Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem syaraf terdiri atas sistem syaraf pusat yang meliputi otak dan batang
spinal (spinal cord), dan sistem syaraf perifer yang meliputi syaraf kranial, syaraf
spinal, dan trunkus simpaticus. Kedua sistem syaraf bekerja saling menungjang
satu sama lain. Sistem syaraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk
aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem syaraf perifer
berfungsi memberikan informasi kepada sistem syaraf pusat tentang adanya
stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Spinal cord pada sistem syaraf pusat berfungsi untuk mengatur pergerakan serta
menerima dan memproses informasi sensorik dari anggota badan (Juárez-Morales
et al., 2017).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi
reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon
tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat,
yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah
penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut
dihantarkan oleh syaraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran
neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Syaraf yang
menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem syaraf pusat dan bagian
tubuh lain secara bersamaan disebut sistem syaraf tepi (Kimball, 1998).
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari
suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks
berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan.
Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal.
Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya
memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu
yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal.
Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks
tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Frandson, 1992).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks spinal
pada katak sawah (Fajervarya cancrivora).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada acara refleks spinal pada katak sawah
(Fajervarya cancrivora) ini adalah katak sawah (Fajervarya cancrivora) dan
larutan asam sulfat 1% (H2SO4).
Alat-alat yang digunakan pada acara refleks spinal pada katak sawah
(Fajervarya cancrivora) ini adalah baki spesimen, jarum, pinset dan beaker glass.

B. Cara Kerja

1. Katak diletakan di baki dengan kepala katak menghadap ventral.


2. Otak katak ditusuk dan dirusak menggunakan jarum.
3. Katak diberi stimulus pembalikan badan, dilakukan penarikan pada kaki
anterior dan posterior katak, dan kaki posterior katak dicelupkan kedalam
larutan H2SO4. Kemudian respon katak dicatat.
4. Pemberian stimulus dilanjutkan dengan perusakan spinal cord 1/4, 1/2, 3/4,
dan total.
5. Pemberian stimulus dilanjutkan dengan perusakan total spinal cord.
6. Respon katak dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Refleks Spinal Katak Sawah

Penarikan
Stimulus Pembalikan Pencelupan kaki ke
kerusakan Badan Kaki Kaki dalam H2SO4
Anterior Posterior

Brain ++ ++ ++ ++
1⁄ spinal
4 ++ + + ++
cord
1⁄ spinal
2 ++ + + ++
cord
3⁄ spinal
4 + - + +
cord
Total spinal
- - - -
cord

Keterangan:
++ : Cepat
+ : Lambat
- : Tidak ada respon
B. Pembahasan

Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima


dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan
tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan syaraf merupakan jaringan
komunikasi dalam tubuh. Sistem syaraf merupakan jaringan khusus yang
berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell et al., 2004). Setiap sel
syaraf memiliki bagian-bagian utama yang menyusun sel syaraf itu sendiri yaitu
akson, dendrit dan nukleus. Menurut Fawcett (2002),
bagian umum dari neuron adalah nukleus, dendrit, dan akson. Nukleus umunya
besar bulat dan lonjong,dengan nukleolus mencolok dan relatif sedikit
heterokromatin. Dendrit merupakan cabang dari badan sel yang berfungsi
menerima sinyal dari neuron lain. Akan tetapi, badan sel dan segmen awal akson
dapat pula menerima sinaps aferen. Akson berasal dari tonjolan mirip kerucut dari
badan sel yang disebut hilal akson. Kadang-kadang timbul dari dasar dendrit
utama.
Menurut Bikov (1960), terdapat tiga macam sistem syaraf berdasarkan
struktur dan fungsinya, yaitu:
1. Reseptor yang merupakan suatu struktur yang mampu mendeteksi
perubahan tertentu dalam lingkungan yang mengawali suatu isyarat, yaitu impuls
syaraf pada sel syaraf yang melekat.
2. Penghantar impuls, yaitu syaraf itu sendiri. Syaraf tersusun atas berkas
serabut akson. Serabut ini merupakan sel-sel khusus yang memanjang dan meluas
yaitu neuron. Ada dua macam neuron, yaitu neuron sensori yang meneruskan dari
reseptor ke sistem syaraf pusat dan neuron motorik yang meneruskan impuls dari
syaraf pusat ke efektor.
3. Efektor, merupakan struktur yang melaksanakan aksi sebagai respon
terhadap impuls yang sampai kepadanya melalui motor. Efektor yang paling
penting bagi manusia adalah otot dan kelenjar.
Menurut Parlakian et al. (2016), sistem syaraf dibagi menjadi dua macam,
yaitu sistem syaraf pusat (CNS) dan sistem syaraf perifer (PNS). Selain itu,
berdasarkan referensi lain sistem syaraf adalah organ kompleks yang fungsinya
bergantung pada komponen organisasi sistem syaraf itu sendiri. Sistem syaraf
pusat terdiri dari otak dan spinal cord, sedangkan sistem syaraf perifer (PNS)
terdiri dari jaringan neural diluar sistem syaraf pusat (Fontenas & Kucenas, 2018).
Spinal cord pada sistem syaraf pusat berfungsi untuk mengatur pergerakan serta
menerima dan memproses informasi sensorik dari anggota badan (Juárez-Morales
et al., 2017). Sistem syaraf terdiri atas sistem syaraf pusat yang meliputi otak dan
batang spinal (spinal cord), dan sistem syaraf perifer yang meliputi syaraf kranial,
syaraf spinal, dan trunkus simpaticus. Kedua sistem syaraf bekerja saling
menungjang satu sama lain. Sistem syaraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi
untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem syaraf
perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem syaraf pusat tentang
adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon
(Johnson, 1984).
Gerakan terdapat dua macam yaitu gerakan yang disadari dan gerakan yang
tidak disadari atau refleks. Gerak yang disadari adalah gerakan yang disadari
selain itu impuls gerak sadar di porses melalui jalan yang panjang yaitu dari
reseptor ke sayaraf sensori, dibawa ke otak dan kemudain hasil dari pemrosesan
di otak akan dibawa oleh syaraf motoric sebagai tanggapan yang nantinya akan
disampaikan ke effektor. Refleks merupakan respon efektor yang bersifat tanpa
sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Refleks melibatkan bagian otak dan sistem
syaraf otonom, dan refleks yang paling sederhana adalah refleks spinal. Gerak
refleks merupakan aktivitas yang cepat, ot omatis dan tidak disadari (Frandson,
1992). Menurut Karmana (1984), mekanisme gerak refleks adalah sebagai
berikut: stimulus – syaraf sensoris – syaraf konektor – syaraf motoris – efektor
atau reseptor – stimulus – neuron affektor – syaraf tulang belakang – neuron
effektor – efektor – refleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak refleks pada
katak secara umum adalah intensitas stimulus, macam atau jenis stimulus yang
diberikan, masih ada tidaknya hubungan antara alat-alat vestibular dengan
sumsum tulang belakang, interkoneksi pada askus sisi korda spinalis dan
rangsangan listrik atau rangsangan berupa zat kimia yang berupa asam lemah
maupun asam kuat. Kerusakan neuron motorik juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi gerak refleks (Trumb & Duellman, 1986). Agar gerakan
dapat dilakukan secara optimal maka membutuhkan pemrosesan informasi
sensorik yang akurat dari lingkungan dan dari tubuh. Sistem sensorik yang
berbeda berkontribusi pada kontrol motorik dengan menyandikan kedua sumber
informasi eksternal dan internal tersebut, dalam hal ini adalah proses integrasi
(Avanzino et al., 2015). Jika sel syaraf mengalami kerusakan maka terjadi
gangguan penerimaan rangsangan ke otot dan organ, maka terjadi inkoordinasi
(Setiawan, 2016). Menurut Kimball (1988), rusaknya otak menyebabkan
hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang belakang hilang,
sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan,
sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan sistem syaraf
perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima
rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi potensial
aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika dimasukan ke
dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum tulang
belakang dan bukan dari otak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal antara lain :
1. Ada tidaknya rangsangan atau stimulus
Rangsangan dari luar contohnya adalah derivat dari temperatur,
kelembaban, sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya. Rangsangan dari dalam yaitu
dari makanan, oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan langsung bereaksi
pada sel atau jaringan tetapi kebanyakan hewan-hewan mempunyai kepekaan
yang spesial. Somato sensori pada reflek spinal dimasukkan dalam urat spinal
sampai bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda
memberikan pengaruh hubungan pada urat spinal sehingga terjadi reflek spinal
(Richard & Gordan, 1989).
2. Berfungsinya sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu untuk
mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat reflek, dengan adanya
sumsum tulang belakang pasangan syaraf spinal dan kranial menghubungkan tiap
reseptor dan effektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila sumsum tulang
belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan respon
terhadap stimulus atau rangsang (Ville et al., 1988).
Hasil dari praktikum ini adalah ketika otak katak dihancurkan katak masih
memberikan respon yang cepat. Sebelum pengrusakan total spinal chord, katak
masih dapat memberikan respon. Respon katak semakin melemah ketika
kerusakan spinal cord ditambah. Katak berhenti merespon ketika spinal cord
dihancurkan total. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Kimball (1988), rusaknya
otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang
belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika
ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan
sistem syaraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor
menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi
potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika
dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum
tulang belakang dan bukan dari otak.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pengamatan pada praktikum refleks spinal pada katak
sawah (Fajervarya cancrivora) maka dapat disimpulkan bahwa refleks spinal pada
katak dapat diketahui dengan merusak otak dan tulang belakang katak dan dengan
pencelupan kaki belakang katak dalam larutan H2SO4
DAFTAR PUSTAKA

Avanzino, L., Tinazzi, M., Ionta, S. & Fiorio, M., 2015. Sensory-motor Integration in
Focal Dystonia. Neuropsychologia, 79(8), pp.288-300.
Bykov, K.M., 1960. Text Book of Physiology. Moskow: Foreign Languages
Publishing House.
Campbell, N. A., Reece, J. B. & Mitchell, L. G., 2004. Biology 5th Edition (terjemahan
Wasmen). Jakarta: Erlangga.
Fawcett, D. W., 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC.
Fontenas, L., & Kucenas, S., 2018. Motor Exit Point (MEP): Novel Myelinating Glia
That Bridge CNS an PNS Myelin. Frontien in Cellular Neuroscience, 22(333),
pp. 1-8.
Frandson, R. D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Gordon, M. S., 1979. Animal Physiology. New York: Mc Millan Publishing Co. Ltd.
Johnson, D. R., 1984. Biology an Introduction. New York The Benjamin Cummings
Publishing Co.Inc.
Juárez-Morales, J. L., Martinez-De, L., Reyna, I., Zuber, M. E., Roberts, A. & Lewis,
K. E., 2017. Zebrafish Transgenic Constructs Label Specific Neurons in
Xenopus laevis spinal cord and identify frog Vov Spinal Neurons.
Developmental Neurobiology, 77(8), pp. 1007-1020.
Karmana, J. W., 1984., Biologi. Bandung: Ganesha Exact.
Kimbal, J. W., 1988., Biologi II. Jakarta: Erlangga.
Parlakian, A., Paulin, D., Izmiryan, A., Xue, Z., & Li, Z., 2016. Intermediate Filaments
in Peripheral Nervous System: Their Expression, Dysfunction and diseases.
Revue Neurologique, 172(10), pp. 607-613.
Richard, W.H., & Gordan., 1989. Animal Physiology. New York: Harper-Collins
Publisher.
Setiawan, E., 2016. Efek Inokulasi Trypanosoma Evansi Terhadap Histopatologi
Jaringan Syaraf Mencit (Mus Musculus). Jurnal Sitek, 03, pp. 17-21.
Trumb, L., & Duellman, W. F. 1986. Biology of Amphibians. New York: Mc Graw
Hill Company.
Villee, C.A., Walker, W.F., & Barnes, R.D., 1988. General Zoology. Philadelphia:
W.B. Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai