Anda di halaman 1dari 23

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue


2.1.1 Definisi
Demam dengue dan demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever)

adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati,

trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma

yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah

demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.7,8


2.1.2 Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Selama tahun 2003-2009, angka kasus DBD menunjukkan kenaikkan yang

cukup signifikan. Selama tahun 2003 tercatat 51.516 kasus (IR= 23,87), tahun 2004

tercatat 79.462 kasus (IR= 37,11), tahun 2005 tercatat 95.279 kasus (IR= 43,42),

tahun 2006 tercatat 114.656 kasus (IR= 52,48), tahun 2007 tercatat 158.115 kasus

(IR= 71,78), tahun 2008 tercatat 137.469 kasus (IR= 59,89) dan tahun 2009 158.912

kasus (IR= 67,78).3


7

2.1.3 Etiologi
Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal yang berukuran kecil

(50nm), dari genus Flavivirus dan keluarga Flavaviviridae. Virus ini terdiri atas 4

serotipe, yaitu Den–1, 2, 3, dan 4. Struktur antigen ke–4 serotipe ini sangat mirip satu

dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling

memberikan perlindungan silang.9,10


Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari

protein struktural dan nonstruktural. Protein struktural yang terdiri atas protein

envelope (E), protein premembran (prM), dan protein core ( C) merupakan 25% dari

total protein, sedangkan protein nonstruktural merupakan bagian terbesar (75%)

terdiri atas NS-1, NS-5.9


Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe

yang lain. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat.11


2.1.4 Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan yang cocok dan kondusif bagi tempat perindukan vektor

akan meningkatkan penyebaran virus dengue, sehingga mengakibatkan meningkatnya

angka morbiditas DBD. Lingkungan sosial budaya yang berisiko tinggi terhadap

terjadinya penularan DBD adalah di sekolah, rumah sakit, puskesmas, pertokoan,

perkantoran, daerah pemukiman baru.


8

Secara geografis nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah

air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang ketinggiannya

lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.12 Kepadatan nyamuk ini akan

meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih

yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.12

Peningkatan terjadi antara bulan September sampai Februari dan mencapai

puncaknya pada bulan Januari. Di daerah urban berpenduduk padat puncak penderita

ialah bulan Juni/Juli bertepatan dengan awal musim kemarau.14


Indeks Curah Hujan (ICH) tidak secara langsung mempengaruhi

perkembangbiakan nyamuk, tetapi berpengaruh terhadap curah hujan ideal. Curah

hujan ideal artinya air hujan tidak sampai menimbulkan banjir dan air menggenang di

suatu wadah/media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang aman dan

relatif masih bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pohon-pohon, kaleng bekas,

ban bekas, atap atau talang rumah). Tersedianya air dalam media akan menyebabkan

telur nyamuk menetas dan setelah 10–12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila

manusia digigit oleh nyamuk dengan virus dengue maka dalam 4–7 hari kemudian

akan timbul gejala DBD, bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka

waktu yang dibutuhkan dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden

DBD adalah sekitar 3 minggu.15 Pengamatan terhadap ICH yang dihubungkan dengan

kenaikan jumlah kasus DBD, maka pada daerah dengan ICH tinggi perlu

kewaspadaan sepanjang tahun, sedangkan daerah yang terdapat musim kemarau maka
9

kewaspadaan terhadap DBD dimulai saat masuk musim hujan, namun ini bila faktor-

faktor risiko lain telah dihilangkan/tidak ada.15


Perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang

ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan

menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur

kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor risiko yang

mungkin mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi,

mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan transportasi.15


2.1.5 Faktor Pejamu

Penyebaran DBD juga dipengaruhi manusia sebagai pejamu. Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhinya, dan akan dibahas antara lain adalah usia, jenis

kelamin, tempat, populasi dan mobilitas penduduk, dan perilaku masyarakat.

a. Usia

Meskipun DBD dapat mempengaruhi orang pada semua usia dalam area

endemi dengue, kebanyakan kasus DBD terjadi pada anak-anak dengan usia kurang

dari 15 tahun (86%–95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita

yang digolongkan dalam golongan usia dewasa muda meningkat.14

b. Jenis Kelamin
Menurut hasil survei pada beberapa area telah menunjukkan sedikit kelebihan

pada anak wanita yang terinfeksi terhadap anak laki-laki. Pada beberapa area lain

juga telah menunjukkan hampir merata tetapi kematian lebih banyak pada anak

perempuan daripada anak laki-laki.14


10

c. Tempat
Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama

dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk

pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat

penampungan air/wadah yang berada di pemukiman dengan air yang relatif jernih.

Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat

penampungan air buatan antara lain: bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum

burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga

ditemukan di luar rumah dan wilayah perkotaan.


Aedes albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami diluar

rumah, seperti lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah

pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan

di dalam dan di luar rumah.


Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih

menghisap darah manusia, di samping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk

memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik

biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko

penularan DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat. Satu individu

nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan

virus kepada lebih dari satu orang.15


d. Populasi dan Mobilitas Penduduk
11

Dengan makin lancarnya hubungan lalu lintas, kota-kota kecil atau daerah semi

urban dekat kota besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penjalaran

penyakit dari suatu sumber di kota besar. Selain itu juga karena jarak rumah yang

berdekatan, yang memudahkan penularan karena jarak terbang Aedes aegypti 40–100

meter.

e. Perilaku Masyarakat

Vektor dengue bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih dan tawar

seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya. Adanya

vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara lain :

1. Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan hidup sehari-hari.

2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.

3. Penyediaan air bersih yang langka.

2.1.6 Vektor

Menurut riwayat nyamuk penular penyakit demam berdarah yang disebut

nyamuk Aedes aegypti itu, pada awal mulanya berasal dari Mesir yang kemudian

menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan

subur di belahan dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropik seperti Asia,

Afrika, Australia, dan Amerika. 12

Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk

bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Aedes aegypti dewasa, berukuran lebih
12

kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus),

mempunyai dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian

badannya terutama pada kakinya. Aedes aegypti mempunyai morfologi yang

spesifik ,yaitu mempunyai gambaran menyerupai bentuk lira (lyre form) yang putih

pada punggungnya (mesonotumnya).13

Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat

penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah. Tempat-

tempat tersebut diantaranya seperti: bak mandi/wc, minuman burung, air tandon, air

tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dan lain-lain.12 Perkembangan hidup nyamuk

aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10–12 hari. Hanya

nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah menusia

untuk mematangkan telurnya. Usia nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara dua

minggu sampai tiga bulan atau rata-rata satu setengah bulan, tergantung dari suhu

kelembaban udara disekelilingnya.12

Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap

kali bertelur.14 Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40–100 meter dari

tempat perkembangbiakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda

yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian

di kamar yang gelap dan lembab.12

2.1.7 Manifestasi Klinik


13

Dalam berbagai proses penanganan tentang penderita DBD dianggap perlu ada

rujukan sebagai panduan adalah WHO terbaru di tahun 2009 yang merupakan

penyempurnaan dari panduan sebelumnya, yaitu panduan WHO 1997.

Penyempurnaan ini dilakukan karena dalam temuan di lapangan ada hal-hal yang

kurang sesuai dengan panduan WHO 1997 tersebut. Diusulkan adanya redefinisi

kasus terutama untuk kasus infkesi dengue berat sebagai berikut:

Klasifikasi kasus yang disepakati bahwa 1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue

without warning signs), 2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs),

dan 3. Dengue berat (severe dengue)

1. Kriteria dengue tanpa tanda bahaya terdiri dari:

Dengue probable yaitu bertempat tinggal di/bepergian ke daerah endemi

dengue dan demam disertai dengan mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniket

positif, leukopenia,dan adanya tanda bahaya.

2. Kriteria dengan tanda bahaya terdiri dari:

Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi

cairan, perdarahan mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati >2 cm, kenaikan

hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.

3. Kriteria dengue berat terdiri dari:

Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi

cairan dengan distress pernafasan, perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinis, dan
14

gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥1000, gangguan kesadaran, gangguan

jantung dan organ lain)

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji

tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat

membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan spesifisitasnya

mencapai 82%.15

2.1.8 Wabah

Keadaan epidemi yang dikenal juga sebagai wabah tidaklah selalu berarti

terjangkitnya suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang baru. Jika frekuensi

suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang telah lama ada tetapi pada suatu

saat meningkat dengan cepat, maka keadaan yang seperti ini juga disebut sebagai

wabah. Dahulu dalam menetapkan keadaan wabah yang menjadi pegangan adalah

penjalaran suatu penyakit dalam arti apabila penyakit tersebut telah menyerang suatu

wilayah yang cukup luas. Pendapat ini dapat dilihat pada definisi wabah menurut:

1. UU No.1 dan No.2 tahun 1962

Wabah ialah penjalaran atau penambahan banyaknya peristiwa penyakit

(karantina).

2. UU No.6 tahun 1962 dan UU No.7 tahun 1967


15

Wabah ialah penjalaran suatu penyakit dengan cepat disuatu daerah tertentu,

sehingga dalam waktu singkat jumlah penderita menjadi banyak, yang harus diatasi

dengan isolasi penderita dari orang lain sekitarnya.

Pada saat ini yang dipakai dalam menetapkan wabah adalah meningkatnya

jumlah penderita. Pendapat ini dapat dilihat dalam rumusan UU No.4 tahun 1984.

Disebutkan bahwa wabah ialah kejadian berjangkitnya suatu penyakit (menular)

dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi

daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka.

2.2 Pemetaan

2.2.1 Definisi Pemetaan

Pemetaan merupakan suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan,

pengolahan, dan visualisasi dari data spasial (keruangan). Data spasial didefinisikan

sebagai data keruangan yang terkait dengan permukaan bumi (termasuk dasar laut)

serta objek, fenomena, dan proses yang berada, terjadi, atau berlangsung di atasnya. 16

Pengertian lain tentang pemetaan adalah pengelompokan suatu kumpulan wilayah

yang berkaitan dengan beberapa letak geografis wilayah meliputi dataran tinggi,
16

pegunungan, sumber daya, dan potensi penduduk yang berpengaruh terhadap sosial-

kultural yang memiliki ciri khas khusus dalam penggunaan skala yang tepat.17

Produk suatu pemetaan adalah suatu informasi spasial yang dapat

divisualisasikan dalam bentuk atlas (kertas maupun elektronik), peta (kertas maupun

digital), maupun Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan paket perangkat

keras dan lunak komputer, data geografis dan personil yang didesain untuk

menghimpun, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisis, dan

menampilkan berbagai bentuk informasi dengan referensi geografis. Penyebaran

penyakit berdasarkan lokasi, misalnya kecamatan ataupun ketinggian permukaan

tanah daerah yang penduduknya mempunyai suatu penyakit. SIG penting untuk

penanganan data lingkungan yang diperoleh dari satelit dan dapat meramalkan

kejadian penyakit. Selain itu SIG juga digunakan untuk menggambarkan keadaan

kesehatan, analisis epidemiologi, dan manajemen kesehatan masyarakat.17,18

Dalam konteks pelayanan kesehatan, pengendalian penyakit demam berdarah

dengue diperoleh informasi spasial yang berkualitas dan sesuai dengan kenyataan.

Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah terutama Dinas Kesehatan

dalam mendukung proses perencanaan dan pengendalian demam berdarah dengue di

wilayah kerjanya.

2.2.2 Geografi Bidang Kesehatan


17

Istilah geografi bidang kesehatan di Indonesia masih terdengar sedikit asing.

Seringkali orang bertanya apa kaitan antara geografi dan kesehatan. Kenyataannya

dunia sudah lama dan ramai membicarakan geografi bidang kesehatan meskipun

dengan istilah yang berbeda-beda. Begitu banyak istilah geografi bidang kesehatan

sehingga terdapat secara khusus mengenai perdebatan masalah konsep dan definisi

geografi di bidang kesehatan.19

Meskipun dalam geografi kesehatan terdapat bermacam-macam istilah geografi,

namun dapat digabungkan menjadi 2 kelompok, yaitu geografi medis dan sistem

pelayanan kesehatan. Geografi medis diutarakan mengenai eksplorasi, deskripsi, dan

pemodelan ruang-waktu atas kejadian penyakit, berkaitan dengan persoalan

lingkungan, deteksi dan analisis cluster, serta pola penyebaran penyakit, dan geografi

sistem pelayanan kesehatan berkaitan dengan perencanaan, manajemen, dan jaminan

pelayanan agar sesuai kebutuhan.

2.2.3 Pemetaan Kesehatan

Pemetaan kesehatan adalah peningkatan pengertian terhadap data dan

peningkatan analisis fasilitas melalui visualisasi data. Pemetaan kesehatan membantu

kita untuk mengerti hubungan antar data, menguji data, mendukung perencanaan

pelayanan kesehatan, melihat efektivitasnya, dan menyediakan alat untuk edukasi

serta pemberian dukungan.20

2.2.4 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang


18

Kabupaten Karawang merupakan salah satu kawasan industri dan daeah

pertanian yang berbatasan Kabupaten/Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor di barat,

Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara,

serta Kabupaten Cianjur di selatan.4 Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.737,53

km2, dengan jumlah penduduk 2.207.181 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.137.818

orang dan perempuan sebanyak 1.069.363 orang yang berarti berkepadatan 1.259

jiwa per km2, serta merupakan lokasi banyak pabrik serta berbagai aktivitas industri

lainnya.4 Selain itu Kabupaten karawang terdiri dari 30 kecamatan, 297 desa dan 12

kelurahan.

2.2.5 Geologi Kabupaten Karawang


Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar dataran pantai yang luas,

terhampar di bagian pantai Utara dan merupakan endapan batuan sedimen yang

dibentuk oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik, serta

di bagian tengah kawasan perbukitan yang sebagian besar terbentuk oleh batuan

sedimen, sedang di bagian selatan terdapat Gunung Sanggabuana dengan ketinggian

± 1.291 m di atas permukaan laut.4


2.2.5.1 Topografi
Letak geografis Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa bagian selatan

adalah tanah yang tidak produktif dan dalam tata ruang diperuntukkan untuk industri.

Pada wilayah bagian utara diperuntukkan daerah pertanian, perkebunan dan

pengembangan budi daya perikanan.4


2.2.5.2 Iklim
19

Sesuai dengan bentuk morfologinya Kabupaten Karawang terdiri dari dataran

rendah yang mempunyai temperatur udara rata-rata 270 C dengan tekanan udara rata-

rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%. Curah hujan

tahunan berkisar antara 1.100–3.200 mm/tahun. Pada bulan Januari sampai April

bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara.

Kecepatan angin antara 30–35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5–7 jam.4
2.2.5.3 Hidrografi
Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran sungai yang melandai kearah utara

yaitu cibe’et yang mengalir dari selatan karawang menuju Sungai Citarum yang juga

menjadi batas antara Kabupaten Karawang dan Bekasi, Citarum, yang merupakan

pemisah Kabupaten Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan Cilamaya, yang

merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat juga tiga

buah saluran irigasi yang besar yaitu Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk

Tarum Tengan, dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan

sawah, tambak, dan pembangkit tenaga listrik.4


2.2.5.4 Curah hujan
Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi

dan perputaran/ pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan sangat

beragam menurut bulan. Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang

selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan

sebesar 127 mm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada

tahun 2004 yang mencapai 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya
20

mencapai 104 mm.4 Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di

Kecamatan Tegalwaru yaitu mencapai 318 mm per bulan, dan yang terendah terjadi

di Kecamatan Telagasari yaitu hanya 51 mm.

2.2.6 Gambaran Demografi Wilayah Kabupaten Karawang


Kepadatan penduduk merupakan faktor risiko penularan penyakit. Semakin

padat, maka perpindahan penyakit akan semakin mudah dan cepat. Menurut Undang-

Undang No. 56 tahun 1960 ada empat klasifikasi kepadatan penduduk, yaitu :
1. Tidak padat (0–50 jiwa/km2)
2. Kurang padat (51–250 jiwa/km2)
3. Cukup padat (251-400 jiwa/km2)
4. Sangat padat (>401 jiwa/km2)
Berdasarkan data BPS tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Karawang

sebesar 2.207.181 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2012 dengan luas

wilayah 1.737,53 km2 rata-rata sebesar 1259 jiwa/km2. Apabila melihat Undang-

Undang No. 56 tahun 1960 tentang kepadatan penduduk, tingkat kepadatan penduduk

di Kabupaten Karawang sangat padat karena lebih dari 401 jiwa/km 2 yang merupakan

klasifikasi daerah sangat padat.4 Semakin tinggi kepadatan penduduk suatu daerah

dapat menyebabkan kurangnya keseimbangan antara penduduk dan lingkungan

sehingga dapat mengakibatkan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan penularan

penyakit bertambah cepat.26


2.2.7 Analisis Spasial

Spasial berasal dari kata space yang berarti ruang. Spasial mempunyai arti

sesuatu yang dibatasi ruang, komunikasi, dan transportasi. Selain itu data spasial
21

dengan pemetaan menunjukkan posisi, ukuran, dan kemungkinan hubungan bentuk,

serta tata letak dari objek di muka bumi.21

Analisis spasial adalah sebagian dari bagian manajemen penyakit berbasis

wilayah, merupakan suatu analisis dan uraian tentang data penyakit secara geografi

berkenaan dengan kependudukan, penyebaran, kasus kejadian penyakit, dan

hubungan antar variabel tersebut. Analisis spasial demam berdarah dengue misalnya,

memperhatikan jumlah pasien dalam suatu wilayah pada waktu tertentu.

2.2.8 Peranan Pemetaan dalam Kesehatan Masyarakat

Epidemiologi spasial merupakan salah satu perkembangan pemetaan dengan

menggunakan sistem informasi geografis yang menarik. Menurut Elliot dan

Wartenberg dalam spatial epidemiology: current approaches and future challenges,

epidemiologi spasial adalah ilmu untuk mendeskripsikan dan menganalisis

keragaman geografis pada penyakit. Epidemiologi spasial ini menghasilkan pemetaan

penyakit, pengelompokan penyakit, dan surveilans. Menurut WHO, SIG dalam

kesehatan masyarakat dapat digunakan untuk menentukan distribusi geografis

penyakit, pemetaan populasi berisiko, perencanaan dan penentuan intervensi, dan

monitoring penyakit.22 Pada kesehatan masyarakat SIG dapat digunakan untuk

menggambarkan besar masalah kesehatan sebagai proses masukan mengambil

keputusan, surveilans, intervensi kesehatan dan strategi pencegahan penyakit serta

untuk analisis epidemiologi dan manajemen kesehatan masyarakat.23


22

2.2.9 Program Komputer SIG untuk Pemetaan

Program komputer SIG yang biasa digunakan untuk studi kesehatan dibagi atas

dua kategori, yaitu program gratis dan program komersil.

Program gratis terdiri dari program Epimap, SIG-epi, dan Arc view.

1. Epimap

Epimap ini dikembangkan oleh CDC yang programnya dapat diunduh secara

gratis. Meskipun tidak secanggih perangkat sistem informasi geografis lain, seperti

arc view dan SIG-epi, tetapi epimap memiliki kemampuan yang memadai untuk

pemetaan penyakit di tingkat kabupaten/kota.

2. SIG-Epi

SIG-Epi dikembangkan oleh Pan American Health Organization dapat diunduh

secara gratis, namun program ini hanya dapat digunakan selama 3 bulan selebihnya

harus membeli lisensi. Aplikasi ini bermanfaat untuk individu yang fokus dan

mempunyai perhatian masalah epidemiologi, kesehatan masyarakat, dan institusi

terkait dengan kesehatan untuk pengambilan keputusaan pada berbagai tingkat

kewenangan.

3. Arc View

Arc view merupakan perangkat lunak yang dikembangkan oleh Environmental

Research Institute (ESRI). Perkembangan Arc view sebagai perangkat lunak SIG

seiring dengan munculnya sistem operasi windows, selain itu penggunaannya mudah
23

untuk dipelajari dan mudah untuk digunakan, dan program komersil antara lain Map

Info, Arc Info, Gen Map, dan Armaper.5,23

2.2.10 Penggunaan Arc View untuk Pemetaan

Perangkat lunak Arc View adalah tool yang berbasis objek, mudah digunakan

dan memungkinkan pengguna untuk melakukan organisasi, menyokong,

menggambarkan, dan menganalisis peta, serta informasi spasial dari setiap objek

dalam satu proyek. Arc View juga mempunyai kemampuan untuk melakukan query

(pelacakan data) dan analisis spasial. Dengan Arc View, kita dapat dengan cepat

merubah simbol peta, menambah gambar citra, ataupun grafik.23

2.2.11 Keunggulan Arc View untuk Pemetaan

Kelebihan dalam software Arc View dalam pemetaan yaitu :

1. Terdapatnya fasilitas tools provide yang komplit. Sistem ini mampu

mengkreasikan kualitas peta yang prima, dimana user dapat berkreasi dan

memperkaya detail - detail yang diperlukan untuk lebih atraktif, dan mampu

secara efektif menampilkan peta dan informasi lebih komunikatif yang didapat

dari hasil analisa data.

2. Arc View diperkaya dengan setting dan komposisi tools dan wizard, yang

mempercepat mempresentasikan pekerjaan terutama bidang pemetaan.

Komposisi dari tools dan wizard mampu membedakan satu obyek dengan

obyek lainnya, yakni dengan mempergunakan colour ramp, shading data,


24

graduate symbol, chart symbol, untuk kreasi dan memperindah bentuk tampilan

peta lebih berkualitas.

3. Dalam banyak kasus adanya sistem mapping yang tidak mampu membaca data

- data geografi, tetapi dalam sistem Arv View permasalahn input berbagai

macam data dapat diintregasikan dengan baik. Hal ini berkat adanya ekstension

(optional) yang menyertakan sistem ini dalam bekerja sehingga lebih mudah

menampilkan berbagai macam data geografi yang akan dianalisa.

4. Kemampuan lain dari Arc View dalam integrasi data adalah dengan fasilitas

export/write, dimana hasil pekerjaan dan mapping dapat ditransfer ke berbagai

macam integrasi sistem pendukung seperti JPG Tiff, dan Giff.23

2.2.12 Sistem Pemasukan Data

Berdasarkan sistem informasi geografi memerlukan data peta agar dapat

berfungsi dan memberikan informasi hasil analisisnya. Data tersebut dapat berasal

dari berbagai sumber, antara lain data lapangan, global positioning system (GPS),

peta analog, dan citra penginderaan jauh.

Berdasarkan sistem informasi geografi terdapat tiga jenis sumber data yang

dipakai dalam sistem informasi geografi, yaitu data spasial yang berbentuk vektor,

data spasial yang berbentuk raster, dan data alfanumerik.

1. Data spasial yang berbentuk vektor, bersumber dari peta topografi dan peta

tematik.
25

2. Data spasial yang berbentuk raster, bersumber dari rekaman satelit atau pemotretan

udara.
3. Data alfanumerik, bersumber dari catatan statistik atau sumber lainnya yang

bersifat deskriptif langsung atau sebagai tambahan dari data spasial.

Sistem tahapan kerja pada arc view, yaitu input, manipulasi, manajemen data,

analisis data, dan visualisasi.

1. Input yaitu tahapan persiapan dan pengumpulan data spasial dan data lainnya dari

berbagai sumber. Dalam tahap ini juga dilakukan konversi dari peta analog ke peta

digital yang sesuai.


2. Manipulasi data peta untuk penyesuaian skala, generalisasi, registrasi, dan digitasi

peta.
3. Manajemen data untuk membantu menyimpan, mengorganisasi, dan mengolah

data peta.
4. Analisis yaitu kemampuan untuk menganalisis data spasial untuk memperoleh

informasi yang baru.


5. Visualisasi yaitu penyajian hasil berupa informasi yang baru dalam bentuk peta.23

Input Peta Analog Registrasi Peta Digitasi Peta yang telah di


Analog registrasi

Layout Peta Input Data

Gambar 2.1 Skema Pembuatan Peta Digital Berbasis Arc View.23


26

2.3 Kerangka Pemikiran

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit virus yang sangat berbahaya

karena dapat menyebabkan penderita meninggal dunia dalam waktu yang sangat

singkat (beberapa hari). Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

dan masih banyak laporan mengenai meninggalnya penderita karena kurang cepat

ditangani oleh petugas kesehatan. Morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan dari

DBD disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain usia dan jenis kelamin. Secara

keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita, tetapi kematian lebih

banyak pada anak perempuan daripada anak laki - laki.


Permasalahan DBD di Indonesia masih sedemikian luasnya sehingga masih

membutuhkan komitmen semua pihak untuk mengendalikan DBD di Indonesia.

Program penanggulangan DBD dilakukan dengan surveilans DBD di tingkat

kabupaten/kota. Salah satunya melakukan upaya pemetaan jumlah penyebaran kasus

DBD berdasarkan usia, jumlah kasus DBD berdasarkan jenis kelamin, dan jumlah

kasus DBD berdasarkan lokasi tempat tinggal pasien DBD di setiap kecamatan di

Kabupaten Karawang sehingga didapatkan distribusi DBD di daerah tersebut.

Pemetaan menggunakan perangkat lunak komputer sistem informasi geografis, yaitu

arc view.

Berdasarkan hasil ini dapat dilihat pola penyebaran DBD sebagai surveilan

kasus DBD dan gambaran situasi kesehatan di Kabupaten Karawang sehingga dapat

dilakukan perencanaan dan strategi pemberantasan DBD dengan memprioritaskan


27

daerah tersebut serta perlu melibatkan berbagai lintas sektor di luar sektor kesehatan.

Selain itu pemetaan bagi petugas kesehatan Kabupaten Karawang merupakan cara

yang sederhana dan dengan biaya yang tidak mahal dapat menjadi alat yang sangat

baik untuk visualisasi dan analisa data dalam memudahkan petugas kesehatan dan

juga bagi administrasi kesehatan.

Karakteristik pasien DBD

Lokasi di setiap Jenis kelamin usia


kecamatan di pasien DBD
Kabupaten Karawang

Pemetaan dengan
perangkat lunak
sistem informasi

distribusi penyebaran
DBD di setiap kecamatan
di Kabupaten Karawang
28

Surveilans DBD di Gambaran situasi


Kabupaten Karawang kesehatan masyarakat
di Kabupaten Karawang

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai