Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus dan jaringan

ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan juga dikenal istilah fibromioma,

leiomioma, ataupun fibroid1.

II.2 Epidemiologi

Berdasarkan otopsi Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai

sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak lagi. Mioma uteri belum

pernah dilaporkan terjadi sebelum menarki. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang

masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua penderita

genekologi yang dirawat1.

II.3 Etiopatogenesis

Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan

peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor

predisposisi yang bersifat herediter. Pada ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang

membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli

mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya membesar

pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga

oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu, sangat jarang

ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang

mengecil setelah menopause1.


Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan

Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor

fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa

ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-

kawan menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada

miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang

matur1.

II.4 Klasifikasi Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari

korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri

dibagi 4 jenis antara lain2:

1. Mioma submukosa

2. Mioma intramural

3. Mioma subserosa

4. Mioma intraligamenter
Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),

submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)3.

1. Mioma submukosa

Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai

6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan

perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan

perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan

gangguan perdarahan.

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya

benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi

dapat diketahui posisi tangkai tumor.


Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.

Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.

Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt

atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada

beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.

2. Mioma intramural

Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,

jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila

di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk

yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding

depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke

atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

3. Mioma subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus

diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum

latum menjadi mioma intraligamenter.

4. Mioma intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum

atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering

parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.

Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri

eksternum berbentuk bulan sabit.


Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan

jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul

yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.

II.5 Perubahan Sekunder2

a) Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

b) Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut.

Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau

hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot

dari kelompok lainnya.

c) Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma

menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-

agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga

menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari

kistoma ovarium atau suatu kehamilan.

d) Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia

lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam

kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada

foto Rontgen.

e) Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada

kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai

gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging

mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi

merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit
demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan

klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

f) Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

II.6 Gejala Klinis

Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (servik,

intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai keluhan utama pada umumnya adalah :

Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoraghi dan dapat

juga terjadi metroragia . Hal ini sering menyebabkan penderita juga mengalami anemia dari

perdarahan yang terus-menerus4.

Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih menjadi

perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan abnormal ini

disebabkan oleh abnormalitas dari endometrium4. Tetapi saat ini pendapat yang dianut adalah

bahwa perdarahan abnormal ini disebabkan karena pengaruh ovarium sehingga terjadilah

hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma, permukaan endometrium yang lebih luas,

atrofi endometrium di atas mioma submukosum, dan miometrium tidak dapat berkontraksi

optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium . Pada Mioma Uteri

submukosum diduga terjadinya perdarahan karena kongesti, nekrosis, dan ulserasi pada

permukaan endometrium5.
Nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah

pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula

pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.

Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri pada kasus mioma uteri adalah karena proses

degenerasi. Selain itu penekanan pada visera oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga bisa

menimbulkan keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga

menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis5.

Efek penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan oleh mioma uteri

pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus urinarius, seperti perubahan

frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin hingga dapat menyebabkan hidroureter dan

hidronefrosis4.

Konstipasi dan tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma uteri yang

menekan rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada vena-vena di regio pelvis

yang bisa menimbulkan edema tungkai5.

Gejala akibat Komplikasi

Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh kasus

mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru

ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika

ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada

penderita yang sudah menopause4.


Anemia

Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan

pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan

anemia defisiensi besi6.

Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat disebabkan oleh jumlah

sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit7,8.

Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi8

a. Anemia Makrositik/Megaloblastik

 Eritrosit berukuran besar abnormal

 MCV > 95 fl

 Penyebab:

o Defisiensi vitamin B12

penyebabnya adalah akibat kekurangan nutrisi (terutama pada vegetarian), gangguan

malabsorbsi pada lambung dan usus. Gangguan malabsorbsi pada lambung ini biasanya

menyebabkan suatu anemia yang disebut anemia pernisiosa. Anemia ini biasa terjadi

pada wanita dan cenderung diakibatkan oleh serangan autoimun pada mukosa lambung

yang menyebabkan terjadinya atrofi lambung.

o Defisiensi asam folat

penyebabnya adalah akibat kurangnya nutrisi (terutama pada usia tua, penghuni panti,

kemiskinan, kelaparan, diet khusus, anemia susu kambing,dll), gangguang malabsorbsi

pada lambung dan usus, serta akibat pemakaian asam folat yang berlebihan (misalnya

pada keadaan hamil dan menyusui, pada penderita karsinoma, limfoma, myeloma,

tuberculosis, arthritis, rematoid, malaria)


o Kelainan metabolisme vitamin B12 dan asam folat

 Gambaran klinis:

o Ikterus ringan (warna kuning lemon)

o Glositis (lidah berwarna merah-daging dan nyeri)

o Stomatitis angularis (fisura dan ulserasi di sudut mulut)

o Penururnan berat badan

o Purpura akibat trombositopenia dan pigmentasi melanin

b. Anemia Mikrositik Hipokromik

 Disebabkan oleh defisiensi besi, biasanya terjadi akibat perdarahan kronik (misalnya

perdarahan pada uterus, gastrointestinal, hematuria), akibat kebutuhan yang meningkat

(misalnya pada prematuritas, pertumbuhan, kehamilan, terapi eritropoietin,

malabsorpsi), serta akibat diet yang buruk.

 Gambaran klinis:

o Mengalami glositis yang tidak nyeri

o Stomatitis angularis

o Kuku rapuh

o Koilinikia (kuku sendok yang khas)

o Keinginan makan yang tidak biasa (pica)

o Disfagia akibat adanya selaput faring (sindrom Paterson-Kelly atau Plummer-

Vinson)

 Perkiraan kebutuhan besi harian (satuan = mg/hari)

Urine, Menstruasi Kehamilan Pertumbuhan Total

keringat,
feses

Pria dewasa ½-1 ½-1

Wanita pasca- ½-1 ½-1

menopause

Wanita menstruasi ½-1 ½-1 1-2

Wanita hamil ½-1 1-2 1½-3

Anak (rata-rata) 0,6 1,1

Wanita (usia 12-15) ½-1 ½-1 0,6 1,6-2,6

c. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik digolongkan menjadi:

Herediter

 Defek membrane

o Sferositosis Herediter

sering terjadi pada orang Eropa Utara

biasa disebabkan oleh defek protein yang terlibat dalam interaksi vertical

antara rangka membrane dan lapisan lemak dua lapis eritrosit.

diwariskan secara dominan autosomal dengan gambaran klinis bervariasi

gambaran klinis: ikterus berfluktuasi, splenomegali, krisis aplastik, sering

ditemukan empedu pigmen

penyebab: defisiensi atau kelainan ankrin dan spektrin, kelainan paladin

(protein 4.2)

o Eliptositosis Herediter

banyak ditemukan di Melanesia, Malaysia, Indonesia, dan Filipina


sifat penurunannya adalah terkait seks

gambaran klinis: hemolisis intravascular yang cepat terjadi, hemoglobinuria

penyebab: mutan spektrin α atau β yang menyebabkan pembentukan dimer

spektrin yang terganggu, defisiensi atau kelainan protein 4.1, kelainan Band 3,

delesi Band 3 ovalositosis Asia Tenggara

 Metabolisme

Penyebab:

o Defisiensi glukosa-6-posfat dehidrogenasi (G6PD)

o Defisiensi piruvat kinase

 Hemoglobin

penyebab:

o Sintesis hemoglobin abnormal

o Berkurangnya kecepatan sintesis rantai globin α atau β yang normal

(tahalasemia α dan β)

klasifikasi:

o Thalasemia

 Merupakan kelainan genetic heterogen yang timbul akibat berkurangnnya

kecepatan sintesis rantai α atau β

 Pembagian thalasemia:

- Sindrom thalasemia α : disebabkan oleh delesi gen globin α

- Sindrom thalasemia β : Thalasemia β mayor, Thalasemia β minor,

Thalasemia intermedia, Thalasemia -δβ


o Anemia sel sabit

 Akibat pewarisan gen globin- β sabit

 Akibat HbSS, HbC

Didapat

 Anemia hemolitik imun/autoimun

o Tipe hangat

idiopatik, sekunder

contoh penyakit: SLE (Lupus Eritromatosus Sistemik), CLL (Leukemia

Limfositik Kronik)

o Tipe dingin

idiopatik, sekunder

disebabkan infeksi-pneumonia mycoplasma, mononucleosis infeksiosa

d. Anemia Aplastik

Penyebab:

terjadi akibat aplasia sumsum tulang, sehingga jumlah sel induk pluripotensial

hemopoietik berkurang

kongenital (jenis Fanconi dan non-Fanconi)

idiopatik didapat

radiasi pengion: pemajanan tidak sengaja (radioterapi, isotop radioaktif, stasiun

pembangkit tenaga nuklir)

zat kimia: benzene dan pelarut organic lain, TNT, insektisida, pewarna rambut, klordan,

DDT

obat:
 Obat yang biasanya menyebabkan depresi sumsum tulanh (misal: busulfan,

siklofosfamida, antrasiklin, nitrosourea)

 Obat yang kadang-kadang menyebabkan depresi sumsum tulang (misal:

kloramfenikol, sulfonamide, aemas,dll)

infeksi: hepatitis virus (A atau non-A non-B)

Tes Umur

2–6 6 – 12 12 – 18 18 – 49

Hb (R/dL) 11,5 – 11,5 – M : 13 – 16 F : 12 – 16 M : 13,5 – 17,5 F : 12 – 16

15,5 15,5

Hematokrit 34 – 40 35 – 45 M : 37 – 49 F : 36 – 46 M : 41 – 53 F : 36 – 46

(%)

Mean 75 – 87 77 – 95 M : 78 – 98 F : 78 – 102 80 – 100

Corpuscle

Volume (fL)

Mean 24 – 30 25 – 33 25 – 35 26 – 34

Corpuscular

Hemoglobin

(pg)

Sel Darah 3,9 – 5,3 4 – 5,2 4,5 – 5,3 4,5 – 5,9

Merah

(juta/mm3)
Besi Serum 50 – 120 50 – 120 M : 50 – 160 F : 40 – 150

(μg/dL)

Total Iron- 250 – 400 250 – 250 – 400 250 – 400

binding 400

Capacity

(μg/dL)

Ferritin 7 – 140 7 – 140 7 – 140 M : 15 – 200 F : 12 – 150

(ng/mL)

Folat (ng/mL) 1,8 – 16

Sianokobalami 100 – 900

n (pg/mL)

Eritropoietin 0 – 19

(mU/mL)
Petunjuk Diagnosis Penyebab Anemia

1. Pengobatan Anemia

a. Terapi

Tujuan:

 Mengurangi gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas serta

kualitas hidup
 Memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia(mengembalikan

substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)

 Mencegah kekambuhan anemia

 Mencegah kematian (pada pendarahan hebat)

 Terapi Non-Farmakologi8,9

Tujuan: mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari

sayur-sayuran hijau, ikan laut, dan unggas

 Terapi Farmakologi7,8,9

o Anemia Defisiensi Besi

Terapi : Besi

Mekanisme : zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-

sama dengan rantai globin membentuk hemoglobin

Garam Besi Kandungan Besi

Ferro Sulfat 20%

Ferro Glukonat 12%

Ferro Fumarat 33%

Besi Karbonat 100%

Kompleks Besi 100%

Polisakarida

Indikasi : pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi

Absorpsi: Garam ferro 3x lebih cepat diabsorpsi daripada Ferri.Makanan

menurunkan absorpsi sampai 50%, namun intoleransi gastrik mengharuskan

pemberian bersama makanan.


Dosis : 200 mg per hari dalam 2 – 3 dosis terbagi

Kontraindikasi : hemokromatosis, anemia hemolitik, hipersensitivitas

Peringatan : penggunaan pada kondisi kehamilan (kategori A)

Efek samping : noda pada gigi, nyeri abdominal, konstipasi, diare, mual, warna

feses gelap

Interaksi obat :

 Antasid : menurunkan absorpsi besi

 Asam askorbat : meningkatkan absorpsi besi

 Garam kalsium : menurunkan absorpsi besi

 Kloramfenikol : meningkatkan konsentrasi plasma besi

 Antagonis histamin H2 : menurunkan absorpsi besi

 PPI : menurunkan absorpsi besi

 Kaptopril : besi dapat menginaktivasi kaptopril

 Fluoroquinolon : membentuk kompleks dengan besi sehingga menurunkan

absorpsi fluoroquinolon

 L-dopa : membentuk khelat dengan besi sehingga absorpsi L-dopa menurun

 MMF : besi menurunkan absorpsi MMF

 Tetrasiklin : membentuk kompleks dengan besi sehingga absorpsi besi dan

tetrasiklin turun

Besi Parental

Na – Besi Karbonat Besi Dekstran Besi Sukrosa

Kandungan Besi
62,5 mg besi / 5 mL 50 mg besi / mL 20 mg besi / mL

Indikasi Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi Anemia defisiensi besi pada

pada pasien yang besi pada pasien pasien yang menjalani

menjalani yang tidak hemodialisis kronis dan menerima

hemodialisis kronis memungkinkan terapi suplemen epoietin alfa

dan menerima terapi diberikan terapi

suplemen dan oral

eritropoietin

Kontraindikasi Hipersensitivitas. Hipersensitivitas. Hipersensitivitas. Kelebihan besi.

Infeksi ginjal Anemia non defisiensi besi.

akut. Anemia non

defisiensi besi.

Peringatan Reaksi Black box Black box warning. Reaksi

hipersensitivitas warning. Reaksi hipersensitivitas.

hipersensitivitas.

Rute Parenteral Intravena Intramuskular Intravena

Pengobatan 8 X 125 mg 10 X 100 mg 10 X 100 mg

Efek Samping Kram, mual, muntah, Rasa sakit, noda Kram kaki, hipotensi.

flushing, hipotensi, coklat pada

pruritus. tempat injeksi,

flushing,

hipotensi, demam,

anafilaksis.
Interaksi Obat Inkompatibilitas Kloramfenikol Menurunkan absorpsi besi oral

dengan benzil alkohol. meningkatkan bila diberikan bersamaan.

konsentrasi besi

plasma.

o Anemia Defisiensi Asam Folat

Terapi : Asam Folat

Mekanisme : folat berperan dalam sintesis

nukleoprotein dan pemeliharaan

eritropoiesis normal.

Indikasi : Anemia megaloblastik yang

disebabkan defisiensi asam folat,

Peningkatan kebutuhan asam folat

pada kondisi kehamilan, Profiiaksis defisiensi asam folat pada pemakaian

antagonis asam folatAbsorpsi : Asam folat dari makanan harus mengalami

hidrolisis, reduksi, dan metilasi pada saluran pencernaan agar dapat diabsorpsi.

Perubahan asam folat menjadi bentuk aktifnya, tetrahidrofolat, membutuhkan

vitamin B12 (sianokobalamin).

Dosis : folat oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan

Kontraindikasi : pengobatan anemia pernisiosa dimana vitamin B12 tidak efektif

Efek Samping : perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, anoreksia,

mual, distensi abdominal, flatulensi.

Interaksi Obat :
 Asam aminosalisilat : menurunkan konsentrasi plasma folat

 Inhibitor dihidrofolat reduktase : menyebabkan defisiensi folat

 Sulfalazin : menyebabkan defisiensi folat

 Fenitoin : menurunkan konsentrasi plasma folat

o Anemia Defisiensi Sianokobalamin

Terapi : vitamin B12 (sianokobalamin)

Mekanisme : merupakan kofaktor yang mengaktivasi koenzim asam folat

Indikasi : Anemia pernisiosa, Peningkatan kebutuhan vitamin B12 pada kondisi

kehamilan, pendarahan, anemia hemolisis, tirotoksikosis, dan penyakit hati dan ginjal

Absorpsi : absorpsi tergantung pada faktor intrinsik dan kalsium yang cukup.

Dosis : Kobalamin oral 2 mg per hari selama 1 – 2 minggu, dilanjutkan 1 mg per

hari. Sianokobalamin parenteral 1 mg per hari selama seminggu, dilanjutkan

seminggu sekali selama sebulan, dilanjutkan kobalamin oral per hari. Kontraindikasi

: hipersensitivitas terhadap kobalt atau B12

Efek Samping :

 edema pulmonari

 gagal jantung kongestif

 trombosis vaskular perifer

 syok anafilaktik

 atropi saraf optik

Interaksi Obat :

 Asam aminosalisilat : menurunkan efek sianokobalamin


 Kloramfenikol : menurunkan efek hematologi sianokobalamin pada pasien

anemia pernisiosa

 Kolkisin : menyebabkan malabsorpsi sianokobalamin

 Alkohol : menyebabkan malabsorpsi sianokobalamin

o Anemia Gagal Ginjal Kronis

Terapi : Epoetin Alfa

Mekanisme : menstimulus eritropoiesis

Indikasi :

 Anemia yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis.

 Anemia yang disebabkan terapi Zidovudin.

 Anemia pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.

 Anemia pada pasien yang mengalami dialisis.

Dosis : Epoetin intravena 50 – 100 unit/kg, seminggu 3 kali. Dosis dapat dinaikkan

menjadi 150 unit/kg, seminggu 3 kali apabila Hb tidak meningkat setelah 6 – 8

minggu. Pada pasien AIDS, dosis epoetin adalah 300 unit/kg, seminggu 3 kali

Kontraindikasi : hipertensi tak terkendalikan

Perhatian :

 Tekanan darah tinggi tidak terkendali

 Penyakit iskemik vaskular

 Trombositosis

 Riwayat konvulsi

 Gagal hati kronis


 Kehamilan dan menyusui

 Peningkatan dosis heparin mungkin diperlukan

Efek Samping :

 Kenaikan tekanan darah

 Peningkatan jumlah trombosis (bergantung dosis)

 Gejala mirip influenza, dapat dikurangi dengan injeksi perlahan selama 5 menit

 Peningkatan kadar plasma kreatinin, urea, dan fosfat

 Konvulsi

 Anafilaksis

Interaksi Obat : inhibitor ACE meningkatkan resiko hiperkalemia

2. Pengaruh Besi pada Anemia

Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebsesar 4-5 gr. Kira-kira 65% dijumpai dalam

bentuk hemoglobin. Sekitar 4% dalam bentuk mioglobin, 1% dalam bentuk variasi senyawa

heme yang memeicu oksidasi intrasel, 0,1% bergabung dengan protein transferin dalam plasma

darah, dan 15%-30% disimpan untuk penggunaan selanjutnya terutama di sistem

retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.

Setiap hari seorang pria mengeksresikan sekitar 0,6 mg besi, terutama dalam feses. Bila

terjadi pendarahahan, maka jumlah yang hilang akan lebih banyak lagi. Pada wanita, hilangnya

darah menstruasi mengakibatkan kehilangan besi jangka panjang rata-rata sekitar 1,3 mg/hari.
Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, beberapa besi yang terdapat di tempat

penyimpanan feritin dilepaskan dengan mudah dan diangkut dalam bentuk transferin di dalam

plasma ke dalam tubuh yang mmbutuhkan. Karakteristik unik dari molekul transferin adalah,

bahwa molekul ini berikatan erat dengan reseptor pada membran sel eritrobals di sumsum tulang.

Selanjutnya, bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam eritroblas dengan cara

endositosis. Di dalam eritroblas, transferin melepaskan besi secara langsung ke mitokondria,

tempat heme disintesis. Pada orang-orang yang tidak mempunyai transferin dalam jumlah yang

cukup di dalam darahnya, kegagalan pengangkutan besi ke eritroblas denagncara tersebut dapat

menyebabkan anemia hipokrom yang berat, yaitu eritrosit mengandung lebih sedikit hemoglobin

daripada sel yang normal.

Torsi

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut

sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma abdomen akut, mual, muntah

dan syok

Infertilitas

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis

tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena

distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah

mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan4.


II.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko

serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan

pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,

tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus

yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu

dilakukan adalah darah lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.

Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.

b. Imaging

1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.

Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan

pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.

2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke

arah kavum uteri pada pasien infertil.

3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun

biaya pemeriksaan lebih mahal.


Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau

panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang

dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan

dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu

sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan

dugaan klinis.

II.8. Diagnosis banding6

1. Adenomiosis

2. Neoplasma ovarium

3. Kehamilan

II.9. Penanganan

Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor

Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua kasus

mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi jika ukuran mioma uteri

masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.


Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas

A. Penanganan konservatif

Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :

- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

- Monitor keadaan Hb

- Pemberian zat besi

- Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi

gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium

menghilang dan diciptakan keadaan ”menopause” yang reversibel. Sebanyak 70%

mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara ini,

menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan menahan

atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai menopause yang sesungguhnya

mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan
kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan segera

didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan5.

B. Penanganan operatif

Indikasi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :

- Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat

- Ukuran tumor yang besar

- Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan ukuran tumor

setelah menopause

- Retensio urin

- Tumor yang menghalangi proses persalinan

- Adanya torsi6

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :

- Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus6.

Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu

studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin be

reproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini tetapi penatalaksanaan ini

paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab

lain disingkirkan6
- Histerektomi

Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik

sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks

uteri6.

Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan

perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi.

Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan

histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan

keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan

ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu2.

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal

histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing

prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk

menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma

operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH

akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat

terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa

terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH

sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi

yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan

pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH2.

Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana

tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam jarang
dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan

dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan

prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal

sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain itu,

kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa

penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat

dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal2.

. Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG)

untuk histerektomi adalah sebagai berikut :

- Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan

dikeluhkan oleh pasien.

- Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-

gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan

darah akut atau kronis.

- Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa

tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada

vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering10.

Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil

Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan

observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur.

Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan.
Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan

letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik11,12


DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifa, dkk, 2008, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a

Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI. Jakarta.

2. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No. 3

September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-%20(9).pdf

(Accessed on July 20, 2012)

3. Anonim, 2008, Biomolekuler mioma uteri. Available from: http://digilib.unsri.ac.idf. Di

akses: 31 Juli 2012.

4. Lacey, C.G., Benign Disorders of the Uterine Corpus, Current Obstetric and

Gynecologic Diagnosa and Treatment, 6th ed, Aplleten & Lange, Norwalk Connectient,

California, Los Atlas, 2007, p : 657-62.

5. Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

Periode 1 Januari-31 Desember 2006.

6. Marjono B. A. et all., 2008. Tumor Ginekologi. Available from :


http://www.geocities.com. (Accessed : November 21, 2008).
7. Hoffbrand, A.V.2005.”Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.”Jakarta:EGC.

8. Hughes-Jones, N.C.1994.”Catatan Kuliah Hematologi.”Jakarta:EGC.

9. Anonim.2006.“ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 41.”Jakarta:Penerbit

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, PT Anem Kosong Anem.

10. Manuaba IBG, Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, Ilmu Kebidanan, Penyakit

Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, p : 409-12.
11. Darmasetiawan SM dkk, Penggunaan Padanan Hormon Pelepas Gonadotropin Agonis

(GNRH-A). Pada Kasus Fibroma Uterus dalam Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 45,

No. 8, IDI, Jakarta.

12. Moeloek, F.A., Hudono, S.Tj., Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan, Ilmu Kebidanan,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004, p : 401-27.

Anda mungkin juga menyukai