Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULIAN

1. Latar Belakang

Dalam ilmu komunikasi, penelitian terhadap gejala-gejala atau realitas

komunikasi telah berkembang sejak lama. Seorang Profesor komunikasi Universitas

Colorado, Robert T. Craig berusaha menggambarkan secara teoristis sebuah

komunikasi kedalam bentuk langkap. Craig beranggapan bahwa teori komunikasi,

adalah suatu disiplin yang praktis yang didasari oleh kehidupan yang nyata dengan

masalah sehari – hari melalui praktek komunikasi. Craig menjelaskan bahwa semua

teori-teori komunikasi yang relevan dengan kehidupan dunia praktis yang umum di

mana komunikasi sudah menjadi istilah yang memiliki banyak makna.

craig membagi komunikasi dalam tujuh tradisi yaitu : semiotik, fenomenologi,

sibernetika, sosiopsikologis, sosiokultural, Kritis, Retoris. Dari sekian banyak tradisi

komunikasi yang ada, yang dibahas dalam makalah ini hanyalah mengenai tradisi

fenomenologi. Lahirnya tradisi Fenomeologi ini sangat dipengaruhi oleh filsafat

Fenomenologi. Tokoh filsafat fenomenologi yang terkenal adalah Edmund Husserl

(1859-1938). Bagi seorang fenomenolog, kisah seorang individu adalah lebih penting

dan bermakna daripada hipotesis ataupun aksioma. Seorang penganut fenomenologi

cenderung menentang segala sesuatu yang tidak dapat diamati. Fenomenologi juga

cenderung menentang naturalisme (biasa juga disebut objektivisme atau positivisme).

Hal demikian dikarenakan Fenomenolog cenderung yakin bahwa suatu bukti atau

1
fakta dapat diperoleh tidak hanya dari dunia kultur dan natural, tetapi juga ideal,

semisal angka, atau bahkan kesadaran hidup.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam makalah ini secara garis besar rumusan masalahnya adalah :

1. Pengertian fenomenologi

2. Konsep dasar fenomenologi

3. Prinsisp dasar dalam tradisi fenomenologi

4. Jenis – jenis Tradisi Fenomenologi

5. Contoh kasus dari tradisi fenomenologi

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Teori Komunikasi.

2. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai tradisi komunikas khususnya

mengetahui tradisi fenomenologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fenomenologi

Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani

phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti

memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan

demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap

fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian

terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-

gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang

menampakkan diri pada kesadaran kita.

Kata fenomenologi berasal dari kata phenomenon yang berarti kemunculan

suatu objek, peristiwa atau kondisi dalam persepsi seorang individu. Fenomenologi

menggunakan pengalaman secara langsung untuk memahami dunia. Orang

mengetahui pengalaman atau peristiwa dengan cara mengujinya secara sadar melalui

perasaan dan persepsi yang dimiliki orang yang bersangkutan.

Tradisi fenomenologi memfokuskan perhatianya terhadap pengalaman sadar

seorang individu. Teori komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi

berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka,

sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan

langsung dengan lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat

kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia. Pendukung

3
teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman indivvidu adalah lebih penting

dan memiliki otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian sekalipun.

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari

manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa

dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada

fenomena ini. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert

(1728 - 1777), seorang filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764)

ditulisnya tentang ilmu yang tak nyata.

Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar

pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia

(sosiologi). Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan

hermeneutics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami

secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana

pengalaman itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian

dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji

secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu

bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang subjek

kajian penelitian".

Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema

utama. Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat

bagaimana mereka melalui suatu pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan

fenomena serta mencari makna dari pengalaman informan. Sebagai sebuah arah baru

4
dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk

mematok suatu dasar yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya

metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam

mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu sendiri sudah ada

sebelum Husserl. Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H.

Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai

gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan

objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi (fenomen).

Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif

serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-

pengalaman langsung; religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Perhatian

filsafat, menurutnya, hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang Labenswelt

(dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Penyelidikan

ini hendaknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan

praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.

Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk

bagian dari individu – individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama

lainnya. Komunikasi di pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi

antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan

yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah

mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat

memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai. Pada dasarnya

5
fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi

pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn bahwa fenomenologi

adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini

ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah

pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut. Asumsi

pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan

pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh

karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu

yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif,

yakni tindakan menuju pemaknaan.

Manusia memiliki paradigma tersendiri dalam memaknai sebuah realitas.

Pengertian paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan

praktisinya. Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah, dan masuk akal.

Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus

dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang

panjang.

Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam

kesadaran. Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna

dan konsep yang bersifat intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi

harus berupaya untuk menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang

tentang suatu konsep atau gejala. Artinya fenomenologi merujuk kepada semua

6
pandangan sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya

sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.

Berdasar asumsi ontologis, penggunaan paradigma fenomeologi dalam

memahami fenomena atau realitas tertentu, akan menempatkan realitas sebagai

konstruksi sosial kebenaran. Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya

relatif, yaitu sesuai dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para aktor

sosial. Secara epistemologi, ada interaksi antara subjek dengan realitas akan dikaji

melalui sudut pandang interpretasi subjek. Sementara itu dari sisi aksiologis, nilai,

etika, dan pilihan moral menjadi bagian integral dalam pengungkapan makna akan

interpretasi subjek.

Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk

bagian dari individu – individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama

lainnya. Komunikasi di pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi

antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan

yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah

mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat

memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.

Tradisi fenomenologi menurut Creswell1[3] adalah: “Where as biography

reports the life of a single individual, a phenomenological study describes the

7
meaning of the live experiences for several individuals about a concept or the

phenomenom”. Dengan demikian, studi dengan pendekatan fenomenologis berupaya

untuk menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep

atau gejala, termasuk di dalamnya konsep diri atau pandangan hidup mereka sendiri.

Fenomenologi juga merupakan metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi

membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga kita sampai pada

fenomena yang murni. Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik

fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-fenomen itu sendiri menyingkapkan diri

kepada kesadaran. Fenomenologi juga memberi pengetahuan yang perlu dan esensial

mengenai apa yang ada. Dengan demikian fenomenologi dapat dijelaskan sebagai

metode kembali ke benda itu sendiri (Zu den Sachen Selbt), dan ini disebabkan benda

itu sendiri merupkan objek kesadaran langsung dalam bentuk yang murni

2.2. Konsep Dasar

Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa

dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.

Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan Edmund

Husserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi

tekanan pada verstehn, yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia.

Fenomoenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-

orang yang sedang diteliti oleh mereka. Inkuiri fenomenologis memulai dengan diam.

Diam merupakan tindakan untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang

diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari

8
perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek

yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu

pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya

sehari-hari. Para fenomenolog percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia pelbagai

cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan

bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membentuk kenyataan.

2.3. Prinsip Dasar Fenomenologi

Stanley deetz (dalam littlejohn, 1999:200) menyimpulkan tiga prinsip dasar

dalam fenomenologi yaitu pengetahuan, makna dan bahasa.

Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari

pengalaman tetapi ditemukan secara langsung dari pengalaman yang disadari

“conscious experience”. Contoh, untuk mendapatkan nilai yang bagus dari dosen

saya harus rajin baik masuk kuliah, mengerjakan tugas dan tentu saja mempunyai

hubungan yang baik dengan dosen pengasuh mata kuliah. Hal ini bukan saya

simpulkan secara tidak sadar dari pengalaman-pengalaman tetapi saya temukan

langsung dari pengalaman yang saya sadari.

Makna dari sesuatu tergantung dari apa kegunaan sesuatu tersebut dalam

kehidupan individu. Dengan kata lain, bagaimana hubungan kita dengan sesuatu

ditentukan oleh apa makna sesuatu tersebut dalam kehidupan kita. Contoh, komputer

jinjing (laptop) bagi seorang anak-anak berfungsi sebagai alat permainan games, bagi

seorang mahasiswa berguna untuk mengetik tugas dan browsing internet, tetapi bagi

9
seorang pialang saham laptop adalah sarana untuk bermain valas dalam memperoleh

penghasilan.

Bahasa adalah sarana makna. Kita mengalami dan memaknai dunia sosial kita

melalui bahasa yang kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia

sosial tersebut. Contoh, kita bisa dengan mudah mengatakan bahwa sesuatu benda

mempunyai makna tertentu dari label-label yang melekat padanya seperti ikan itu

adalah binatang yang hidup di air walaupun tidak semua yang hidup di air itu adalah

ikan. Contoh lainnya adalah televisi misalnya adalah suatu kotak (walaupun tidak

semua televisi berbentuk kotak) yang mempunyai layar berfungsi menyiarkan

gambar-gambar hidup berupa hiburan, berita atau yang lainnya bahkan dari tempat

yang jauh dan seterusnya.

2.4. Jenis – Jenis Tradisi Fenomenologi

Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian

dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif

mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami

lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya.

Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana individu mempersepsi serta

memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Adapun varian dari tradisi

Fenomenologi ini adalah sebagai berikut:

1. Fenomonelogi Klasik

Dipelopori oleh Edmund Husserl penemu Fenomenologi Modern. Husserl

percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi

10
seseorang harus bagaimana pengalaman seseorang bekerja. Dengan kata lain

kesadaran akan pengalaman dari setiap individu adalah jalur yang tepat untuk

memahami realitas. Hanya melaui kesadaran dan perhatian maka kebenaran dapat

diketahui. Seseorang harus mengesampingkan segala pemikiran dan kebiasaan untuk

melihat pengalaman lain untuk dapat mengetahui sebuah kenyataan. Pada alur ini

dunia hadir dengan sendirinya dalam alam sadar seseorang. Dalam artian menurut

Husserl seseorang dapat memaknai suatu pengalaman secara objektif dengan tanpa

membawa pemahaman orang itu sebelumnya terhadap pengalaman itu dalam artian

harus objektif.

2. Fenomenologi Persepsi

Berlawanan dengan Husserl yang membatasi fenomenologi pada objektivitas

Marleu Ponty menjelaskan manusia adalah kesatuan dari mental dan fisik yang

mengartikan atau mempersepsikan dunia. Seseorang mengetahui berbagai hal hanya

melalui hubungan seseorang ke berbagai hal tersebut. Sebagaimana pada umumnya

manusia, seseorang dipengaruhi oleh dunia akan tetapi seseorang juga mempengaruhi

dunia terhadap pengalaman tersebut. Berbagai hal tidak bertahan dan berdiri sendiri

terlepas dari bagaimana mereka dikenal. melainkan orang-orang memberi arti kepada

berbagai hal di dunia, dan pengalaman fenomenologi adalah suatun hal yang

subjective.

3. Fenomenologi Hermeneutik

aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan

filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu

11
“interpretasi untuk menjadi”. Yang paling utama bagi Heidegger adalah pengalaman

tak dapat terjadi dengan memperhatikan dunia. Menurut Heidegger pengalaman

sesuatu tak dapat diketahui melalui analisa yang mendalam melainkan pengalaman

seseorang yang mana diciptakan dengan penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa

yang nyata dan apa yang yang sekedar pengalaman melalui penggunaan bahasa.

2.5. Contoh Kasus

Studi kasus yang berhubungan dengan tradisi komunikasi Fenomenologi

Kompas.com - Kasus balita yang kecanduan merokok masih terus terjadi. Di

Kalimantan Barat, ada balita balita berusia 2,9 tahun bernama SL asal Dusun

Nirwana, Desa Sungai Kakap, Kecamatan Sungai Kakap, sejak tiga bulan terakhir

menjadi pecandu rokok. Menurut Pinah, kebiasaan anaknya itu mulai timbul karena

faktor ayahnya, Sapi'i, yang biasa merokok di depan anaknya. Dia menceritakan,

tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya, SL mengambil rokok ayahnya yang biasa

terletak di atas meja dan menghisapnya sendiri. Pinah juga mengaku sudah

kewalahan memenuhi kebutuhan rokok SL. Pasalnya, dalam sehari SL bisa

menghabiskan setengah bungkus rokok. Mulai dari rokok filter, mild, kretek hingga

"longlat" juga diisap oleh SL.

Melihat kondisi SL, menimbulkan keprihatinan bagi Ketua Tim Penggerak

PKK Kabupaten Kubu Raya, Rosalina Muda Mahendrawan. Rosalina sendiri

mengaku akan mencari jalan keluar untuk menghilangkan kebiasaan SL yang senang

merokok. Dia menyatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kubu Raya

12
untuk memberikan pengertian secara langsung kepada orang tua SL, dan

menggunakan jasa psikolog anak untuk menghilangkan kebiasaan anak tersebut.

ANALISIS

Dari 3 prinsip yang di kemukakan oleh Stanley Deetz dari kasus di atas dapat

dianalisis sebagai berikut:

a. Pengetahuan berdasar pengalaman sadar: Pengetahuan SL tentang rokok bermula

dari faktor ayahnya, Sapi'i, yang biasa merokok di depan anaknya, SL

mengambil rokok ayahnya yang biasa terletak di atas meja dan menghisapnya

sendiri. Orang mengetahui pengalaman atau peristiwa dengan cara mengujinya

secara sadar melalui perasaan dan persepsi yang dimiliki orang bersangkutan .

b. Makna dari sesuatu terdiri atas potensi sesuatu pada hidup seseorang : bagi orang

dewasa yang perokok, rokok adalah sesuatu yang di konsumsi untuk pelengkap

saja, tetapi SL memaknai bahwa rokok adalah kebutuhan yang harus di penuhi

"Waktu itu sudah kami marahi, tapi saat rokoknya diambil dia menangis dan

tidak mau berhenti. Setelah diberi, baru dia diam, sampai sekarang masih seperti

itu, dan kami juga bingung untuk menghentikannya, jadi kami biarkan saja,"

tutur Pinah. makna konseptual itu bisa berupa imajinasi, pikiran, hasrat, ataupun

perasaan-perasaan spesifik, ketika orang mengalami dunianya secara personal

(Wattimena, 2009).

c. Bahasa adalah ‘kendaraan makna’ : kita mengetahui suatu objek, dan dengan

bagaimana cara kita menyampaikan suatu makna objek tersebut. Dari contoh

13
kasus diatas, seorang anak yang berinisial SL, kita dapat melabelkan SL sebagai

anak berumur 2,9 tahun, SL seorang anak di bawah umur pecandu rokok, SL

terbiasa merokok karena melihat ayahnya yang merokok.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Tradisi fenomenologi

memfokuskan perhatianya terhadap pengalaman sadar seorang individu. Teori

komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi berpandangan bahwa manusia

secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat

memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan

lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi

dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia, dan kami ingin mengkaitkan

fenomena selfie sebagai tradisi fenomenologi.

14
Daftar Pustaka

Littlejohn, Stephen W. Foss, Karen A. Teori Komunikasi. 2009. Jakarta: Salemba

Humanika.

Denzin K. Norman dan Lincoln S. Yvonna, Handbook of Qualitative Research,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

Moustakas, Clark. Phenomenological Research Methods. (California: SAGE

Publications, 1994)

Littlejohn, S. W. Theories of Human Communication 6th Edition. (Belmont, CA:

Wadsworth. N/A, 1999)

Kuswara Engkus. Tradisi Fenomenologi pada Penelitian Komunikasi Kualitatif:

Sebuah pengalaman akademis. Jurnal Mediator Vol.7 No.1 Juni 2006 Terakreditasi

Dirjen Dikti SK No.56/DIKTI/Kep/2005.

http://desiesyworlds.blogspot.co.id/2011/12/teori-komunikasi-bab-iii-tradisi.html

http://wahyu-dewanto.blogspot.co.id/2015/03/fenomenologi.html

http://rosaliapw.blogspot.co.id/2013/10/studi-kasus-teori-komunikasi-tradisi.html

http://gysugianto.blogspot.co.id/2015/02/tradisi-fenomenologi-serta-fenomena.html

15
16

Anda mungkin juga menyukai