LP SC E.C DCP
LP SC E.C DCP
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Dasar Sectio Caesaria
a. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Prawirohardjo,
2002).
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding
uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam
atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan.
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh.
b. Klasifikasi Sectio Caesaria
Jenis – jenis section caesaria menurut Prawirohardjo, 2002 :
1) Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen
bawah rahim.
2) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis.
3) Sectio Caesarea Klasik (Korporal)
4) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri.
c. Etiologi
Faktor Ibu
1) Panggul sempit
2) Disproporsi sefalo-pelvik (CPD) yaitu ketidakseimbangan antara
ukuran kepala dengan panggul.
3) Ruptura uteri mengancam
4) Plasenta previa
5) Solutio plasenta
6) Distosia serviks
7) Distosia karena tumor jalan lahir
8) Partus lama
9) Pre-eklamsi dan hipertensi
10) Riwayat section caesarea sebelumnya.
11) Ketuban pecah dini
Faktor Janin
1) Gawat janin
2) Letak lintang
3) Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
4) Letak sungsang
d. Komplikasi
1) Hipotensi
Hipotensi lebih sering terjadi pada pasien obstetric bila
dilakukan analgesi spinal atau epidural. Hal ini disebabkan karena
kompresi aorta kaval, hipovolemia karena perdarahan ante partum,
dehidrasi dan vasodilatasi perifer pada ibu.
Perdarahan disebabkan karena :
a) Banyak pembuluh darah yang terputus atau terbuka
b) Atonia uteri
c) Perdarahan pada plasenta bed
2) Infeksi puerperai (nifas)
a) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung
c) Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
3) Luka kandung kemih
Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah lengkap
a) Pemerikasaan hemoglobin (Hb), hematrokrit (Ht) untuk
mengetahui perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi, test
golongan darah serta lama perdarahan dan waktu pembekuan
darah
b) Urinalis : kultur urine
c) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan dan presentasi janin.
2) Pemantauan elektrolit konting : memastikan status dehidrasi dan
aktivitas uterus.
f. Penatalaksanaan
1) Pre Operasi
a) Inform consent
b) Mengevaluasi terakhir status obstetric pasein dan janin
c) Konsultasi dengan dokter anestesi
d) Pencukuran area operasi dan rambut pubis
e) Pemasangan infus dan dower catéter
f) Lakukan pemerikasaan penunjang diagnostik sesuai keadaan
pasien dan jenis operasi yang akan dilakukan
g) Pemberian antibiotika
h) Pemerikasaan tanda-tanda vital
2) Post operasi
Perawatan pasien sesampai di ruang perawatan
a) Posisi
Pada pasien dengan anestesi spinal, setelah operasi upayakan
pasien dalam keadaan terbaring dengan posisi V dengan
memberikan bantal pada kepala dan kaki minimal 6-8 jam atau
sampai kesemutan pada kaki hilang
b) Pemberian cairan
Karena selama 6 jam pertama pasien puasa pasca operasi,
maka pemberian cairan per infus harus cukup dan
mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi
hipertermia, diberikan biasanya Dextrose 5-10 %, gram
fisiologis dan ringer laktat secara bergantian. Jumlah tetesan
tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Bila kadar
hemoglobin darah rendah, berikan tranfusi darah sesuai
kebutuhan. Jumlah cairan keluar ditampang dan diukur sesuai
pedoman pemberian cairan.
c) Diet
Pasien puasa selama 6-8 jam post operasi, setelah platus pasien
boleh minum sedikit-sedikit berupa air putih atau air teh.
Cairan infus dihentikan setelah penderita flatus. Pada hari
pertama diberikan makanan bubur saring selanjutnya secara
bertahap dibolehkan makan bubur dan akhirnya makan biasa.
d) Mobilisasi
Miring kanan dan kiri sudah dimulai sejak 6-8 jam setelah
operasi. Pada hari kedua pasien dapat dilatih duduk, kemudian
posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk, pada
hari ketiga pasien sudah bisa dilatih berjalan.
e) Kateterisasi
kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada pasien, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan karena itu pemasangan kateter
tetap/dower chateter terpasang selama 24-48 jan. Dengan cara
ini urine dapat ditampung dan diukur secara periodik
f) Pemberian obat-obatan
(1) Antibiotika
Cara pemilihan dan pemberian antibiotika sangat berbeda-
beda di setiap institusi Untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan dapat diberikan obta-obatan secara injeksi dan
peroral seperti plasil, perimperan, prostigmin.
(2) Analgetika
Suppositoria, contoh : Ketoprofen 2x/24 jam
Oral, contoh : Tramadol tiap 6 jam
Injeksi, contoh : Petidine 50-75 mg diberikan tiap 6 jam
bila perlu
(3) Obat-obat lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum pasien
dapat diberikan roboransia seperti neurobion dan vitamin
C
g) Perawatan luka operasi
(1) Luka operasi tidak boleh diraba dengan tangan.
(2) Penutup luka tidak boleh kotor atau kena air, kalau kotor
atau basah harus diganti.
(3) Memakai pembalut jangan sampai mengenai tutup luka
sebab darah sisa melahirkan akan merembes ke penutup
luka sehingga menyebabkan infeksi.
(4) Jika mengganti penutup luka sendiri, sebelumnya harus
mencuci tangan.
(5) Untuk sementara tidak boleh mandi, cukup memakai
washlap, sebab luka operasi tidak boleh kena air sampai
luka kering.
(6) Jahitan luka operasi dibuka pada hai ke 7-9.
(7) Periksa kembali jika sudah pulang ke poliklinik kebidanan
atau pelayanan kesehatan terdekat.
(8) Selama 42 hari tidak boleh mengangkat beban berat, untuk
selanjutnya kegiatan dapat dilakukan seperti biasa.
d) Pengawasan tanda-tanda vital
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemerikasaan dan
pengukuran meliputi tekanan darah, jumlah nadi permenit,
frekuensi pernapasan permenit, suhu badan. Pengukuran
dilakukan sekurang-kurangnya 4 jam sekali.
e) Pemantauan pengeluaran lochea
f) Pemantauan perdarahan
2. Tinjauan Teori Disproporsi Cevalo Pelvik
a. Pengertian
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka
ketidaksesuaian antara kepala janindan panggul ibu sehingga janin
tidak dapat keluar melalui vagina.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita
telah bekerja keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu
dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia bahkan buruh.
Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu
dilakukan bedah caesar di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap
tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan seorang
wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu
hamil untuk meningkatkan peluangnya untuk melahirkan melalui
vagina.
b. Etilogi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi
sebagai berikut :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a) Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b) Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran
melintang biasa
c) Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha
ukuranmuka belakang
d) Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul
sempit.
e) Panggul belah : symphyse terbuka
2) Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha
panggul sempit picak dan lain-lain
b) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3) Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul
corong
b) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul
sempit miring.
4) Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis,
luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit
miring.
5) Fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul
c. Komplikasi
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan
berlangsung sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan
yang tepat, timbulnya bahaya bagi ibu dan janin (Sarwono)
1) Bahaya pada ibu
a) Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis
dan infeksi intrapartum
b) Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan
pembentukan lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan ini
terkenal dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul
ruptur uteri
c) Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik
jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama
antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan
gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya Iskemia dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post
partum akan terjadi fistula vesiko servikalis, atau fitula vesiko
vaginalis atau fistula rekto vaginalis
2) Bahaya pada janin
Partus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
a) Prolasus Funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang
sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan
apabila ia masih hidup.
b) Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat
melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan
moulage dapat dialami oleh kepala janin tampa akibat yang
jelek sampai batas – batas tertentu. Akan tetapi apabila batas –
batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium
serebelli dan pendarahan intrakrahial
c) Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang
oleh simfiksi pada panggul picak menyababkan perlukaan pada
jaringan diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula
meninbulakan fraktur pada Osparietalis
d. Penatalaksanaan
1) Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan
antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa
persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat
dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor
tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. Persalinan
percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak
lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh
lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga
sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi
penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu
tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses
kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan
bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang
cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala
ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan
kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga
menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu
belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga
belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam
vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.Kemudian bahu
depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahudepan.
2) Sectio Caesarea
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
a) Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung
rontgen tegak lurus diatas pintu atas panggul
b) Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal
pada trochanter maya samping
c) Magnetik Resonance Imaging (MRI)
d) Vaginal toucher
3. Tinjauan Teori Masa Nifas
a. Pengertian
Nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali normal seperti
prahamil yang lamanya 6-8 minggu (Mochtar, 1998).
Nifas (Puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan pada keadaan normal yang
berlangsung 6 minggu atau 42 hari (Manuaba, 1998). Masa nifas
dibagi dalam 3 periode, yaitu :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
b. Perubahan-perubahan pada masa nifas
1) Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi selama masa nifas (puerperium)
yaitu proses involusi uteri, lochea dan lactasi.
a) Proses Involusi Uteri
Merupakan suatu proses kembalinya alat-alat kandungan /
uterus dan jalan lahir yang terjadi setelah bayi dilahirkan
sehingga kembali ke keadaan sebelum hamil. Proses tersebut
disebabkan oleh proses autolysis yaitu penghancuran pada
jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya
hiperplasia pada saat kehamilan. Pada proses ini zat protein
dinding rahim / uterus akan dipecah kemidian diobservasi
oleh darah akan dikeluarkan melalui urine dengan
penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urine
setelah persalinan. Sehingga hasil pemecahan protein akan
dikeluarkan melakui urine. Adanya proses involusi terjadi
karena adanya aktivitas-aktivitas otot pada uterus yang
berkontraksi dan retraksi yang terus menrus akan
mengakibatkan vasokonstriksi pada penbuluh darah dalam
uterus akan mengakibatkan perdarahan terhenti dan jaringan
otot-otot uterus akan mengecil.