Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH


DI RUMAH SAKIT DAERAH IDAMAN
BANJARBARU
2019

OLEH
NESTA KALALANA S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
I. KONSEP TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat, yang terdiri atas jaras saraf
di otak dan medula spinalis, dan system saraf perifer, yang terdiri atas saraf yang
mempersarafi bagian tubuh lainnya. Koordinasi system saraf pusat dan perifer
memungkinkan kita bergerak, berbicara, berpikir, dan berespons.

Gambar 1 : Anatomi Otak Manusia


 Anatomi Sistem Saraf Pusat
a. Pelindung otak terdiri dari : bagian-bagian otak
1. Rambut, kulit, tulang tengkorak (cranium)
2. Darah sinus venosus
3. Meninges , yang terbagi menjadi :
- Dura mater
- Membran Araknoid
- Pia mater
4. Cairan Serebrospinal (CSS)
b. Bagian-bagian otak
Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan
tiga gejala pembesaran : otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah,
dan otak belakang.
1. Otak depan : Menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus
striatum dan talami (thalamus dan hipotalamus)
2. Otak tengah : Otak tengah (diensefalon)
3. Otak belakang : Pons Varoli, medulla Oblongata ,Serebelum
 Fungsi Fisiologi :
1. NEURON
Neuron, yang juga disebut dengan sel saraf , adalah unit fungsional
system saraf dan merupakan sel yang sangat khusus. Maturasi saraf terjadi
sebelum atau segera setelah lahir. Saat matur, neuron tidak menjalani
reproduksi sel dan tidak dapat diganti. Setiap neuron berfungsi untuk
menerima stimulus yang dating dari, dan mengirim stimulus yang keluar ke
saraf lain, otot, atau kelenjar. Neuron melewati dan menerima sinyal melalui
perubahan aliran ion bermuatan listrik bolak-balik melintasi membrane sel
neuron
2. BAGIAN NEURON
Kebanyakan neuron memiliki empat bagian : dendrite, ujung aferen
yang menerima sinyal yang dating; badan sel, bagian tengah yang
mengandung nucleus; akson, pemanjangan tempat lewatnya sinyal; dan
terminal akson, yang bercabang dari akson dan menyampaikan sinyal ke sel
lain.
a. Dendrit adalah perluasan saraf dari badan sel. Dendrit adalah bagian
neuron yang menerima stimulasi dari saraf lain. Setiap neuron dapat
memiliki cabang dendrite. Eksitasi neuron biasanya berawal di
dendrite. Dendrit membawa eksitasinya ke segmen yang berdekatan,
yaitu badan sel
b. Badan sel mengandung organel tipikal sel manusia. Nukleus, yang
mengandung informasi genetic neuron, mengarahkan produksi protein,
enzim, dan neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi
tepatnya. Badan sel mengantarkan zat tersebut ke bagian neuron lainnya
sesuai kebutuhan. Walaupun eksitasi saraf biasanya berawal dengan
eksitasi dendrite, badan sel kadangkala dapat distimulasi secara
langsung oleh stimulus yang dating dari neuron lain dan oleh stimulus
kimia dan listrik. Badan sel menyampaikan sinyal listrik ke segmen
berikutnya, yaitu akson.
c. Akson
Tonjolan dari badan sel adalah akson, bagian pangkalnya disebut
segmen inisial atau zona pemicu. Akson adalah serabut panjang tempat
lewatnya sinyal listrik yang dimulai di dendrite dan badan sel. Akson
mentransmisikan sinyal awal ke neuron lain atau ke otot atau kelenjar.
Percabangan batang utama akson dapat berupa serabut kolateral
multiple. Serabut kolateral menyampaikan informasi ke banyak sel saraf
lain yang saling berhubungan, dengan meningkatkan pengaruh neuron
di sepanjang system saraf. Di sepanjang akson, protein kontraktil dan
mikrotubulus mengangkut zat yang dihasilkan di badan sel. Akson juga
disebut serabut saraf ; banyak serabut saraf yang melintas bersama di
suatu berkas disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson ditutup oleh
lapisan lemak yang terisolasi yang disebut, myelin
Mielin diproduksi ketika sel penyokong membungkus membrane
plasmanya di sekitar akson. Pada system saraf perifer, sel penyokong
adalah sel Schwan.Pada system saraf pusat, myelin dihasilkan oleh tipe
sel khusus, oligodendrosit. Mielin meningkatkan kecepatan sinyal
listrik yang ditransmisikan melalui akson.

B. DEFINISI

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak


biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah. (Corwin, 2009).
Stroke perdarahan intraserebral adalah tanda klinik disfungsi neurologis
yang berkembang cepat akibat perdarahan dalam parenkim otak yang tidak
disebabkan oleh trauma (Sacco dkk, 2013).
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis pons
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu
menyebar melalui sistem ventrikuler kedalam rongga subarachnoid, Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas
2. Lemah
3. Lumpuh
4. Kehilangan perasa dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu
bagian tubuh
5. Tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
6. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil.
7. Mual, muntah
8. Kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik
sampai menit.

E. EPIDEMIOLOGI
Intracerebral haemorrhage (ICH) memiliki insidensi keseluruhan 24,6 per
100.000 orang-tahun dan berhubungan dengan kasus kematian yang tinggi. (Joon
An et al, 2017). ICH menyumbang sekitar 10-20% dari semua stroke 8-15% di negara-
negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia, dan 18-24% di Jepang dan
Korea. Insiden ICH secara substansial bervariasi antar negara dan etnis. Kejadian tingkat
ICH primer di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah dua kali tarif di
negara-negara berpenghasilan tinggi (22 vs 10 per 100.000 orang-tahun) pada tahun 2000-
2008. Dalam tinjauan sistematis dari 36 studi epidemiologi berbasis populasi, tingkat
kejadian ICH per 100.000 orang-tahun adalah 51,8 di Asia, 24,2. Kulit putih, 22,9, kulit
Hitam, dan 19,6 di Hispanik. Dalam AS berbasis populasi belajar mengidentifikasi 1.038
pasien yang dirawat di rumah sakit untuk ICH, Orang kulit hitam Amerika memiliki insiden
ICH yang lebih tinggi dibandingkan untuk orang kulit putih; per 100.000 orang-tahun, 48,9
vs. 26,6,1. Insiden ICH meningkat dengan usia lanjut. Baru baru ini studi database rawat
inap dari Belanda berdasarkan penelitian kohort retrospektif melaporkan bahwa kejadian
ICH per 100.000 adalah 5,9 dalam 35-54 tahun, 37,2 dalam 55-74 tahun, dan 176,3 di 75-
94 tahun pada tahun 2010. Untuk semua usia, kejadian tahunan tingkat per 100.000 orang
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. (Joon An et al, 2017).

F. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,
terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal
ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah,
sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan
media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma
Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Ropper, 2005). Pada pasien
dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya
cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi
protein β-amyloiddidalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang
berukuran kecil dan sedang.
Penumpukan protein β-amyloidini menggantikan kolagen dan elemen-
elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang
memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen
kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat
meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya
kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan
serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy (Ropper, 2005). Suatu
malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat
ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM (Ropper,2005).
Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru,
penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung
prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0-3,0 merupakan batas
adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada
katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5.
Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan
resiko PIS. Penggunaan trombolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya
PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler.
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap

H. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
iskemik. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang
yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang
bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan
waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang
hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke iskemik.
Antikoogulan (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan)
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
4. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien
a. Identitas klien : meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
3. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
6. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
8. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
9. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
10. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
d. Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
e. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
f. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
h. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
i. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
- Pemeriksaan motoric
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemi hipestesi.
4. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
- Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai dengan hilang
- Berfungsinya saraf dengan baik
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi dan Rasional :
1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Rasional : Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/
atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk
melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
2. Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan
tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
Rasional : Hipertensi/hipotensi postural dapat terjadi karena syok(kolaps
sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan
dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
3. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung/ aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara
periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/ perdarahan lainnya.
4. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral dan tekanan meningkat/ terbentuknya edema
5. Berikan obat antikoagulan seperti Coumadin, heparin, antitrombosit,
dipiridamol.
Rasional : Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki aliran
darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat
embolus/thrombus merupakan factor masalahnya. Merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari
peningkatan resiko perdarahan
6. Berikan obat antifibrolitik seperti asam aminokaproid (Amicar)
Rasional : Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk mencegah
lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang yang serupa.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
ditandai dengan :
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Tidak terjadi kontraktur sendi
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi,
sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan
flaksid.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah
yang terkena mengalami perubahan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
3. Observasi pada daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain
dari gangguan sirkulasi.
Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma
dan penyembuhannya lambat.
4. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas/ latihan dan mengubah posisi.
5. Rasional : Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/ peningkatan dan
memberikan perasaan kontrol/ kemandirian.
6. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti Baklofen,
Dantrolen.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spatisitas pada
ekstremitas yang terganggu.

3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi


darah otak
Tujuan : proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil :
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat
Intervensi dan Rasional :
1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat.
Rasional : memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan
klien
2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
Rasional : mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”.
Rasional : mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi.
4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
Rasional : mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
yang efektif.
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6. Rasional : memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi.
7. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.
8. Rasional : melatih klien belajar berbicara secara mandiri dengan baik dan
benar.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik/penurunan


kesadaran
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil:
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan
pasien.
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi dan Rasional :
1. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus
menerus.
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi
adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya
untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya.
Rasional : meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan penyokong khusus.

5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama


Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2. Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebihan dan meningkatkan aliran
darah.
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.
5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.

D. EVALUASI
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat teratasi
2. Hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
3. Hambatan komunikasi verbal dapat teratasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,Elizabeth.2009. Baku Saku Patofisiologi. ECG.Jakarta

Joon An et al.2017. Epidemiology, Risk Factors, and Clinical Features of


Intracerebral Hemorrhage: An Update. Department of Neurology, Seoul National
University Hospital, Seoul, Korea. Journal of Stroke 2017;19(1):3-10
https://doi.org/10.5853/jos.2016.00864

Lukaningsih,Luk.2011.Anatomi dan Fisiologi Manusia. Penerbit Nuha Medika. Jakarta.

Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw -Hill.

Sacco, S., Marini, C., Toni, D., Carolei, A., 2009. Incidence and 10-year survival of
intracerebral hemorrhage in a population-based registry. Stroke, 40, p. 394

Anda mungkin juga menyukai