Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan yaitu
tentang “Konsep Dasar Syok Neurogenik”. Terimakasih kami ucapkan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari ketidak sempurnaan makalah kami, banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang
membangun guna melengkapi kekurangan makalah kami.

Om Santhi,Santhi,Santhi Om

Denpasar, September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah.............................................................. ......... 4
1.3. Tujuan penulisan ......................................................................... 5
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................. 6
2.1 Konsep Dasar Basif Life Suport .................................................. 6
2.2. Konep Dasar Basif Trauma Life Support ................................... 26
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 46
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
ketidakcukupan pada pemenuhan oksigen pada sel tubuh kegagala n pada
perfusi ini akan menyebabkankematian sel secara progresif yang akan
meyebabkan terjadinya gangguan pada fungsiorgan. Terdapat beberapa
jenis syok baik hipovolemik, kardiogenik, dan neurogenik, salah satu
bentuk syok adalah syok neurogenik, syok neurogenik ini sering
terjadiakibat trauma spinal, nyeri yang tak terhingga akibat fraktur,
maupun trauma kepala.Syok neurogenik disesbabkan oleh terjadinya
kegagalan pusat vasomotor sehinggaterjadi penimbunan darah pada
pembuluh darah tampung. hal ini terjadi akibatkerusakan alur simpatik di
spinal cord, syok neurogenik merupakan syok distributif.
Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun
penyebab nya berbeda- beda tiap negara. Jumlah insiden syok semakin
semakin meningkat di Indonesia. Tidak jarang kita temui insiden seperti
ini. Sebuah studi menyebutkan bahwa prevalensi insiden trauma di
Amerika diperkirakan mencapai 700 hingga 900 kasus tiap satu juta
penduduk (200.000 hingga 250.000 orang). Enam puluh persen yang
cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan 80% berusia antara 16
sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat kali lebih banyak
daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%), luka tembak atau kekerasan
(15,4%), dan kecelakaan olah raga, biasanya menyelam (13,4%). Lebih
kurang 53% dari cedera itu adalah kuadriplegi.
Pada kasus neuregonik manifesasi yang muncul adalah Hampir sama
dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis

3
berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut,
sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. pada
gejala syok neurogenik manifestasi yang muncul dengan penurunan
denyut nadi yang lama menyebabkan pasien dengan syok neurogenik sulit
untuk diidentifikasi. Pada saat seseorang dengan keadaan syok maka
penanganan awal sangat diperlukan untuk mengatasi keadaan syok pada
pasien, masalah utama pada syok adalah adanya gangguan peredaran
darah dan penurunan perfusi jaringan. sehingga penatalaksanaan yang
tepat buat kasus syok adalah dengan pemberian resusitasi pada pasien,
resusitasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peredaran pada pasien
sehingga perfusi pasien akan membaik

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari syok neurogenik?
1.2.2 Apa penyebab syok neurogenik?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi syok neurogenik?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis syok neurogenik?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan diagnostic syok neurogenik?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan syok neurogenik?
1.2.7 Apa saja komplikasi syok neurogenik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari syok neurogenik
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab syok neurogenik
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi syok neurogenik
1.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis syok neurogenik
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic syok neurogenik
1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan syok neurogenik
1.3.7 Untuk mengetahui apa saja komplikasi syok neurogenik

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan
zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan
kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian
penderita (Boswick John. A, 1997, hal 44).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur
system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi
pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah ,keadaan
kulit hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan
perubahan fungsi autonom normal (Elaine cole, 2009)
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga tejadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels).Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh. (Corwin, 2000).
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. bentuk dari syok
distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang
diakibatkan oleh daerah pada sistem saraf. (seperti trauma kepala, sidera spinal,
atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunanan darah pada pemmbuluh tampung
(capacitance vessels). hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan olrh cidera pada sistem saraf.

5
2.2 Etiologi
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu
SNS (Somatic Nervous System). Masalah ini terjadi akibat transmisi impuls
yang terhambat dan hambatan hantaran simpatik dari pusat vasomotor pada
otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI (Spinal Cord Injury). Syok
neurogenik keliru disebut juga dengan syok tulang belakang. Kondisi
berikutnya mengacu pada hilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat
cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan tidak
efektif (Linda D. Urden, 2008).
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya
kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai
akibatnya, muncul dilatasi arteriol dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008).
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
6. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke
jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak
akibat gangguan emosional.

6
2.3 Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering
terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas
kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu
pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat
rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut
jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya
pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan
persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh
darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia. (Ristari, 2012)
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis
terhadap tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi
arteriol dan venula secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk,

7
2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang
mendasari terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat
anesthesia maupun cidera pada medula spinalis yang mekanismenya kurang
lebih dapat dijelaskan melalui skema berikut ini.

Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah


sistem saraf simpatis. Secara anatomis, serabut-serabut saraf vasomotor
simpatis meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan
melalui satu atau dua saraf spinal lumbal pertama. Serabut-serabut ini segera
masuk ke dalam rantai simpatis yang berada di tiap sisi korpus vertebra,
kemudian menuju sistem sirkulasi melalui dua jalan utama :
- Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi pembuluh
darah organ visera interna dan jantung
- Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang mempersarafi
pembuluh darah perifer
Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler,
sfingter prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf
simpatis. Tentunya inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai contoh,
Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis untuk
meningkatkan tahanan aliran darah dan dengan demikian menurunkan laju
aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh darah besar, terutama

8
vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk menurunkan volume
pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat mendorong darah masuk ke
jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa
jantung.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut
simpatis juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali
bahwa rangsangan simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan
frekuensi jantung, dan menambah kekuatan serta volume pompa jantung.
Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja
dijabarkan secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor
dalam jumlah yang banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut
tersebut pada dasarnya didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek
vasokonstriktornya terutama sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi
kurang kuat di otot rangka dan otak.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus
menerus mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh,
menyebabkan serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan
frekuensi sekitar satu setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini,
mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh darah yang disebut
tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah dalam
batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi
klinis dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis
segmen toraks bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor
dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh
tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri
kecil. Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali
bermuara ke dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun
curah jantung akan menurun, dan dengan demikian tekanan darah secara

9
otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen yang bersamaan,
dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular sistemik yang
seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai pompa yang
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda
syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.
Konsekuensi akhir dari gangguan perfusi dalam berbagai bentuk syok
distributif dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi
hipoperfusi, jumlah sistem organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi
organ utama. Harap ditekankan bahwa apapun tipenya, sekali syok terjadi,
cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok sirkulasi mencapai suatu
keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok itu sendiri akan
menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak
adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk
jantung dan sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem
vasomotor, dan bagian-bagian sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).

10
Pathway

Multiple Vehicle Trauma

Suhu lingkungan SCI Fraktur tulang Trauma kepala Obat-obatan


panas, terkejut, anastesi
takut atau nyeri

Nyeri hebat Perdarahan


Spinal Lumbal
Reaksi
vasovagal refleks

Lumpuhnya Penekanan
Perfusi ke neurogenik venus
Vasokonstriksi sfingter venomotor
otak
pembuluh perkapiler
berkurang Nadi darah

Volume
sirkulasi darah
tidak efektif

Sinkop

Syok
neurogenik

11
Deficit hilangnya kontrol Hilangnya tonus Pengumpulan
neurogeni saraf simpatis simpatik darah di arteriol,
k terhadap tahanan vena dan kapiler
vaskular
quadriplegi paraplegi Vasodilatas
a a i perifeal ↓ Kulithangat Kulit merah,
Vasodilatasi vasokonstrik
si kulit
Tidak sadar Menghambat
Dilatasi Dilatasi respon
vena arteri baroreseptor
Resiko
Hipertermi
cedera
darah akan Tonus pemb. Kegagalan
tertahan dan darah perifer termoregulas
tidak kembali ↓ i
bermuara ke
dalam vena
Perfusi
Jaringan ↓
Venous return
↓, SV ↓

CO ↓

MAP ↓

TD ↓

12
2.4 Manifestasi Klinis
Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki
manifestasi yang hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok
neurogenik juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai
disfungsi saraf otonom (khususnya saraf simpatis) nadi tidaklah bertambah
cepat (takikardi), bahkan dapat lebih lambat (bradikardi). Kadang gejala ini
disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk quadriplegia atau
paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah
di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan (Duane, 2008).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat,
bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya
defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan
vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
(Smeltzer, 2001)
Menurut Kenneth dkk (2007) tanda dan gejala syok neurogenik
terdapat 2 kategori yang pertama efek dari cardioinhibitory seperti
bradiaritmia, dan yang kedua adalah vasodepresi yang membuat pembuluh
darah perifer menjadi dilatasi dan terjadi hipotensi. Penilaian fisik bisa
diliat dengan bradikardi, hipotensi, hipotermia yang menyebabkan warna
kulit menjadi merah, hangat, kulit kering, flaccid paralysis pada penderita
cedera tulang belakang. Tanda tanda ini mungkin akan termasuk tidak ada
vena jugularis (akibat dari vasodilatasi dan sirkulasi darah keperifer
menurun), berkurangnya vena sentral dan arteri kanan tetapi tekanan pada
arteri paru meningkat, ph darah mengarah ke asam, akibat dari perfusi
jaringan atau penurunan cardiac output dan penumpukan karbondioksida,

13
perubahan status mental, dan penurunan suara bising usus akibat tidak
adekuatnya suplai darah ke abdomen karena mengkompensasi dari syok
tersebut.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
A. Diagnosis Banding
Tanda dan gejala serupa dengan syok hipovolemik tapi kelainan
neurologik seperti quadriplegia atau paraplegia harus ada.
Diagnosis bandingnya syok neurogenik adalah vasovagal. Keduanya
sama-sama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan
vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan
iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan gejala syok.
B. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi
peritoneal bila diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan
dengan ominal (Batticaca, 2008). Menentukan tempat luka/jejas,
mengevalkuasi gangguan structural
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdapat
oklusi pada subaraknoid medulla spinalis
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan
ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
h. GDA :menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

14
2.6 Penatalaksanaan
Langakah-langkah pertama menangani syok. langkah pertolongan
pertama mengani shok secara umum menurut alexander R. H Proctor H J.
Shock., (1993 ; 75 – 94).
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan
napas.
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut
dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran
nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih
rendah dari bagian tubuh lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke
jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan
segera turunkan kakinya kembali.

15
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa
e. sungkup (Ambu bag) atau ETT.

3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Penanganan Syok Neuregenik


Pada penatalaksanaan pasein dengan kasus syok neurogenik, penanganan
utama adalah berfokus pada peningkatan dan perbaikan peredaran darah dengan
mengembalikan tonus vaskuler sehingga tidak terjadinya penimbunan darah pada
pembuluh darah tampung. sehingga pemenuhan darah terpenuhi.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan
prinsip A(airway),B(breathing),C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat
diikuti dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk
menjaga keadaan tetap baik (life support), diantaranya:

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi

16
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot -otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat –obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
 Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
 Epinefrin

17
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.

Karena syok merupakan suatu gejala klinis yang disebabkan oleh


ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dan pasokan oksien ke
jaringan. Terganggunya pasokan oksigen merupakan masalah utama pada
syok apaupun itu jenisnyaa.
Oleh karena itu resusitasi cairan sangat diperlukan untuk memperbaiki
kebutuhan sirkulasi sehingga kebutuhan sirkulasi terpenuhi.untuk menilai
keberhasilan resusitasi cairan yang diberikan terdapat satu tolak ukur
keberhasilan dengan menggunakan end point (Rundra.2006)

2.7 Komplikasi
Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat
penurunan aliran darah yang berkepanjangan.
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi
pembatasan alveolus-kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan
koagulasi intravascular diseminata akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade
koagulasi (Corwin, 2009)

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat organ-organ vital
tubuh.
Syok neurogenik, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat dari
kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol
umum. Syok ini menimbulkan hipotensi , dengan penumpukan darah pada
pembuluh penyimpanan atau penampung dan kapiler organ splanknik.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme
jantung, penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus-
menerus Oleh karena itu Syok merupakan keadaan gawat darurat yang
membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-
menerus di unit terapi intensif.
3.2 Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan
konsep asuhan keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan
cepat dan tepat sesuai dengan metode yang telah di pelajari di atas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care).


Jakarta:EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assessment and Management in the
Emergency Departement. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta. EGC.\
Greenberg, Michael I. dkk. 2007. Teks-Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan
Greenberg.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Vol 42 No. 5 hal 393.
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta. EGC.

20
21

Anda mungkin juga menyukai