Anda di halaman 1dari 23

ALJABAR LINEAR

“EKSPANSI LAPLACE PADA DETERMINAN;


APLIKASINYA”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3
FADHILAHTURRAHMAH (17205057)
SILTIMA WISKA (17205039)
YULIA UTAMI PUTRI (17205050)

Dosen Pembimbing :
Drs. Hendra Syarifuddin, M.Si., Ph.D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Ucapan puji serta wujud kesyukuran kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Terima kasih atas bimbingan, dukungan dan bantuan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan dan penyelesaian makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Hendra
Syarifuddin, M.Si, Ph.D yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya dalam pembuatan
makalah ini serta secara umum mengajarkan kepada penulis tentang mata kuliah Aljabar
Linier.
Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kepentingan
bersama dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Padang, April 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2


A. Ekspansi Laplace .............................................................................. 2
B. Adjoin Matriks .................................................................................. 4
C. Aturan Cramer .................................................................................. 8
D. Determinan dan Volume ................................................................... 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11


A. Kesimpulan ...................................................................................... 11
B. Soal Latihan ..................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Determinan adalah satu pokok bahasan yang termasuk dalam aljabar linear. Determinan

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan aljabar linear,

antara lain mencari invers matriks dan untuk menyelesaikan persamaan linear. Perhitungan

nilai determinan yang sudah dibahas pada materi sebelumnya adalah menggunakan metode

sarrus. Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas cara lain menghitung determinan, yaitu

dengan ekspansi laplace. Selanjutnya akan dibahas adjoin matriks dan aturan cramer serta

aplikasi determinan dalam volume parallelotope.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana menghitung determinan matriks dengan ekspansi laplace ?

2. Bagaimana menentukan invers matriks dengan adjoin matriks ?

3. Bagaimana menyelesaikan persamaan linear dengan aturan cramer ?

4. Bagaimana kaitan matriks dengan volume parallelotope?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya :

1. Dapat menghitung determinan matriks dengan ekspansi laplace ?

2. Dapat menentukan invers matriks dengan adjoin matriks ?

3. Dapat menyelesaikan persamaan linear dengan aturan cramer ?

4. Memahami kaitan matriks dengan volume parallelotope?

4
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bagian ini diberikan deskripsi induktif pada determinan yang dikenal dengan
ekspansi kofaktor atau ekspansi laplace. Dalam banyak teks, deskripsi induktif ini
digunakan untuk menentukan determinan. Disini juga diberikan dua aplikasi karakteristik
induktif determinan. Yang pertama merupakan perhitungan invers dari matriks dalam hal
penentu pada determinan. Sementara tidak selalu praktis dari sudut pandang perhitungan,
deskripsi dari invers memiliki kegunaan teoritis penting. Aplikasi kedua, aturan Cramer,
menjelaskan solusi yang unik untuk AX = 𝑏⃗ setiap A invertibel. Definisi berikut ini
diperlukan untuk memberikan gambaran induktif determinan tersebut.

Definisi 2.3.1

Misalkan A = (𝑎𝑖𝑗 ) adalah matrik 𝑛 × 𝑛. Kita mendefinisikan A (𝑖 I 𝑗) menjadi matrik (n -


1) x (n - 1) yang diperoleh dari A dengan menghapus baris ke i dan kolom ke j. A (𝑖 I 𝑗)
disebut submatrik maksimal ke ij dari A.

Contoh 2.3.2: Misalkan bahwa

2 1 5
𝐴 = (3 6 7 )
4 8 9

Kemudian kita peroleh

6 7 2 1 1 5
𝐴 (1Ι1) = ( ) 𝐴(2 Ι 3) = ( ) 𝐴 (3 Ι 1) = ( )
8 9 4 8 6 7

sekarang kita memberikan ekspansi Laplace (atau ekspansi kofaktor) untuk fungsi
determinan. deskripsi ini memberikan determinan det(A) dalam hal determinan dari
submatriks maksimal tertentu pada A. menerapkan keterangan ini pada submatriks yang
lebih kecil, maka kita memperoleh karakteristik induktif determinan tersebut.

Ada berbagai cara untuk menghitung ekspansi kofaktor. Disini, kita akan memperkenalkan
fungsi dengan lambang 𝐷𝑛,𝑖 dan 𝐷𝑗𝑛 masing-masing akan menjadi fungsi penentu pada
matriks (𝑛 × 𝑛). (lihat Teorema 2.3.5) fungsi 𝐷𝑛,𝑖 adalah ekspansi kofaktor sepanjang baris
ke i dan fungsi 𝐷𝑗𝑛 adalah ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j. Kita katakan bahwa
notasi ini untuk ekspansi kofaktor tidak standar dan diperkenalkan hanya untuk

5
mempermudah teknis. Segera setelah teorema 2.3.5 terbukti, kita akan meninggalkan notasi
ini dan terus menggunakan det yang berarti determinan.

Definisi 2.3.3

Jika A = (a), kita definisikan 𝐷1,1 (𝐴) = 𝐷11 (𝐴) = 𝑎 = det(𝐴). Jika A = (ai,j) adalah matriks
𝑛 × 𝑛 dengan n > 1, untuk i dengan 1 ≤ i ≤ n kita definisikan

𝐷𝑛,𝑖 (𝐴) = ∑(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 𝑑𝑒𝑡(𝐴(𝑖 Ι 𝑗))


𝑖=1

yang disebut baris ke i kofaktor atau ekspansi Laplace dari det. Sama, untuk j dengan
1 ≤ j ≤ n kita mendefinisikan

𝐷𝑗𝑛 (𝐴) = ∑(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 𝑑𝑒𝑡(𝐴(𝑖 Ι 𝑗))


𝑖=1

yang disebut kolom ke j kofaktor atau ekspansi Laplace dari det.

Komentar. Pembaca mungkin ingin tahu mengapa definisi 𝐷𝑛,𝑖 dan 𝐷𝑗𝑛 diberikan sebagai
ketentuan dalam det. bukan induktif dalam hal 𝐷𝑛−1,𝑖 dan 𝐷𝑗𝑛−1. Tentu saja, ini bisa
dilakukan (dalam pandangan teorema 2.3.5). Alasan kami memilih untuk menggunakan det
tidak lain adalah bahwa ia menyederhanakan bukti Teorema 2.3.5 dan, setelah semua
diselesaikan, kita berakhir pada tujuan yang sama.

Contoh 2.3.4

Misalkan

3 4 6
𝐴 = (0 1 2)
2 5 0

Maka dengan definisi kita peroleh bahwa

1 2 2 2 0 2
𝐷3,1 (𝐴) = (−1)2 3𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)3 4𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)4 6𝑑𝑒𝑡 ( )
5 0 2 0 2 5

= 3(−10) − 4(−4) + 6(−2) = −26

6
dicatat bahwa ekspansi ini terjadi di sepanjang baris pertama dari A. Dengan jalan yang
sama kita dapatkan.

4 6 3 6 3 4
𝐷3,2 (𝐴) = (−1)3 0𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)4 1𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)5 2𝑑𝑒𝑡 ( )
5 0 2 0 2 5

= 0(−30) + 1(−12) − 2(7) = −26

Dan

4 6 3 6 3 4
𝐷3,3 (𝐴) = (−1)4 2𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)5 5𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)6 0𝑑𝑒𝑡 ( )
1 2 0 2 0 1

= 2(2) − 5(6) + 0(3) = −26

Ekspansi kofaktor kolom juga memberikan hasil yang sama. Sebagai contoh,

1 2 4 6 4 6
𝐷13 (𝐴) = (−1)4 3𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)5 0𝑑𝑒𝑡 ( ) + (−1)6 2𝑑𝑒𝑡 ( )
5 0 5 0 1 2

= 3(−10) + (−1)0(−30) + 2(2) = −26

Kesalahan paling umum dalam menerapkan ekspansi kofaktor gagal untuk menentukan
tanda + dan - yang tepat. Tanda adalah +1 jika i + j (jumlah dari nomor baris dan kolom)
genap, dan -1 jika i + j ganjil. Sekarang kita berikan teorema yang telah dijanjikan, bahwa
semua ekspansi kofaktor sama dengan determinannya.

Teorema 2.3.5
Untuk setiap matrik A (n x n), dan setiap i, j dengan 1 ≤ i , j ≤ n,

𝐷𝑛,𝑖 (𝐴) = 𝐷𝑗𝑛 (𝐴) = 𝑑𝑒𝑡(𝐴)

Bukti:
Kami menunjukkan bahwa untuk setiap j, 𝐷𝑗𝑛 adalah n-linear, berbalikan dengan fungsi
𝐷𝑗𝑛 (𝐼𝑛 ) = 1. Hasilnya sesuai dengan teorema 2.1.8. Dalam bukti ini kita akan menggunakan
fakta bahwa (n-1) x (n-1) determinan fungsi det adalah (n-1)-linear dan sebaliknya. Pertama

7
menganggap bahwa 𝐴′ telah diperoleh dari A dengan mengalikan baris ke s dari A = (ai,j)
dengan k. Maka 𝐴′ (𝑠 Ι 𝑗) = 𝐴(𝑠 Ι 𝑗), dan untuk i ≠ s kita memiliki 𝑑𝑒𝑡(𝐴(𝑖 Ι 𝑘)) = 𝑘.
𝑘. det (𝐴( 𝑖 ∣ 𝑗 )) karena determinan ( n – 1 ) –linear. Dengan menerapkan definisi dari 𝐷𝑗𝑛 ,
kita peroleh

𝐷𝑗𝑛 (𝐴′ ) = ∑ (−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 det(𝐴′ (𝑖 ∣ 𝑗)) + 𝑘𝑎𝑠𝑗 (−1)𝑠+𝑗 det(𝐴′ (𝑠 ∣ 𝑗))
𝑖=1.𝑖≠𝑠

= ∑ 𝑘(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 det(𝐴(𝑖 ∣ 𝑗)) + 𝑘𝑎𝑠𝑗 (−1)𝑠+𝑗 det(𝐴(𝑠 ∣ 𝑗))


𝑖=1.𝑖≠𝑠

= 𝑘 ∑(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 det(𝐴(𝑖 ∣ 𝑗))


𝑖=1

= 𝑘 𝐷𝑗𝑛 (𝐴)

Kemudian kita asumsikan bahwa A, B, C adalah sama kecuali untuk baris ke-k, dimana
baris ke-k dari C adalah jumlah baris ke-k dari A dan B. Asumsikan C = (cij), baris ke-k dari
A adalah (akj), dan baris ke-k dari B adalah (bkj). Perhatikan kasus ini A( k ∣ j ) = B ( k ∣ j ) =
C ( k ∣ j ). Berikut ini definisi dan fakta bahwa determinan adalah n-linear,

𝐷𝑗𝑛 (𝐶) = ∑ 𝐶𝑖𝑗 (−1)𝑖+𝑗 det(𝐶(𝑖 ∣ 𝑗))


𝑖=1

= ∑ 𝐶𝑖𝑗 (−1)𝑖+𝑗 det(𝐶(𝑖 ∣ 𝑗)) + (𝑎𝑘𝑗 + 𝑏𝑘𝑗 ) (−1)𝑘+𝑗 det(𝐶(𝑘 ∣ 𝑗))


𝑖=1,𝑖≠𝑘

= ∑ 𝐶𝑖𝑗 (−1)𝑖+𝑗 [ det(𝐴(𝑖 ∣ 𝑗)) + det(𝐵(𝑖 ∣ 𝑗))] + (𝑎𝑘𝑗 + 𝑏𝑘𝑗 ) (−1)𝑘+𝑗 det(𝐶(𝑘 ∣ 𝑗))
𝑖=1,𝑖≠𝑘

𝑛 𝑛
𝑖+𝑗
= ∑ 𝑎𝑖𝑗 (−1) det(𝐴(𝑖 ∣ 𝑗)) + ∑ 𝑏𝑖𝑗 (−1)𝑖+𝑗 det(𝐵(𝑖 ∣ 𝑗))
𝑗 𝑖=1

= 𝐷𝑗𝑛 (𝐴) + 𝐷𝑗𝑛 (𝐵)

Ini menunjukkan bahwa 𝐷𝑗𝑛 n-linear.

8
Sekarang kita tunjukkan bahwa 𝐷𝑗𝑛 adalah pertukaran (alternating). Andaikan bahwa
baris ke s dan ke t dari A = (aij) sama. Berikut ini matrik A( s ∣ j ) dapat ditransformasikan
ke dalam matrix A( t ∣ j ) diganti secara berurutan dengan baris yang berdekatan. Jika s < t,
kemudian untuk A( s ∣ j ), kita ganti baris ke (A’s) t dengan baris ke (A’s) ( t – 1 ), lalu kita
gantikan ( t – 1 ) dengan baris ( t – 2 ) dan seterusnya sampai akhirnya ( s + 2 ) digantikan
dengan ( s + 1 ). Baris ke-s pada A dikeluarkan dari A( s ∣ j ), sekarang kita pindahkan baris
t ke baris s. Kemudian ( t – s – 1 ) baris yang berdekatan diganti dari bentuk A( s ∣ j )
menjadi A( t ∣ j ). Akibatnya det(𝐴(𝑠 ∣ 𝑗)) = (−1)𝑡−𝑠−1 det(𝐴(𝑡 ∣ 𝑗)). Ingat juga bahwa
ketika i ≠ s, t, det(A( i ∣ j )) = 0 karena A( i ∣ j ) memiliki dua baris yang sama. Menurut
perluasan definisi,

𝐷𝑗𝑛 (𝐴) = ∑ 𝑎𝑖𝑗 (−1)𝑖+𝑗 det(𝐴(𝑖 ∣ 𝑗)) + 𝑎𝑠𝑗 (−1)𝑠+𝑗 det(𝐴(𝑠 ∣ 𝑗))
𝑖=1,𝑖≠𝑠,𝑡

+ 𝑎𝑡𝑗 (−1)𝑡+𝑗 det(𝐴(𝑡 ∣ 𝑗))

= 0 + 𝑎𝑠𝑗 (−1)𝑠+𝑗 det(𝐴(𝑠 ∣ 𝑗)) + 𝑎𝑠𝑗 (−1)𝑡+𝑗 (−1)(𝑡−𝑠−1) det(𝐴(𝑠 ∣ 𝑗))

=0

Akhirnya, 𝐷𝑗𝑛 (𝐼𝑛 ) = 1 secara dapat diperiksa dengan induksi, dengan memperhatika pada
teorema 2.1.8 yaitu 𝐷𝑗𝑛 = 𝑑𝑒𝑡. untuk menyimpulkan pembuktian, kita perhatikan bahwa
𝐷𝑛,𝑗 (𝐴) = 𝐷𝑗𝑛 (𝐴𝑡 ) = det(𝐴𝑡 ) = det(𝐴) pada teorema 2.1.14. ini melengkapi pembuktian
dari teorema.//

Sekarang kita ubah penerapan yang dijelaskan sebelumnya. Pertama kita jelaskan
definisi yang diperlukan dalam penerapannya.

DEFINISI 2.3.6

Jika A = (aij) adalah matriks n x n. kita nyatakan adjoint dari A sebagai adj(A), maka entri
matriks nxn yang ke-ji adalah (−1)𝑖+𝑗 det 𝐴(( 𝑖 ∣ 𝑗 )) . Dengan kata lain

𝑎𝑑𝑗(𝐴)(𝑗, 𝑖) = (−1)𝑗+1 det 𝐴(( 𝑗 ∣ 1 ))

Dengan menggunakan adjoin, kita dapat menjelaskan dengan benar invers dari transpose
matriks.

9
TEOREMA 2.3.7

Untuk sebarang transpose matriks A, maka 𝐴−1 = det(𝐴)−1 𝑎𝑑𝑗 (𝐴).

Bukti:

Kita hitung 𝐴(det(𝐴)−1 𝑎𝑑𝑗 (𝐴)) = det(𝐴)−1 . 𝐴 . 𝑎𝑑𝑗 (𝐴). karena baris ke-I pada A adalah
(𝑎𝑖1 𝑎𝑖2 𝑎𝑖3 … 𝑎𝑖𝑛 ) dan kolom ke-j pada adj (A) . (jangan lupa definisi transpose) yaitu

(−1)𝑗+1 det 𝐴(( 𝑗 ∣ 1 ))


(−1)𝑗+2 det 𝐴(( 𝑗 ∣ 2 ))

𝑗+𝑛
[(−1) det 𝐴(( 𝑗 ∣ 𝑛 )) ]

Kita lihat definisi perkalian matriks pada entri ke-ij dari A. Adj(A) adalah

∑ 𝑎𝑖𝑘 (−1)𝑖+𝑘 det(𝐶(𝑗 ∣ 𝑘))


𝑖=1

Jika i = j, maka Dn,j = det (A). Dan jika i ≠ j, ini sama dengan Dn,i (A*), dimana A* adalah
matriks yang diperoleh dengan menggantikan baris j dengan baris i pada matriks A. [catatan
: memasukkan baris j pada A tidak ada pengaruh terhadap matriks A ( j ∣ k)]. Karena A*
mempunyai dua baris yang sama, maka Dn,i (A*) = det(A*) = 0. Hal ini sesuai dengan A.
Adj (A)= det(A) In dan dari teorema berikut ini. //

Sebagai contoh, kita ambil matriks

2 0 0
(1 1 3)
4 0 1

kemudian hitung adjoint A, kita peroleh

1 11 −4 𝑡 1 0 0
𝑎𝑑𝑗(𝐴) = (0 2 0 ) = ( 11 2 −6)
0 −6 2 −4 0 2

Karena det (A) = 2. Teorema 2.3.7 memberikan

1 1 0 0
𝐴−1 = ( 11 2 −6)
2
−4 0 2

10
Teorema berikut ini menggunakan kebalikan dari rumus sebelumnya untuk mencari
solusi khusus pada sistem n persamaan dengan n yang tidak diketahui kapan solusi khusus
tersebut ada. Jika sistem tidak memiliki solusi khusus, maka hasil ini tidak dapat digunakan.

TEOREMA 2.3.8 (Aturan Cramer)

Jika A = (aij) adalah matriks yang dapat dibalik , X adalah kolom dari n variable, dan B
adalah kolom dari n konstan. Kita tunjukkan bahwa A(j) matriks n x n diperoleh dengan
menggantikan kolom ke- j dari matriks A dengan matriks B. Kemudian sistem persamaan
AX = B memiliki solusi khusus. Solusinya adalah

det(𝐴(𝑖))
𝑋𝑖 =
det(𝐴)

Bukti:
Sistem persamaan A𝑋 = B haruslah solusi 𝑋 = 𝐴−1 B adj(A)B. Jadi cukuplah untuk
memperlihatkan baris ke ientripada kolom matriks adj(A)B adalah tepat det(A(i)). Baris ke i
dari adj(A) adalah
((−1)𝑖+1 det(A(1|i)) (−1)𝑖+2 det(A(2|i)) ... (−1)𝑖+𝑛 det(A(n|i)))
Itu mengikuti baris ke i entri dari adj (A) B adalah

𝑛 𝑛
𝑖+𝑘
∑(−1) det(𝐴(𝑘|𝑖)) 𝑏𝑘 = ∑(−1)𝑖+𝑘 𝑏𝑘 det(𝐴(𝑘|𝑖))
𝑘=1 𝑘=1

Tetapi, ini tepat D𝑛𝑖 (𝐴(𝑖)), yang sama det(A(i)) dengan Teorema 3.3.5. Ini membuktikan
Hukum Cramer.
Sebagai contoh, menurut Hukum Cramer persamaan matriks

1 2 𝑋 5
( )( ) = ( )
3 4 𝑌 6
Memiliki solusi unik diberikan dengan
5 2 1 5
𝑑𝑒𝑡 ( ) 𝑑𝑒𝑡 ( )
𝑋= 6 4 𝑌= 3 6
1 2 1 2
𝑑𝑒𝑡 ( ) 𝑑𝑒𝑡 ( )
3 4 3 4
8 −9 9
Kita menemukan X = −2 = −4 dan Y = −2 = 2

11
Diskusi 2.3.9 Determinan dan Volume
Determinan dari sebuah matriks real n x n memiliki interprestasi geometri yang
penting. Misalkan A adalah matriks real n x n dan andaikan kolom dari A diberikan dengan
vektor 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 ∈ 𝑅 𝑛 . Sebuah parallelotope yang dibangun oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛
didefinisikan sebagai susunan kombinasi linear 𝑟1 𝑣1 + 𝑟1 𝑣1 + ⋯ + 𝑟𝑛 𝑣𝑛 𝑑 dimana 0 ≤ 𝑟𝑖 ≤
1 untuk masing-masing i. Saat n=3, parallelotope membentang dengan tiga vektor bebas
linear di 𝑅 3 adalah daerah padat yang digambarkan:

𝑣3

𝑣2

𝑣1

Amati bahwa vektor 𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 saling berdekatan pada tepi parallelotope.


Untuk menggunakannya dalam diskusi ini, kita dilambangkan dengan Vol (A) volume (n-
dimensi) dari parallelotope dibangun oleh kolom 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 dari A. Itu ternyata Vol(A)=
|det(A)|. Kita memberikan bukti informal dari hasil ini. Pertama amati bahwa parallelotope
yang direntang oleh 𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 (basis standar dari 𝑅 𝑛 ) adalah unit n kubus di 𝑅 𝑛 . Kubus n
ini memiliki volume 1, yang justru det(A) = det(𝐼𝑛 ) pada kasus ini.
Kita selanjutnya membandingkan volume parallelotope yang dibangun oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛
dengan 𝑣1′ , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 dan dengan 𝑣1 + 𝑣1′ , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 . Dengan mempelajari gambar di bawah
(dari kasus n = 2), kita harus yakin bahwa jumlah bidang dua pertama parallelotope adalah
bidang yang ketiga.

𝑣1

𝑣1′
𝑣2
+ 𝑣2

𝑣1 + 𝑣1′

𝑣2
12
Mengingat kasus khusus ini dimana 𝑣1′ = 𝑣1 menunjukkan volume parallelotope
yang dibangun oleh 2𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 adalah dua kali volume parallelotope yang dibangun oleh
𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 . Iterasi argumen ini menunjukkan bahwa untuk setiap bilangan asli p, maka
volume parallelotope yang dibangun oleh 𝑝𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 adalah p kali volume parallelotope
yang direntang oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 . Jika kita ikuti hal ini dengan membaginya,sehingga untuk
𝑝 𝑝
setiap bilangan rasional volume parallelotope yang dibangun oleh (𝑞 ) 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 adalah
𝑞
𝑝
|𝑞 |kali volume parallelotope yang direntang oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 . Selanjutnya untuk fungsi

volume menunjukkan bahwa untuk setiap 𝑟 ∈ 𝑅, volume parallelotope yang dibangun oleh
𝑟𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 adalah |r| kali volume parallelotope yang yang dibangun oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 .
Argumen hanya diberikan menunjukkan bahwa volume parallelotope, dianggap
sebagai fungsi dari n vektor 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛 adalah n-linear (modulo nilai mutlak) dan
Vol(𝐼𝑛 )=1. Selanjutnya, fungsi ini dibalik, karena parallelotope direntang oleh 𝑣1 , 𝑣2 , … 𝑣𝑛
det(𝐴)
dengan 𝑣𝑖 = 𝑣𝑗 dan i≠j memiliki volume 0. Khususnya, fungsi 𝑉 ∗ (𝐴) = |det(𝐴)| 𝑉𝑜𝑙 (𝐴)

adalah n-linear dan kebalikan, dengan V*(𝐼𝑛 ) = 1. Kita menyimpulkan bahwa V*(A) = det
(A), dan akibatnya vol(A) = |det(A)| untuk setiap A. Kita mungkin ingat bahwa hasil ini
dalam kalkulus multivariabel pada rumus perubahan variabel untuk integral fungsi dari
beberapa variabel yang diturunkan.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jika A = (ai,j) adalah matriks 𝑛 × 𝑛 dengan n > 1, untuk i dengan 1 ≤ i ≤ n kita


definisikan

𝐷𝑛,𝑖 (𝐴) = ∑(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 𝑑𝑒𝑡(𝐴(𝑖 Ι 𝑗))


𝑖=1

yang disebut baris ke i kofaktor atau ekspansi Laplace dari det. Sama, untuk j dengan
1 ≤ j ≤ n kita mendefinisikan

𝐷𝑗𝑛 (𝐴) = ∑(−1)𝑖+𝑗 𝑎𝑖𝑗 𝑑𝑒𝑡(𝐴(𝑖 Ι 𝑗))


𝑖=1

yang disebut kolom ke j kofaktor atau ekspansi Laplace dari det.


2. Jika A = (aij) adalah matriks n x n. kita nyatakan adjoint dari A adalah

𝑎𝑑𝑗(𝐴)(𝑗, 𝑖) = (−1)𝑗+1 det 𝐴(( 𝑗 ∣ 1 ))

3. Penyelesaian sistem persamaan AX = B dengan aturan cramer

det(𝐴(𝑖))
𝑋𝑖 =
det(𝐴)

14
B. Soal Latihan

1. Hitunglah determinan matriks berikut dengan menggunakan ekspansi kofaktor.


1 4 1
a. (5 0 2)
1 1 1
1 0 2 0
b. (0 1 0 1 )
2 2 1 1
1 0 0 1

2. Gunakan adjoint untuk menentukan invers


−2 0 1
a. ( 3 0 1 )
0 1 −1

1 1 1
b. (2 0 −1)
3 4 2

3. Selesaikan dengan aturan Cramer’s


1 1 1 𝑋 1
a. (2 0 −1) (𝑌 ) = (1)
3 4 2 𝑍 1

−2 0 1 𝑋 1
b. ( 3 0 1 ) (𝑌 ) = (0)
0 1 −1 𝑍 2

15
C. Kunci Jawaban Soal
1. Hitunglah determinan matriks berikut dengan menggunakan ekspansi kofaktor.
1 4 1
a. [5 0 2]
1 1 1
Penyelesaian:
1 4 1
𝐴 = [5 0 2]
1 1 1
0 2 (−1)3 5 2 (−1)4 5 0
𝐷3,1 (𝐴) = (−1)2 ∙ 1 det | |+ ∙ 4 det | |+ ∙ 1 det | |
1 1 1 1 1 1
𝐷3,1 (𝐴) = (1 ∙ 1 ∙ (−2)) + ((−1) ∙ 4 ∙ (5 − 2)) + (1 ∙ 1(5))
𝐷3,1 (𝐴) = −2 + (−12) + 5
𝐷3,1 (𝐴) = −9

1 0 2 0
b. [0 1 0 1]
2 2 1 1
1 0 0 1
Penyelesaian:
1 0 2 0
𝐴 = [0 1 0 1]
2 2 1 1
1 0 0 1
1 0 1 0 0 1
𝐷4,1 (𝐴) = (−1)2 ∙ 1 det |2 1 1| + (−1)3 ∙ 0 det |2 1 1| + (−1)4 ∙
0 0 1 1 0 1
0 1 1 0 1 0
2 det |2 2 1| + (−1)5 ∙ 0 det |2 2 1|
1 0 1 1 0 0
𝐷4,1 (𝐴) = (1 ∙ 1 ∙ 1) + 0 + (1 ∙ 2 ∙ (−3)) + 0
𝐷4,1 (𝐴) = 1 + 0 − 6 + 0
𝐷4,1 (𝐴) = 1 − 6
𝐷4,1 (𝐴) = −5
2. Gunakan adjoint untuk menentukan invers
−2 0 1
a. ( 3 0 1 )
0 1 −1
Penyelesaian:
Mencari determinan dari matriks A:

16
−2 0 1 −2 0
det|𝐴| = [ 3 0 1 3 0 ]
0 1 −1 0 1
= (-2.0.(-1))+(0.1.0)+(1.3.1)-(0.0.1)-(-2.1.1)-(0.3.(-1))
= (0 + 0 + 3 – 0 + 2 – 0 )
=3+2
det|𝐴| = 5
mencari kofaktor untuk matriks A:
0 1
C11= (−1)2 | | = 1. (0 − 1) = −1
1 −1
0 1
C21= (−1)3 | | = (−1). (0 − 1) = 1
1 −1
3 1
C12= (−1)3 | | = (−1). (−3 − 0) = 3
0 −1
−2 1
C22= (−1)4 | | = (1). (2 − 1) = 2
0 −1
3 0
C13= (−1)4 | | = (1). (3 − 0) = 3
0 1
−2 0
C23= (−1)5 | | = (−1). (−2 − 0) = 2
0 1
0 1
C31= (−1)4 | | = (1). (0) = 0
0 1
−2 1
C32= (−1)5 | | = (−1). (−2 − 3) = 5
3 1
−2 0
C33= (−1)6 | | = (1). (0) = 0
3 0

−1 3 3
C.A = [ 1 2 2]
0 5 0

Mencari adjoint dari matriks A


−1 3 3
Adj A = [ 1 2 2]
0 5 0
Sehingga
1
𝐴−1 = det|𝐴| . 𝑎𝑑𝑗 𝐴
−1 1 0
1
= [ 3 2 5]
5
3 2 0
−1 1
0
5 5
3 2
= 1
5 5
3 2
[5 0]
5
−1 1
0
5 5
3 2
Dengan demikian diperoleh matriks inversnya yaitu 5 5
1
3 2
[5 0]
5

17
−1 3 3
b. [ 1 2 2]
0 5 0
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛:
−1 3 3
𝐴 = [ 1 2 2]
0 5 0
Mencari determinan dari matriks A
1 1 1 1 1
det|𝐴| = [2 0 −1 2 0]
3 4 2 3 4
= (1.0.2) + (1 . (-1).3) + (1.2.4)-(1.0.3)-(1.(-1).4)-(1.2.2)
= (0 + (-3) + 8- 0 – (-4) – 4 )
= -3 + 8 + 4- 4
det|𝐴| = 5

mencari kofaktor untuk matriks A:


0 −1
C11= (−1)2 | | = 1. (0 − (−4)) = 4
4 2
1 1
C21= (−1)3 | | = (−1). (2 − 4) = 2
4 2
1 1
C31= (−1)4 | | = (1). (−1 − 0) = −1
0 −1
2 −1
C12= (−1)3 | | = (−1). (4 − (−3)) = −7
3 2
1 1
C22= (−1)4 | | = (1). (2 − 3) = −1
3 2
1 1
C32= (−1)5 | | = (−1). (−1 − 2) = 3
2 −1
2 0
C13= (−1)4 | | = (1). (8 − 0) = 8
3 4
1 1
C23= (−1)5 | | = (−1). (4 − 3) = −1
3 4
1 1
C33= (−1)6 | | = (1). (0 − 2) = −2
2 0

4 2 −1
C.A = [ 2 −1 3 ]
−1 −1 −2

Mencari adjoint dari matriks A


4 2 −1
Adj A = [−7 −1 3 ]
8 −1 −2
Sehingga
1
𝐴−1 = det|𝐴| . 𝑎𝑑𝑗 𝐴

18
4 2 −1
1
= 5 [−7 −1 3 ]
8 −1 −2
4 2 −1
5 5 5
−7 −1 3
= 5 5 5
8 −1 −2
[5 5 5 ]

4 2 −1
5 5 5
−7 −1 3
Dengan demikian diperoleh matriks inversnya yaitu 5 5 5
8 −1 −2
[5 5 5 ]

3. Selesaikan dengan aturan Cramer’s

1 1 1 𝑋 1
a. (2 0 −1) (𝑌 ) = (1)
3 4 2 𝑍 1
1 1 1 1
𝐷3,2 (𝐴) = −2 [ ] + 1[ ]
4 2 3 4
= −2(2 − 4) + 1 (4 − 3)
=5

1 1 1
𝐴1 = [1 0 −1],
1 4 2
1 1 1 1
𝐷3,2 (𝐴1 ) = −1 [ ] + 1[ ]
4 2 1 4
= −1(2 − 4) + 1 (4 − 1)
=2+3
=5

1 1 1
𝐴2 = [2 1 −1],
3 1 2
1 −1 2 −1 2 1
𝐷3,1 (𝐴2 ) = 1 [ ] −1[ ] + 1[ ]
1 2 3 2 3 1
= 1(2 − 4) − 1(4 + 3) + 1 (2 − 3)
=3−7−1
= −5

19
1 1 1
𝐴3 = [2 0 1],
3 4 1
1 1 1 1
𝐷3,2 (𝐴3 ) = −2 [ ] −1[ ]
4 2 3 4
= −2(4 − 1) − 1 (4 − 3)
=6−1
=5
det 𝐴1
𝑥=
det 𝐴
5
= =1
5
det 𝐴2
𝑦=
det 𝐴
−5
= =1
5
det 𝐴3
𝑧=
det 𝐴
5
= =1
5

−2 0 1 𝑋 1
a. ( 3 0 1 ) (𝑌 ) = (0)
0 1 −1 𝑍 2

−2 1
𝐷13 (𝐴) = −1 [ ]
3 1
= −1(−2 − 3)
=5

1 0 1
𝐴1 = [0 0 1 ],
2 1 −1
1 1
𝐷13 (𝐴1 ) = −1 [ ]
0 1
= −1.1
= −1

20
−2 1 1
𝐴2 = [ 3 0 1 ],
0 2 −1
1 1 −2 1
𝐷3,2 (𝐴2 ) = −3 [ ] − 1[ ]
2 −2 0 2
= −3(−1 − 2) − 1(−4 − 0)
=9+4
= 13

1 1 1
𝐴3 = [2 0 1],
3 4 1
−2 1
𝐷13 (𝐴3 ) = −1 [ ]
3 0
= −1(0 − 3)
=3
det 𝐴1
𝑥=
det 𝐴
−1
=
5
det 𝐴2
𝑦=
det 𝐴
13
=
5
det 𝐴3
𝑧=
det 𝐴
3
=
5

21
DAFTAR PUSTAKA

22
Anton, Howard. 2000. Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga.

Jacob, Bill. 1990. Linear Algebra. New York: W. H. Freemaan and Company.

23

Anda mungkin juga menyukai