Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO

CAESARIA DENGAN INDIKASI DISPROPORSI CEVALO PELVIK

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Dasar Sectio Caesaria
a. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawirohardjo,
2002).
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding
uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam
atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan.
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh.
b. Klasifikasi Sectio Caesaria
Jenis – jenis section caesaria menurut Prawirohardjo, 2002 :
1) Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen
bawah rahim.
2) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis.
3) Sectio Caesarea Klasik (Korporal)
4) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri.
c. Etiologi
Faktor Ibu
1) Panggul sempit
2) Disproporsi sefalo-pelvik (CPD) yaitu ketidakseimbangan antara
ukuran kepala dengan panggul.
3) Ruptura uteri mengancam
4) Plasenta previa
5) Solutio plasenta
6) Distosia serviks
7) Distosia karena tumor jalan lahir
8) Partus lama
9) Pre-eklamsi dan hipertensi
10) Riwayat section caesarea sebelumnya.
11) Ketuban pecah dini
Faktor Janin
1) Gawat janin
2) Letak lintang
3) Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
4) Letak sungsang
d. Komplikasi
1) Hipotensi
Hipotensi lebih sering terjadi pada pasien obstetric bila
dilakukan analgesi spinal atau epidural. Hal ini disebabkan karena
kompresi aorta kaval, hipovolemia karena perdarahan ante partum,
dehidrasi dan vasodilatasi perifer pada ibu.
Perdarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus atau terbuka
b) Atonia uteri
c) Perdarahan pada plasenta bed
2) Infeksi puerperai (nifas)
a) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung
c) Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
3) Luka kandung kemih
Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah lengkap
a) Pemerikasaan hemoglobin (Hb), hematrokrit (Ht) untuk
mengetahui perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi, test
golongan darah serta lama perdarahan dan waktu pembekuan
darah
b) Urinalis : kultur urine
c) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan dan presentasi janin.
2) Pemantauan elektrolit konting : memastikan status dehidrasi dan
aktivitas uterus.
f. Penatalaksanaan
1) Pre Operasi
a) Inform consent
b) Mengevaluasi terakhir status obstetric pasein dan janin
c) Konsultasi dengan dokter anestesi
d) Pencukuran area operasi dan rambut pubis
e) Pemasangan infus dan dower catéter
f) Lakukan pemerikasaan penunjang diagnostik sesuai keadaan
pasien dan jenis operasi yang akan dilakukan
g) Pemberian antibiotika
h) Pemerikasaan tanda-tanda vital
2) Post operasi
Perawatan pasien sesampai di ruang perawatan
a) Posisi
Pada pasien dengan anestesi spinal, setelah operasi upayakan
pasien dalam keadaan terbaring dengan posisi V dengan
memberikan bantal pada kepala dan kaki minimal 6-8 jam atau
sampai kesemutan pada kaki hilang
b) Pemberian cairan
Karena selama 6 jam pertama pasien puasa pasca operasi,
maka pemberian cairan per infus harus cukup dan
mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi
hipertermia, diberikan biasanya Dextrose 5-10 %, gram
fisiologis dan ringer laktat secara bergantian. Jumlah tetesan
tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Bila kadar
hemoglobin darah rendah, berikan tranfusi darah sesuai
kebutuhan. Jumlah cairan keluar ditampang dan diukur sesuai
pedoman pemberian cairan.
c) Diet
Pasien puasa selama 6-8 jam post operasi, setelah platus pasien
boleh minum sedikit-sedikit berupa air putih atau air teh.
Cairan infus dihentikan setelah penderita flatus. Pada hari
pertama diberikan makanan bubur saring selanjutnya secara
bertahap dibolehkan makan bubur dan akhirnya makan biasa.
d) Mobilisasi
Miring kanan dan kiri sudah dimulai sejak 6-8 jam setelah
operasi. Pada hari kedua pasien dapat dilatih duduk, kemudian
posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk, pada
hari ketiga pasien sudah bisa dilatih berjalan.
e) Kateterisasi
kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada pasien, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan karena itu pemasangan kateter
tetap/dower chateter terpasang selama 24-48 jan. Dengan cara
ini urine dapat ditampung dan diukur secara periodik
f) Pemberian obat-obatan
(1) Antibiotika
Cara pemilihan dan pemberian antibiotika sangat berbeda-
beda di setiap institusi Untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan dapat diberikan obta-obatan secara injeksi dan
peroral seperti plasil, perimperan, prostigmin.
(2) Analgetika
Suppositoria, contoh : Ketoprofen 2x/24 jam
Oral, contoh : Tramadol tiap 6 jam
Injeksi, contoh : Petidine 50-75 mg diberikan tiap 6 jam
bila perlu
(3) Obat-obat lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien
dapat diberikan roboransia seperti neurobion dan vitamin
C
g) Perawatan luka operasi
(1) Luka operasi tidak boleh diraba dengan tangan.
(2) Penutup luka tidak boleh kotor atau kena air, kalau kotor
atau basah harus diganti.
(3) Memakai pembalut jangan sampai mengenai tutup luka
sebab darah sisa melahirkan akan merembes ke penutup
luka sehingga menyebabkan infeksi.
(4) Jika mengganti penutup luka sendiri, sebelumnya harus
mencuci tangan.
(5) Untuk sementara tidak boleh mandi, cukup memakai
washlap, sebab luka operasi tidak boleh kena air sampai
luka kering.
(6) Jahitan luka operasi dibuka pada hai ke 7-9.
(7) Periksa kembali jika sudah pulang ke poliklinik kebidanan
atau pelayanan kesehatan terdekat.
(8) Selama 42 hari tidak boleh mengangkat beban berat, untuk
selanjutnya kegiatan dapat dilakukan seperti biasa.
d) Pengawasan tanda-tanda vital
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemerikasaan dan
pengukuran meliputi tekanan darah, jumlah nadi permenit,
frekuensi pernapasan permenit, suhu badan. Pengukuran
dilakukan sekurang-kurangnya 4 jam sekali.
e) Pemantauan pengeluaran lochea
f) Pemantauan perdarahan
2. Tinjauan Teori Disproporsi Cevalo Pelvik
a. Pengertian
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka
ketidaksesuaian antara kepala janindan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita
telah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu
dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh.
Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu
dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap
tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang
wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu
hamil untuk meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui
vagina.
b. Etilogi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi
sebagai berikut :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a) Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b) Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran
melintang biasa
c) Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha
ukuranmuka belakang
d) Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul
sempit.
e) Panggul belah : symphyse terbuka
2) Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha
panggul sempit picak dan lain-lain
b) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3) Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul
corong
b) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul
sempit miring.
4) Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis,
luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit
miring.
5) Fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul
c. Komplikasi
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan
berlangsung sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan
yang tepat, timbulnya bahaya bagi ibu dan janin (Sarwono)
1) Bahaya pada ibu
a) Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis
dan infeksi intrapartum
b) Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan
pembentukan lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan ini
terkenal dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul
ruptur uteri
c) Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik
jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama
antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan
gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya Iskemia dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post
partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau fitula vesiko
vaginalis atau fistula rekto vaginalis
2) Bahaya pada janin
Partus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
a) Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang
sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan
apabila ia masih hidup.
b) Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat
melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan
moulage dapat dialami oleh kepala janin tampa akibat yang
jelek sampai batas – batas tertentu. Akan tetapi apabila batas –
batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium
serebelli dan pendarahan intrakrahial
c) Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang
oleh simfiksi pada panggul picak menyababkan perlukaan pada
jaringan diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula
meninbulakan fraktur pada Osparietalis

d. Penatalaksanaan
1) Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan
antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa
persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat
dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor
tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. Persalinan
percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak
lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh
lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga
sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi
penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu
tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses
kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan
bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang
cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala
ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan
kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga
menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu
belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga
belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam
vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.Kemudian bahu
depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahudepan.
2) Sectio Caesarea
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
a) Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung
rontgen tegak lurus diatas pintu atas panggul
b) Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal
pada trochanter maya samping
c) Magnetik Resonance Imaging (MRI)
d) Vaginal toucher
3. Tinjauan Teori Masa Nifas
a. Pengertian
Nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali normal seperti
prahamil yang lamanya 6-8 minggu (Mochtar, 1998).
Nifas (Puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan pada keadaan normal yang
berlangsung 6 minggu atau 42 hari (Manuaba, 1998). Masa nifas
dibagi dalam 3 periode, yaitu :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
b. Perubahan-perubahan pada masa nifas
1) Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi selama masa nifas (puerperium)
yaitu proses involusi uteri, lochea dan lactasi.
a) Proses Involusi Uteri
Merupakan suatu proses kembalinya alat-alat kandungan /
uterus dan jalan lahir yang terjadi setelah bayi dilahirkan
sehingga kembali ke keadaan sebelum hamil. Proses tersebut
disebabkan oleh proses autolysis yaitu penghancuran pada
jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya
hiperplasia pada saat kehamilan. Pada proses ini zat protein
dinding rahim / uterus akan dipecah kemidian diobservasi
oleh darah akan dikeluarkan melalui urine dengan
penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urine
setelah persalinan. Sehingga hasil pemecahan protein akan
dikeluarkan melakui urine. Adanya proses involusi terjadi
karena adanya aktivitas-aktivitas otot pada uterus yang
berkontraksi dan retraksi yang terus menrus akan
mengakibatkan vasokonstriksi pada penbuluh darah dalam
uterus akan mengakibatkan perdarahan terhenti dan jaringan
otot-otot uterus akan mengecil.

Tabel Tinggi Fundus Uteri Dan Berat Uterus


Menurut Masa Involusi
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram


Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram

2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Sumber : Mochtar, 1998


b) Proses pengeluaran lochea
Lochea merupakan cairan secret yang berasal dari
kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pengeluaran
lochea dapat dibagi menjadi :
(1) Locea Rubra
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban sel-sel
desidua verniks kaseosa, lanogo dan meconium, warna
merah kehitaman, keluar sampai 3 hari pasca persalinan.
(2) Lochea Sanguinolenta
Berisi darah segar dan lender, warna merah kekuningan,
keluar sejak hari ke 3-7 pasca persalinan
(3) Lochea Serosa
Cairan sudah tidak berdarah lagi, warna kuning, keluar
sejak hari 7-14 pasca persalinan
(4) Lochea Alba
Berwarna putih keluar setelah 2 minggu pasca
persalinan.
(5) Lochea Purulenta
Apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
dengan bau busuk.
c) Proses Lactasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan
pada kelenjar-kelenjar mamma untuk menghadapi masa
laktasi. Perubahan yang terdapat pada kedua mamma antara
lain proliferasi jaringan terutama kelenjar-kelenjar dan lemak
pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang
dapat dikeluarkan berwarna kuning (colostrum).
Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada
bagian dalam mamma. Setelah partus selesai pengaruh
penekanan dari estrogen dan progesterone terhadap hipofisis
hilang sehingga pengaruh hormon hipofisis kembali antara
lain : prolaktin yang dapat mempengaruhi kelenjar-kelenjar
berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan
miopitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga
terjadi pengeluaran air susu.
Keluarnya ASI dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
(1) Colostrum
Yaitu ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari
ke-3 setelah bayi lahir. Colostrum berwarna kekuning-
kuingan dan agak kental, dan kaya akan protein,
immunoglobulin yang mengandung antibody sehingga
menambah kekebalan anak terhadap penyakit.
(2) ASI masa transisi
Yaitu ASI yang dihasilakan mulai dari hari ke 4-19.
(3) ASI matur
Yaitu ASI yang dihasikan mulai dari hari ke-10 sampai
seterusnya.
2) Perubahan psikososial pada nifas
a) Periode Taking In
Sikap ibu nifas masih bergantung, energi difokuskan pada
perhatian tubuhnya, ditandai dengan ibu tampak mengulang
kembali pengalaman persalinan. hal ini berlangsung 1-2 hari
setelah melahirkan.
b) Periode Taking Hold
Sikap ibu saat ini menaruh perhatian pada kemampuannya
menjadi ibu yang berhasil dan menerima peningkatan
tanggung jawab terhadap bayinya, berlangsung 2-4 hari
setelah melahirkan.
c) Periode Letting Go
Sikap ibu saat ini sudah kembali ke rumah, beradaptasi
terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan interaksi
sosial.
c. Gambaran Klinis
1) Nyeri pada luka operasi
2) Tidak mau kentut
3) Peningkatan suhu tubuh tapi tidak lebih dari 380 C
4) Perubahan tinggi fundus uteri
5) Adanya lochea
6) Uterus mengecil
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan inspekulo untuk menilai perlukaan post partum
2) Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin
(Hb),hematokrit (Ht) dan sel darah putih (WBC).
3) Pemeriksaan urine lengkap.
e. Penatalaksanaan
1) Perawatan payudara
Perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil hanya dengan
membersihkan putting susu saja. Perawatan payudara dilakukan
secara teratur setelah bayi lahir supaya putting susu lemas, tidak
keras dan kering serta memperlancar keluarnya ASI.
2) Laktasi
Diberikan penjelasan cara menyusui yang baik dan benar
3) Rawat gabung (rooming in)
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama
sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat
memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih
terjamin.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Sectio Caesarea


1. Pengkajian
a. Identitas pasien dan penanggung
b. Keluhan utama
Pada pasien dengan kasus section caesarea keluhan utama
yang bisa timbul adalah nyeri pada luka bekas operasi dan tidak mau
kentut, peningkatan sehu tubuh (demam).
c. Riwayat menstruasi
Yang ditanyakan kepada pasien adalah umur menarche,
siklus haid, lama haid, keadaan darah seperti warna, bau, konsistensi,
disertai dismenorea atau tidak, serta tanyakan hari pertama haid
terakhir (HPHT) untuk menentukan tapsiran partus.
d. Riwayat perkawinan
Yang ditanyakan pernikahan keberapa, usia saat menikah
yang pertama, dan lamanya menikah.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Yang perlu ditanyakan pada pasien adalah berapa kali
mengalami kehamilan, kelahiran, umur kehamilan terakhir, tempat
bersalin, jalannya persalinan, berat badan bayi saat lahir, umur anak,
jenis kelamin anak, apakah anak hidup atau mati dan bagaimana
keadaan ibu saat melahirkan.
f. Riwayat penggunaan kontrasepsi
Tanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi, alat
kontrasepsi yang digunakan, rencana menggunakan alat kontrasepsi
apa dan pengetahuan tentang alat kontrasepsi.
g. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh pasien yang dapat
mempengaruhi kehamilan.
h. Riwayat penyakit keluarga
Yang ditanyakan adalah apakah ada keluarga pasien yang menderita
penyakit seperti TBC, Jantug, hipertensi, AIDS, diabetes mellitus,
asma, penyakit hubungan seksual (seperti sifilis dan gonorhea) serta
apakah dalam keluarga ada riwayat gemelli.
i. Data bio-psiko-sosial-spiritual
a) Data biologi
Yang ditanyakan adalah apakah terdapat keluhan dari pasien
mengenai bernafas, makan dan minum, eliminasi, istirahat dan
tidur, gerak dan aktivitas, kebersihan diri, berpakaian serta
pengaturan suhu tubuh.
b) Data Psiko-sosial
Yang perlu ditanyakan pada data psikososial diantaranya tingkat
perkrmbangan ibu, teknan keluarga, rasa ketergantugan pada
keluarga, rasa cemas atau takut pada bayinya serta kebutuhan
untuk belajar.
c) Data spiritual
Kaji tingkat keyakinan pasien terhadap Tuhan dan agama yang
dianutnya.
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien seperti suhu, tekanan darah, respirasi,
nadi, berat badan dan tinggi badan.
2) Pemeriksaan mata sperti konjungtiva pucat atau tidak.
3) Pemeriksaan payudara
Kebersihan, bentuk simetris atu tidak, keadaan puting,
hiperpigmentasi areola, lecet atau luka, pembengkakan
payudara, ada nanah atau tidak, keluar colostrum, dan produksi
ASI.
4) Pemeriksaan abdomen
Kontaksi uterus, tinggi fundus uteri, terdapat luka operasi,
relaksasi otot uterus, dinding perut kendor, distensi kandung
kemih, dan bising usus.
5) Ekstemitas
Kaji adanya kelemahan dan kelelahan saat beraktivitas,
kesanggupan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
6) Genetalia dan anus
pengeluaran lochea, seperti warna, jumlah, konsistensi, bau,
kebersihan, haemoroid.
k. Pemeriksaan penunjang
Mencakup semua pemeriksaan yang menunjang keadaan pasien
seperti data laboratorium serta data bayi yang mencakup tentang
jenis kelamin bayi, keadaan bayi pada waktu lahir, berat badan dan
panjang badan saat lahir, kelainan-kelainan pada bayi, serta keadaan
tali pusat dan plasenta.
2. Diagnosa
Dari hasil pengumpulan data, dilakukan analisa data kemudian
masalah tersebut dirumuskan. Masalah tersebut dianalisa dalam analisa
masalah kembali dan akhirnya menghasilkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien post Sectio
Caesarea adalah : (Doenges, 2002), (Carpenito, 2000)
a) Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap
pembedahan.
b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan, periode pasca partum
(pengeluaran lochea), pemasangan alat-alat eksternal.
c) Risiko terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltic usus sekunder akibat efek anastesi, imobilisasi.
d) Perubahan eliminasi uri berhubungan dengan trauma atau diversi
mekanis.
e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau
mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
f) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep
diri, transmisi atau kontak interpersonal.
g) Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia
atau regulasi (misalnya : hipotensi, eklamsia), profil darah abnormal
(anemia tau kehilangan darah berlebihan).
3. Perencanaan
a) Prioritas diagnosa keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan disusun berdasarkan berat ringannya
masalah yang dirasakan pasien, yaitu :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sputum dalam jumlah berlebih
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap pembedahan.
3) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan, periode pasca
partum (pengeluaan lochea), pemasangan alat-alat eksternal.
4) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma / diversi
mekanis.
5) Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi
biokimia atau regulasi (misalnya : hipotensi, eklampsia), profil
darah abnormal (anemia / kehilangan darah).
6) Risiko terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik sekunder akibat efek dari anesthesia, imobilisasi.
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada
konsep diri, transmisi / kontak interpersonal.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan /
mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-
sumber.
b) Rencana perawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
permasalahan yang ada, yaitu :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sputum dalam jumlah berlebih
Tujuan : jalan nafas efektif
Intervensi :
(a) Observasi pernafasan pasien (frekuensi, suara nafas)
(b) Lakukan suction
(c) Ajarkan batuk efektif
(d) Kolaborasi dalam pemberian mukolitik
2) Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap pembedahan.
Tujuan : nyeri berkurang sampai hilang
Intervensi :
(a) Kaji tingkat nyeri pasien
(b) Observasi vital sign terutama nadi tiap 6 jam
(c) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
(d) Ajarkan tekhnik relaksasi (nafas dalam) dan anjurkan untuk
mengurangi bila merasa nyeri
(e) Beri dan anjurkan mengambil posisi yang nyaman
(f) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
3) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya
organisme sekunder terhadap pembedahan, periode pasca partum
(pengeluaran lochea), pemasangan alat-alat eksternal.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Intervensi :
(a) Observasi tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor,
fungtio lasea, pus), tiap 4 jam
(b) Observasi vital sign terutama suhu tiap 6 jam
(c) Jelaskan pada pasien tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor,
tumor, fungtio lasea, pus), dan segera melaporkan bila terjadi
(d) Observasi pengeluaran lochea (jumlah, warna, konsistensi,
bau) apakah sesuai dengan kemajuan normal
(e) Rawat luka bila gaas basah atau kotor dengan tehnik aseptic
(f) Ingatkan pasien menjaga luka agar tidak basah dan kotor
dengan tidak mnyentuh luka, jangan mandi sampai luka
kering (hanya memakai washlap), jangan terkena air kencing
bayi
(g) Monitor tinggi fundus uteri dan kontraksi uterus
(h) Lakukan vulva hygene 2 kali sehari
(i) Anjurkan pasien untuk mengganti pembalut 3 kali sehari atau
bila terasa penuh dan cebok yang benar tiap habis BAK, BAB
dan mengganti pembalut
(j) Rawat infus dan dower catheter tiap hari
(k) Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
(l) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, vitamin, dan
pemeriksaan laboratorium terutama WBC.
4) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma / diversi
mekanis.
Tujuan : pola berkemih optimal atau lancar.
Intervensi :
(a) Perhatikan dan catat jumlah, warna, dan konsistensi drainase
urin.
(b) Berikan cairan per oral (misalnya : 6-8 gelas per hari) bila
masukan oral sudah diinstrusikan
(c) Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (warna
keruh, bau busuk, sensasi terbakar) setelah pengangkatan
kateter
(d) Palpasi kandung kemih
(e) Tes urine terhadap albumin dan aseton
(f) Pantau hasil laboratorium (BUN dan urine 24 jam).
5) Risiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi
biokimia atau regulasi (mis : hipotensi, eklamsia), profil darah
abnormal (anemia kehilangan darah berlebihan).
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Intervensi :
(a) Tinjau ulang catatan prenatal dan intrapartal terhadap faktor-
faktor yang mempredisposisikan pasien pada komplikasi
(b) Pantau vital sign tiap 6 jam
(c) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan
(d) Pantau masukan cairan dan haluaran urine
(e) Anjurkan ambulasi dini dan latihan
(f) Ganti kehilangan cairan secara intravena sesuai program
(g) Pantau Hb / Ht pasca operasi.
6) Risiko terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik sekunder akibat efek dari anesthesia, immobilisasi.
Tujuan : konstipasi tidak terjadi
Intervensi :
(a) Auskultasi bising usus pada keempat kuadran tiap 4 jam
setelah kelahiran caesarea
(b) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan
(c) Anjurkan cairan oral yang adekuat (missal : 6-8 gelas/ hari)
(d) Anjurkan latihan kaki dan tingkatkan ambulasi dini
(e) Kolaborasi dalam pemberian obat pelunak feses
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep
diri transmisi / kontak interpersonal
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang
Intervensi :
(a) Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah
(b) Bantu pasien / pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme
koping yang lazim
(c) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien / bayi
(d) Kontak antara pasien / pasangan dengan bayi sesegera
mungkin.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan /
meningat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Intervensi :
(a) Kaji kesiapan dan motivasi pasien untuk belajar
(b) Beri penjelasan tentang perawatan post partum dan perawatan
bayi baru lahir
(c) Demonstrasikan cara perawatan post partum dan perawatan
bayi baru lahir
(d) Anjurkan pasien untuk menjelaskan dan mendemonstrasikan
kembali penjelasan yang diberikan
(e) Anjurkan untuk kontrol kembali ke poliklinik kebidanan atau
pelayanan kesehatan terdekat bila ada ketidaknormalan
dengan ibu dan bayi.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang
telah dibuat, dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri
dan kolaborasi.
5. Evaluasi
a) Nyeri berkurang sampai hilang
b) Infeksi tidak terjadi
c) Pola berkemih optimal / lancer
d) Cedera tidak terjadi
e) Konstipasi tidak terjadi
f) Ansietas berkurang sampai hilang
g) Pengetahuan pasien bertambah.

Anda mungkin juga menyukai