Anda di halaman 1dari 19

MPKP

(MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL )


A. Definisi MPKP

Ratna Sitorus & Yulia (2006) Model praktik keperawatan profesional (MPKP)
adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang
memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan,
termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
B. Tujuan MPKP
Tujuan MPKP adalah sebagai berikut :
a) Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
b) Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
c) Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d) Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.

e) Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan


bagi setiap tim keperawatan.
C. Pilar – pilar dalam Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)
Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar diantaranya adalah

1) Pilar I : pendekatan manajemen keperawatan

Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen


sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu
pendekatan manajemen terdiri dari

a) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP


meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka
pendek ; harian,bulanan,dan tahunan)
b) Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan
daftar alokasi pasien.
c) Pengarahan

d) Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan


iklim motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup
pre dan post conference, dan manajemen konflik
e) pengawasan
f) pengendalian.
2) Pilar II: sistem penghargaan

Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan


professional berfokus pada proses rekruitmen,seleksi kerja orientasi,
penilaian kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum membuka
ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
3) Pilar III: hubungan professional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim kesehatan) dalam

penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaan nya hubungan

professional secara interal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan

kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan

dan lain – lain. Sedangkan hubungan professional secara eksternal adalah hubungan

antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.

4) Pilar IV : manajemen asuhan keperawatan

Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawat


dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu.
Manajemen asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan
keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan
D. KOMPONEN-KOMPONEN MPKP

Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan professional,


yaitu sebagai berikut :
1. Ketenagaan Keperawatan

Menurut Douglas(1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga


yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan
pasien. Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu :

a. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam ang terdiri

atas : Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.

Makan dan minum dilakukan sendiri

Ambulasi dengan pengawasan

Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.

Pengobatan minimal, status psikologis stabil.


Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.

b. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri atas :

Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu

Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali

Voley kateter/intake output dicatat

Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur

c. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :

Segala diberikan/dibantu

Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam

Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena

Pemakaian suction

Gelisah/disorientasi

Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang


dibutuhkan perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.

Waktu/Klasifikasi Pagi Sore Malam


Minimal 0,17 0,14 0,10

Partial 0,27 0,15 0,07

Total 0,36 0,30 0,20


Sebagai contoh :

Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien


minimal, 15 pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang
diperlukan untuk jaga pagi adalah :

10 x 0,17 = 1,7

15 x 0,27 = 4,05

5 x 0,36 = 1,8

--------------------

Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang dibutuhkan untuk
dinas pagi.

Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan sebaiknya

dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang sama.

Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut


perhitungan Douglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan
pada ruang tersebut adalah

Perawat shift : 10 orang

Libur cuti : 5 orang

Ketua tim : 3 orang

Kepala Ruangan : 1 orang

Jumlah = 19 orang

Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang

diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang dikembangkan Arndt dan

huckabay, 1975 (Gillies, 1994) yang selanjutnya secara populer disebut Formula Gillies,

yaitu dengan komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan :

A. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari

B. Rata-rata sensus harian pasien.


C. jumlah hari/tahun = 365 hari,

D. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari.

E. Jumlah jam kerja perawat setiap hari.

F. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun

G. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun

H. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.

Rumus :

AXBXC F

------------- = ----- = H.

(C-D) E G

Contoh :

A=4

B = 20

E=8

4 x 20 x 365 29.200

--------------- = ---------- = 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore, malam)

(365 – 140) 8 1800

Catatan : penentuan jumlah rata-rata jam perawatan pasien dengan


mempertimbangkan :

1. Minimal care : 1-2 jam/24 jam

2. Moderate care/partial care : 3 - 4 jam/24 jam

3. Total care : 5 – 6 jam/24 jam.


Contoh : Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien pada
Ruang Rawat yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari 10 minimal care,
15 partial care dan 5 total care. Maka jumlah rata-rata jam perawatan adalah :

Perawatan minimal : 10 x 2 = 20 jam/10 pasien.

Perawatan partial : 15 x 4 = 60 jam/15 pasien

Perawatan total : 5 x 6 = 30 jam/5 pasien.

= 110 : 30 → 3,66 → 4 jam

Menentukan komposisi tenaga :

Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga

keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non profesional. Bila

disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal

lulusan D III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain

Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26

% LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada

situasi ketenagaan keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV

Keperawatan, 26 % D III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK).

Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.

2. Metoda pemberian asuhan keperawatan :

Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan pemberian


asuhan keperawatan secara efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Setiap
metoda memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

Terdapat 3 pola yang sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan,


yaitu penugasan fungsional, penugasan tim , penugasan primer.

1) Penugasan Keperawatan Fungsional :


Sistem penugasan ini berorinetasi pada tugas dinama fungsi keperawatan tertentu

ditugaskan pada setiap perawat pelaksana, misalnya seorang perawat ditugaskan

khusus untuk tindakan pemberian obat, perawat yang lain untuk mengganti

verband, penyuntikan, observasi tanda-tanda vital, dan sebagainya. Tindakan ini


didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat
pelaksana. Oleh karena itu kepala Ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi
tingkat kesulitan tindakan tersebut, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan

bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksudkan. Setiap perawat


pelaksana bertanggung jawab langsung kepada kepala Ruangan. Tidak ada

perawat pelaksana yang bertanggung jawab penuh untuk asuhan keperawatan

pada seorang pasien.


Keuntungan :
Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.

Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga


keperawatan professional.

Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan


selalu berulang-ulang dikerjakan.

Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing


perawat. Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.
Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk.

Pelayanan tidak professional.

Pekerjaan monoton, kurang tantangan.


2) Penugasan Keperawatan Tim :
Adalah suatu bentuk sistem/metoda penugasan pemberian asuhan
keperawatan, dimana Kepala Ruangan membagi perawat pelaksana dalam
beberapa kelompok atau tim, yang diketuai oleh seorang perawat
professional/berpengalaman. Metoda ini digunaklan bila perawat pelaksana
terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
Ketua tim mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan

asuhan keperawatan dalam tanggung jawab kegiatan anggota tim. Tujuan metoda

penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat kepada

pasien. Ketua Tim melakukan pengkajian dan menyusun rencana keperawatan pada

setiap pasien, dan anggota tim bertanggung jawab melaksanakan asuhan

keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Oleh

karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua tim

seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota timnya (konferensi tim)


guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam pemberian asuhan

keperawatan.
Keuntungan :
Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.

Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty


dipertanggung jawabkan.
Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan lain.

Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.

Kerugian :
Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.

Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi,


karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.

Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan


dengan anggota tim.
3) Penugasan Keperawatan Primer
Keperawat primer adalah suatu metoda pemberian asuhan keperawatan dimana

perawat perofesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan

keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi pengkajian

pasien, perencanaan , implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak

pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas

utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.

Keperawat primer ini akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan


asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan
berorientasi kepada pasien.
Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di bawah tanggung

jawab perawat primer , dan perawat asosiet yang akan mengimplementasikan

rencana asuhan keperawatan dalam timdakan keperawatan.

Keuntungan :

Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan


tanggung gugat meningkat.
Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien.
Terciptanya kolaborasi yang baik.

Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat


perbantuan. Metoda ini mendukung pelayanan professional.

Penguasaan pasien oleh seorang perawat primer.

Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus


perawat professional.
Biaya yang diperlukan banyak.
3. Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan


perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan
masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan.
Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah :
1). Identifikasi masalah
2) menyusun alternatif penyelesaikan masalah
3) pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya
4) evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.

Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah


proses keperawatan yaitu:

1) pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistic

2) diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah


keperawatan
3) rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah
4) implementasi rencana dan
5) evaluasi hasil tindakan.
4. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan

keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai

keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu,

dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan.

Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi

Kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk
penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan
asuhan keperawatan. Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien.
Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana
keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan pasien.

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart &
Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai – nilai
professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode
pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam
perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.
a) Nilai – nilai professional
Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga, menjadi

partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi

renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk


mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP mempunyai tanggung jawab membina
performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai profesional
b) Hubungan antar professional
Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui
perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga mampu memberi
informasi tentang kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat akan membantu dalam penetapan
rencana tindakan medik.
c) Metode pemberian asuhan keperawatan

Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi


keperawatan primer ehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP,
PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat
modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d) Pendekatan manajemen

Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi
tanggung jawab PP. Dengan demikian, PP adalah seorang manajer asuhan
keperawatan. Sebagai seorang manajer, PP harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi
manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
e) Sistem kompensasi dan panghargaan.
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi
dan penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan
medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.
MAKP
Model Asuhan Keperawatan Profesional
Model Asuhan Keperawatan Profe-sional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian
asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996 dalam Hamid, 2001).

A. Dasar pertimbangan pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP).


Katz, Jacquilile (1998) mengidentifi-kasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan,
tetapi model yang umum dil-akukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim dan
Keperawatan Primer. Karena se-tiap perubahan akan berdampak terhadap suatu
stress, maka perlu mempertim-bangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan (Tomey,Mariner 1996) yaitu :
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi

2. Dapat diterapkan proses keperawa-tan dalam asuhan keperawatan.

3. Efisien dan efektif penggunaan biaya.

4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.

5. Kepuasan kinerja perawat.

B. Jenis Model Asuhan Keperawatan Profe-sional ( MAKP)

Menurut Kron.T & Gray (1997) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan
profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam
menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:

C. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional


Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan

sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu ka-rena masih

terbatasnya jumlah dan kemam-puan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2

jenis intervensi keperawa-tan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan

orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu

berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).

Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus


Setiap perawat ditugaskan untuk me-layani seluruh kebutuhan pasien saat ia di-
nas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,
dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan
khusus sep-erti isolasi , intensive care.Metode ini ber-dasarkan pendekatan
holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

D. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer


Menurut Gillies (1989) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam

pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode

keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat kom-prehensif serta

dapat dipertanggung jawab-kan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan

bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer ber-

tanggung jawab untuk mengadakan komu-nikasi dan koordinasi dalam merencanakan

asuhan keperawatan dan juga akan mem-buat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika

perawat primer sedang tidak bertu-gas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada

perawat lain (associate nurse). Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung

jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk

sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara

si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya

keterkaitan kuat dan terus menerus antarapasien dan perawat yang ditugaskan untuk

merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat.

E. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim


Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang

perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatankelompok klien melalui upaya kooperatif dan kola-buratif ( Potter, Patricia

1993). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai

kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul

moti-vasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan

keperawatan meningkat. Metode ini menggunakan tim yang


terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat ru-angan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang
terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang
saling membantu. Dalam pen-erapannya ada kelebihan dan kelema-hannya.
Kelebihannya yakni memung-kinkan pelayanan keperawatan yang me-nyeluruh,
mendukung pelaksanakaan pros-es keperawatan, memungkinkan komu-nikasi antar
tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Sedangkan Kelemahannya yakni komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama
dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu di-mana sulit
untuk melaksanakan pada wak-tu-waktu sibuk. (Nursalam, 2002)

F. Penentuan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Pada penerapan MAKP harus mam-pu memberikan asuhan keperawatan profe-


sional dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama:
Ketenagaan
Saat ini jumlah dan jenis tenaga keperawatan kurang mampu untuk mem-beri asuhan
keperawatan yang profesional. Hal ini terlihat dari komposisi tenaga yang ada
mayoritas lulusan SPK. Disamping itu jumlah tenaga keperawatan ruang rawat tidak
ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. Pada suatu pela-yanan
profesional jumlah tenaga yang di-perlukan tergantung pada jumlah klien dan derajat
ketergantungan klien. Menurut Douglas (1984) klasifikasi derajat ketergantungan
klien dibagi 3 kategori yai-tu : perawat minimal memerlukan waktu 1 -2 jam/ 24 jam,
perawatan intermediet memrlukan waktu 3 – 4 jam/ 24 jam , perawatan maksimal atau
total memer-lukan waktu 5 – 6 jam/ 24 jam. Dalam penelitian Douglas (1975) dalam
Su-priyanto (2003) tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit, di dapatkan jumlah
SP2KP
Sistem Pemberian PelayananKeperawatan Profesional
Salah satu upaya manajemen keperawatan dalam mewujudkan pelayanan keperawatan yang

berkualitas melalui Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP). Melalui

penerapan SP2KP diharapkan mampu mewujudkan kualitas pelayanan keperawatan yang

diharapkan dan mampu memacu diri dalam kualitas pelayanan keperawatan sesuai dengan

standar rumah sakit kelas dunia atau bertaraf internasional (Kemenkes RI,2012)

A. Tujuan dan fungsi SP2KP yaitu:

Demi tercapainya kualitas pelayanan keperawatan dengan standar rumahsakit


kelas dunia atau bertaraf internasional, maka pelayanan keperawatan didasarkan
pada profesionalisme, ilmu pengetahuan, aspek legal dan etik. Untuk itu
diselenggarakan program penerapan SP2KP untuk mendukung sistem pelayanan
kesehatan secara komprehensif (Kemenkes RI, 2012).

SP2KP sebagai salah satu upaya dalam peningkatan indikator mutu pelayanan
keperawatan (Depkes RI, 2009). SP2KP merupakan pengembangan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan.
Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan sehingga menjadi efektif dan efisien (Budi, 2009).

SP2KP memperlihatkan pelayanan yang lebih terstruktur dan terorganisirkarena


SP2KP merupakan bentuk pengembangan dari MPKP yang lebihprofesional dan
lebih baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhankeperawatan terhadap
klien (Karunianingrum, 2013). Salah satu evaluasi outcome (hasil) dari penerapan
SP2KP adalah meningkatkan kepuasan pasien (Kemenkes, 2012).

Dari hasil penelitian Wati, dkk tahun 2010 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
diperoleh gambaran pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan dari masing-
masing komponen dari SP2KP secara keseluruhan belum mencapai kategori baik.
Penerapan SP2KP sebagai salah satu bentuk dari kinerja perawat. Kinerja
merupakan pencapaian seseorang yang berkenaan dengan seluruh tugas yang
dibebankan kepadanya. Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan
profesionalyang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (Triwibowo, 2013).
Kunci utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah
perawat yang mempunyai kinerja tinggi (Mulyono, 2013). Dari hasil penelitian
Mulyono (2013) kepuasan kerja merupakan variabel yang paling kuat/dominan
pengaruhnya terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Tingkat IIIAmbon.

Kepuasan kerja menjadi isu yang menarik dan penting terbukti karena besar manfaatnya

bagi perawat, pasien dan rumah sakit. Perawat yangmemiliki kepuasan kerja menampilkan

kinerja lebih baik dibandingkan dengan perawat yang tidak memiliki kepuasan kerja.

(Triasih, 2007 dalam Sitrait 2012). Menurut Robbin (2009), Luthans (2008) dan Nursalam

(2007) kepuasan kerja sekurang-kurangnya memiliki lima dimensi yaitu kepuasan terhadap

pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap pengawasan, kepuasanterhadap gaji atau

imbalan, kepuasan terhadap peluang promosi, dan kepuasan terhadap rekan kerja. Dari

beberapa penelitian dibidang keperawatan di Amerika Serikat didapatkan bahwa perawat

mengalami derajat kepuasan kerja yang rendah (Zamzahar, 2010). Menurut Baumann di

Amerika Serikat, Kanada, lnggris,Jerman menunjukkan bahwa 41% perawat di rumah sakit

mengalam iketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22% diantaranya merencanakan

meninggalkan pekerjaannya dalam satu tahun (Wuryanto, 2010). Kepuasan kerja rendah ini

bisa disebabkan oleh penghargaan psikologis dan penghargaan keamaan yang kurang.

Sehingga, berdampak terhadap praktik keperawatan dalam rangka mewujudkan asuhan

asuhan keperawatan yang profesional (Sitorus, 2006).

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan implementasi MPKP dengan kepuasan


kerja perawat, salah satunya “Profesional Nursing Practice Model”dikembangkan di
Beth Israel Hospital (BIH) tahun 1973, model ini berfokuspada hubungan caring
antara klien/keluarga dan perawat. Evaluasi modelmenunjukkan peningkatan
kepuasan perawat dan kepuasan klien (Clifford &Horvart 1990 dalam Sitorus 2006).
MPKP MAKP SP2KP
MPKP MAKP SP2KP
Definisi
Suatu sistem yang memfasilitasi Suatu sistem yang memungkinkan mewujudkan kualitas pelayanan keperawatan
perawat profesional, mengatur perawat profesional mengatur yang diharapkan danmampu memacu diri
pemberian asuhan keperawatan. pemberian asuhan keperawatan dalam kualitas pelayanan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang sesuai denganstandar rumah sakit kelas
pemberian asuhan tersebut dunia atau bertaraf internasional

Tujuan
Menjaga konsistensi asuhan keperawatan. Sesuai dengan visi dan misi institusi Tercapainya kualitas pelayanan keperawatan

Mengurangi konflik, tumpang tindih dan dengan standar rumah sakit kelas dunia atau
Dapat diterapkan proses keperawa-tan
kekososongan pelaksanaan asuhan bertaraf internasional yang didasarkan pada
dalam asuhan keperawatan.
keperawatan oleh tim keperawatan. profesionalisme, ilmu pengetahuan, aspek

Menciptakan kemandirian dalam Efisien dan efektif penggunaan legal dan etik

memberikan asuhan keperawatan. biaya. Pelayanan yang lebih terstruktur


Memberikan pedoman dalam dan terorganisir
Terpenuhinya kepuasan klien,
menentukan kebijakan dan keputusan. keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu bentuk dari
Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan kinerja perawat
Kepuasan kinerja perawat.
tujuan asuhan keperawatan bagi setiap Salah satu upaya dalam peningkatan

tim keperawatan. indikator mutu pelayanan keperawatan


tim keperawatan. indikator mutu pelayanan keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Arwani dan Heru supriyatno. (2005). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta :


EGC

Budiaro, Eko. (2001). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan RI. (2005). Peduman Uraian Tugas Tenaga


Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik

Dharma, A. (2003). Manajemen Supervisi. Jakarta : P. T Grafindo Persada

Gillies, D. A. (2006). Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem


Edisi Kedua. Terjemahan Illiois W. B. Saunders Company

Handoko, T. H. (1995). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta : BPFE

Ilyas, Y. (1999). Kinerja : Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta : FKM UI

Kron, T. (1997). Management of Patient Care : Putting Leadership Skill To Work.


Philadelphia : W. B . Saunders Company
DAFTAR PUSTAKA

Arwani dan Heru supriyatno. (2005). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta :


EGC

Budiaro, Eko. (2001). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan RI. (2005). Peduman Uraian Tugas Tenaga


Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik

Dharma, A. (2003). Manajemen Supervisi. Jakarta : P. T Grafindo Persada

Gillies, D. A. (2006). Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem


Edisi Kedua. Terjemahan Illiois W. B. Saunders Company

Handoko, T. H. (1995). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta : BPFE

Ilyas, Y. (1999). Kinerja : Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta : FKM UI

Kron, T. (1997). Management of Patient Care : Putting Leadership Skill To Work.


Philadelphia : W. B . Saunders Company

Maslow, Abraham. (2006). On Dominace, self Esteen and Self Actualization.


Ann Kaplan : maurice Basset. Hlm 153, 168, 170-172, 299-342.

Muninjaya, A. A. G. (1999). Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC

Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta : Salemba Medika

Refilita. (2001). Analisis hubungan antara supervisi kepala ruangan


dengan kepuasaan perawat pelaksana. Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Jakarta

Suarli, S & Bachtiar. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan


Praktik. Jakarta : Erlanggga

Suyanto. (2008). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di


Rumah Sakit. Jogjakarta : Mitra Cendikia Jogjakarta

Swansburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan. Jakarta : EGC

Wiyana, Muncul. (2008). Supervisi dalam Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai