Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan

1
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal / neoplasma yang muncul
dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukan pada tumor
ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar
pada sistem pencernaan yang disebut traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di
bagian proksimal usus besar dan rektum dibagian distal sekitar 5 - 7 cm diatas anus. Kolon
dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana
fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak
berguna (Penzzoli dkk, 2007).

Kanker kolon dan rektum adalah kanker yang menyerang usus besar dan rektum.
Penyakit ini adalah kanker peringkat ke 2 yang mematikan. Usus besar adalah bagian dari
sistem pencernaan. Etiologi dari kanker kolorektal tidak diketahui, tetapi tampaknya asal
kanker kolorektal multifaktorial termasuk faktor lingkungan dan komponen genetik. Diet
mungkin memiliki peran etiologi, terutama diet dengan kadar lemak tinggi (Smith, 2008).
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik yang mendominasi pada kasus sindrom herediter seperti Familial
Adenomatous Polyposis (FAP) dari Heredetary Non Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC).
Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang
sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang
menjadi kanker (Smith, 2008). Kedua jenis kanker kolorektal (Herediter VS Sporadik) tidak
muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasi pada mukosa
kolon (seperti: dysplasia adenoma). HNPCC dapat dibedakan dengan kanker kolorektal
sporadik, biasanya muncul pada usia muda (± 40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous
lebih tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kanan (60-80% vs 25%) dan lebih sering tumor
musinosa (35% vs 20%) (Calvert et al., 2002).

2
2.2 Etiologi
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker kolorektal menurut
(Soebachman, 2011) yaitu :

1. Usia
Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia.
Kebanyakan kasus terjadi pada orang yang berusia 60 - 70 tahun. Jarang sekali ada
penderita kanker kolon yang usianya dibawah 50. Kalaupun ada, bisa dipastikan
dalam sejarah keluarganya ada yang terkena kanker kolon juga.
2. Polip
Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Jika polip ini
langsung dihilangkan pada saat ditemukan, tindakan penghilangan tersebut akan bisa
mengurangi risiko terjadinya kanker kolon di kemudian hari.
3. Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon ( bahkan pernah
dirawat untuk kanker kolon ) berisiko tinggi terkena kanker kolon lagi dikemudian
hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium ( indung telur), kanker uterus,
dan kanker payudara juga memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena kanker
kolon.
4. Faktor keturunan / genetika
Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya pada keluarga dekat.
Orang yang keluarganya punya riwayat penyakit FAP ( Familial Adenomatous
Polyposis ) atau polip adenomatosa familial memiliki risiko 100% untuk terkena
kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila FPA-nya tidak diobati. Penyakit lain dalam
keluarga adalah HNPCC ( Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer ), yakni
penyakit kanker kolorektal nonpolip yang menurun dalam keluarga, atau sindrom
Lynch.
5. Penyakit kolitis ( radang kolon ) ulseratif yang tidak diobati.
6. Kebiasaan merokok
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena kanker kolon
dibandingkan dengan yang bukan perokok.
7. Kebiasan makan
Pernah diteliti bahwa kebiasaan makan banyak daging merah ( dan sebaliknya
sedikit makan buah, sayuran serta ikan ) turut meningkatkan risiko terjadinya kanker

3
kolon. Mengapa? Sebab daging merah ( sapi dan kambing ) banyak mengandung zat
besi. Jika sering mengonsumsi daging merah berarti akan kelebihan zat besi.
8. Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna, apalagi jika
pewarnanya adalah pewarna nonmakanan.
9. Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang mengandung bahan
pengawet.
10. Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih banyak memiliki risiko
lebih rendah untuk terkena kanker kolon.
11. Berat badan yang berlebihan ( obesitas ).
12. Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus) turut andil dalam
terjadinya kanker kolon.
13. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Misalnya logam berat, toksin, dan ototoksin
serta gelombang elektromagnetik.
14. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah
alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko terkena kanker kolon.
15. Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaran umum.

2.3 Manifestasi klinis


1. Perubahan kebiasaan defekasi (merupakan gejala yang paling sering ditunjukkan),
keluar darah bersama dengan feses (merupakan gejala kedua yangg paling sering ).
2. Anemia yang penyebabnya tidak jelas , anoreksia , penurunan berat badan, dan
keletihan.
3. Lesi sebelah kanan : nyeri abdomenal tumpul dan melena.
4. Lesi sebelah kiri : nyeri abdominal dan kram, feses mengecil, konstipasi dan distensi,
darah segar dalam feses.
5. Lesi rektal : tenesmum ( nyeri rektal, merasakan evakuasi tidak lampias stelah
defekasi), konstipasi dan diare secara bergantian, dan darah.

4
2.4 Patofisiologi

2.5 Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah
dilakukan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan.
Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam penahapan kanker
kolon pada periode praoperatif.

1. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penangan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif untuk kaker
kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan
maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon
sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm
bebas tumor (Casciato, 2004).
Menurut Haryono (2012), pembedahan merupakan tindakan primer pada kira-
kira 75% pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau
palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop.
Kolosotomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus.
Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalan membuat keputusan dikolon massa
tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A
dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi
kanker kolon D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila
tumor telah menyebar dan mencangkup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak
dapat dilakukan.

Pembedahan adalah satu-satunya modalitas kuratif untuk kanker kolon (tahap

I-III) dan berpotensi memeberikan satu-satunya pilihan bagi pasien dengan metastasis

di hati dan atau paru-paru (penyakit stadium IV). Prinsip-prinsip umum untuk semua

termasuk operasi pengangkatan tumor primer dengan margin yang memadai termasuk

daerah drainase limfatik.

5
Untuk lesi di sekum dan kolon kanan, diindikasikan untuk hemikolektomi

kanan ; untuk lesi di proksimal kolon transversus atau tengah, dilakukan

hemikolektomi kanan ; untuk lesi di lienalis fleksura dan kolon sebelah kiri,

hemicolectomy kiri. Pada setiap lesi pada kolon sigmoid, maka akan dilakukan

intervensi sigmoid colectomy yang sesuai dengan kondisi klinis. Total abdominal

colectomy dengan anstastomis ileorectal mungkin diperlukan untuk pasien yang telah

di diagnosis dengan hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC),

adenomatosa poliposis familiar, dan kanker metachronous di segmen usus yang

terpisah atau kondisi keganasan usus akut dengan status tidak diketahui pada bagian

proksimal usus (Dragovich, 2009).

2. Sistemik Kemoterapi
Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah penggunaan zat
kimia untuk perawatan penyakit. Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk
perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara
eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker sebelum operasi,
merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal setelah operasi, dan mengobati
beberapa macam kanker darah. Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker
dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat
proliferasi selsel kanker.
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker.
Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel
biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan
kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar.
Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena
sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat
(seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat
kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

6
Tujuan pemberian kemoterapi : Pengobatan, Mengurangi massa tumor selain
pembedahan atau radiasi, Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki
kualitas hidup, Mengurangi komplikasi akibat metastase. Kemoterapi dapat diberikan
dengan cara Infus, Suntikan langsung (pada otot, bawah kulit, rongga tubuh) dan cara
Diminum (tablet/kapsul).
Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: Lemas, Mual dan Muntah,
Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada Darah, Otot dan Saraf, Kulit dapat
menjadi kering dan berubah warna, dan Produksi Hormon.
Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah kematian
penderita kanker tahap dini, namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase,
tindakan kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau memperpanjang usia
hidup pasien untuk sementara waktu. Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap
sedangkan kejadian akhir hanyalah Tuhan yang menentukan.

5- Fluorourasil tetap menjadi rejimen kemoterapi pilihan untuk kanker usus


besar, baik dalam pengaturan ajuvan dan metastasis. Dalam 10 tahun terakhir,
kombinasi regimen tersebut memberikan tingkat kemanjuran dan meningkatkan
perkembangan masa hidup pada pasien dengan metastasis kanker usus besar. Selain 5-
Fluorourasil, fluoropyrimidines seperti capecitabine (xeloda) dan tegafur digunakan
sebagai monoterapi dan dikombinasikan dengan oxaliplatin (eloxatin) dan irinotecan.
Beberapa rajimen kombinasi standar menggunakan infus terus berkepanjangan yang
mengandung fluorourasil atau capecitabine. Ketersediaan kelas baru obat-obatan dan
produk biologis aktif untuk kanker kolon diharapkan dapat menambah kelangsungan
hidup untuk pasien dengan penyakit metastasis dari 12 bulan pada 2 dekade yang lalu
menjadi sekitar 22 bulan saat in (Kim, 2009).

3. Ajuvan (pascaoperasi) Kemoterapi

Terapi standar kanker kolon Stadium II akhir dan Stadium III diberikan
kombinasi fluorourasil dan levamisole seperti dalam bentuk leucovorin. Pendekatan
ini telah diuji di beberapa uji acak yang besar dan telah terbukti mengurangi individu
5 tahun resiko kanker kambuh dan kematian oleh sekitar 30% (Arkenau, 2008).

Meskipun informasi tentang hasil terapi ajuvan dalam tahap II dan III kanker
kolon terbatas, suatu kumpulan data dikumpulkan data oleh ajuvan Colon Cancer
Grup Endpoint dengan fluorourasil berbasis terapi ajuvan baru-baru ini dianalisis.

7
Para penulis menyimpulkan bahwa kemoterapi ajuvan penyakit signifikan memberi
manfaat kelangsungan hidup karena mengurangi tingkat kekambuhan terutama dalam
2 tahun pertama terapi ajuvan, tetapi dengan berbeda keuntungan di tahun 3-4
(Sargent, 2009).

4. Agen Biologis

Bevacizumab (avastin) adalah obat anti- angiogenesis pertama yang akan


disetujui dalam praktik klinis dan indikasi pertama adalah kanker kolorektal
metastatik. Obat ini merupakan antibodi monoklonal pada faktor peetumbuhan
endotel vaskuler (VEGF) dengan menunjukkan perkembangan membaik dan
kelangsungan hidup secara keseluruhan ketika bevacizumab ini ditambahkan ke
kemoterapi ( IFL, fluorourasil ditambah irinotecan). Sebuah analisis kohort dari
pasien yang lebih tua (umur 65 tahun atau lebih) dari 2 uji klinis acak memeriksa
bevacizumab ditambah manfaat fluorourasil berbasis kemoterapi lini pertama
pengobatan kanker kolorektal metastatik. Studi menyimpulkan bahwa penambahan
bevacizumab untuk kemoterapi fluorourasil secara keseluruhan memberikan
perbaikan dan kemajuan masa hidup pada pasien yang lebih tua seperti halnya pada
pasien yang lebih muda, tanpa resiko pengobatam pada kelompok usia yang lebih tua
(Kabbinavar, 2009).

5. Terapi Radiasi

Sampai saat ini terapi radiasi tetap merupakan modalitas standar untuk pasien

dengan kanker rektal, peran terapi radiasi pada kanker kolon masih terbatas. Tarapi ini

tidak memiliki peran dalam pengaturan ajuvan atau dalam pengaturan metastasis.

Terapi ini terbatas pada terapi paliatif, untuk metastasis dipilih sisi lain seperti tulang

metastasis. Lebih baru dan lebih selektif cara pemberian terapi radiasi seperti

stereotactic radioterapi (Cyber Knife) dan tomotherapy saat ini sedang diselidiki dan

dapat memperpanjang indikasi untuk radioterapi dalam pengelolaan kanker usus besar

di masa depan (Dragovich, 2009).

8
2.6 Komplikasi

Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:

1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.


2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses

Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor menyerang
pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh
kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada
akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan
pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab
gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.

9
BAB 3

KASUS

Tn B (40th) dirawat sudah hari ke-2 dengan keluhan : sudah 1 bulan ini BAB nya

selalu berlendir dan darah, dan 1 minggu terakhir ini BAB nya darah segar dan sering juga

mengalami obstipasi, kadang juga mengalami distensi abdomen, sudah 1 bulan ini BB klien

turun 20% (BB awal 70 kg). tidak nafsu makan dan juga nyeri sedang BAB atau tenesmus.

Saat pemeriksaan fisik didapat data : KU lemah, TTV 110/80 mmHg, N: 72x/menit,

suhu 37,4C, RR: 20x/menit, conjungtiva anemis, distensi abdomen, nyeri tekan di abdomen.

Hasil colonoscopy: berbentuk sirkuler dan anuler dan penyempitan lumen usus dan striktura

menonjol dan mengisi.

10
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CA COLON

1. Pengkajian

1) Identitas Pasien

Nama : Tn. B

Umur : 40 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Mojokerto, Jawa Timur

Tanggal MRS : 28 Februari 2017

Tanggal Pengkajian : 28 Februari 2017

No. Register : 53222

Diagnosa Medis : Ca.Colon

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.y

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 37 tahun

Agama : Islam

Hubungan dengan pasien : istri pasien

Alamat : Mojokerto, Jawa Timur

2) Keluan Utama

Pasien mengatakan nyeri saat BAB Sering konstipasi dan BAB berupa lendir

disertai darah segar.

11
3) Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 10.00

WIB dengan keluan nyeri saat Bab, sering mengalami konstipasi dan saat bab

bercampur lendir serta darah segar Keluarga pasien mengatakan bahwa saat di

rumah pasien tidak mau makan dan akhir-akhir ini berat badan pasien

berkurang.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah pernah di rawat di RS sebelumnya dengan kondisi inflamasi usus

kronis

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

berat maupun penyakit menular seperti DM, TBC, HIV, hepatitis, dll.

2. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Composmentis (GCS : E4 V5 M6)


Tanda-tanda vital :
TD : 110/80mmHg
S : 37,4 oC
N : 72 x/menit
RR : 20x/menit
Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing) pernafasan
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur,
klien tidak batuk dan klien tidak terpasang oksigen.
2. B2 (bleeding) kardiovaskuler
a) Ictus cordis teraba pada mid clavicula intercosta 5, batas jantung normal.
Bunyi jantung 1 (S1) di ruang intercosta 5 sebelah kiri, bunyi jantung 2

12
(S2)di ruang intercosta 2 sebelah kanan, bunyi jantung 3 (S3) tidak adanya
murmur
b) Irama jantung :72x/menit
c) Tekanan darah : 110/80 mmHg

3. B3 (Brain) persyarafan
a) KU: lemah
b) Conjungtiva anemis
c) GCS: E4V5M6
4. B4 (Bladder) eliminasi
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola
berkemih. Klien tidak menggunakan kateter, kebutuhan ADL dengan bantuan
keluarga

5. B5 (Bowel) pencernaan-eliminasi alvi


BAB nya selalu berlendir dan darah, dan 1 minggu terakhir ini BAB nya
darah segar dan sering juga mengalami obstipasi, kadang juga mengalami
distensi abdomen, nyeri tekan di abdomen.
6. B6 (Bone) tulang-otot-integumen

a) Atas : kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif

b) Bawah : kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif

3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil colonoscopy: berbentuk sirkuler dan anuler dan penyempitan lumen usus dan
striktura menonjol dan mengisi.
4. Analisa data

N Data fokus Problem Etiologi


NO
1DS: Perdarahan Proses penyakit
Pasien mengatakan sudah 1 bulan kanker usus besar
ini BABnya selalu berlendir dan
darah, pasien mengatakan 1 minggu
terakhir ini BABnya darah segar,
pasien mengatakan nyeri saat BAB
(tenesmus)

13
DO :
KU lemah
Kesadaran compos metis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 72x/menit
Suhu : 37,4 C
RR : 20X/menit
Pasien terlihat conjungtiva anemis,
karakteristik feses pasien terlihat
berlendir dan berdarah segar
Hasil colonoscopy : berbentuk
sirkuler dan anuler dan
penyempitan lumen usus dan
striktura menonjol dan mengisi.
2DS: Gangguan Penurunan
Pasien mengatakan susah untuk eliminasi BAB : asupan cairan dan
BAB (obstipasi), pasien mengatakan Konstipasi serat, kelemahan
kadang juga mengalami kembung otot abdomen
(distensi abdomen), pasien sekunder akibat
mengatakan nyeri tekan pada mekanisme kanker
abdomen kolon
DO :
KU lemah
Kesadaran compos metis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 72x/menit
Suhu : 37,4 C
RR : 20X/menit
Pasien terlihat conjungtiva anemis,
Perut pasien terlihat agak membesar

14
3DS: Gangguan rasa Spasme otot
Pasien mengatakan susah untuk nyaman nyeri sekunder akibat
BAB (obstipasi), pasien mengatakan kanker usus besar
kadang juga mengalami kembung
(distensi abdomen), pasien
mengatakan nyeri tekan pada
abdomen, pasien mengatakan nyeri
saat BAB (tenesmus)
DO :
KU lemah
Kesadaran compos metis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 72x/menit
Suhu : 37,4 C
RR : 20X/menit
Pasien terlihat conjungtiva anemis,
Skala nyeri saat BAB 5
Perut pasien terlihat agak membesar

4DS : Gangguan Kurangnya


Pasien mengatakan sudah 1bulan ini pemenuhan nutrisi asupan oral karena
BB klien turun 20% (BB awal 70 kanker usus besar
kg). Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
DO :
KU lemah
Kesadaran compos metis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N: 72x/menit
Suhu : 37,4 C
RR : 20X/menit

15
Pasien terlihat conjungtiva anemis,

5. Rencana Asuhan Keperawatan

16
17
JURNAL

NO JUDUL PENULIS TAHUN TEMPAT KESIMPULAN

18
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para

pembaca mengenai penyakit gastritis. Kami selaku pembaca pula mengharapkan kritik dan

saran bagi para pembaca untuk kebaikan makalah kami.

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai