Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL PENELITIAN

Pemberian Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Terhadap Peningkatan


Fungsi Kognitif Klien Gangguan Jiwa

Marisca Agustina
Dosen Tetap Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
Email : marisca_duff@yahoo.com

Abstrak

Terapi elektro konvulsif merupakan suatu jenis pengobatan somatik di mana arus listrik digunakan pada otak
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis.. Tidak ada penilaian atau evaluasi mengenai pengaruh
pemberian ECT terhadap peningkatan fungsi kognitif klien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta. Penelitian bertujuan mengetahui gambaran mengenai pengaruh pemberian ECT terhadap
peningkatan fungsi kognitif klien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.Penelitian
ini menggunakan desain quasi eksperimen pre-post intervensi tanpa kelompok control.Sampel pada penelitian
ini digunakan sebanyak 32 responden.Analisis yang dilakukan menggunakan distribusi frekuensi dan uji t
dependent.Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh ECT terhadap fungsi kognitif klien gangguan jiwa.Hasil
penelitian diharapkan menjadi masukan yang baik untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya ditujukan
untuk mempertahankan orientasi realita sesuai kapabilitasnya, dapat berkomunikasi dengan baik, dan memenuhi
kebutuhan kesehariannya dengan atau tanpa bantuan.

Kata kunci :Terapi elektrokonvulsif, ECT, Kognitif

Abstract

Electroconvulsive Therapy is somatic curing that used electrical sound applied to brain through electrodes at
temporal. There was no evaluation about effects of ECT on cognitive function of mental psychiatric clients at dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Research is aimed to describe effect of ECT on cognitive function. Research used
quasi eksperimen design, pre-post intervention approaches, without control group. There were 32 respondents
that participated in research as sample. Methods that used for analyzed were frequency distribution and t
dependent test. Result of research showed that there was an enhanced effect of ECT on cognitive function of
mental psychiatric client. Hoped that nursing care services will be aware of this enhancement and achieve best
quality of nursing care specially to maintain client’s orientation for reality as his capability, communicate
better, and meets his daily needs with his own decision without other’s help.

Keywords :Electroconvulsive Therapy, Cognitive Function

443
Vol. 8 No.3 September 2018 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

Pendahuluan dan mengevaluasi implikasi pola tersebut


Terapi elektro konvulsif berkaitan dengan terapi.
(Electroconvulsive Therapy = ECT) Indikasi perilaku sebagai respons terapi
merupakan suatu jenis pengobatan somatik di positif meliputi aspek perilaku dan sosialisasi,
mana arus listrik digunakan pada otak melalui dengan perilaku peningkatan dalam aktivitas
elektroda yang ditempatkan pada pelipis.1 hidup sehari-hari, perubahan adaptif dalam
Arus tersebut cukup untuk interaksi sosial dengan orang lain;
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya meningkatnya energi dan perubahan positif
diharapkan efek terapeutik tercapai. ECT lain yaitu aspek kognitif, afektif dan
konvensional adalah perlakuan atau prosedur psikomotor berkaitan dengan gejala target
ECT tanpa dilakukan anestesi, minimalisasi antara lain perbaikan proses pikir dan
risiko dengan fiksasi stimulus elektrik perbaikan alam perasaan. Perubahan perilaku
umumnya disesuaikan pada tingkat energi ini dapat dicapai oleh klien dalam beberapa
minimum yang dapat menghasilkan kejang. rangkaian/seri terapi.
Jumlah terapi dalam satu seri bervariasi Sekarang ini, diperkirakan 1 juta orang
tergantung pada respons klien.2 di seluruh dunia mendapat pengobatan ECT
Umumnya terapi dilakukan 6-12 kali setiap tahunnya, biasanya dilakukan
yang diberikan 2-3 kali seminggu. Indikasi serangkaian 6-12 terapi diberikan 2-3 kali
pemberian ECT pada pasien dengan gangguan seminggu.
bipolar berjumlah 70%; pasien dengan Penelitian yang dilakukan tentang
skizofrenia berjumlah 17%. Tiga indikasi pengkajian kognitif multidomain sebelum dan
terjelas untuk ECT adalah gangguan depresif sesudah terapi elektrokonvulsif pada depresi
berat, episode manik dan pada beberapa kasus psikotik: hubungan kemampuan premorbid
skizofrenia.3 dan perbaikan gejala, melibatkan 20 partisipan
Keputusan untuk menganjurkan ECT depresi psikotik (12 wanita, 8 pria) yang
pada seorang pasien, seperti semu anjuran mendapatkan ECT, diberikan pengkajian
terapi, harus didasarkan pada pilihan terapi neuropsikologis dan gejala depresif.5 Hasil
yang tersedia bagi pasien dan pertimbangan penelitian menunjukkan bahwa terdapat
risiko dan manfaatnya. Alternatif utama untuk perbaikan gejala depresif dengan pengukuran
ECT biasanya farmakoterapi dan psikoterapi, fungsi kognitif menunjukkan peningkatan.
tetapi ECT telah terbukti merupakan terapi Terdapat 6 (30%) partisipan menunjukkan
yang aman dan efektif.3 disfungsi kognitif pra ECT (total skor ≤80),
Angka respons terhadap ECT adalah dengan hanya 2 (10%) menunjukkan
80% atau lebih besar dari respons terhadap kerusakan post ECT berkaitan dengan respons
pengobatan antidepresan. ECT dapat ECT yang tidak adekuat. Kesimpulan yang
dilakukan untuk semua orang dari sebagian didapatkan bahwa penampilan kognitif tidak
besar golongan usia yang tidak ada toleransi memburuk dan mengalami perbaikan setelah
atau gagal berespons terhadap terapi ECT pada pasien dengan depresi psikotik.
pengobatan.4 Berdasarkan data statistik, jumlah klien
Angka mortalitas dengan ECT adalah yang dilakukan ECT di Rumah Sakit Jiwa dr.
kira-kira 0,002% per terapi dan 0,01% untuk Soeharto Heerdjan Jakarta periode bulan
masing-masing pasien. Angka tersebut cukup Oktober-Desember 2017 adalah 35 klien
baik dibandingkan dengan risiko yang disertai dengan persentasi 70% pria dan 30% wanita
dengan anestesia umum dan melahirkan anak. dengan rata-rata pelaksanaan terapi empat kali
Kematian akibat ECT biasanya terjadi dari dalam satu seri ECT, yang dilakukan adalah
komplikasi kardiovaskuler dan paling ECT konvensional dengan fiksasi.
mungkin terjadi pada pasien yang status Kondisi yang dapat diidentifikasi di
jantungnya telah terganggu.3 Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan
Perawat merupakan bagian dari tim Jakarta saat ini adalah tidak adanya penilaian
interdisiplin yang tidak hanya terlibat dalam atau evaluasi mengenai pengaruh pemberian
pemberian terapi ECT, tetapi juga kolaborasi ECT terhadap peningkatan fungsi kognitif
untuk mengevalusi perubahan perilaku yang klien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr.
diharapkan dan merekomendasikan perubahan Soeharto Heerdjan Jakarta. Terkait dengan
terhadap rencana terapi klien. Dalam tim, penelitian sebelumnya tentang efek ECT pada
perawat mengidentifikasi pola perilaku klien fungsi kognitif dengan menunjukkan

444
Marisca Agustina Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

perubahan yang nyata yaitu terjadi penurunan Pengumpulan data dilakukan dengan
signifikan terhadap proses mengingat secara cara sebagai berikut :
verbal. Sebagai informasi dalam memberikan 1. Pembuatan instrument. Instrumen
asuhan keperawatan yang sesuai dengan dirancang dalam bentuk lembar observasi
kondisi memori yang terganggu. digunakan untuk mencatat data
Tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan fungsi kognitif sebelum dan
mengetahui permasalahan pengaruh pemberian sesudah tindakan ECT. Rincian lembar
ECT terhadap peningkatan fungsi kognitif observasi adalah :
klien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr. 2. Data demografi klien dengan isian inisial
Soeharto Heerdjan Jakarta. klien, diagnosa medis, diagnosa
keperawatan, jenis kelamin, usia, pekerjaan
Metode dan suku.
Penelitian ini menggunakan desain 3. Data observasi meliputi :
penelitian quasi eksperimen pre-post a. Frekuensi dilakukan ECT konvensional
intervensi tanpa kelompok kontrol dengan adalah satu seri rangkaian dengan
tujuan mengungkapkan adanya pengaruh pencatatan nilai pre dan post pemberian
pemberian ECT pada peningkatan fungsi ECT pada klien.
kognitif pada klien gangguan jiwa.6 Dengan b. Fungsi kognitif pre dan post ECT
metode ini diharapkan data yang didapat lebih didapatkan melalui observasi meliputi
lengkap, lebih mendalam dan bermakna, fungsi kognitif yang diukur menggunakan
sehingga tujuan penelitian dapat MoCA yang sudah dimodifikasi dalam
dicapai.Analisis pengaruh ECT adalah versi Indonesia. Tidak dilakukan uji
peningkatan fungsi kognitif (berpikir, memori, validitas dan reliabilitas karena MoCA
menilai, orientasi, persepsi dan perhatian). merupakan instrumen yang sudah baku
Populasi pada penelitian ini adalah penggunaannya.
semua klien dengan gangguan jiwa dengan Penelitian ini merupakan jenis kuasi
indikasi ECT yang dirawat di RS.Jiwa eksperimen dengan pre dan post intervensi,
Soeharto Heerdjan Jakarta.Jumlah populasi dimana analisisnya bertujuan menjelaskan
pada bulan Januari-Maret 2017 adalah 32 karakteristik variabel yang diteliti dan
orang. menentukan pengaruh dengan variabel–
Untuk menentukan besar sampel yang variabel dalam penelitian, oleh karena itu
akan diambil, maka digunakan pengambilan analisis yang dilakukan adalah :
sampel total sampling dimana peneliti telah Analisis Univariat
menetapakan ciri-ciri dan karakteristik sampel Secara teknik analisis ini merupakan
yang akan diteliti. Pada penelitian ini sampel kegiatan meringkas kumpulan data menjadi
berjumlah 32 orang. ukuran tengah dan ukuran variasi.Selanjutnya
Adapun kriteria sampel yang diteliti membandingkan gambaran tersebut antar
adalah klien adalah penderita gangguan jiwa kelompok subyek sesuai tujuan yang ingin
kronis, klien memiliki indikasi pemberian dicapai dalam analisis.
terapi ECT dengan diagnosa medis utama Metode analisis yang digunakan pada
adalah depresi dengan bunuh diri, mania akut penelitian ini adalah quasi eksperimen.
dengan hiperaktivitas, gangguan afektif Hipotesis diuji dengan menggunakan uji t beda
dengan eksaserbasi psikosis atau skizofrenia, dua mean dependen, yaitu melihat perbedaan
klien laki-laki atau perempuan berusia diatas mean antara dua kelompok data yang
atau sama dengan 20 tahun, klien merupakan dependen.7
klien rawat inap RS Jiwa Dr. Soeharto Cara pengujian dilakukan dengan
Heerdjan Jakarta, klien bersedia menjadi menghitung nilai deviasi (d) selisih sampel 1
responden; klien dianggap inkompeten dan sampel 2 atau rata–rata deviasi dari nilai
sehingga persetujuan diwakili oleh anggota deviasi dari data.Selanjutnya dihitung standar
keluarga klien. deviasi dari deviasi (SDd).
Penelitian dilakukan di ruang ECT RS Pengambilan keputusan digunakan cara
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, kemudian berdasarkan nilai p<alpha (0,05), maka
dilanjutkan ke ruang rawat inap tempat klien terdapat perbedaan, dan bila p>alpha(0,005)
dirawat.Waktu penelitian dilakukan dalam maka tidak ada perbedaan.
periode Januari-Maret 2017.

445
Vol. 8 No.3 September 2018 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

Hasil Sunda 7 21,9


Penelitian ini dilakukan di Ruang ECT
Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Batak 5 15,6
Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian quasi eksperimen pre-post Padang 6 18,8
intervensi tanpa kelompok kontrol dengan
tujuan mengungkapkan adanya pengaruh Tionghoa 1 3,1
pemberian ECT pada peningkatan fungsi
kognitif pada klien gangguan jiwa.Dengan
metode ini diharapkan data yang didapat lebih Distribusi responden menurut diagnosis
lengkap, lebih mendalam dan bermakna, medis dengan klien gangguan jiwa sebagian
sehingga tujuan penelitian dapat besar adalah skizofrenia paranoid (F20.0)
dicapai.Analisis dilakukan pada peningkatan yaitu 17 orang (53,1%) sedangkan skizofrenia
fungsi kognitif sebelum dan sesudah tindakan tidak tergolongkan (F20.3) 46,9%.
dengan menggunakan instrumen Distribusi responden menurut diagnosis
MoCA.Sampel yang diperoleh dalam keperawatan klien gangguan jiwa sebagian
penelitian ini adalah 32 sampel. besar isolasi sosial yaitu 18 orang (56,3%)
sedangkan gangguan sensori persepsi:
Analisis Univariat halusinasi dan perilaku kekerasan masing-
masing 37,5% dan 6,3%.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Distribusi responden menurut jenis
Variabel yang diteliti kelamin sebagian besar laki-laki yaitu 20
orang (62,5%), sedangkan perempuan 37,5%.
Variabel Kategori n % Distribusi responden menurut usia
sebagian besar berusia 20-30 tahun yaitu 21
Diagnosis Skizofrenia 17 53,1 orang (65,6%), sedangkan usia 31-40 tahun
Medis Paranoid 34,4%.
Distribusi responden menurut pekerjaan
Skizofrenia tidak 15 46,9 gangguan jiwa sebagian besar tidak bekerja
yaitu 16 orang (50,0%), sedangkan wiraswasta
tergolongkan
dan buruh masing-masing 31,3% dan 18,8%.
Diagnosis Halusinasi 12 37,5 Distribusi responden menurut suku
sebagian besar Jawa yaitu 13 orang (40,6%),
Keperawatan
Perilaku 2 6,3 sedangkan sunda, padang, batak, dan tionghoa
masing-masing 21,9%, 18,8%, 15,6%, 3,1%.
kekerasan

Isolasi social 18 56,3 Tabel 2. Skor fungsi kognitif sebelum dan


sesudah ECT
Jenis Laki-laki 20 62,5
Variabel Kategori n %
kelamin
Perempuan 12 37,5
Fungsi Kognitif Kurang 18 56,3
Usia 20 – 30 th 21 65,5 Sebelum ECT
Normal 15 43,8
31 – 40 th 11 34,4
Fungsi Kognitif Kurang 12 37,5
Pekerjaan Wiraswasta 10 31,3 Setelah ECT
Normal 20 62,5
Buruh 6 18,8

Tidak bekerja 16 50 Distribusi responden menurut skor


fungsi kognitif yang dikelompokkan sebelum
Suku Jawa 13 40,6 ECT sebagian besar kognitif kurang yaitu 18
responden (56,3%) sedangkan dengan kognitif
normal 43,8%.Distribusi responden menurut

446
Marisca Agustina Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

skor fungsi kognitif yang dikelompokkan seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai
sesudah ECT sebagian besar dengan kategori halusinasi, terutama pendengaran, gangguan
normal yaitu 20 responden (62,5%) sedangkan persepsi.9 Waham dan halusinasi merupakan
kategori kurang 37,5%. gejala positif pada skizofrenia.1
Karakteristik lain responden adalah
Analisis Bivariat diagnosis keperawatan. Tampak pada tabel
5.2, bahwa klien gangguan jiwa sebagian besar
Tabel 3. Pengaruh ECT terhadap Peningkatan mengalami isolasi sosial (56,3%). Isolasi
Kognitif Klien dengan Gangguan Jiwa sosial adalah keadaan di mana individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
Variabel Me SD SE Pv n tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
an sekitarnya.10 Isolasi sosial adalah kesendirian
Peningkata yang dialami individu dan dirasakan dijauhi
n Kognitif orang lain, merupakan tingkat negatif atau
mengancam 12. Tanda dan gejala isolasi sosial
Sebelum 25,1 2,90 0,514 0,01 32 antara lain ketidaknyamanan situasi social,
ECT 6 8 9 cepat bosan, lambat, disfungsi interaksi,
nonkomunikatif, tidak ada kontak mata,
Sesudah 26,6 3,38 0,599 ekspresi perasaan berbeda dari orang lain,
ECT 3 6 kesepian, merasa ditolak oleh orang lain, tidak
berarti, asyik dengan pemikirannya sendiri,
iritabel, tidak sabar dengan interaksi, sulit
Rata-rata skor fungsi kognitif klien berkonsentrasi, sedih, afek datar sampai
gangguan jiwa sebelum ECT adalah 25,16 tumpul, perilaku menyendiri, aktivitas
dengan standar deviasi 2,908. Sesudah ECT menurun, lesu, tidur posisi janin.1 Perilaku
didapat rata-rata skor fungsi kognitif tersebut merupakan gejala negatif dari
klienadalah 26,63 dengan standar deviasi skizofrenia, yang merupakan indikasi
3,386. Terlihat nilai mean perbedaan skor dilakukannya ECT 14.
antara sebelum dan sesudah adalah 1,469 Pada tabel tampak bahwa sebagian besar
dengan standar deviasi 3,350. Hasil uji responden berusia 20-30 tahun (65,6%).
statistik didapatkan 0,019 (p < 0,05), maka Berdasarkan usia dari 32 responden yang
dapat disimpulkan ada perbedaan antara fungsi dilakukan terapi aktivitas kelompok dalam
kognitif klien gangguan jiwa sebelum dan penelitian ini, paling banyak berusia 20-30
sesudah ECT atau ada pengaruh ECT terhadap tahun (65,6%). Usia adalah masa hidup
fungsi kognitif klien gangguan jiwa. responden yang dinyatakan dalam satuan
tahun dan sesuai dengan pernyataan
Pembahasan responden. Jenis perhitungan usia dibagi
menjadi tiga yatu usia kronologis merupakan
Analisis Univariat perthitungan usia yang dimulai dari saat
Karakteristik responden yang pertama kelahiran seseorang dengan waktu perhitungan
adalah diagnosis medis.Indikasi yang paling usia; usia mental adalah usia yang didapatkan
sering untuk ECT adalah gangguan depresif dari tahap kemampuan mental seseorang; dan
berat, episode manik, skizofrenia dan pada usia biologis adalah perthitungan usia
beberapa kasus.8 berdasarkan kematangan biologis yang
Berdasarkan sebagian besar klien dimiliki seseorang. Menurut bahwa usia
gangguan jiwa yang dilakukan ECT, diagnosis dewasa muda rentangnya adalah usia 18-25
medisnya adalah skizofrenia paranoid (F20.0) tahun. Pada penelitian ini, penggolongan usia
(53,1%). Indikasi ECT untuk klien skizofrenia 20-30 tahun termasuk usia dewasa muda. Pada
terutama pada pasien dengan gejala usia ini, tahap perkembangan sosialnya adalah
skizofrenia akut, gejala positif yang nyata, tahap self sufficient dan hubungan
katatonia atau gejala afektif dianggap paling interdependen dengan orangtua dan teman
besar kemungkinannya berespons terhadap sebaya 15. Ia mengembangkan self awareness
ECT. Skizofrenia paranoid dikarakteristikkan bagaimana menyeimbangkan perilaku
dengan adanya waham yang relatif stabil, dependen dan independen serta sensitive dan
menerima perasaan dan kebutuhan diri sendiri

447
Vol. 8 No.3 September 2018 Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia

dan orang lain. Ketidakmampuan responden klien pasca ECT, umumnya mengalami
memenuhi kebutuhannya dapat menyebabkan konfusi dan defisit kognitif karena terapi
klien melabel dirinya dengan tersebut, namun biasanya sementara, dan
ketidakmampuan, pesimistik yang tinggi berakhir sekitar 30 menit. Pada penelitian
sehingga klien dapat menggunakan Marangell,7 klien yang mendapatkan ECT
mekanisme pertahanan yang maladaptif, melaporkan tidak ada masalah dengan
sebagai predisposisi terjadinya gangguan memorinya, tetapi sedikit responden juga
jiwa.1 melaporkan bahwa memorinya tidak sebaik
Distribusi responden menurut pekerjaan sebelum diberikan ECT. Hal ini sesuai dengan
klien gangguan jiwa sebagian besar tidak hasil penelitian ini, bahwa dari 32 responden
bekerja (50,0%). Bekerja berkaitan dengan terdapat 2 responden yang mengalami
pendapatan.Pendapatan yang sedikit penurunan kognitif setelah diberikan ECT.
menyebabkan kesulitan finansial.Hal ini Pada uji statistik didapatkan nilai p = 0,019 (p
menyebabkan kemiskinan dan merupakan < 0,05), maka dapat disimpulkan ada
stressor bagi kesehatan fisik dan mental. perbedaan antara fungsi kognitif klien
Meskipun kemiskinan merupakan faktor risiko gangguan jiwa sebelum dan sesudah ECT atau
mutlak terjadinya gangguan psikiatrik tetapi ada pengaruh ECT terhadap fungsi kognitif
bukan merupakan satu-satunya atau tidak klien gangguan jiwa.
dapat berdiri sendiri untuk menyebabkan
gangguan psikiatrik.11 Kesimpulan
Responden menurut suku sebagian besar Penelitian dilakukan di Ruang ECT
Jawa (40,6%) Hal ini dapat menjadi kajian Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan
berikutnya terkait dengan sosial budaya Jakarta pada bulan Januari-Maret 2017.
masyarakat Jawa yang dapat mempengaruhi Penelitian ini menggunakan desain penelitian
perilaku sehat mereka.Di dalam penelitian quasi eksperimen pre-post intervensi tanpa
sebelumnya dinyatakan bahwa budaya sangat kelompok kontrol dengan tujuan mengetahui
mempengaruhi perilaku sehat masyarakatnya gambaran mengenai pengaruh pemberian ECT
terhadap peningkatan fungsi kognitif klien
Analisis Bivariat gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Sampel yang
Pada penelitian ini, fungsi kognitif diperoleh dalam penelitian ini adalah 32
dibagi dalam dua kategori berdasarkan sampel. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik
pengukuran MoCA.Ditetapkan bahwa disebut dari penelitian ini adalah bahwa Karakteristik
nilai normal jika skor MoCA adalah ≥ 26, jika responden adalah sebagian besar diagnosis
dibawah 26 maka fungsi kognitif klien kurang. medisnya skizofrenia paranoid (F20.0),
menunjukkan bahwa responden menurut skor diagnosis keperawatan isolasi sosial, jenis
fungsi kognitif yang dikelompokkan sebelum kelamin laki-laki, berusia 20-30 tahun, tidak
ECT sebagian besar kognitif kurang (56,3%). bekerja dan bersuku jawa, Fungsi kognitif
Respons kognitif maladaptif termasuk yang dikelompokkan sebelum ECT sebagian
ketidakmampuan untuk membuat keputusan, besar kognitif kurang dan sesudah ECT
kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, dengan kategori normal, Ada pengaruh ECT
mispersepsi, penurunan rentang perhatian, dan terhadap fungsi kognitif klien gangguan jiwa.
kesulitan memberikan alasan yang logis.
Respons kognitif ini dapat menyebabkan orang Saran
yang menderita berada pada status konfusi
(bingung)—tidak mampu memahami dan Diharapkan rumah sakit dapatmenambah
belajar dari pengalaman dan tidak mampu fasilitas ECT, meningkatkan kemampuan
menghubungkan peristiwa saat ini dengan menggnakam penilaian kemampuan kognitif
masa lalu atau berinteraksi bermakna dengan pada pasien gangguan jiwa serta peneliti
orang lain.1 selanjutnya dapat mengembangkan metode
Pada responden menurut skor fungsi penilaian kemampuan kognitif pasien
kognitif yang dikelompokkan sesudah ECT gangguan jiwa dengan eknik lain guna
sebagian besar dengan kategori normal meningkatkan kesembuhan pasien gangguan
(62,5%). Menunjukkan adanya peningkatan jiwa.
kognitif setelah klien diberikan ECT.Pada

448
Marisca Agustina Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

Daftar Pustaka 9. DepKes RI. Pedoman Penggolongan dan


1. Stuart, Gail, W., & Laraia, MT., Principle Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Jakarta Direktorat Jenderal Pelayanan
ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2017. Medik Departemen Kesehatan RI.
2. Towsend, Mary C. Buku Saku Diagnosa (12017).10. Keliat, BA., Proses
Keperawatan pada Perawatan Psikiatri. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Edisi 3. Jakarta: penerbit Buku Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Kedokteran EGC; 2017. 2017.
3. Kaplan & Saddock Sinopsis Psikiatri. 11. Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR
Edisi 7. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 2017. "Mini-Mental State". A Practical Method
4. Prita Daneswari. Terapi Kejut Listrik for Grading the Cognitive State of Patients
Sembuhkan Depresi Akut. Online for the Clinician. Journal of psychiatric
http://www.mediaindonesia.com/mediahid research; 2017.
upsehat/index.php/read/2010/08/19/3012/1 12. 12. Keliat, B.A. Modul Model Praktek
3/Terapi-Kejut-Listrik-Sembuhkan- Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
Depresi-Akut (Akses: 11 November Fakultas Keperawatan Universitas
2017); 2018. Indonesia dan World Health Organization
5. Bayless JD Pre- and Post- Indonesia; 2006.
Electroconvulsive Therapy Multidomain 13. Maramis, W.F. Catatan Ilmu Kedokteran
Cognitive Assessment in Psychotic Jiwa, Edisi 9. Surabaya: Airlangga
Depression: Relationship to Premorbid University Press; 2005.
Abilities and Symptom Improvement. 14. Keliat, B.A. Modul Model Praktek
Research. Department of Psychiatry, Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
University of Iowa, Carver College of Fakultas Keperawatan Universitas
Medicine, Iowa City; 2017. Indonesia dan World Health Organization
6. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Indonesia; 2006.
Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta; 15. Nurjanah, I. S.Kep. Pedoman Penanganan
2017. Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta:
7. Arikunto. Metodologi Penelitian Suatu Memodia; 2009.
Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2017.
8. Kaplan & Saddock Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta: Bina Rupa Aksara;
2017.

449

Anda mungkin juga menyukai