Anda di halaman 1dari 6

2.1.

Dasar Hukum

Peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan angsuran dan penundaan


pembayaran pajak antara lain:

Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah melalui perubahan keempat
dengan Undang- Undnag No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan

Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penaguhan Pajak dengan Surat Paksa

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh


Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak,dan Tata
Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian
Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak

2.2. Tata Cara Pelaksanaan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Apabila WP
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan diluar kekuasaannya sehingga WP
tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya. Tata cara pengangsuran atau
penundaan pembayaran pajak adalah sebagai berikut :

WP mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat WP terdaftar untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih
harus dibayar atau kekurangan utang pajak.
Apabila WP disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran kecuali STP, WP
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, dihitung sejak jatuh
tempo pembayaran sampai dengan pembayaran angsuran/pelunasan, dengan ketentuan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Permohonan harus diajukan secara tertulis paling lama 9 hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah
pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran,
atau jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu
penundaan.

Apabila batas waktu 9 hari tersebut tidak dapat dipenuhi oleh WP karena keadaan di luar
kekuasaannya, permohonan WP masih dapat dipertimbangkan DJP sepanjang WP dapat
membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tersebut.

Permohonan harus diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam


Lampiran I PER - 38/PJ/2008.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan, harus memberikan jaminan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala KPP, kecuali apabila Kepala KPP
menganggap tidak perlu. Jaminan dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti
kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah,
atau sertifikat deposito.

WP yang mengajukan permohonan dalam jangka waktu yang melampaui 9 hari kerja
sebelum jatuh tempo, harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang
pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran atau penundaan.

2.3. Pajak yang Dapat Diajukan Angsuran dan Penundaan Pembayaran

Ada dua jenis pajak yang bisa dimohon untuk diangsur atau ditunda pembayarannya, yaitu:

Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
dan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayarkan bertambah.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT)


Tahunan Pajak Penghasilan atau yang biasa disebut PPh Pasal 29.

2.4. Bentuk Jaminan

Pada dasarnya, Wajib pajak yang mengajukan permohonan penundaan atau angsuran harus
memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala KPP
tempat Wajib pajak terdaftar, kecuali apabila Kepala KPP menganggap tidak perlu. Bentuk
jaminan permohonan mengangsur atau menunda pembayaran pajak dapat berupa:

Bank Garansi

Perhiasan

Gadai barang bergerak yang bisa dijadikan jaminan seperti surat efek, perhiasan, dsb.

Penyerahan hak secara kepercayaan (fiduciaire eigendoms overdracht) yaitu semacam gadai
barang bergerak , tetapi barang itu tidak diserahkan kepada KPP, melainkan dapat terus
dipakai atau disimpan oleh yang memberi gadai.

Hipotik

Penanggungan utang oleh pihak ketiga


Keputusan mengangsur atau menunda pembayaran pajak dapat berupa menerima
seluruhnya , menerima sebagian atau menolak. Bagi Wajib Pajak yang surat permohonan
mengangsur/ menunda pembayaran pajaknya disetujui seluruhnya atau sebagian oleh
Kepala KPP, tetap dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung sejak
jatuh tempo sampai saat pembayaran.

2.5. Masa Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak


Angsuran atas utang pajak dapat diberikan paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya Surat
Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 kali
dalam 1 bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa STP, SKPKB,
SKPKBT, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali. Atau paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun
Pajak berikutnya, untuk permohonan angsuran atas kekurangan pembayaran utang pajak
berupa pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh, dengan angsuran paling banyak
1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

Penundaan atas utang pajak dapat diberikan paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya Surat
Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak, untuk permohonan penundaan atas
utang pajak berupa STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Atau paling
lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan penundaan
atas kekurangan utang pajak berupa pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh.

2.6. Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak dalam Kaitannya dengan Penerbitan
dan Pemberitahuan Surat Paksa, Hak Mendahulu Utang Pajak, serta Daluwarsa
Penagihan

Pengajuan angsuran maupun penundaan pembayaran pajak akan mempengaruhi beberapa


ketentuan mengenai penagihan pajak, antara lain akan mempengaruhi penerbitan dan
penyampaian surat paksa, hak mendahulu utang pajak, serta daluwarsa penagihan.

Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa

Surat paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak masih memiliki kekurangan pembayaran
pajak sampai dengan jatuh tempo. Secara umum surat paksa diterbitkan 21 (dua puluh
satu) hari setelah penerbitan surat teguran, namun dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran, maka surat paksa akan
diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, termasuk pula
apabila pada saat jatuh tempo angsuran atau penundaan dan Wajib Pajak masih memiliki
sejumlah pajak yang masih belum dibayar.

Hak Mendahulu Utang Pajak

Hak mendahulu utang pajak menempatkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen
atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Hak
mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah. Perhitungan jangka waktu hak mendahulu adalah 5 (lima) tahun sejak
Surat Paksa disampaikan secara resmi. Namun apabila Penanggung Pajak mendapatkan
penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran, maka jangka waktu 5
(lima) tahun dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

Daluwarsa Penagihan

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan
pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali. Namun daluarsa penagihan tersebut dapat tertangguh atau
dengan kata lain dapat melebihi 5 (lima) tahun jika memenuhi salah satu dari beberapa kondisi
sebagaimana disebutkan dalam pasal 22 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Salah satu kondisi tersebut adalah apabila ada
pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. Pengajuan
angsuran atau penundaan merupakan salah satu cara Wajib Pajak mengakui adanya utang pajak.
oleh karena itu daluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau
penundaan utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

SANKSI

Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran kecuali Surat Tagihan
Pajak, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (duaPersen) per bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran
angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Persyaratan permohonan angsuran

1. Permohonan Wajib Pajak harus diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum
jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta :

a. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau

b. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.

2. Jangka waktu diatas dapat dilampaui dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada waktunya.

3. Permohonan harus diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak no 38 PJ 2018

Anda mungkin juga menyukai