Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori tentang limit dan kesinambungan sebuah fungsi merupakan
“akar” dari aljabar kalkulus,Dimana aljabar kalkulus berintikan teori
tentang diferensiasi dan integrasi.Konsep dari limit merupakan dasar untuk
mengerjakan peersoalan-persoalan pada diferensiasi yang akan dibahas
pada makalah ini.Oleh sebabitu ada biknya jika sebelum memahami
konsep diferensiasi,kita sudah harus memahami konsep limit.
Dalam diferensiasi akan dibahas tentang tingkat perubahan suatu
fungsi sehubungan dengan perubahan kecil dalam variabel bebasfungsi
yang bersangkutanKonsep defernsiasi sangat penting dalam analisis
ekonomi dan bisnis yang berkaitan dengan masalah perubahan,penentuan
tingkat maksimum dan tingkat minimum.di makalah ini akan menyajikan
tentang pengertian dan hakekat,kaidah-kaidah,dan penggunaan diferensiasi
dalam analisis ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dasar kaidah diferensiasi ?


b. Apa saja kaidah-kaidah yang berlaku dalam diferensiasi?
c. Bagaimana konsep diferensiasi diterapkan dalam analisis ekonomi?
1.3 Tujuan
a. Pembaca diharapkan memahami pengertian serta kaidah-kaidah
diferensiasi.
b. Dapat menerapkan konsep diferensiasi dalam analisis ekonomi.

1
PEMBAHASAN

2.1 Kuosien Diferensi dan Derivatif

Jika y = f(x) dan terdapat variabel bebas x sebesar Δx maka :

y = f(x)

y + Δy = f(x+Δx)

Δy = f(x+Δx)-y

Δy = f(x+Δy) – f(x)

dimana Δx adalah tambahan x dan Δy adalah tambahan y berkenaan dengan


adanya tambahan x , Δy timbul karena adanya Δx
Apabila ruas kiri dan ruas kanan persamaan terakhir diatas sama-sama dibagi
∆x, maka diperoleh :
∆𝑦 𝑓(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑓(𝑥)
=
∆𝑥 ∆𝑥
hasil bagi perbedaan atau kuosien diferensi (difference
quotient),mencerminkan tingkat perubahan rata-rata variabel terikat y
terhadap variabel bebas x.

 Proses penurunan sebuah fungsi disebut juga dengan


diferensiasi, pada dasarnya merupakan penentuan limit,suatu
kuosien diferensi dalam hal pertambahan variabel bebasnya
sangat kecil atau mendekati nol. Hasil yang diperoleh dari
proses diferensiasi dinamakan turunan atau derifatif
( derivatif ) .

Jadi jika y = f(x)


∆𝑦 𝑓(𝑥+∆𝑥)−𝑓(𝑥)
Maka kuosien diferensiasinya =
∆𝑥 ∆𝑥
∆𝑦 𝑓(𝑥+∆𝑥)−𝑓(𝑥)
Dan turunan fungsinya lim = lim .
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥

 Cara menuliskan turunan dari sesuatu fungsi dapat dilakukan


dengan beberapa macam notasi atau lambang. Jika fungsi

2
aslinya y = f(x), maka turunannya dapat dituliskan dengan
notasi :
∆𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑓(𝑥)
lim ≡ 𝑦 ′ ≡ 𝑓 ′ (𝑥) ≡ 𝑓𝑥(𝑥) ≡ ≡
∆𝑥→0 ∆𝑥 𝑑𝑥 ∆𝑥
Dengan perkataan lain,turunan dari fungsi yang bersangkuan
adalah kuosien diferensinya sendiri. Sedangkan kuosien
∆𝑦
diferensi tak lain adalah lereng ( slope) dari garis atau kurva
∆𝑥

y = f(x).
Dari berbagai macam notasi turunan fungsi yang
𝑑𝑦
ditunjukkan, yang sering digunakan adalah bentuk .
𝑑𝑥
2.2 Kaidah-Kaidah Diferensiasi

1. Diferensiasi Konstanta
𝑑𝑦
Jika y = k,di mana k adalah konstanta, maka =0
𝑑𝑥
𝑑𝑦
Contoh : y = 5, =0
𝑑𝑥

2. Diferensiasi Fungsi Pangkat


𝑑𝑦
Jika y = 𝑥 𝑛 , di mana n adalah konstanta, maka 𝑑𝑥 = 𝑛𝑥 𝑛−1
𝑑𝑦
Contoh : y = 𝑥 3 , = 3𝑥 3−1 = 3𝑥 2
𝑑𝑥

3. Diferensiasi Perkalian Konstanta dengan Fungsi


𝑑𝑦 𝑑𝑣
Jika y = kv, di mana v = h(x), maka 𝑑𝑥 = 𝑘 𝑑𝑥
𝑑𝑦
Contoh : y = 5𝑥 3 , = 5(3𝑥 2 ) = 15𝑥 2
𝑑𝑥

4. Diferensiasi Pembagian Konstanta dengan Fungsi


𝑘 𝑑𝑦 𝑘𝑑𝑣/𝑑𝑥
Jika y = 𝑣 , di mana v = h(x), maka 𝑑𝑥 = - 𝑣2
5 𝑑𝑦 5(3𝑥 2 ) 15𝑥 2
Contoh : y = 𝑥 3 , = − (𝑥 3 ) 2
= −
𝑑𝑥 𝑥6

5. Diferensiasi Penjumlahan ( pengurangan ) Fungsi


Jika y = u ± 𝑣, di mana u = g(x) dan v = h(x)
𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
Maka 𝑑𝑥 = ±
𝑑𝑥 𝑑𝑥

Contoh :

3
𝑑𝑢
y= 4𝑥 2 + 𝑥 3 , misalkan u = 4𝑥 2 → = 8𝑥
𝑑𝑥
𝑑𝑣
v = 𝑥 3 → 𝑑𝑥 = 3𝑥 2
𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
maka 𝑑𝑥 = + = 8𝑥 + 3𝑥 2
𝑑𝑥 𝑑𝑥

6. Diferensiasi perkalian fungsi


Jika y = uv, di mana u = g(x) dan v = h(x),
𝑑𝑦 𝑑𝑣 𝑑𝑣 𝑑𝑢
Maka 𝑑𝑥 = 𝑢 ± 𝑣 𝑑𝑥 ± 𝑣
𝑑𝑥 𝑑𝑥
2 3
Contoh : y = ( 4𝑥 )(𝑥 )
𝑑𝑦 𝑑𝑣 𝑑𝑢
=𝑢 ±𝑣
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥

(𝑥 2 )(3𝑥 2 ) + (𝑥 3 )(8𝑥) = 12𝑥 4 + 8𝑥 4 = 20𝑥 4


7. Diferensiasi pembagian fungsi
𝑢
Jika y = 𝑣 , di mana u = g(x) dan v = h(x)
𝑑𝑢 𝑑𝑣
𝑑𝑦 𝑣 −𝑢
𝑑𝑥 𝑑𝑥
Maka =
𝑑𝑥 𝑣2
4𝑥 2
Contoh : y =
𝑥3
𝑑𝑢 𝑑𝑣
𝑑𝑦 𝑣 −𝑢
𝑑𝑥 𝑑𝑥
=
𝑑𝑥 𝑣2
(𝑥3)(8𝑥) – (4𝑥2)(3𝑥2)
=
(𝑥 3 )2
8𝑥4 – 12𝑥4 −4
= = = -4x2
𝑥6 𝑥2
8. Diferensiasi Fungsi Berpangkat
Jika y = 𝑢𝑛 , di mana u = g(x),dengan kata lain y = f{g(x)}
𝑑𝑦 dy 𝑑𝑢
Maka = .
dx dx 𝑑𝑥
Contoh : y = (4x3+5)2 misalkan u = 4x3+5 sehingga y = u2
du/dx = 12x2 dy/du = 2u
dy 𝑑𝑦 𝑑𝑢
= .
dx 𝑑𝑥 𝑑𝑥
= 2u(12x2) = 2(4x3+5)(12x2) = 96x5+120x2
9. Diferensiasi Fungsi Berpangkat
Jika y = un, dimana u = g(x) dan n adalah konstanta, maka :

4
𝑑𝑦 𝑑𝑢
= nun-1.𝑑𝑥
𝑑𝑥

Contoh : y = (4x3+5)2 misalkan u = 4x3+5→du/dx = 12x2


𝑑𝑦 𝑑𝑢
= nun-1.𝑑𝑥
𝑑𝑥

= 2(4x3+5)(12x2) = 96x5+120x2
Kaidah ke-9 ini mirip dengan kaidah ke-8, danmemang merupakan
kasus khusus dari kaidah ke-8. Untuk kaidah ke-9 ini terdapat pula
sebuah kasus khusus; yakni jika u = f(x) = x, sehingga y = un = xn,
maka dy/dx = nun-1(yang tak lain adalah kaidah ke-2).

10. Diferensiasi Fungsi Logaritmik


dy 1
Jika y= alog 𝑥,makadx = 𝑥 In 𝑎
dy 1 1
Contoh : y = 5log 2, maka dx = 𝑥 In 𝑎 = 2In5

11. Diferensiasi Fungsi Komposit-Logaritmik


Jika y=alogu, dimana u = g(x), maka dy/dx = aloge/u.du/dx
Contoh: y = log (x-3/x+2)
Misalkan u = (x-3)/(x+2) > du/dx = (x+2) – (x-3)/(x+2)2 = 5/(x+2)2
dy/dx = aloge/u . du/dx
= log e
12. Diferensiasi Fungsi Komposit-Logaritmik-Berpangkat
Jika y = (alogu)n, dimana u = g(x) dan n adalah konstanta, maka :
dy/dx = dy/du . aloge/u.du/dx
Contoh: y = (log 5x2)3
Misalkan u = 5x2 > du/dy = 10x
dy/dx = 3(log 5x2)2

13. Diferensiasi Fungsi Logaritmik-Napier


Kaidah ini merupakan kasus khusus dari kaidah ke-10, yakni dalam
hallogaritma berbasis e.
ln x ≡ elogx dan ln e ≡ e log e = 1.
Jadi, jika y = ln x = e log x, maka dy/dx = 1/x ln e = 1/x.

5
Kaidah ke-14 dan ke-15 berikut ini masing-masing merupakan kasus
khusus dari kaidah ke-11 dan ke-12, untuk alasan yang sama.

14. Diferensiasi Fungsi Komposit-Logaritnik-Napier


Jika y = ln u, dimana u = g(x), maka dy/dx = 1/u . du/dx
𝑥−3
Contoh : y = In ( )
𝑥+2
𝑥−3 𝑑𝑢 (𝑥+2)−(𝑥−3) 5
Misalkanu = ( )→ . = =
𝑥+2 𝑑𝑥 (𝑥+2)2 (𝑥+2)2
dy 1 𝑑𝑢 𝑥+2 5 5
= . =( ). =
dx 𝑢 𝑑𝑥 𝑥−3 (𝑥+2)2 (𝑥 2 −𝑥−6)

15. Diferensiasi Fungsi Komposit-Logaritnik-Napier-Berpangkat


Jika y = (In u)n,dimanau= g(x)dannadalahkonstanta
dy 1 𝑑𝑢
Maka = .
dx 𝑢 𝑑𝑥
𝑑𝑢
Contoh : (In 5x2)3 Misalkan u = 5x2→ = 10 x
𝑑𝑥
dy 1 6
= 3 (In 5x2)25𝑥2 (10 x) = (In 5x2)2
dx 𝑥

16. Diferensiasi Fungsi Eksponensial


𝑑𝑦
Jika 𝑦 = 𝑎ˣ, di mana a adalah konstanta, maka 𝑑𝑥 = 𝑎ˣ ln 𝑎
𝑑𝑦
Contoh : 𝑦 = 5ˣ, = 𝑎ˣ ln 𝑎 = 5ˣ ln 5
𝑑𝑥
𝑑𝑦
Dalam hal 𝑦 = 𝑒ˣ, maka 𝑑𝑥 = 𝑒ˣ juga, sebab ln 𝑒 = 1.

17. Diferensiasi Fungsi Komposiit-Eksponensial


𝑑𝑦 𝑑𝑢
Jika 𝑦 = 𝑎ᵁ, di mana 𝑢 = 𝑔(𝑥), maka 𝑑𝑥 = 𝑎ᵁ ln 𝑎 𝑑𝑥
3ˣ²−4
Contoh : 𝑦 = 9
𝑑𝑢
Misalkan 𝑢 = 3𝑥² − 4 → 𝑑𝑥 = 6𝑥
𝑑𝑦 𝑑𝑢
𝑑𝑥
= 𝑎ᵁ ln 𝑎 𝑑𝑥
3𝑥 2 −4
=9 (ln 9)(6𝑥)

6
2 −4
= (6𝑥)93𝑥 ln 9
𝑑𝑦 𝑑𝑢
Kasus khusus : dalam hal 𝑦 = 𝑒ᵁ, maka = 𝑒ᵁ
𝑑𝑥 𝑑𝑥
Kaidah ke-16 sebelumnya sesungguhnya juga merupakan kasus khusus
dari kaidah
Kasus ke-17 ini, yakni dalam hal 𝑢 = 𝑔(𝑥) = 𝑥.

18. Diferensiasi Fungsi Kompleks

Jika 𝑦 = 𝑢𝑣 , di mana 𝑢 = 𝑔(𝑥) dan 𝑣 = ℎ(𝑥),

𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
Maka 𝑑𝑥 = 𝑣𝑢𝑣−1 ∙ 𝑑𝑥 + 𝑢𝑣 ∙ ln 𝑢 ∙ 𝑑𝑥

Penentuan 𝑑𝑦⁄𝑑𝑥 dari 𝑦 = 𝑢𝑣 ini dapat pula dilakukan dengan jalan


melogaritmakan fungsi atau persamaannya, kemudian
mendiferensiasikan masing-masing ruasnya.Perhatikan:

𝑦 = 𝑢𝑣

ln 𝑦 = 𝑣 ln 𝑢

1 𝑑𝑦 1 𝑑𝑢 𝑑𝑣
=𝑣 + ln 𝑢
𝑦 𝑑𝑥 𝑢 𝑑𝑥 𝑑𝑥

𝑑𝑦 1 𝑑𝑢 𝑑𝑣
= (𝑣 𝑢 + ln 𝑢 ) 𝑢𝑣 mengingat 𝑦 = 𝑢𝑣
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥

𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
= 𝑣𝑢𝑣−1 ∙ + 𝑢𝑣 ∙ ln 𝑢 ∙
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥

Berbagai fungsi aljabar yang kompleks bisa lebih mudah dideferensiasikan


dengan langkah-langkah seperti di atas.

Contoh :

1) 𝑦 = 4𝑥ˣ³
Misalkan 𝑢 = 4𝑥 → 𝑑𝑢⁄𝑑𝑥 = 4
𝑣 = 𝑥³ → 𝑑𝑣⁄𝑑𝑥 = 3𝑥²
𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
= 𝑣𝑢𝑣−1 ∙ 𝑑𝑥 + 𝑢𝑣 ∙ ln 𝑢 ∙
𝑑𝑥 𝑑𝑥

7
3 −1 3
= (𝑥 3 )4𝑥 𝑥 (4) + 4𝑥 𝑥 ln 4𝑥(3𝑥 2 )

= 16𝑥 𝑥³+2 + 12𝑥 𝑥³+2 ln 4𝑥


= 4𝑥 𝑥³+2 (4 + 3 ln 4𝑥)

2 +1)³
2) 𝑦 = 𝑥 (𝑥
Misalkan 𝑢 = 𝑥 → 𝑑𝑢⁄𝑑𝑥 = 1
𝑣 = (𝑥 2 + 1)3 → 𝑑𝑣⁄𝑑𝑥 = 6𝑥(𝑥 2 + 1)²
𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
= 𝑣𝑢𝑣−1 ∙ 𝑑𝑥 + 𝑢𝑣 ln 𝑢 ∙
𝑑𝑥 𝑑𝑥
2 +1)3 −1 2 +1)3
= (𝑥 2 + 1)3 𝑥 (𝑥 (1) + 𝑥 (𝑥 ln 𝑥 {6𝑥(𝑥 2 + 1)2 }
2 +1)3 −1 2 +1)3 +1
= (𝑥 2 + 1)³𝑥 (𝑥 + 6𝑥 (𝑥 (𝑥 2 + 1)2 ln 𝑥
3
(𝑥2 +1) +1
= (𝑥 2 + 1)2𝑥 {(𝑥 2 + 1)𝑥 −2 + 6 ln 𝑥}
3) 𝑦 = 𝑥 𝑒²ˣ
Misalkan 𝑢 = 𝑥 → 𝑑𝑢⁄𝑑𝑥 = 1
𝑣 = 𝑒 2𝑥 → 𝑑𝑣⁄𝑑𝑥 = 2𝑒 2𝑥
𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑦
= 𝑣𝑢𝑣−1 𝑑𝑥 + 𝑢𝑣 ln 𝑢
𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝑒 2 ˣ−1 𝑒2ˣ
= 𝑒 2𝑥 𝑥 (1) + 𝑥 ln 𝑥 (2 𝑒 2 ˣ)
= 𝑥 𝑒²ˣ−1 𝑒²ˣ(1 + 2𝑥 ln 𝑥)

19. Diferensiasi Fungsi Balikan


Jika y=f(x) dan x = g(x) adalah fungsi-fungsi yang saling berbalikan
𝑑𝑦 1
(inverse functions), maka = 𝑑𝑥/𝑑𝑥
𝑑𝑥

Contoh :
𝑑𝑦 1 1
1. x = 5y + 0,4y4 → = = 5 + 2y3
𝑑𝑥 𝑑𝑥/𝑑𝑥
𝑑𝑦
= 5 + 2y3
𝑑𝑥

20. Diferensiasi Implisit


Jika f(x,y) = 0 merupakan fungsi implisit sejati (tidak mungkin
dieksplisitkan), dy/dx dapat diperoleh dengan mendiferensiasikannya
suku demi suku, dengan menganggap y sebagai fungsi dari x.

8
Contoh:

1) 4xy2 – x2 + 2y = 0, tentukan dy/dx!


8xy dy/dx + 4y2 – 2x + 2 dy/dx = 0
(8xy + 2) dy/dx = 2x – ay2
dy/dx = 2x – 4y2/ 8xy+2 = x-2y2/ 4xy + 1
Dalam contoh ini 4xy2 diperlakukan sebagai perkalian dua buah
fungsi x, kemudian dideferensiasikan dengan menggunakan kaidah
perkalian fungsi kaidah perkalian fungsi (kaidah ke-6). Jadi, u = 4x
dan v = y2, diperoleh du/dx = 4 dan +4y2. Adapun dy/dx dari –x2 ialah
-2x, sedangkan dy/dx dari 2y ialah 2(dy/dx).

2) x2y – ex – ey – 5, tentukan dy/dx!


x2 dy/dx + 2xy – ex – ey – dy/dx = 0
(x2 – ey) dy/dx = ex – 2xy
dy/dx = ex – 2xy/ x2 - ey
Selain keduapuluh kaidah yang diuraikan diatas,masih terdapat
beberapa kaidah lagi yang tidak dibahas di dalam buku ini,yaitu
kaidah-kaidah diferensiasi untuk fungsi trigonometrik dan fungsi
hiperbolik.

2.3Hubungan Antara Fungsi dan Derivatifnya

Berdasarkan kaidah diferensiasi, dapat disimpulkan bahwa turunan dari


suatu fungsi berderajat “n” adalah sebuah fungsi berderajat “n-1” . Dengan
perkataan lain, turunan dari suatu fungsi berderajat 3 adalah sebuah fungsi
berderajat 2; turunan dari fungsi berderajat 2 adalah sebuah fungsi berderajat 1;
turunan dari fungsi berderajat 1 adalah sebuah fungsi berderajat 0 alias sebuah
konstanta; dan akhirnya, turunan dari sebuah konstanta adalah 0.

Contoh:

𝑦 = 𝑓(𝑥) = 1⁄3 𝑥³ − 4𝑥² + 12𝑥 − 5 (fungsi kubik)

9
𝑑𝑦
𝑦= = 𝑥² − 8𝑥 + 12 (fungsi kuadrat)
𝑑𝑥

𝑑²𝑦
𝑦= = 2𝑥 − 8 ( fungsi linear)
𝑑𝑥²

𝑑³𝑦
𝑦= = 2 (konstanta)
𝑑𝑥³

(Perhatikan pengurangan derajat fungsi pada masing-masing turunannya).

2.3.1 Fungsi Menaik dan Fungsi Menurun

Derivatif pertama dari sebuah fungsi non-linear dapat digunakan untuk


menentukan apakah kurva dari fungsi yang bersangkutan menaik ataukah
menurun pada kedudukan tertentu.Dalam kasus khusus, derivatif pertama dapat
pula menunjukkan titik ekstrim sebuah fungsi non-linear.

Jika derivatif pertama 𝑓ʹ(𝑎) > 0 (lereng kurvanya positif pada 𝑥 = 𝑎),
maka 𝑦 = 𝑓(𝑥) merupakan fungsi menaik manakala x bertambah sesudah 𝑥 = 𝑎.
Sedangkan jika derivatif pertama 𝑓ʹ(𝑎) < 0( lereng kurvanya negatif pada 𝑥 = 𝑎),
maka 𝑦 = 𝑓(𝑥) merupakan fungsi menurun pada kedudukan 𝑥 = 𝑎; yakni 𝑦 =
𝑓(𝑥) menurun manakala 𝑥 bertambah sesudah 𝑥 = 𝑎.

Uji Tanda. Apabila derivatif pertama 𝑓ʹ(𝑥) = 0, berarti 𝑦 = 𝑓(𝑥) berada di titik
ekstrimnya. Guna menentukan apakah titik ekstrim tersebut merupakan titik
maksimum ataukah titik minimum, perlu dilakukan uji tanda terhadap 𝑓ʹ(𝑎) = 0.
jika 𝑓ʹ(𝑥) > 0 untuk 𝑥 < 𝑎 dan 𝑓ʹ(𝑥) < 0 untuk 𝑥 > 𝑎, maka titik ekstrimnya

10
adalah titik maksimum. Sedangkan jika 𝑓ʹ(𝑥) < 0 untuk 𝑥 < 𝑎 dan 𝑓ʹ(𝑥) > 0
untuk 𝑥 > 𝑎, maka titik ekstrimnya adalah titik minimum.

Contoh:

1
Tentukan apakah 𝑦 = 𝑓(𝑥) = 3 𝑥³ − 4𝑥² + 12𝑥 − 5 merupakan fungsi

menaika ataukah fungsi menurun pada 𝑥 = 5 dan 𝑥 = 7.selidiki pula untuk 𝑥 = 6.

𝑓ʹ(𝑥) = 𝑥² − 8𝑥 + 12

 𝑓ʹ(5) = 5² − 8(5) + 12 = −3 < 0,berarti 𝑦 = 𝑓(𝑥) menurun pada 𝑥 = 5.


 𝑓ʹ(7) = 7² − 8(7) + 12 = 5 > 0, berarti 𝑦 = 𝑓(𝑥) menaik pada 𝑥 = 7
 𝑓ʹ(6) = 6² − 8(6) + 12 = 0, berarti 𝑦 = 𝑓(𝑥) berada di titik ekstrim
pada 𝑥 = 6; karena 𝑓ʹ(𝑥) < 0 untuk 𝑥 < 6 dan 𝑓ʹ(𝑥) > 0 untuk 𝑥 > 6,
titik ekstrim pada 𝑥 = 6 ini adalah titik minimum.

[Apabila diselidiki lebih lanjut, sesungguhnya 𝑓ʹ(𝑥) < 0 hanya berlaku untuk
interval 2 < 𝑥 < 6. pada kedudukan 𝑥 = 2, 𝑦 = 𝑓(𝑥) berada di titik ekstrim yang
lain, yaitu titik maksimum.]

2.3.2 Titik Ekstrim Fungsi Parabolik

Dalam hal 𝑦 = 𝑓(𝑥) adalah sebuah fungsi parabolik, derivatif pertama


berguna untuk menetukan letak titik ekstrimnya, sedangkan derivatif kedua
bermanfaat guna mengetahui jenis titik ekstrim yang bersangkutan.

Penentuan titik ekstrim suatu fungsi parabolik dapat dilakukan dengan


pendekatan diferensial.Absis dari titik ekstrim fungsi parabolik 𝑦 = 𝑓(𝑥) adalah x
pada 𝑦ʹ = 0, sedangkan ordinatnya adalah y untuk x pada 𝑦ʹ = 0.Kemudian untuk
mengetahui apakah titik ekstrimnya berupa titik maksimum ataukah titik
minimum, dengan kata lain untuk mengetahui apakah parabolanya terbuka ke
bawah ataukah terbuka ke atas, dapat disidik melalui turunan kedua dari fungsi
paraboliknya yaitu 𝑦ʹʹ. Apabila 𝑦ʹʹ < 0, bentuk parabolanya terbuka ke bawah,
titik ekstrimnya adalah titik maksimum. Sebaliknya jika 𝑦ʹʹ > 0, bentuk
parabolanya terbuka ke atas, titik ekstrimnya adalah minimum. Jadi, ringkasnya:

11
 Parabola 𝑦 = 𝑓(𝑥) mencapai titik ekstrim pada yʹ = 0
 Jika ʹʹ < 0 : bentuk parabolanya terbuka ke bawah, titik ekstrimnya
adalah titik maksimum.
 Jika ʹʹ > 0 : bentuk parabolanya terbuka ke atas, titik ekstrimnya
adalah titik minimum.

Contoh:

1. Andaikan 𝑦 = −𝑥² + 6𝑥 − 2
Maka 𝑦ʹ = −2𝑥 + 6
𝑦ʹʹ = −2 < 0
Karena 𝑦ʹʹ < 0 maka bentuk parabolanya terbuka ke bawah, titik
ekstrimnya adalah titik maksimum.
Koordinat titik maksimum:
Syarat y maksimum : 𝑦ʹ = 0 → −2𝑥 + 6 = 0, 𝑥 = 3
Untuk 𝑥 = 3 → 𝑦 = −(3)² + 6(3) − 2 = 7
∴ (3,7)

2. Andaikan 𝑦 = 𝑥² − 4𝑥 + 8
Maka 𝑦ʹ = 2𝑥 − 4
𝑦ʹʹ = 2 > 0
Karena 𝑦ʹʹ > 0 maka bentuk parabolanya terbuka ke atas, titik ekstrimnya
adalah titik minimum.
Koordinat titik minimum:
Syarat y minimum: 𝑦ʹ = 0 → 2𝑥 − 4 = 0, 𝑥 = 2

12
Untuk 𝑥 = 2 → 𝑦 = 22 − 4(2) + 8 = 4
∴ (2,4)

2.3.3 Titik Ekstrim dan Titik Belok Fungsi Kubik

Titik maksimum dan titik minimum suati fungsi kubik (jika ada), serta titik
beloknya, dapat dicari melalui penelusuran terhadap derivative pertama dan
derivative keduadari fungsinya. Derifatif pertama berguna untuk menentukan
letak titik(-titik) ekstrimnya, sedangkan derifatif kedua bermanfaat guna
mengetahui jenis titik(-titik) ekstrim yang bersangkutan dan menentukan letak
titik beloknya. Perhatikan fungsi kubik berikut dan turunan-turunannya, serta
hubungan mereka secara grafik.

Y = ⅓x3 – 3x2 + 8x – 3 ……………………………………….. fungsi kubik

Y’ = x2 – 6x + 8 ………………………………………………… fungsi kuadrat


parabolic

Y” = 2x – 6 ……………………………………………………… fungsi linear

Jika y’ = 0, maka x2 – 6x + 8 = 0, (x-2)(x-4) = 0 > x1 = 2, x2 = 4

Untuk x = x1 = 2

 Y = ⅓(2)3 – 3(2)2 + 8(2) – 3 = 3,67


[fungsi kubik y=f(x) berada di titik ekstrim maksimum]
 Y’’ = 2(2) – 6 = -2 < 0 [derivative kedua negative]

13
Untuk x = x2 = 4

 Y = ⅓(4)3 – 3(4)2 + 8(4) – 3 = 2,33

[fungsi kubik y = f(x) berada di titik ekstrim minimum]

 Y’’ = 2(4) – 6 = 2 > 0 [derivative kedua positif]

Jika y’’ = 0, 2x – 6 = 0 > x = 3

 Y = ⅓(3)3 – 3(3)2 + 8(3)- 3 = 3


[fungsi kubik y = f(x) berada di titik belok]
 Y’ = 32 – 6(3) + 8 = -1
[derivative pertama berada di titik ekstrim, dlam hal ini titik minimum]

Jadi, fungsi kubik y = ⅓x3 – 3x2 + 8x – 3 berada di:

Titik maksimum pada koordinat (2; 3,67)

Titik belok pada koordinat (3; 3)

Titik minimum pada koordinat (4; 2,33)

14
Perhatikan gambar diatas. Fungsi kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim
maksimum ketika derivative pertamanya y’ = f’(x) = 0 dan derivative keduanya
y’’ = f’’(x) < 0, mencapai titik ekstrim minimum ketika y’ = f’(x) = 0 dan y’’ =
f’’(x) > 0, serta berada di titik belok y’’ = f’’(x) = 0. Secara umum, meskipun
tidak semua fungsi kubik mempunyai titik ekstrim, dapat disimpulkan bahwa:

 Fungsi Kubik y = f(x) mencapai titik ekstrim pada y’ = 0


 Jika y” < 0 pada y’ = 0, maka titik ekstrimnya adalah titik maksimum
 Jika y” > 0 pada y’ = 0, maka titik ekstrimnya adalah titik minimum
 Fungsi kubik y = f(x) berada di titik belok pada y” = 0

2.4 Penerapan Ekonomi


2.4.1 Elastisitas

Elastisitas dari suatu fungsi y = f(x) berkenaan dengan x dapat


didefinisikan sebagai :

𝐸𝑦 ∆𝑦⁄𝑦 𝑑𝑦 𝑥
Ƞ = 𝐸𝑥 = lim = .𝑦
∆𝑥→0 ∆𝑥⁄𝑥 𝑑𝑥

Ini berarti bahwa elastisitas y = f(x) merupakan limit dari rasio antara
perubahan relatif dalam y terhadap perubahan relatif dalam x, untuk perubahan x
yang sangat kecil atau mendekati nol. Dengan terminologi lain, elastisitas y
terhadap x dapat juga dikatakan sebagai rasio antara persentase.

(a) Elastisitas Permintaan


Elasisitas permintaan (istilahnya yang lengkap : elastisitas harga
permintaan, price elasticity of demand) ialah suatu koefisien yang
menjelaskan besarnya perubahan jumlah barang yang diminta akibat
adanya perubahan harga. Jadi, merupakan rasio antara persentase
perubahan jumlah barang yang diminta terhadap persentase perubahan
harga. Jika fungsi permintaan dinyatakan dengan Qd = f(P), maka
elastisitas permintaannya :

%∆𝑄𝑑 𝐸𝑄𝑑 (∆𝑄𝑑⁄𝑄𝑑) 𝑑𝑄𝑑 𝑃


Ƞd = = = lim = . 𝑄𝑑
%∆𝑃 𝐸𝑃 ∆𝑃∆→0 (∆𝑃⁄𝑃) 𝑑𝑃

15
dimana dQd/d tak lain adalah Q’d atau f‘(P)

Permintaan akan suatu barang dikatakan bersifat elastic apabila |Ƞd| < 1.
Barang yang permintaannya elastis mengisyaratkan bahwa jika harga barang
tersebut beubah sebesar persentase tertentu, maka permintaan terhadapnya akan
berubah (Secara berlawanan arah) dengan persentase yang lebih besar daripada
persentase perubahan harganya.

(b) Elastisitas Penawaran


Elastisitas penawaran (istilahnya yang lengkap : elastisitas harga
penawaran, price elasticity of supply) ialah suatu koefisien yang
menjelaskan besarnya perubahan jumlah barang yang ditawarkan
berkenaan adanya perubahan harga. Jadi, merupakan rasio antara
persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan terhadap
persentase perubahan harga. Jika fungsi penawaran dinyatakan dengan
Qs = f(P), maka elastisitas penawarannya :

%∆𝑄𝑠 𝐸𝑄𝑠 (∆𝑄𝑠⁄𝑄𝑠) 𝑑𝑄𝑑 𝑃


Ƞs = = = lim = . 𝑄𝑠
%∆𝑃 𝐸𝑃 ∆𝑃→0 (∆𝑃 ⁄𝑃) 𝑑𝑃

Penawaran suatu barang dikatakan bersifat elastic apabila Ƞs > 1,


elastic uniter jika Ƞs = 1 dan inelastic bila Ƞs < 1. Barang yang
penawarannya inelastic mengisyaratkan bahwa jika harga barang
tersebut berubah sebesar persentase tertentu, maka penawarannya
berubah (secara searah) dengan persentase yang lebih kecil daripada
persentase perubahan harganya.

(c) Elastisitas Produksi


Elastisitas produksi ialah suatu koefisien yang menjelaskan
besarnya perubahan jumlah keluaran (output) yang dihasilkan
akibat adanya perubahan jumlah masukan (input) yang digunakan.
Jadi, merupakan rasio antara persentase perubahan jumlah keluaran
terhadap persentase perubahan jumlah masukan. Jika P

16
melambangkan jumlah produk yang dihasilkan sedangkan X
melambangkan jumlah faktor produksi yang digunakan, dan fungsi
produksi dinyatakan dengan P = f(X), maka elastisitas
produksinya :
%∆𝑃 𝐸𝑃 (∆𝑃⁄𝑃) 𝑑𝑃 𝑋
Ƞp = %∆𝑋 = 𝐸𝑋 = lim = 𝑑𝑋. 𝑃
∆𝑋→0 (∆𝑋⁄𝑋)

Dimana dP/dX adalah produk marjinal dari X [ P’ atau f’(X) ].

2.4.2 Biaya Marjinal

Biaya marjinal (marginal cost, MC) ialah biaya tambahan yang


dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit tambahan produk. Secara matematik,
fungsi biaya marginal merupakan derivative pertama dari fungsi biaya total. Jika
fungsi biaya total dinyatakan dengan C = f(Q) dimana C adalah biaya total dan Q
melambangkan jumlah produk, maka biaya marjinalnya :

𝑑𝐶
MC = C’ = 𝑑𝑄

Kasus 1

Biaya total : C = f(Q) = Q3-3Q2+4Q+4

Biaya marjinal : MC = C’ = dC/dQ = 3Q2-6Q+4

Pada umumnya fungsi biaya total yang non-linier berbentuk fungsi kubik,
sehingga fungsi biaya marjinalnya berbentuk fungsi kuadrat. Dalam hal demikian,
seperti ditunjukan oleh kasus 46 ini, kurva biaya marjinal (MC) selalu mencapai
minimumnya tepat pada saat kurva biaya total © berada pada posisi titik
beloknya.

C = Q3-3Q2+4Q+4

MC = C’ = 3Q2-6Q+4

17
(MC) = C” = 6Q-6

MC minimum jika (MC)’ = 0

(MC)’ = 0 → 6Q -6 = 0 → Q = 1

Pada Q = 1 → MC = 3(1)2-6(1)+4 = 1

C=12-3(1)2+4(1)+4 = 6

C, MC C

MC

0 1

2.4.3 Penerimaan Marjinal (MR)

Adalah penerimaan tambahan yang diperoleh berkenaan bertambahnya


satu unit keluaran yang diproduksi atau terjual. Secara matematik fungsi
penerimaan marginal merupakan turunan pertama dari fungsi penerimaan total.
Jika fungsi penerimaan total dinyatakan dengan R = f(Q) dimana R adalah
penerimaan total dan Q melambangkan jumlah keluaran , maka penerimaan
marginalnya :

18
MR = R’ = dR/dQ

Contoh :

Andaikan fungsi permintaan akan suatu barang tunjukkan oleh P = 16 – 2Q ,


maka P , R , MR

Penerimaan total :

R = P*Q = f(Q) = 16Q – 2Q2

Penerimaan marginal :

MR = R = 16 – 4Q

Pada MR = 0 , Q = 4

P = 16 – 2(4) = 8

R= 16(4) – 2(4)2 = 32

19
2.4.4 Utilitas Marginal

Adalah utilitas tambahan yang diperoleh konsumen berkenaan


bertambahnya satu unit barang yang dikonsumsinya. Secara matematik fungsi
utilitas marginal merupakan turunan pertama dari fungsi total. Jika fungsi utilitas
total dinyatakan degan U = f(Q) dimana U adalah utilitas total dan Q
melambangkan jumlah barang yang dikomsumsi, maka utilitas marginalnya :

MU = U’ = dU/dQ

Contoh :

U = f(Q) = 90Q – 5Q2 U.maks = 90(9) – 5(9)2

MU = U’ = 90 – 10Q = 810 - 405

U maksimum pada MU = 0 = 405

MU = 0 ; Q = 9

20
2.4.5 Produk Marjinal

Produk Marjinal (MP) adalah produk tambahan yang dihasilkan dari satu
unit tambahan factor produksi yang digunakan.Jika diuraikan secara
matematik,MP adalah derivative pertama dari fungsi produk total.

Jika P= F(X) Fungsi produk total


𝑑𝑝
Maka MP= P’=𝑑𝑥

Pada umumnya bentuk fungsi produk total adalah bentuk kubik (pangkat
3),maka MP-nya berupa fungsi produk marjinal dengan bentuk kuadrat (pangkat
2).Kurva dari MP selalu mencapai nilai ekstrimnya,dalam hal ini nilai
maksimum,tepat saat kurva produk total (P) berada pada posisi titik beloknya,hal
ini sesuai dengan hukum tambahan hasil yang semakin berkurang (the law of the
diminishing return.Produk totala (P ) mencapai puncaknya ketika produk
marjinalnya (MP) adalah nol.Setelah keadaan puncak,produk total akan menurun
bersamaan dengan produk marjinal yang bernilai negatif (menunjukkan bahwa
penambahan penggunaan pemasukan akan mengurangi jumlah produk total).

Misalnya

21
Fungsi produksi total adalah P=(fx)= 9 𝑥 2 – 𝑥 3 Maka,produk marjinalnya
adalah MP=P’= 18𝑥 -3𝑥 2 .

P maksium pada P’= 0,yakni pada X=6,dengan Pmaksium = 108.P berada di titik
belok dan MP maksimum pada P”=(MP)’ = 0,yakni pada X=3.

2.4.6Analisis keuntungan maksimum

Keuntungan maksimum atau kereugian maksimum,dapat disidik dengan


pendekatan diferensiasi pula.Karena penerimaan total (R) maupun biaya total (C)
merupakan fungsi dari keluaran jumlah yang duhasilkan atau terjual (Q),Dengan
konsep ini kita dapat menentukan fungsi baru yaitu fungsi keuntungan (π) dengan
cara menetapkan derivative pertamanya sama dengan nol.

R = r(Q) π = R – C ≡ r(Q) – c(Q) = f(Q),

𝑑𝜋
π optimum jika π′ ≡ f’(Q) ≡ 𝑑𝑄

C = c(Q)

Karena pada saat π optimum= π′= R’(Q) – C’(Q) = MR =MC,maka pada π


optimum :

π′ = 0 → MR − MC = 0 → MR = MC

Jika diuraikan secara grafik,kedudukan π′ = 0 atau MR = MC pada kurva adalah


perpotongan antara kurva MR dan MC.Hal ini sekaligus mencerminkan jarak
terlebar antara kurva R dan C.

Akan tetapi syarat MR = MC tidak cukup jika hanya digunakan untuk


menentukan keutungan maksimum,sebab jarak terlebar yang dicerminkan
mungkin dapat berupa “R-C” bernilai positif (keuntungan) atau merupakan “R-C”
bernilai negate (kerugian).Untuk menentukan apakah π′ = 0 atau MR = MC

22
mencerminkan keutungan atau kerugian dapat diuji dengan derivative kedua dari
fungsi π atau π"=0.

Π = R –C = f(Q)

Π optimum jika π′ = 0 atau MR = MC

Jika π”< 0 → Π maksimum ≡ Keuntungan maksimum

Jika π”> 0 → Π minimum ≡ kerugian maksimum

Misalnya:

Pada kurva diatas tampak dua keadaan π′ = 0 atau MR = MC,yakni pada


keadaan tingkat produksi Q1 dan Q3.Pada tingkat jarak terlebar antara kurva R dan
C menunujukkan kurva negatif terbesar.Hal ini berarti berada dalam keadaan
kerugian maksimum (π”> 0) yang mencapai mimimumnya di titik G.Sedangkan
untuk tingkat produksi Q3,jarak terlebar antara kurva R dan C menunjukkan
selisih positif terbesar.Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keuntungan
maksimum,sebagaimana tercermin dalam kurva π yang mencapai maksimumnya
di titik H.

Kasus:

Andaikan R = r(Q) = -2Q2 +1000Q

23
C= c(Q) = Q3-59Q2-315Q-2000

Maka π = R – C = -Q3 + 57Q2 – 315Q – 2000, π′ = -3Q2 +114Q -315

Agar kentungan maksimum:

 π′ = 0

-3Q2 +114Q -315 = 0

-Q2 + 38Q – 105 = 0

(-Q +3)(Q-35) = 0,Diperoleh Q1 =3 dan Q2 =35

 π" = -6Q +114

Jika Q =3,maka π"=96 > 0

Jika Q =35,maka π"=-96 < 0

Karena π"= < 0 pada tingkat produksi Q= 35,Maka tingkat produKsi yang
menghasilkan keuntungan maksimum adalah Q= 35,sedangkan tingkat produksi Q
= 3 akan berdampak kerugian maksimum.

Keuntungan Maksimum: 𝛑 = −(𝟑𝟓)3 + 57(35)2 - 315(35) – 2000 = 13.925

2.4.7 Penerimaan Pajak Maksimum

Sebelumnya Diketahui persamaan P = a + bQ, dan pemerintah


mengenakan pajak spesifik sebesar t atas setiap unit barang yang dijual, maka
penawaran sesudah pajak :
t = P – a – Bq
apabila fungsi permintaan barang dicerminkan oleh P = c – dQ
maka menjadi : t = c – dQ –a –bQ = (c – a) – (d + b ) Q

Pajak total yang diterima pemerintah adalah besarnya pajak per unit dikalikan
jumlah barang yang terjual dipasar (jumlah keseimbangam ) sesudah pengenaan
pajak tersebut.
T= t.Q = (c-a ) Q – (d + b ) Q2

24
Berdasarkan bentuk persamaan terakhir yang kuadra-parabolik ii, kita
dapat menentukan pada tingkat keterjualan berapa unit barang Q pemerintah akan
memperoleh penerimaan maksimum dari rencana pajak-spesifik yang akan
dikenakannya.

Pajak total yang diterima pemerintah : T = t(Q) = (c –a )Q – (d+b)Q2


T maksimum jika T’ = 0, yakni pada Q = (c – a )/2(d + b)

P = 3 + 0,5 Q
P = 9 + 0,5 Q
T = 12 Q – 1,5 Q

2.4.8 Efek Pemajakan bagi Penunggal


Selain pendapatan Negara pajak berfungsi pula sebgaia instrument
kendali atas keuntungan “berlebihan” yang dapat dikeduk oleh penunggal
atau monopolis. Pengenaan pajak sebesar t per unit barang yang
diproduksi atau yang dijual oleh penunggal akan mengakibatkan biaya
rata-rata sebesar t , dan biaya total meningkat sebesar tQ. Akibatnya bukan

25
saja harga menjadi mahal tetapi juga keuntungan penunggal menjadi
berkurang.
Penerimaan total : R=r(Q) Keuntungan :  = R- C
Biaya total : C = c(Q)  = r(Q) – c(Q)

Biaya total sesudah pengenaan pajak : C = c(Q) + t Q


Keuntungan sesudah pengenaan pajak :  = r(Q) – c(Q) – tQ
Pajak per unit : t
Pajak total : T = t.Q = f(t, Q)

2.4.9 Model Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan baik persediaan bahan mentah maupun


persediaan barang jadi yang bertujuan meminimumkan biaya total persediaan.
Persediaan bahan mentah yang berlebihan akan menimbulkan biaya penyimpanan
ekstra, demikian pula persediaan barang jadi yang berlebihan. Di lain pihak,
kekurangan persediaan bahan mentah atau bahan baku akan mengganggu
kelancaran produksi. Sedangkan kekurangan persediaan barang jadi dapat
menyebabkan perusahaan kehilangan pasar.

Secara umum, biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan persediaan terdiri


atas: (1) biaya pengadaan atau pemesanan (setup cost, ordering cost), (2) biaya
penyimpanan (holding cost, carrying cost, storing cost), dan (3) biaya
kesenjangan (shortage cost). Biaya yang terakhir ini timbul apabila terjadi
kekurangan atau kesenjangan persediaan, sehingga produksi atau pemasaran lebih
lanjut tertunda.

Ada beberapa macam model pengendalian persediaan, tergantung pada


pola kedatangan bahan atau pengiriman barangnya. Dalam buku ini hanya akan
dibahas salah satu diantaranya, yakni model persediaan dengan kedatangan
berkala (batch arrival model). [Pembahasan model-model pengendalian
persediaan secara lengkap biasanya diberikan dalam matakuliah “operations
research”.] Dalam membahas dan menerapkan model ini dianggap bahwa
kebutuhan atau permintaan akan barang yang dipesan diketahui jumlahnya dan

26
seragam. Kemudian biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit dianggap
tidak tergantung pada jumlah barang. Selanjutnya dianggap pula bahwa tidak
pernah terjadi kekurangan persediaan, sehingga tidak ada biaya kesenjangan yang
harus dikeluarkan.

Kebutuhan barang per periode (D) dibagi pemesanannya menjadi beberapa


kali pesanan, dengan jumlah yang sama untuk setiap sub-periode kedatangan (Q)
agar biaya total persediaan (C) dapat ditekan menjadi serendah mungkin.
Persoalan yang hendak diselesaikan ialah beberapa unit barang harus dipesan
setiap kali (Q) agar biaya total persediaan (C) minimum, dengan perkataan lain
berapa jumlah pesanan yang optimal. Untuk dapat menyelesaikan masalah ini,
harus tersedia data mengenai kebutuhan atau permintaan akan barang per periode
(D), biaya pemesanan untuk setiap kali pesan (C1), dan biaya penyimpanan per
unit barang per periode (C2).

Dalam setiap periode terdapat D/Q kali kedatangan pesanan (misalnya 3


angkatan /kedatangan); biaya total pemesanan adalah (D/Q)C1. Rata-rata
sepanjang periode terdapat Q/2 persediaan, sehingga biaya penyimpanan per
periode adalah (Q/2)C2. Dengan demikian biaya total persediaan per periode
adalah:

C = C1 D/ Q + C2 Q/2

Biaya total persediaan ini akan minimum jika dC/dQ = 0 dan d2C/ dQ2 > 0.

dC/dQ = -C1D/Q2 + C2/2 d2C/dQ2 = 2C1D/Q3 > 0

Jika dC/dQ = 0, maka Q2 = (2C1D)/C2 → Q = √(2C1D)/C2

Jadi, jumlah pesanan optimal (economic order quantity) ialah: Q = √2C1D/C2

Kasus 1

Berdasarkan pengalamannya, seorang kontraktor kecil membutuhkan 100


karung pasir setiap bulan. Biaya pengadaan/ pemesanan Rp 1.250,00 setiap kali
pesan, sedangkan biaya penyimpanan Rp 100,00 per karung per minggu. Jika ia
menginginkan biaya total persediaannya minimum, dengan cara membagi

27
kebutuhan 100 karung pasir per bulan atas beberapa kali kedatangan dengan
jumlah sama, berapa jumlah pesanan yang optimal?

D = 100

C1 = 1250

C2 = 400

Q = √(2C1D)/C2

Q = √(2) (1250) (100)/ 400

Q = √250.000/ 400

Q = 25

Jadi, jumlah pesanan yang optimal adalah 25 karung pasir setiap kali
pesan. Berarti kebutuhan per bulan dibaginya menjadi D/Q = 100/25 = 4 kali
kedatangan (4 angkatan); dengan perkataan lain pesanan untuk kebutuhan
bulanan dilakukan secara mingguan. Biaya total persediaannya per bulan adalah:

C = C2Q/ 2 + C1D/2

C = (400)(25)/ 2 + (1250)(100)/ 25

C = 10.000 rupiah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dumairy.1983.Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi.BPFE,Yogyakarta

29

Anda mungkin juga menyukai