“DISTOSIA”
Pembimbing :
Di susun oleh :
2013
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
”Distosia”
Disusun oleh:
Indah Annisa Dearizti G1A212099
Lucky Mariam G1A212100
Fauziah Rizki Ismaulidiya G1A212101
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Jenderal Soedirman
yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kandungan dan
Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Dengan bekal pengetahuan, pengarahan, serta bimbingan yang diperoleh
sebelum dan sesudah menjalani kepaniteraan ini, penulis mencoba membahas
mengenai referat yang berjudul “Distosia”.
Penulis juga berkeinginan untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Edy Priyanto,Sp.OG. M.Kes selaku pembimbing kami yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan yang berarti, serta terima kasih bagi
teman-teman atas kerjasama yang baik.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang hati segala
kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulis. Akhir kata semoga
pembahasan referat ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P”
utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan
janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong
saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan
pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada
jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab dari distosia karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh
buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan
menentukan prognosis ibu dan janin.
B. TUJUAN
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Mengetahui jenis distosia yang terjadi pada persalinan
2. Mengetahui penyebab dari distosia yang terjadi pada persalinan
3. Mengetahui penatalaksanaan dari distosia yang terjadi pada persalinan
BAB II
ISI
A. Distosia
1. Definisi
Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus berarti buruk atau
jelek, tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia
merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau
merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu (Winkjosastro et al, 2006).
2. Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage,
dan passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan
kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan
pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan
sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat
berupa inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik. Kontraksi
uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan yakni pada kala
1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15
menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul
semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat,
maka serviks tidak akan mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi
tersebut dilakukan induksi persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan
persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun pada persalinan kala II
apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan dilakukan dengan
menggunakan vacum ekstraksi (Cuningham et al, 2010).
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum
lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi
uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka
di berikan pemberian induksin dan melakukan massage uterus
(Cuningham et al, 2010).
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya
kelainan pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak
dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat berupa
kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan jalan
lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang
menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang
dipaksakan (Winkjosastro et al, 2006).
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu
bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid,
android, dan platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit
diatasi, selain itu terdapat kelainan panggul yang disertai dengan
perubahan bentuk karena pertumbuhan intrauterine yaitu panggul Naegele,
robert, split pelvis dan panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga
dapat terjadi karena adanya penyakit seperti rakhitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrifi, karies, nekrosis maupun penyakit pada sendi
sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang seperti
kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit pada kaki seperti
koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan satu kaki merupakan
termasuk penyulit dalam proses persalinan pervaginam (Winkjosastro et
al, 2006).
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun
bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan
kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga
ubun-ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri
belakang, setelah kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III),
kepala akan memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga
ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi dalam), namun terkadang
tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang
atau melintang, keadaaan ini disebut dengan deep transvere arrest,
oksipitalis posterior persisten atau oksipitalis transversus persisten,
keadaan ini akan mempersulit persalinan (Winkjosastro et al, 2006).
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis
presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba
seperti punggung, bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian
dada, dan daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin terdengan
jelas, dan berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung,
mulut dan dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya
merupakan kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi
presentasi belakang kepala dan presentasi muka (Cuningham et al, 2010).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang
dengan kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum
uteri hal ini pula merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak
sungsang, letak lintang pula cukup sering terjadi, presentasi ini merupakan
presentasi yang tidak baik sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan
pervaginam kecuali pada keadaan janin yang sangat kecil atau telah mati
dalam waktu yang cukup lama (Cuningham et al, 2010).
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya
pertumbuhan janin yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah
4000 gram, makrosomia atau bayi besar apabila lebih dari 4000 gram,
umumnya hal ini karena adanya faktor genetik, kehamilan dengan diabetes
mellitus, kehamilan post matur atau pada grande multipara. Hidrocephalus
pula merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan keadaan dimana
cairan serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin
menjadi besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic
disproportion (Winkjosastro et al, 2006).
0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Kehamilan
Taksiran >3630 gr 3629 gr -3176 gr < 3176 gr
berat janin
Pernah letak Tidak 1x >2x
sungsang
Pembukaan <2 cm 3 cm >4cm
serviks
Station <3 <2 1 atau lebih
rendah
Arti nilai :
< 3 : persalinan perabdomen
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 : dilahirkan pervaginam
Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
a. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang
tidak berbahaya.
b. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin
masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar
dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang
tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan
untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium
cerebellum).
Teknik persalinan
a. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat
bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin
intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht,
yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan
jari-jari lain memegang panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak
teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan
rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini
disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan
hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya
agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan.
Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang
kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak teradi
lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu,
lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya
terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu
sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara
klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and
Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan
belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu
dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan
belakang dilahirkan.
b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga
perut janin mendekati perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai
fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-
olah lengan bawah mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah
sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan
kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan
penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin
sedang jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan
dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan
dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan
ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada
crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan
janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak
dibawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di
bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang
lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan
belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari
penolong.
Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik
sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya
berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi
curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan
janin diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian
seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah
simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan
jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram
leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah
janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain
mencengkeram leher janin dari arah punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari
arah punggung. Jika suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin
diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga
berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan
akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini,
cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang.
Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar
pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis,
maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion
berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala
lahir.
6. Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan
sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di
dalamnya bila janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah
letak lintang kepala janin tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan
uterus (Winkjosastro et al, 2006). Letak lintang dapat dibagi menjadi 2
macam, yang dibagi berdasarkan:
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-
posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
b) Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor –
faktor tersebut adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus,
anesefalus, plasenta previa, dan tumor pelvis
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli
4) Pelvic kidney dan rectum penuh
5) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
c) Diagnosis
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara
bersalaman.
Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan
klavikula.
Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
d) Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung
tidak tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh
karena itu seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan
lengkap atau hampir lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi
tekanan pada bagian bawah, sehingga persalinan berlangsung lebih lama.
His berperan dalam meluaskan pembukaan, selain itu dengan kontraksi
yang semakin kuat, maka anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya
tubuh anak menjadi membengkok sedikit, terutama pada bagian yang
mudah membengkok, yaitu di daerah tulang leher. Ini pun disebabkan
karena biasnaya ketuban sudah lekas pecah dan karena tak ada lagi air
ketuban, maka dinding uterus lebih menekan anak di dalam rahim. Dengan
demikian bagian anak yang lebih rendah akan masuk lebih dulu ke dalam
pintu atas panggul, yaitu bahu anak. Karena pada letak lintang pintu atas
panggul tidak begitu tertutup, maka tali pusat seringkali menumbung, dan
ini akan memperburuk keadaan janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas
tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada
lingkaran pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali,
senantiasa masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut.
Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar
lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak
memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran
pembukaan itu mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan
pada pembukaan yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar
untuk memasuki lingkaran tersebut. Lain halnya dengan letak memanjang,
pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga
mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan
tetapi sebagian besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi
semakin membengkok.. Jika ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi
suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak tidak dapat lagi didorong ke
atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena lamanya persalinan,
namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his. Pada letak
lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena kompresi
pada tali pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam
karena tubuh anak terkompresi dan membengkok.
7. Kehamilan Multipel
a) Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan
ganda atau gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ),
Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Terjadinya kehamilan kembar atau multipel umumnya disebabkan
oleh adanya pembuahan satu atau lebih ovum yang berbeda. Pada
kehamilan ganda sepertiganya berasal dari satu ovum yang mengalami
pembuahan kemudian membelah menjadi dua struktur yang serupa.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kehamilan multipel
antara lain (Cunningham, 2005) :
1) Ras
Kehamilan multipel terjadi pada 1 dari 100 kehamilan pada orang kulit
putih dan 1 dari 80 kehamilan pada orang kulit hitam.
2) Hereditas
Memiliki riwayat keturunan dari ibu lebih banyak mempengaruhi
dibanding riwayat keturunan dari ayah.
3) Usia ibu dan paritas
Kehamilan multijanin umunya terjadi pada ibu dengan usia mulai dari
pubertas hingga usia 37 tahun karena adanya aktivitas ovulasi ganda
yang cukup tinggi pada usia reproduksi aktif yang dipengaruhi oleh
peningkatan kadar hormon FSH. Kehamilan multipel lebih sering
terjadi pada ibu nullipara dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah
melahirkan sebelumnya.
4) Faktor Gizi
Kehamilan kembar 20 sampai 30 persen lebih sering terjadi pada ibu
yang memiliki ukuran lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan
ibu yang memiliki ukuran tubuh yang lebih pendek dan kecil. Selain itu
tingginya asupan gizi sebelum kehamilan dan suplementasi asam folat
perikonsepsi dapat meningkatkan terjadinya kehamilan kembar.
5) Terapi Kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan obat-obatan hormonal
gonadotropin dapat meningkatkan terjadinya kehamilan multipel
karena adanya peningkatan secara mendadak hormon gonadotropin
dapat memicu adanya ovulasi ganda.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosa pada kehamilan kembar dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
(Cunningham, 2005).
1) Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan
kembar adalah riwayat adanya kehamilan kembar sebelumnya atau
keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan
infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar dari amenorea, gerakan
janin yang terlalu sering dan adanya penambahan berat badan ibu
menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema (Cunningham,
2005).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya dua kepala janin yang
berada di kuadram uterus yang berbeda, banyak didapatkan bagian
bagian kecil janin, teraba dua atau lebih bagian besar, dan teraba dua
ballotemen. Tinggi fundus uteri lebih besar dari kehamilan pada
umumnya. Denyut jantung janin yang terdengar lebih dari satu di
tempat yang berbeda dengan perbedaan 10 atau lebih (Cunningham,
2005).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya 2 bayangan janin atau
lebih dengan 1 atau lebih kantong amnion. Diagnosis menggunakan
USG yang dilakukan pada trimester pertama masih sulit untuk
mendiagnosis jumlah janin pada uterus, jumlah kantong gestasional
yang terlihat, dan posisi dari janin di dalam uterus (Cunningham, 2005).
d) Penatalaksanaan
Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya
persalinan preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali
pusat, dan perdarahan post partum. Sepanjang persalinan pasien harus
sudah diberikan infus dengan cairan RL, penyediaan transfusi darah,
ampisilin 2 gram untuk pencegahan infeksi, dan disiapkannya alat USG
untuk mengevaluasi setelah janin pertama lahir. Sebagian besar janin
kembar dalam presentasi kepala-kepala, kepala-bokong, bokong-bokong,
kepala-melintang, dan lain-lain. Presentasi kepala-kepala merupakan
presentasi paling stabil selama persalinan dan memungkinkan untuk
terjadinya persalinan pervaginam. Apabila presentasi janin pertama
bokong , dapat menyebabkan terjadinya penyulit dalam persalinan apabila
janin terlalu besar, janin terlalu kecil, adanya prolapsus tali pusat. Apabila
ditemui keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan persalinan per
abdominam (Cunningham, 2005).
8. Makrosomia (Distosia Bahu)
a) Definisi
Makrosomia dimana janin diperkirakan memiliki berat > 4000 gram.
Faktor resiko terjadinya makrosomia yaitu riwayat melahirkan bayi besar
sebelumnya, obesitas pada ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu
dengan diabetes mellitus. Makrosomia dapat menyebabkan terjadinya
penyulit pada persalinan diantaranya distosia bahu dan chepalo pelvic
disproportion (CPD) (Cunningham, 2005).
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena terjadi impaksi bahu depan diatas simphisis
sehingga dengan tarikan ke arah belakang pada kepala bayi tidak bisa
untuk melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009).
b) Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu antara lain :
1) Makrosomia ( bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes
mellitus, obesitas, dan kehamilan postterm).
2) Kelainan bentuk panggul.
3) Kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan
distosia bahu antara lain (Prawirohardjo, 2009) :
1) Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
3) Turtle sign : suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal
melakukan putaran paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang
terjadi antara bahu posterior dengan kepala.
4) Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.
d) Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan
“ALARM“ (Ask for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder
disimpaction, Rotation of posterior shoulder, Manual remover posterior
arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan
ibu dalam posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua
paha sehingga posisi lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan
merotasikan kedua kaki ke arah luar. Manuver ini dapat menyebabkan
terjadinya pelurusan relatif dari sakrum terhadap vertebra lumbal
disertai dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu serta
pengurangan sudut kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk
melakukan penekanan suprasimphisis ke arah posterior menggunakan
pangkal tangan (Manuver Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk ke simphisis. Sementara itu
lakukanlah tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal
(Cunningham, 2005).
Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul
dengan prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul
lainnya dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu
besar, atau kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter
panggul baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah
panggul dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter
anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa
terbesarnya kurang dari 12 cm.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter
intraspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah
kurang dari atau sama dengan 13,5 cm.
c) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan
diamter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang (Cunningham, 2005).
2. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran
panggul dapat ditegakkan dengan melakukan pengukuran pengukuran
kapasitas panggul (Cunningham, 2005).
a) Pintu atas panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan konjugata diagonalis
yang diukur dari tepi bawah simphisis phubis hingga ke promomtorium os
sacrum. Pintu atas panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak
menonjol dan ukuran konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b) Pintu tengah panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kapasitas pintu tengah
panggul, pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadika
tidak menonjol, dinding samping tidak teraba melengkung, dan
kecekungan os sacrum tidak dangkal.
c) Pintu bawah panggul
Dilakukan pengukuran diameter intertuberosum dengan meletakkan
tangan terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran
normal apabila lebih dari 8 cm.
3. Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau
kelainan bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam.
Persalinan pervaginam dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan
yang cukup besar dan dapat menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin
(Cunningham, 2005).
BAB III
KESIMPULAN
1. Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu.
2. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kelainan Power
b. Kelainan Passage
c. Kelainan Passanger
3. Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan manuver
obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau melakukan
persalinan perabdominam.
DAFTAR PUSTAKA
.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Sistem Reproduksi. Dalam : Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta :EGC, 784-785.
Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw Mc Graw-Hill
Companies, New York. 2010
Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al..
Williams Obstetrics 22nd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies, New York.
2005
DeCherney,Alan. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology,Ed 10. McGraw-Hill Companies.
Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
Schiara J, et al. 1997. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition,
Lippincot-Raven Publisher, Chicago.