Anda di halaman 1dari 4

PENTINGNYA KONSELING

TERHADAP KEBERHASILAN TERAPI HIPERTENSI


Oleh : Riza Alfian, S.Farm., M.Sc., Apt
Email : riza_alfian89@yahoo.com

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian. Komplikasi

pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung

koroner, infark jantung, stroke, dan gagal ginjal. Komplikasi hipertensi pada

organ tubuh menyebabkan angka kematian yang tinggi. Hipertensi merupakan

salah satu faktor resiko utama gangguan jantung, gagal ginjal, maupun penyakit

serebrovaskuler.

Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup

seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres psikososial di banyak negara.

Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan menjadi

masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes, 2007).

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menemukan

prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3% dan meningkat menjadi 27,5%

pada tahun 2004. Pada tahun 2007 prevalensi hipertensi meningkat lagi menjadi

32,2% (Depkes, 2008).

Ketidakpatuhan terhadap terapi hipertensi adalah merupakan faktor kunci

yang menghalangi pengontrolan tekanan darah sehingga membutuhkan intervensi

untuk meningkatkan kepatuhan terapi. Diperkirakan tingkat rendahnya kepatuhan

terhadap terapi hipertensi berkisar antara 30-50%. Penyebab ketidakpatuhan

sangat kompleks termasuk kompleksitas regimen obat, perilaku, biaya obat, usia,

rendahnya dukungan sosial, dan problem kognitif (WHO, 2003).

1
2

Pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif diperlukan guna

mengubah perilaku sehingga pengontrolan tekanan darah secara optimal dapat

tercapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan partisipasi aktif para

profesional kesehatan khususnya farmasis yang melaksanakan praktek profesinya

pada setiap tempat pelayanan kesehatan. Farmasis dapat bekerja sama dengan

profesional kesehatan lain dalam memberikan konseling dan edukasi kepada

pasien mengenai hipertensi, memonitor respon pasien melalui farmasi komunitas,

meningkatkan kepatuhan terhadap terapi obat dan non-obat, mendeteksi dan

mengenali secara dini reaksi efek samping, serta mencegah dan atau memecahkan

masalah yang berkaitan dengan pemberian obat. Kepatuhan yang didasari dengan

pemberian pengetahuan dan peningkatan kesadaran melalui pemberian konseling

akan lebih bagus dibandingkan dengan paksaan atau tekanan (Notoatmodjo,

2010).

Kebanyakan pasien hipertensi hanya mengeluhkan penyakitnya

berdasarkan gejala yang mereka rasakan pada saat itu tanpa memikirkan

penanganan lebih lanjut tentang penyakit hipertensi yang dialaminya. Perilaku ini

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit hipertensi

dan cara penanganan yang tepat. Oleh karena itu intervensi farmasis mengenai

pharmaceutical care pada pasien hipertensi sangat diperlukan untuk mengubah

perilaku pasien dalam mengatasi masalah tersebut.

Salah satu intervensi yang dapat dilakukan oleh farmasis untuk

penanganan pasien hipertensi adalah konseling. Konseling ditujukan untuk

meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang


3

tepat. Salah satu manfaat konseling adalah meningkatkan pengetahuan dan

kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian

(baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Palaian et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan Hughes et al., (2011) memperlihatkan

perubahan pencapaian target tekanan darah dan angka kepatuhan. Berdasarkan

hasil penelitian pada pasien hipertensi di Indonesia yang dilakukan Alfian (2013)

menyatakan bahwa intervensi dengan memberikan konseling kepada pasien

mampu meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan dan pengontrolan tekanan

darah.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwa konseling yang dilakukan

farmasis terhadap pasien hipertensi dapat menunjang keberhasilan terapi

hipertensi. Konseling yang diberikan farmasis dapat memberikan pemahaman

tentang penyakit dan terapi hipertensi kepada pasien sehingga pasien akan patuh

minum obat. Kepatuhan dalam minum obat dapat membantu pengontrolan

tekanan darah dalam batas normal sehingga keberhasilan terapi hipertensi dapat

tercapai.

REFERENSI

Alfian, R., Akrom, Darmawan, E., 2013, Pharmacist Counseling Intervention By


Oral Can Increase The Patients Adherence And Decrease Systolic Blood
Pressure Of Ambulatory Hypertension Patients At Internal Disease
Polyclinic PKU Bantul Hospital, Indonesia, Proceding Of The 3rd
International Safety Management Of Central Cytotoxic Reconstitution,
Indonesia, Editor: Widyaningsih, W., 21-26
Depkes, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, Depkes RI, Jakarta.
4

Depkes, 2008, Laporan Penelitian Riset Kesehatan Dasar 2007, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Hughes, J., Keen, N., Dillon, M., 2001, Hypertension: Improving Patient
Compliance and Clinical Outcome Trough Community Pharmacist
Manage Care, Final report pharmacy Practice Research Grant, pp 169-73.
Notoatmodjo, S., 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Rineka Cipta,
Jakarta, pp 26
Palaian, S., Mukhyaprana, P., Ravi, S., 2006, Patient Counseling by Pharmacist
Focus on Chronic Illness, Pak. J. Pharm. Sci., pp: 19(1): 62-65
WHO, 2003, International Society of Hypertension Writing Group, World Health
Organization-International Society of Hypertension statement of
Management of Hypertension. pp: 108-17.

Anda mungkin juga menyukai