka gerejanya tidak dihiasi patung
sebesar manusia yang sebelumnya banyak menghiasi basilika-basilika romawi.
2. Atap
Atap ditutup dengan konstruksi kayu yang sederhana, dimana hal ini
merupakan tipikal dari arsitektur Kristen Lama. Bentuk keseluruhan secara
skyline adalah horizontal dan sederhana.

3. Dinding
Pemakaian metode konstruksi dari Romawi, yaitu beton atau batu yang
diplester dan diberi hiasan ornamen Mosaik yaitu pecahan batuan berwarna-
warni memberikan efek estetis dan plastis, sehingga berkesan cerah, merah dan
biasanya hiasan tersut menceritakan tentang Yesus.
D. Konsep Arsitektur Kristen Awal
Pertemuan kebaktian orang-orang Kristen mula-mula (masa pemerintahan
Kaisar Nero) diadakan di tempat-tempat rahasia, seperti rumah-rumah penduduk
dandi lorong-lorong bawah tanah. Karya seni, lukisan dan mosaik gaya ini berasal
dan abad pertama (V dan VI), banyak ditemukan di lorong-lorong bawah tanah atau
yang biasa disebut catacomb, yang pada awal masa Kristen merupakan tempat
pemakaman. Catacomb dan bangunan-bangunan lainnya kebanyakan dibangun diluar
perbatasan kota karena faktor keamanan dan harga tanah. Akibat perkembangan
umat Kristiani yang terus bertambah maka kebutuhan ruang ibadah semakin besar.
Sejak saat itu mulai banyak tempat beribadah (gereja) yang dibangun di
seluruh wilayah negara. Para pengrajin dan seniman di masa Kristen Awal adalah
penerus tradisi Romawi juga. Namun, karena menurunnya kemakmuran mereka
akibat kekuasaan Romawi semakin pudar, membuat pembangunan mereka lebih
memerhatikan pada kebutuhan ruang dan ketersediaan material.
Pada awalnya gereja mempunyai aturan yang berbeda dibandingkan
dengan kuil hedonisme zaman Romawi. Bagian dalam bangunan yang diletakkan
secara terpisah, terdapat ruang yang disucikan dan dipercaya sebagai tempat
bersemayam Tuhan yang tidak kelihatan. Umat memuja dan berdoa melalui
perantara pendeta atau imam. Karenanya letak altar dan pendeta harus berhadapan
dengan umat, maka bentuk gereja membutuhkan denah memanjang, seperti
bangunan Basilika zaman Romawi.
Jika dilihat secara keseluruhan, perkembangan arsitektur di masa Kristen
Awal pada gereja-gereja yang terdapat di seluruh wilayah kekuasaan Kekaisaran
Romawi memiliki dua macam konsep utama sebagai dasar untuk merancang bentuk
bangunannya. Kedua macam konsep tersebut antara lain:
1. Konsep Basilika
Bangunan di masa Kristen Awal (abad IV s.d. abad VIII), mempunyai
nilai yang sangat menekankan penyelesaian masalah konstruksinya. Konsep-
konsep yang menyusun arsitektur gereja Basilikan ini mengadopsi konsep-
konsep yang menyusun gedung Basilika peninggalan dari bangsa Romawi.
Basilika (Basilica) adalah gedung yang digunakan oleh bangsa Romawi sebagai
gedung pengadilan. Lalu, nama Basilika ini melekat pada gereja-gereja yang
dibangun pada masa Kristen Awal karena kemegahan dari gedung ini, sehingga
para arsitek yang berperan membangun tempat beribadah pada zaman itu kerap
menjadikannya sebagai inspirasi.
Sehingga, istilah gereja basilika digunakan untuk menyebut gereja yang
terbesar di lingkungannya. Penggunaan nama Basilika ini bukan semata untuk
mengalihkan fungsi bangunan pengadilan ke bangunan peribadatan (gereja).
Sehingga Basilika memiliki dua makna (pengadilan pada masa Romawi dan
gereja pada masa Kristen Awal), bukan pengalihan fungsi
a. Struktur dan Utilitas
Gereja-gereja Basilikan cenderung didominasi oleh bentuk persegi
Panjang sebagai bentuk utama bangunannya dilihat (dilihat dari denahnya)
yang dibagi menjadi dua bagian bangunan, yaitu bagian utama dan bagian peralihan.
Bagian peralihan terdiri dari atrium, yang merupakan halaman depan
gereja yang dikelilingi oleh portico, yaitu semacam gang yang satu sisinya
berupa deretan kolom yang terbuka ke arah atrium dan sisi lainnya berupa
dinding. Sebelum masuk ke bagian utama gereja, terdapat narthex, gang
yang menjadi perantara bagian peralihan dan bagian utama dari suatu gereja
masa Kristen Awal. Selain itu, ditengah-tengah atrium, terdapat air mancur
(atau biasanya berupa bak pembersihan yang disebut dengan cantharus,
digunakan untuk upacara ritual pembersihan yang dilaksanakan di
atrium suatu gereja pada masa Kristen Awal. Sebelum masuk ke atrium,
terdapat 2 menara kembar yang mengapit pintu masuk. Gerbang masuk ini dapat
dicapai dengan melalui tangga yang lebarnya hampir selebar gereja.
Bagian utama terdiri dari nave, yaitu ruang umat utama sebagai
pusat sebuah gereja yang memanjang dari narthex ke choir atau mimbar
gereja dan biasanya diapitoleh aisle. Aisle merupakan pembagian
longitudinal sebuah gereja, yang mengapit nave dan terpisahkan oleh barisan
kolom atau pier . Setelah melalui nave, terdapat bema yang menjadi pemisah
antara nave dan apse. Apse sendiri merupakan proyeksi setengah lingkaran atau
polygonal sebuah bangunan yang biasanya berkubah, biasanya apse terdapat pada
rumah sakit atau ujung Timur sebuah gereja.
Pada apse terdapat tribun sebagai takhta uskup dan sanctuary yang
merupakan tempat yangdianggap suci karena terdapat altar, yang
merupakan meja dalam gereja Kristen dimana Eucharist (sakramen yang
meperingati kematian Kristus) dirayakan. Biasanya altar disebut meja
komuni
b. Gaya dan Ornamen
Gereja basilikan memiliki kolom-kolom yang dipasang
dengan jarak yang lebar menjaga entablaur ataupun pelengkung untuk
mendapatkan bentangan yang lebih lebar. Pemasangan kolom-kolom ini
hampir terdapat pada keseluruhan bagian gereja, seperti pada di
sepanjang portico dan narthex , serta untuk pemisah antara nave dan aisle.
Dinding kiri-kanan nave, tinggi dan lebar ditumpu oleh deretan
kolom yang bercorak Korintien dan menyangga pelengkung-pelengkung.
Atap yang berada diatas nave berupa kuda-kuda kayu ditutup atap yang
bersisi miring dua. Sementara atap yang berada di atas aisle merupakan
konsturksi setengah kuda-kuda, sehingga ditutupi atap bersisi miring satu,
serta letaknya berada di bawah atap yang menutupi nave. Seluruh kuda-kuda
kayu hasil konstruksi atap untuk ruang dalam tidak ditutup
dengan plafond sehingga dianggap sebagai bagian dari dekorasi.
Pada dinding bagian atas nave (dinding yang tepat berada di atas
atap yang menaungi aisle), terdapat deretan jendela yang masing-masing
ambangnya lengkung. Bentuk ambangnya yang lengkung merupakan ciri
khas yang selalu ditemui pada gereja-gereja yang ada di masa Kristen Awal.
Terdapat pula beberapa ornamen di dalam gereja, antara lain pada
bagian atas dari masing-masing pilar yang terdapat di portico yang dihias
dengan mosaik, molding, dan relief; di bagian utama gereja, dapat ditemui
berbagai macam ragam hias di sekeliling ruangan dan di altar. Hal ini
ditunjukkan oleh gereja S. Clemente di Roma (1099-1108).
c. Material
Material yang digunakan untuk membangun diambil dari berbagai
benda yang tersedia di sekitar lingkungannya, seperti batu dan marmer.
Terdapat pula bahan-bahan lain seperti mozaik dan patung sebagai material
penghias gereja.
Penggunaan kaca warna disertai dengan mosaik banyak digunakan
sebagai lukisan yang dipasang pada bagian dalam kubah. Selain itu, material
kayu juga berperan penting khususnya dalam konstruksi kuda-kuda.
Pengerjaan material kayu ini juga didukung oleh teknologi yang dimiliki
oleh bangsa Romawi yang saat itu sudah menerima dan meresmikan agama
Kristen sebagai agama negera.
2. Konsep Alternatif (Terpusat)
Bentuk segi empat bukan satu-satunya bentuk yang digunakan
penduduk zaman Kristen Awal dalam membangun gereja. Semakin berjalannya
masa Kristen Awal ini, bentuk (konsep) yang digunakan penduduk setempat
sudah mulai menggunakan banyak bentuk lain dengan berbagai variasi
dalam konstruksi gereja.
Konsep arsitektur yang digunakan dalam gereja ini tergolong dalam
jenis yang disebut dengan Tipe Alternatif atau Tipe Memusat. Secara umum,
gereja-gereja zaman Kristen Awal yang tidak menggunakan konsep dari Tipe
Basilika, menggunakan konsep ini dengan menentukan salah titik atau posisi dari
keseluruhan gereja sebagai pusat dari bangunan.
Jika diamati secara keseluruhan, konsep arsitektur pada masa Kristen
Awal dibedakan lagi menjadi dua jenis, antara lain:
a. Tipe Memusat Denah Melingkar atau Oktagonal
Gereja jenis ini, cederung menggunakan denah melingkar, sehingga
pusat dari ruangan menjadi fokus dalam pelaksanaan upacara keagamaan
dan cenderung dikelilingi oleh ruang yang berupa sirkulasi melingkar yang
disebut ambulatory.
Di Roma, gereja S. Stefano Rotondo adalah salah satu gereja yang
terkenal dengan strukturnya yang memusat. Gereja ini tercatat sebagai gereja
berdenah lingkaran terbesar dengan diameter 64 M. Sirkulasi lingkarannya
terdiri atas lingkaran luar dan lingkaran dalam. Lingkaran (ambulatory)
dibagi menjadi 8 segmen, untu kempat buah kapel (gereja kecil). Masing-
masing kapel mempunyai pintu langsung, denahnya radial, bagian dari
lingkaran. Di setiap kapel terdapat apse berdenah setengah lingkaran yang
menonjol keluar.

Pusat dari bangunan merupakan tempat diletakkannya altar utama.


Lingkaran ini dikelilingi 22 kolom silindris model Korintien yang
menyangga pelengkung dan entablature berbentuk cincin. Di atas
entablature terdapat tambour , dari sebuah atap yang sangat tinggi. Pada
bagian atas terdapat deretan jendela yang ambang atasnya melengkung. Atap
lingkaran tengah dulunya berbentuk kubah, namun sekrang menjadi bentuk
kerucut yang tidak terlalu runcing dengan konsturksi kuda-kuda kayu dan
ditutup atap genting.
Konsep arsitektur ini juga terdapat pada baptistery, bangunan yang
dibangun terpisah dari gereja atau kapel, yang digunakan khusus untuk
upacara pembaptisan. Salah satunya pada Baptistery Constantine di Roma
(432-440). Baptistery ini adalah salah satu
yang tertua di Italia, sehingga kemungkinan
besar baptistery lainmenggunakan
konsepnya.
Denah bagian utama berbentuk
oktagonal, terdiri dari lingkaran dalam,
dikelilingi oleh lingkaran luar dari sebuah
ambulatory jarak antara dua dinding
padasisi yang berhadapan 19,2 M. Dari
kedua lingkaran satu di dalam, lainnya di
luar terbentuk oleh delapan kolom pada
setiap titik sudut segi delapan dalam, dan
dinding.
Lantai dari lingkaran dalam turun
tiga trap (seperti anak tangga) dari lantai
lingkaran luar. Kolom terbuat dari marmer
dan menumpu entablature, berbentuk cincin
dan di atasnya terdapat kolom yang posisi
dan bentuknya sama dengan yang di bawahnya yang juga menumpu
entablature berbentuk cincin, di atasnya lagi terdapat dinding pada setiap
sisi. Pada setiap dinding tersebut terdapat jendela atas yang berbentuk
lingkaran yang disebut dengan mata sapi (oculus/bull’s eye).
Bagian lantai yang berbentuk lingkaran ditutup oleh ceruk kubah
yang berperan sebagai plafond. Bentuk kubah tersebut bukan dari bentuk
setengah bola, melainkan dari patah-patahan delapan buah yang posisi dan
jumlahnya disesuaikan denah hexagonal. Atapnya piramida tumpul
ditutup genting.
b. Tipe Memusat dengan Tonjolan Pentagon atau Bujur Sangkar
Jika dibandingkan dengan tipe memusat dengan denah melingkar
atau oktagonal, gereja yang menggunakan tipe memusat yang satu ini lebih
jarang ditemui.
Makam Galla Placidia, Ravenna (425) salah satu bangunan masa
Kristen Awal yang menggunakan konsep terpusat pada denahnya, namun
tidak menggunakan denah berbentuk lingkaran ataupun oktagonal. Makam
ini menggunakan bentuk salib sebagai denahnya.
Pada kedua lengan salib, kepala, dan tengah-tengah yang
membentuk ruang segi empat terhadap makam. Pintu masuk berada pada
bagian kaki salib. Makam ini mengggunakan atap pelana pada kedua lengan
dan kepala salib (dilihat dari denah). Ruang tengah (persilangan kedua
lengan, kepala, dan kaki salib) memiliki denah bujur sangkar dengan
dikelilingi oleh empat pelengkung. Ruang tengah tersebut dindingnya tinggi
beratap kubah , serta dilapisi oleh atap piramidal. Karena denahnya bujur
sangkar, maka kubah tidak seutuhnya berbentuk setengah bola karena
setiapsisinya terpotong bidang vertikal dari dindingnya.
Seluruh dinding merupakan hasil konstruksi batu-bata. Pada sisi
luar dihiasdengan pelengkung mati. Hiasan luar hanya berupa molding dan
cornice yang membentuk garis-garis tebal horisontal dan miring mengikuti
kemiringan atap. Pada dinding ruang tengah yang tinggi, masing-masing
terdapat jendela atas. Pada ruang dalam terdapat banyak hiasan, antara lain
dekorasi pada pelengkung, termasuk lukisan dinding.

E. Bangunan-bangunan Kristen Awal


Pertemuan kebaktian orang-orang Kristen mula-mula diadakan di tempat-
tempat rahasia, seperti rumah-rumah penduduk dan di lorong-lorong bawah tanah.
Karya seni, lukisan dan mosaik gaya ini berasal dan abad pertama (V dan VI),
hanyak ditemukan di lorong-lorong bawah tanah atau yang biasa disebut catacomb,
yang pada awal masa Kristen merupakan tempat pemakaman. Catacomb dan
bangunanbangunan lainnya kebanyakan dibangun di luar perbatasan kota karena
faktor keamanan dan harga tanah. Akibat perkembangan umat Kristiani yang terus
bertambah maka kebutuhan ruang ibadah semakin besar. Sejak itu dibangun tempat
peribadatan di seluruh wilayah kekaisaran Romawi berupa gereja-gereja kuno.
Pada pertengahan (abad ke-3) sudah ada lebih dari 40 buah rumah ibadah
di Roma. Pada awalnya gereja mempunyai aturan yang berbeda dibandingkan
dengan kuil hedonisme zaman Romawi. Gereja merupakan tempat pertemuan para
pengikut Kristen. Bagian dalam bangunan yang diletakkan secara terpisah, terdapat
ruang yang disucikan dan dipercaya sebagai tempat bersemayam Tuhan yang tidak
kelihatan. Umat memuja dan berdoa melalui perantara pendeta atau imam.
Karenanya letak altar dan pendeta harus berhadapan dengan umat, maka bentuk
gereja membutuhkan denah memanjang, seperti bangunan Basilika zaman Romawi.
Pendapat mengenai pengaruh masa kuno terhadap Basilika Kristen masih
beragam. Salah satu hipotesis yang mengungkapkan bahwa bangunan Basilika
Kristen dibuat berdasarkan Basilika Romawi yang juga berfungsi sebagai tempat
pertemuan. Namun ada juga yang mengatakan, bahwa prinsip dasar Basilika Kristen
adalah rumah tinggal gaya Romawi yang memiliki atrium di bagian tengahnya dan
dikombinasikan dengan gaya susunan gedung pertemuan (basilika).
1. Gereja Basilika Santo Petrus
Gereja Basilika Santo Petrus (Basilica Church Saint Peter) di Roma (330)
didirikan oleh Constantine di dekat Martyrdom S. Petrus di dalam circus nero.
Denahnya segi empat, terdiri dari bagian utama dan bagian peralihan
berupa atrium dikelilingi oleh portico , yang denah keseluruhan juga segi empat.
Sebelum masuk ke atrium
ada dua menara kembar
mengapit gerbang masuk.
Gerbang masuk ini dapat
dicapai melalui tangga
melebar, hampir selebar
gereja.

Bagian utama terdiri dari nave yaitu ruang umat utama, di tengah, diapit
kembar aisle yang terdiri dari dua lajur. Pada ujung sumbu tengah dari nave,
terdapat apse, dalam hal ini denahnya setengah lingkaran. Pada tengahnya
diletakan altar. Di sebelah selatan menempel pada sanctuary, terdapat unit
kembar denahnya lingkaran, beratap kubah, satu untuk makam Honorius, lainya
untuk gereja kecil.
Dinding kiri-kanan nave tinggi dan lebar,
ditumpu oleh deretan kolom. Seperti pada
kebanyakan bangunan romawi, kolom-
kolom tersebut bercorak dekorasi
korintien. Kolom berderet menyangga
pelengkung-pelengkung.
Atap dari nave, berupa kontruksi kuda-
kuda kayu, berbentuk pelana yaitu atap
berisi miring dua. Pada sepanjang dinding
bagian atas dari nave, terdapat deretan
jendela masing-masing ambangnya lengkung, khas arsitektur Kristen Awal.
Aisle yang terdiri dari dua lajur, konstruksi atapnya setengah kuda-kuda (kuda-
kuda dengan satu sisi miring), juga disangga oleh deretan kolom menyangga
pelengkung-pelengkung seperti pada nave.
Wajah depan bagian utama bagian utama dari Gereja Basilika Santo
Petrus (Basilica Church Saint Peter) di Roma merupakan ciri dari arsitektur
Kristen Awal, yaitu sama dengan penampang melintang. Simetris, bagian tengah
adalah dinding ujung dari nave, bagian kiri dan kanan, dinding ujung dari aisle.
Kontruksi atap portico setengah kuda-kuda, sisi miring tunggal, bagian dalam
di sangga oleh kolom-kolom terbuka kearah atrium, sisi lainnya dinding.
2. Gereja Basilika Santa Maria Maggiore

Basilika S. Maria Maggiore juga di Roma (432), dibangun oleh Paus


Sixtus III (432-440). Salah satu dari tempat basilica di Roma masih ada,
sehingga dapat dilihat keindahan antara lain dari nave, diapit kembar kiri-kanan
oleh aisle tunggal (salah satu).
Kolom-kolom marmer
berderet dikiri-kanan nave, coraknya
Ionik, menyangga entablature
berhiaskan mozaik asli dari jaman
Paus Sixtus III. Jendela atas berderet,
selang-seling dengan panel-panel,
dimana masing-masing dihiasi
lukisan. Lukisan pada panel dinding tersebut bertema sejarah Perjanjian lama,
di antaranya lukisan penyebrangan Laut Merah dan jatuhnya Jericho. Rangka
atap ditutup dengan plafon, diukir dengan pola kotak-kotak.
Gereja S. Clemente di Roma (1099-1108), dibangun kembali di atas
lokasi dimana sebelumnya sudah ada gereja, jauh lebih tua yang dibongkar.
Beberapa pondasi lama masih ada pada ruang bawah tanah yang beratap
pelengkup(crypt). Meskipun dibangun pada jaman Kristen awal, namun ciri
arsitektur jaman Kristen awal masih sangat kuat mendominasi gereja ini.
Atrium dikelilingi portico atau arcade di
sebelah timur dari unit pertama, di tengah-tengah ada
air mancur untuk pensucian dan pemandian. Pintu
masuk ke dalam atrium ada dua : yang utama di depan
sebelah timur melalui sebuah porch, satu lainnya pada
portico lateral utara. Bagian utama gereja seperti
hampir semua gereja pada jamannya segi empat,
memanjang diujungnya terdapat apse, sanctuary dan
altar. Di bagian depan dari nave ada choir yaitu tempat
untuk koor penyanyi gereja. Choir dikelilingi dinding
semacam pagar (balustrade), di kiri terdapat gospel
ambo, di sebelah kanan epistle ambo, tempat berkotbah
dan membaca ayat-ayat suci dari Injil. Meskipun
pandangan dari luar simetris, namun aisle dari gereja
tidak sama, yang di sebelah selatan lebih lebar.
Konstruksi portico lateral berupa kolom-kolom lonik, depan dan
belakang berupa pelengkung patah silang diagonal. Pada ruang utama, kolom-
kolom berderet pada kiri kanan nave juga lonik menyangga pelengkung-
pelengkung, dihias dengan mozaik, molding dan relief. Apse denahnya setengah
lingkaran, beratap setengah kubah, dihias ornament gaya baroque.

Anda mungkin juga menyukai