OLEH
NESTA KALALANA S.Kep
B. DEFINISI
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas
2. Lemah
3. Lumpuh
4. Kehilangan perasa dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu
bagian tubuh
5. Tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
6. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil.
7. Mual, muntah
8. Kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik
sampai menit.
E. EPIDEMIOLOGI
Intracerebral haemorrhage (ICH) memiliki insidensi keseluruhan 24,6 per
100.000 orang-tahun dan berhubungan dengan kasus kematian yang tinggi. (Joon
An et al, 2017). ICH menyumbang sekitar 10-20% dari semua stroke 8-15% di negara-
negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia, dan 18-24% di Jepang dan
Korea. Insiden ICH secara substansial bervariasi antar negara dan etnis. Kejadian tingkat
ICH primer di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah dua kali tarif di
negara-negara berpenghasilan tinggi (22 vs 10 per 100.000 orang-tahun) pada tahun 2000-
2008. Dalam tinjauan sistematis dari 36 studi epidemiologi berbasis populasi, tingkat
kejadian ICH per 100.000 orang-tahun adalah 51,8 di Asia, 24,2. Kulit putih, 22,9, kulit
Hitam, dan 19,6 di Hispanik. Dalam AS berbasis populasi belajar mengidentifikasi 1.038
pasien yang dirawat di rumah sakit untuk ICH, Orang kulit hitam Amerika memiliki insiden
ICH yang lebih tinggi dibandingkan untuk orang kulit putih; per 100.000 orang-tahun, 48,9
vs. 26,6,1. Insiden ICH meningkat dengan usia lanjut. Baru baru ini studi database rawat
inap dari Belanda berdasarkan penelitian kohort retrospektif melaporkan bahwa kejadian
ICH per 100.000 adalah 5,9 dalam 35-54 tahun, 37,2 dalam 55-74 tahun, dan 176,3 di 75-
94 tahun pada tahun 2010. Untuk semua usia, kejadian tahunan tingkat per 100.000 orang
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. (Joon An et al, 2017).
F. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,
terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal
ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah,
sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan
media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma
Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai
pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Ropper, 2005). Pada pasien
dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya
cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi
protein β-amyloiddidalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang
berukuran kecil dan sedang.
Penumpukan protein β-amyloidini menggantikan kolagen dan elemen-
elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang
memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen
kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat
meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya
kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan
serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy (Ropper, 2005). Suatu
malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat
ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM (Ropper,2005).
Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru,
penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung
prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0-3,0 merupakan batas
adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada
katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5.
Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan
resiko PIS. Penggunaan trombolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya
PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler.
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
iskemik. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang
yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang
bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan
waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang
hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke iskemik.
Antikoogulan (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan)
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
4. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
d. Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
e. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
f. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
h. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
i. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
- Pemeriksaan motoric
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemi hipestesi.
4. Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
- Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai dengan hilang
- Berfungsinya saraf dengan baik
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi dan Rasional :
1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Rasional : Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/
atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk
melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
2. Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan
tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
Rasional : Hipertensi/hipotensi postural dapat terjadi karena syok(kolaps
sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan
dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
3. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung/ aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara
periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/ perdarahan lainnya.
4. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
serebral dan tekanan meningkat/ terbentuknya edema
5. Berikan obat antikoagulan seperti Coumadin, heparin, antitrombosit,
dipiridamol.
Rasional : Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki aliran
darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat
embolus/thrombus merupakan factor masalahnya. Merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari
peningkatan resiko perdarahan
6. Berikan obat antifibrolitik seperti asam aminokaproid (Amicar)
Rasional : Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk mencegah
lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang yang serupa.
D. EVALUASI
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat teratasi
2. Hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
3. Hambatan komunikasi verbal dapat teratasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,Elizabeth.2009. Baku Saku Patofisiologi. ECG.Jakarta
Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw -Hill.
Sacco, S., Marini, C., Toni, D., Carolei, A., 2009. Incidence and 10-year survival of
intracerebral hemorrhage in a population-based registry. Stroke, 40, p. 394