Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak


Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autis. Anak autis juga merupakan
pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara
akademik. Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui
tentang anak autis tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak autis.
Dalam pengkajian tersebut kita btuh banyak informasi mengenai siapa anak autis,
penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum.
Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini
terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengeahui anak autis tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan makalah autis ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan anak autis?
2. Bagaimanakah epidemiologi anak autis?
3. Apa yang menyebabkan anak autis?
4. Apakah klasifikasi anak autisme?
5. Bagaimakah tanda dan gejala anak autisme?
6. Bagaimanakah patofisiologi anak yang autis?
7. Bagaimanakah WOC autis?
8. Apa sajakah penatalaksanaan anak autis?
9. Bagaimanakah ASKEP autis?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari anak yang autisme
2. Untuk mengetahui penyebaran atau epidemiologi anak autisme
3. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan anak bisa mengidap autisme
4. Untuk mengetahui apa sajakah klasifikasi anak autisme

1
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala anak autisme
6. Untuuk mengetahui patofisiologi anak autisme
7. Untuk mengetahui pohon masalah atau WOC anak autisme
8. Untuk mengetahui penatalaksaan anak autisme
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak autisme

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan menambah
pengetahuan tentang anak autis. Dan diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi dapat
membuat asuhan keperawatan anak autis. Disamping itu juga sebagai syarat dari tugas
mata kuliah keperawatan maternitas 2.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI

Autisme merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan pada anak.
Menurut Veskarisyanti (2008 : 17) dalam bahasa yunani dikenal kata autis “auto” berarti
sendiri ditunjukkan pada seseorang ketika menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri
atau mempunya duania sendiri. Autism pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun
1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang
tertunda, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan
yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungan.

Autisme adalah gangguan perkembangan yang secara umum tampak di tiga tahun
pertama kehidupan anak. Gangguan ini berpengaruh pada komunikasi, interaksi social,
imajinasi dan sikap (Wright, 2007 : 4).

Autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat


kompleks/berat dalam kehidupan yang panjang yang meliputi gangguan pada aspek interaksi
social, komunikasi, bahasa dan perilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan
pada aspek motoriknya dan gejala autism muscul pada usia sebelum 3 tahun (Yuwono,
2009:26).

Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan laporan UNESCO 2011 tercatat ada 35 juta orang menyandang autis di
seluruh dunia. Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autism. Sedangkan di
asia, penelitian Hongkong Study 2008 melaporkan tingkat kejadian autisme dengan
prevalensi 1:68 per 1000 orang untuk anak dibawah 15 tahun. Bila diasumsikan dengan
prevelensi autisme pada anak di Hongkong, berdasarkan data badan pusat statistic jumlah
anak usia 5 hingga 19 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa, maka diperkirakan
terdapat lebih dari 112.000 anak penyandang autisme di Indonesia (tempo, 2013).

3
2.3 ETIOLOGI

1. Faktor genetis atau keturunan

Gen menjadi faktor kuat yang menyebabkan anak autis. Jika dalam satu keluarga
memiliki riwayat penderita autis, maka keturunan selanjutnya memiliki peluang besar untuk
menderita autis. Hal ini di sebabkan karena terjadi gangguan gen yang memengaruhi
perkembangan, pertumbuhan dan pembentukan selsel otak kondisi genetis pemicu autis ini
bisa di sebabkan karena usia ibu saat mengandung sudah tua atau usia ayah yang usdah tua.
Diketahui bahwa sperma laki - laki berusia tua cenderung mudah bermutasi dan memicu
timbulnya autisme. Selain itu ibu yang mengidap diabetes juga di tengarai sebagai peicu
autisme pada bayi.

2. Faktor Kandungan atau Pranatal

Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Ini di sebabkan oleh
virus yang menyerang pada trimester pertama, yaitu virus syndroma rubella selain itu
kesehatan lingkungan juga mempengaruhi kesehatan otaka janin dalam kandungan. Polusi
udara bedampak negatif pada perkembangan otak dan pisik janin sehingga meningkatkan
kemungkinan bayi lahir dengan resiko autis bahkan bayi lahir prematur dan berat bayi kurang
juga merupakan resiko terjadinya autis.

3. Faktor kelahiran

Bayi yang lahir dengan berat renddah, prematur, dan lama dalam kandungan ( lebih
dari 9 bulan ) beresiko mengidap autisme. Selain itu , bayi yang mengalami gagal nafas
(hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami autis.

4. Faktor Lingkungan

Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak mengalami autisme faktor lingkungan
(eksternal) juga dapat menyebabkan bayi menderita autisme , seperti lingkungan yang penuh
tekanan dan tidak bersih. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan bayi alergi
melalui ibu. Karena itu hindari paparan sumber alergi berupa asap rokok, debu, atau makanan
yang menyebabkan alergi.

4
5. Faktor Obat

Obat untuk mengatasi rasa mual, muntah ataupun menenang yang di konsumsi ibu
hamil beresiko menyebabkan anak autis, karena itu anda harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis apapun saat hamil.

6. Faktor Makanan

Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk kandungan. Salah
satunya, perstisida yang terpapar pada sayuran, di ketahui bahwa pestisida mengganggu
fungsi gen pada syaraf pusat, menyebabkan anak autis.

2.4 KLASIFIKASI AUTISME

Dalam berinteraksi sosial anak autistik dikelompokan atas 3 kelompok yaitu:


1. Kelompok Menyendiri
 Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
 Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit berubah
meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada perubahan, mungkin
hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
 Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu berbuat sesuatu, akan
melakukannya berulang-ulang.
 Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh, gerakan
tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri, menyerang teman sendiri,
merusak dan menghancurkan mainannya.
2. Kelompok Anak Autisme Yang Pasif
 Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain dengan kelompok
teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari teman sendiri.
 Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak terlambat
bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
 Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang pula
dibumbui kata yang kurang dimengerti.
 Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan anak autisme
yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri.

5
3. Kelompok Anak Autisme Yang Aktif Tetapi Menurut Kemauannya Sendiri
 Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak autisme yang
menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki perbendaharaan kata yang
paling banyak
 Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip kata-kata yang
aneh dan kurang dimengerti.
 Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
 Dalam berdialog, sering mengajukan pertanyaan dengan topik yang menarik, dan bila
jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan bereaksi sangat marah

2.5 TANDA DAN GEJALA

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali
tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti
yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata
dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat
atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh
bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak
dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan
berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan
dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati
dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia
pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka,
gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak
berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak

6
dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain
harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif
misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan
membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung
terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di
dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam
bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat
sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat
menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan
merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila
diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot
atau melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit
melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada

7
yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori.

2.6 PATOFIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.

Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses
belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.

kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan


abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab

8
untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan


abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat.

Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.

Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi

9
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).

Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan


oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan.

10
2.7 WOC

Partus lama genetik Keracunan Pemakaian


logam MK: Resti antibiotik
infeksi berlebihan
Gangguan
nutrisi dan >>> neurotropin
oksigenisasi dan neuropaptida Infeksi jamur

Gg pada otak Kerusakan pada Kebocoran usus dan


sel purkinye dan tidak sempurna
hippocampus pencernaan kasein
Abnormalitas
dan gluten
pertumbuhan sel
saraf Gg
keseimbangan Protein terpecah
serotonin dan sampai
Peningkatan
dopamin polipeptida
neurokimia secara
abnormal
Gg pada Kasein dan gluten
Growth otak kecil terserap kedalam
without aliran darah
guidance
Reaksi atensi
Menimbulkan
lebih lambat
efek morfin
pada otak
AUTIS MK : perubahan
persepsi sensori

Gg MK :
Gg persepsi
komunika Gg interaksi perubahan Gg perilaku
sensori
si sosial interaksi
sosial
hiperaktif
Penglihatan pendengaran
Keterlambat Bicara
Perilaku n
an dlm monoto Menga Acuh tak Sangat
berbahasa baikan acuh thd yang
n dan agresif
dan aneh Sensitif Menutup
tidak lingkungan thd orang
mengh thd telinga bila
dimenge dan orang lain
indari cahaya mendengar
MK: Gg rti orang lain dirinya
orang suara
komunikasi lain sendiri
lain
verbal dan
non verbal

11
2.8 PENALAKSANAAN

Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan


keperawatan.

a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan kepada
keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang efektif
dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi, yang saat ini dievaluasi,
mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang
menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi diri. Intervensi
edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih
baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus menerapkan terapi
perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap
sama dan konsisten dalam menghadapi anak autis. Terapi peilaku terdiri dari tetapi
wicara, terapi okupasi, dan menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi
farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan
kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya
haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik teradap perilaku agresif, ledakan-
ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat
digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku
perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencederai diri
sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat naltrexone.

b. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan
kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan
agresif.
3. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.

12
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
4. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal,
jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak
yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar
suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat kesehatan dahulu)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya
pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.

14
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan keterlambatan


dalam berbahasa.

15
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN
Gangguan Setelah dilakukan asuhan -mintalah pasien -mengidentifikasi adanya
komunikasi verbal keperawatan selama …x untuk mengucapkan disatria sesuai komponen
dan non verbal 24 jam diharapkan cara suara sederhana motoric dari bicara
berhubungan berbahasa klien dapat seperti “sh” atau seperti lidah, berakan
dengan berubah dengan kriteria “pus” bibir, control napas yang
keterlambatan hasil : -kaji tipe/derajat dapat mempengaruhi
dalam berbahasa. 1. Mengidentifikasik disfungsi seperti artikulasi dan mungkin
an pemahaman pasien tidak tampak juga tidak disertasi afasia
tentang masalah memahami kata atau motoric
komunikasi mengalami kesulitan -mampu menentukan
2. Membuat metode bicara daerah dan derajat
komunikasi -perhatikan kesalahan kerusakan selebral yang
dimana kebutuhan dalam komunikasi terjadi dan kesulitan
dapat dan berikan umpan psdien dalam beberapa
diekspresikan balik atau seluruh tahap
3. Menggunakan -bicaralah dengan komunikasi, dengan
sumber sumber nada normal dan ngucapkan kata-kata
dengan tepat hindari percakapan dengan benar.
yang cepat, berikan -pasien mungkin
pasien jarak waktu kehilangan kemampuan
untuk merespon untuk memantau
ucapakan yang keluar
dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang
diucapkan tidak nyata
-pasien tidak perlu
merusak pendengaran
dan meninggikan suara
dapat menimbulkan
marah pasien/

16
menyebabkan kepedihan.
Memfokuskan respon
dapat mengakibatkan
frustasi dan mungkin
menyebabkan pasien
terpaksa untuk bicara
otomatis seperti
memutasbalikkan kata,
berbicara kasar.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara
klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar,
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak
pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat
sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi
beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom,
dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak,
perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat
menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan
intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan
sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung
asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang
bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan
normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar.

4.2 Saran
Untuk anak penyandang autisme kami sarankan dirawat dan dijaga dengan
baik oleh orang tua atau keluarga karena anak autisme sangat butuh banyak
perhatian dan kasih saying untuk meningkatkan derajat kesehatan anak tersebut.

18

Anda mungkin juga menyukai