3. Dinding
Pemakaian metode konstruksi dari Romawi, yaitu beton atau batu yang
diplester dan diberi hiasan ornamen Mosaik yaitu pecahan batuan berwarna-
warni memberikan efek estetis dan plastis, sehingga berkesan cerah, merah dan
biasanya hiasan tersut menceritakan tentang Yesus.
D. Konsep Arsitektur Kristen Awal
Pertemuan kebaktian orang-orang Kristen mula-mula (masa pemerintahan
Kaisar Nero) diadakan di tempat-tempat rahasia, seperti rumah-rumah penduduk
dandi lorong-lorong bawah tanah. Karya seni, lukisan dan mosaik gaya ini berasal
dan abad pertama (V dan VI), banyak ditemukan di lorong-lorong bawah tanah atau
yang biasa disebut catacomb, yang pada awal masa Kristen merupakan tempat
pemakaman. Catacomb dan bangunan-bangunan lainnya kebanyakan dibangun diluar
perbatasan kota karena faktor keamanan dan harga tanah. Akibat perkembangan
umat Kristiani yang terus bertambah maka kebutuhan ruang ibadah semakin besar.
Sejak saat itu mulai banyak tempat beribadah (gereja) yang dibangun di
seluruh wilayah negara. Para pengrajin dan seniman di masa Kristen Awal adalah
penerus tradisi Romawi juga. Namun, karena menurunnya kemakmuran mereka
akibat kekuasaan Romawi semakin pudar, membuat pembangunan mereka lebih
memerhatikan pada kebutuhan ruang dan ketersediaan material.
Pada awalnya gereja mempunyai aturan yang berbeda dibandingkan
dengan kuil hedonisme zaman Romawi. Bagian dalam bangunan yang diletakkan
secara terpisah, terdapat ruang yang disucikan dan dipercaya sebagai tempat
bersemayam Tuhan yang tidak kelihatan. Umat memuja dan berdoa melalui
perantara pendeta atau imam. Karenanya letak altar dan pendeta harus berhadapan
dengan umat, maka bentuk gereja membutuhkan denah memanjang, seperti
bangunan Basilika zaman Romawi.
Jika dilihat secara keseluruhan, perkembangan arsitektur di masa Kristen
Awal pada gereja-gereja yang terdapat di seluruh wilayah kekuasaan Kekaisaran
Romawi memiliki dua macam konsep utama sebagai dasar untuk merancang bentuk
bangunannya. Kedua macam konsep tersebut antara lain:
1. Konsep Basilika
Bangunan di masa Kristen Awal (abad IV s.d. abad VIII), mempunyai
nilai yang sangat menekankan penyelesaian masalah konstruksinya. Konsep-
konsep yang menyusun arsitektur gereja Basilikan ini mengadopsi konsep-
konsep yang menyusun gedung Basilika peninggalan dari bangsa Romawi.
Basilika (Basilica) adalah gedung yang digunakan oleh bangsa Romawi sebagai
gedung pengadilan. Lalu, nama Basilika ini melekat pada gereja-gereja yang
dibangun pada masa Kristen Awal karena kemegahan dari gedung ini, sehingga
para arsitek yang berperan membangun tempat beribadah pada zaman itu kerap
menjadikannya sebagai inspirasi.
Sehingga, istilah gereja basilika digunakan untuk menyebut gereja yang
terbesar di lingkungannya. Penggunaan nama Basilika ini bukan semata untuk
mengalihkan fungsi bangunan pengadilan ke bangunan peribadatan (gereja).
Sehingga Basilika memiliki dua makna (pengadilan pada masa Romawi dan
gereja pada masa Kristen Awal), bukan pengalihan fungsi
a. Struktur dan Utilitas
Gereja-gereja Basilikan cenderung didominasi oleh bentuk persegi
Panjang sebagai bentuk utama bangunannya dilihat (dilihat dari denahnya)
yang dibagi menjadi dua bagian bangunan, yaitu bagian utama dan bagian peralihan.
Bagian peralihan terdiri dari atrium, yang merupakan halaman depan
gereja yang dikelilingi oleh portico, yaitu semacam gang yang satu sisinya
berupa deretan kolom yang terbuka ke arah atrium dan sisi lainnya berupa
dinding. Sebelum masuk ke bagian utama gereja, terdapat narthex, gang
yang menjadi perantara bagian peralihan dan bagian utama dari suatu gereja
masa Kristen Awal. Selain itu, ditengah-tengah atrium, terdapat air mancur
(atau biasanya berupa bak pembersihan yang disebut dengan cantharus,
digunakan untuk upacara ritual pembersihan yang dilaksanakan di
atrium suatu gereja pada masa Kristen Awal. Sebelum masuk ke atrium,
terdapat 2 menara kembar yang mengapit pintu masuk. Gerbang masuk ini dapat
dicapai dengan melalui tangga yang lebarnya hampir selebar gereja.
Bagian utama terdiri dari nave, yaitu ruang umat utama sebagai
pusat sebuah gereja yang memanjang dari narthex ke choir atau mimbar
gereja dan biasanya diapitoleh aisle. Aisle merupakan pembagian
longitudinal sebuah gereja, yang mengapit nave dan terpisahkan oleh barisan
kolom atau pier . Setelah melalui nave, terdapat bema yang menjadi pemisah
antara nave dan apse. Apse sendiri merupakan proyeksi setengah lingkaran atau
polygonal sebuah bangunan yang biasanya berkubah, biasanya apse terdapat pada
rumah sakit atau ujung Timur sebuah gereja.
Pada apse terdapat tribun sebagai takhta uskup dan sanctuary yang
merupakan tempat yangdianggap suci karena terdapat altar, yang
merupakan meja dalam gereja Kristen dimana Eucharist (sakramen yang
meperingati kematian Kristus) dirayakan. Biasanya altar disebut meja
komuni
b. Gaya dan Ornamen
Gereja basilikan memiliki kolom-kolom yang dipasang
dengan jarak yang lebar menjaga entablaur ataupun pelengkung untuk
mendapatkan bentangan yang lebih lebar. Pemasangan kolom-kolom ini
hampir terdapat pada keseluruhan bagian gereja, seperti pada di
sepanjang portico dan narthex , serta untuk pemisah antara nave dan aisle.
Dinding kiri-kanan nave, tinggi dan lebar ditumpu oleh deretan
kolom yang bercorak Korintien dan menyangga pelengkung-pelengkung.
Atap yang berada diatas nave berupa kuda-kuda kayu ditutup atap yang
bersisi miring dua. Sementara atap yang berada di atas aisle merupakan
konsturksi setengah kuda-kuda, sehingga ditutupi atap bersisi miring satu,
serta letaknya berada di bawah atap yang menutupi nave. Seluruh kuda-kuda
kayu hasil konstruksi atap untuk ruang dalam tidak ditutup
dengan plafond sehingga dianggap sebagai bagian dari dekorasi.
Pada dinding bagian atas nave (dinding yang tepat berada di atas
atap yang menaungi aisle), terdapat deretan jendela yang masing-masing
ambangnya lengkung. Bentuk ambangnya yang lengkung merupakan ciri
khas yang selalu ditemui pada gereja-gereja yang ada di masa Kristen Awal.
Terdapat pula beberapa ornamen di dalam gereja, antara lain pada
bagian atas dari masing-masing pilar yang terdapat di portico yang dihias
dengan mosaik, molding, dan relief; di bagian utama gereja, dapat ditemui
berbagai macam ragam hias di sekeliling ruangan dan di altar. Hal ini
ditunjukkan oleh gereja S. Clemente di Roma (1099-1108).
c. Material
Material yang digunakan untuk membangun diambil dari berbagai
benda yang tersedia di sekitar lingkungannya, seperti batu dan marmer.
Terdapat pula bahan-bahan lain seperti mozaik dan patung sebagai material
penghias gereja.
Penggunaan kaca warna disertai dengan mosaik banyak digunakan
sebagai lukisan yang dipasang pada bagian dalam kubah. Selain itu, material
kayu juga berperan penting khususnya dalam konstruksi kuda-kuda.
Pengerjaan material kayu ini juga didukung oleh teknologi yang dimiliki
oleh bangsa Romawi yang saat itu sudah menerima dan meresmikan agama
Kristen sebagai agama negera.
2. Konsep Alternatif (Terpusat)
Bentuk segi empat bukan satu-satunya bentuk yang digunakan
penduduk zaman Kristen Awal dalam membangun gereja. Semakin berjalannya
masa Kristen Awal ini, bentuk (konsep) yang digunakan penduduk setempat
sudah mulai menggunakan banyak bentuk lain dengan berbagai variasi
dalam konstruksi gereja.
Konsep arsitektur yang digunakan dalam gereja ini tergolong dalam
jenis yang disebut dengan Tipe Alternatif atau Tipe Memusat. Secara umum,
gereja-gereja zaman Kristen Awal yang tidak menggunakan konsep dari Tipe
Basilika, menggunakan konsep ini dengan menentukan salah titik atau posisi dari
keseluruhan gereja sebagai pusat dari bangunan.
Jika diamati secara keseluruhan, konsep arsitektur pada masa Kristen
Awal dibedakan lagi menjadi dua jenis, antara lain:
a. Tipe Memusat Denah Melingkar atau Oktagonal
Gereja jenis ini, cederung menggunakan denah melingkar, sehingga
pusat dari ruangan menjadi fokus dalam pelaksanaan upacara keagamaan
dan cenderung dikelilingi oleh ruang yang berupa sirkulasi melingkar yang
disebut ambulatory.
Di Roma, gereja S. Stefano Rotondo adalah salah satu gereja yang
terkenal dengan strukturnya yang memusat. Gereja ini tercatat sebagai gereja
berdenah lingkaran terbesar dengan diameter 64 M. Sirkulasi lingkarannya
terdiri atas lingkaran luar dan lingkaran dalam. Lingkaran (ambulatory)
dibagi menjadi 8 segmen, untu kempat buah kapel (gereja kecil). Masing-
masing kapel mempunyai pintu langsung, denahnya radial, bagian dari
lingkaran. Di setiap kapel terdapat apse berdenah setengah lingkaran yang
menonjol keluar.
Bagian utama terdiri dari nave yaitu ruang umat utama, di tengah, diapit
kembar aisle yang terdiri dari dua lajur. Pada ujung sumbu tengah dari nave,
terdapat apse, dalam hal ini denahnya setengah lingkaran. Pada tengahnya
diletakan altar. Di sebelah selatan menempel pada sanctuary, terdapat unit
kembar denahnya lingkaran, beratap kubah, satu untuk makam Honorius, lainya
untuk gereja kecil.
Dinding kiri-kanan nave tinggi dan lebar,
ditumpu oleh deretan kolom. Seperti pada
kebanyakan bangunan romawi, kolom-
kolom tersebut bercorak dekorasi
korintien. Kolom berderet menyangga
pelengkung-pelengkung.
Atap dari nave, berupa kontruksi kuda-
kuda kayu, berbentuk pelana yaitu atap
berisi miring dua. Pada sepanjang dinding
bagian atas dari nave, terdapat deretan
jendela masing-masing ambangnya lengkung, khas arsitektur Kristen Awal.
Aisle yang terdiri dari dua lajur, konstruksi atapnya setengah kuda-kuda (kuda-
kuda dengan satu sisi miring), juga disangga oleh deretan kolom menyangga
pelengkung-pelengkung seperti pada nave.
Wajah depan bagian utama bagian utama dari Gereja Basilika Santo
Petrus (Basilica Church Saint Peter) di Roma merupakan ciri dari arsitektur
Kristen Awal, yaitu sama dengan penampang melintang. Simetris, bagian tengah
adalah dinding ujung dari nave, bagian kiri dan kanan, dinding ujung dari aisle.
Kontruksi atap portico setengah kuda-kuda, sisi miring tunggal, bagian dalam
di sangga oleh kolom-kolom terbuka kearah atrium, sisi lainnya dinding.
2. Gereja Basilika Santa Maria Maggiore