Anda di halaman 1dari 21

A.

Teori Belajar Pendekatan Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik

Teori belajar adalah seperangkat pernyataan umum yang digunakan untuk


menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Aplikasi teori belajar dalam situasi
pembelajaran membutuhkan kejelian dan kecermatan guru untuk menangkap
pesan-pesan yang terkandung dalam teori belajar.1 Ada tiga teori belajar yaitu teori
belajar behavioristik, kognitif, dan humanistik.

1. Teori Belajar Pendekatan Behavioristik (Tingkah laku)

Pandangan tentang belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai


akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Belajar yaitu perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Tokohnya antara lain:

a. Edward Lee Thorndike (The Law of Effect)

Belajar adalah hubungan antara stimulus (pikiran, perasaaan, gerakan) dan


respons (pikiran, perasaan, gerakan). Apabila respons menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dan respons semakin kuat dan sebaliknya. 2
Perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang dapat dan tidak bisa diamati.3

Faktor penting yang mempengaruhi semua belajar adalah pernyataan


kepuasan dari suatu kejadian. Ia menghapuskan bagian negatif yang mengganggu
dari hukum pengaruh (law of effect) karena dia menemukan bahwa hukuman tidak
penting. Hukuman akan memperlemah ikatan dan tidak mempunyai effect apa-apa
berbeda dengan hadiah (reward).

Teori belajarnya mengarah pada sejumlah praktik pendidikan. Saran umum


bagi guru adalah tahu apa yang hendak diajarkan, respons apa yang diharapkan, dan

1
Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2007.), hlm. 89-90.
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 1995), hlm.
105-106.
3
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
hlm., 7.
1
kapan harus memberikan hadiah atau penguat. Ia menunjukan satu ikatan antara
stimulus dan respons yang terjadi dalam matematika. Ulangan yang tetap dari tabel
perkalian dengan memberikan hadiah dari guru akan membentuk ikatan antara
stimulus (berapa 7x7) dan respons (49) dalam membaca ulangan juga ditekankan
dengan menyuruh siswa belajar menggunakan kata sesering mungkin pada berbagai
tingkat kelas.

Hukum pengaruh mengarah pada pemberian hadiah yang konkret, seperti


gambar bintang yang ditempelkan pada papan kelas (untuk siswa siswa TK dan SD)
pada kertas hasil ulangan siswa, pujian verbal. Hukum latihan mengarah pada
banyaknya ulangan, praktik dan dril untuk semua mata pelajaran.

b. Ivan Pavlow (classic conditioning: pengkondisian klasik)

Teori ini adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Belajar adalah
perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons.
Stimulus yang diadakan selalu disertai dengan stimulus penguat. Stimulus tadi,
cepat atau lambat akan menimbulkan respons atau perubahan yang dikendaki.4

c. Watson

Menurutnya, stimulus dan respons harus berbentuk tingkah laku yang bisa
diamati. Ia mengabaikan perubahan mental yang terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Perubahan mental juga
penting bagi siswa tetapi perubahan itu tidak bisa menjelaskan apakah proses
belajar sudah terjadi atau belum. Ia tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa
diukur, tetapi mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting.5

Belajar adalah suatu proses dari respons melalui pergantian dari suatu
stimulus kepada yang lain. Menurutnya, manusia dilahirkan dengan beberapa

4
Ibid., Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,..., hlm. 107-108.
5
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 7-8.
2
refleks dan reaksi emosi, ketakutan, cinta, dan marah.6 Semua tingkah laku
dikembangkan oleh pembentukan hubungan stimulus dan respons baru melalui
pengkondisian.

d. Clark Hull

Ia menganggap bahwa tingkah laku berfungsi untuk menjaga kelangsungan


hidupnya sehingga kebutuhan biologis dan pemuasan menempati posisi sentral.
Kebutuhan ini dikonsepkan sebagai dorongan (lapar, haus, tidur, hilang rasa nyeri
dll). Stimulus dikaitkan dengan kebutuhan biologis yang dikaitkan dengan respon
yang bermacam-macam bentuknya.7

e. Edwin Guthrie

Belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons


tertentu. Hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam
belajar, oleh karena iu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan
menjadi lebih langgeng. Suatu respons akan lebih kuat dan menjadi kebiasaan
apabila respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Ia
menganggap bahwa hukuman pada saat yang tepat memiliki peran penting dalam
proses belajar karena akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.8

f. Burrhus Frederic Skinner 1904 (Pembiasaan Perilaku Respons)

Tingkah laku terbentuk dari konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah


laku itu sendiri. Sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan yang dekat.9 Teori ini menyatakan bahwa anak manusia lahir
tanpa warisan (kecerdasan, bakat, perasaan dll). Semua kecakapan, kecerdasan, dan
bahkan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan kontak dengan alam

6
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 129.
7
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 8.
8
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm.,8-9.
9
Ibid., Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,..., hlm. 109.
3
sekitar terutama alam pendidikan. individu bisa pintar, terampil, dan berperasaan
hanya bergantung pada bagaimana individu itu dididik.10

Skinner memandang hadiah atau penguatan sebagai unsur yang paling


penting dalam proses belajar.11 Manusia cenderung untuk belajar suatu respons jika
segara diikuti penguatan. Ia memilih istilah penguatan daripada hadiah karena
hadiah diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan
kesenangan, sedangkan penguatan adalah istilah yang netral.12

Ia memusatkan hubungan antar tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika


tingkah laku individu diikuti oleh konsekuensi menyenangkan, individu akan
menggunakan tingkah laku itu sesering mungkin. Menggunakan konsekuen yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku sering
disebut operant conditioning.13

Ia tidak menggunakan perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan


tingkah laku yang akan membuat masalah menjadi rumit karena alat itu harus
dijelaskan lagi. Sebagai contoh siswa berprestasi buruk karena mengalami frustasi.
Hal itu akan menimbulkan pertanyaan apa itu frustasi yang akan memerlukan
penjelasan lain.14

Kelemahan dan kekuatan teori behavioristik ini adalah proses belajar:

a) dapat diamati secara langsung padahal belajar adalah proses kegiatan mental
yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya.
b) bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan
robot, padahal setiap siswa memiliki kemampuan mengarahkan diri dan
pengendalian diri yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak
merespons jika ia tidak mengendaki, misal ia lelah dengan kata hati.

10
Ibid., Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,..., hlm. 111-112.
11
Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 32.
12
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan..., hlm. 131.
13
Ibid.,
14
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 9.
4
c) manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia
dan hewan”.15
d) usaha-usaha mengubah perilaku mengabaikan faktor-faktor kognitif yang
potensial mengganggu proses belajar. Untuk siswa yang pengetahuan atau
kemampuan kognitifnya lemah, harus menggunakan strategi belajar
mengajar pada teori kognitif.
e) penguatan yang diberikan karena menyelesaikan tugas-tugas akademis yang
bisa mendorong siswa untuk melakukannya lebih cepat dan bagus.
f) penguatan ekstrinsik terhadap sebuah aktivitas yang dianggap siswa sudah
menguatkan secara intrinsik akan mengurangi kesenangan siswa terhadap
kegiatan tersebut. Ketika siswa mengerjakan tugas yang sulit, guru
memberikan dorongan agar siswa mengerjakan dengan baik tetapi siswa
akan merasakan kebosanan”.16

2. Teori Belajar Pendekatan Kognitif

Teori ini lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Hal ini terpusat
pada proses bagaimana suatu ilmu yang berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya
telah dikuasai siswa. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang siswa melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini mengalir,
sambung-menyambung dan menyeluruh. Para ahli teori ini adalah:

a. Piaget (1975)
Ia menganggap bahwa proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1) Asimilasi, proses penyatuan dan pengintegrasian informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
2) Akomodasi, penyesuaian struktur kognitif dalam situasi yang baru.

15
Ibid., Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,..., hlm., 110.
16
Jeanne Ellis Ormrod. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang
Edisi keenam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 466.
5
3) Equilibrasi (penyeimbangan), penyesuaian berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi.

Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang


dilalui siswa. Ia membaginya menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-motor (1,5
sampai 2 tahun), Tahap pra-operasional (2,3 dampai 7,8 tahun), tahap operasional
konkret (7,8 sampai 12,13,14 tahun), tahap operasional formal (14 tahun atau
lebih). Semakin tinggi tingkat kognitif sesorang, semakin teratur dan semakin
abstrak cara berpikirnya. Guru harus memahami tahap perkembangan siswa serta
memberikan materi belajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahapan itu
sehingga tidak menyulitkan siswa.17

b. Ausubel (1968)

Menurutnya siswa akan belajar dengan baik apabila pengatur kemajuan


belajar didefiniskan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mencakup
semua isi pelajaran yang akan diajarkan oleh siswa.

Pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik sehingga
guru akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inkusif,
untuk diajarkan pada siswa. Logika berpikir guru juga dituntut sebaik mungkin agar
tidak kesulitan memilah materi pelajaran serta mengurutkan materi demi materi
kedalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.18

c. Bruner (Teori free discovery learning)

Teori ini adalah proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suau aturan
(konsep, teori definisi dll) melalui contoh yang menggambarkan aturan yang

17
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 10-11.
18
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 12.
6
menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum.

Ia memandang bahwa teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori


pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya, teori belajar memprediksikan berapa
usia maksimal anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran
menguraikan bagaiman cara mengajarkan penjumlahan.19

Tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan


mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi.20 Pandangan
kognitif melihat belajar sebagai suatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari
pengalaman untuk belajar, mencari informasi untuk menyelesaikan masalah,
mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk
mencapai belajaran baru.21

3. Teori Belajar Pendekatan Humanistik

Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut


pandang pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu
ditentukan oleh individu itu sendiri.22 Proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan pada
kenyataanya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar
dalam bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal daripada belajar apa adanya yang biasa kita amati
dalam dunia keseharian.

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar


dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa harus berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan

19
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 12-13.
20
Dalyono, Psikologi Pendidikan..., hlm. 35.
21
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan..., hlm. 149.
22
Mustaqin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm., 61
7
sebaik-baiknya. Teori ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.23

Pendidik harus memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap


kebutuhan kasih sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral.24
Pendekatan humanistik pada umumnya mempunyai pandangan yang ideal yang
lebih manusiawi, pribadi, dan berpusat pada siswa yang menolak terhadap
pendidikan tradisional yang lebih berpusat pada guru. Para ahli teori belajar
pendekatan ini yaitu:

1) Arthur Combs

Tokoh ini menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam


memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting
adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Untuk mengerti
orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk
menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang dunianya.25

2) Maslow

Tokoh ini berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan


untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau
mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling
penting. Jika manusia secara fisik terpernuhi kebutuhannya dan merasa aman,
mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu
kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam
kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kembali mencari

23
Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan...,hlm. 116.
24
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan..., hlm. 181.
25
Ibid., hlm. 183.
8
kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis, dan
akhirnya self-actualization.26

3) Rogers

Melalui bukunya Freedom to Learn and Freedom to Learn for the 80’s,
menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan
mengajar lebih manusiawi, lebih personal, dan berarti. Prinsip-prinsip penting
belajar humanistik menurut Rogers27 yaitu keinginan untuk belajar (The Desire to
Learn), belajar secara signifikan (Significant Learning), belajar tanpa ancaman
(Learning Without Threat), belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning),
belajar dan berubah (Learning and Change).

4) Bloom dan Krathwohl

Mereka membagi penguasaan siswa dalam belajar menjadi tiga:

1) Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu: pengetahuan (mengingat


dan menghafal), pemahaman (menginterpretasikan), aplikasi (penggunaan
konsep untuk memecahkan masalah), analisis (menjabarkan suatu konsep),
sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu kesatuan
yang utuh), evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan lain-lain).
2) Afektif yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu pengenalan (ingin menerima
dan sadar akan adanya sesuatu), merespons (aktif berpartisipasi),
penghargaan (menerima nilai-nilai dan setia kepada nilai-nilai tertentu),
mengorganisasian yaitu menghubungkan nilai yang dipercaya), pengamalan
(menjadikan nilai sebagai bagian pola hidupnya).
3) Psikomotor yaitu peniruan (menirukan gerak), penggunaan (menggunakan
konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan

26
Ibid.
27
Ibid., hlm. 184-186.
9
benar), perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus), naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar).

Taksonomi Bloom ini berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar


untuk mengembangkan teori belajar dan pembelajaran. Taksonomi ini banyak
membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan belajar dalam
bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur. Teori ini dijadikan
pedoman untuk membuat butir soal ujian.28

5) Kolb

Ia membagi tahapan belajar menjadi empat tahapan yaitu:

1) Pengalaman konkret. Pada tahap pertama dan paling dini ini, siswa hanya
mampu mengalami suatu kejadian.
2) Pengamatan aktif dan reflektif. Pada tahap kedua ini, siswa mampu
mengadakan observasi aktif dan memahami terhadap kejadian itu.
3) Konseptualisasi. Tahap ketiga ini, siswa mulai belajar membuat abstraksi
atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya.
4) Eksperimentasi aktif. Pada tahap akhir ini, siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru.
Siklus belajar semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan
berlangsung di luar kesadaran siswa sehingga sulit ditentukan kapan beralihnya,
tetapi ada garis tegas antara tahap satu dengan tahap lain.29
6) Honey dan Mumford

Mereka membagi tipe siswa menjadi empat macam:

1) Siswa tipe aktivis adalah yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru
dan cenderung berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog.
2) Siswa dengan tipe reflektor sangat berhati-hati mengambil langkah.

28
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 13-15.
29
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 15-16.
10
3) Siswa dengan tipe teoris sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.
4) Siswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek praktis. Siswa tipe
ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis karena
lebih baik praktiknya.30
7) Habermas (tokoh yang dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan
maupun dengan sesama manusia)
Tipe belajar dibagi menjadi:
1) Tipe belajar teknis, belajar berinteraksi dengan alam sekelilingnya.
2) Tipe belajar praktis,belajar berinteraksi dengan orang disekelilingnya.
3) Tipe belajar emansipatoris berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran
tentang perubahan kultural suatu lingkungan. Pemahaman kesadaran
terhadap perubahan kultural menjadi tahapan terpenting karena dianggap
sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.31

B. Penerapan Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik


dalam Pembelajaran

1. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma


behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh
oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu keterampilan tertentu.

30
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm., 16.
31
Ibid., Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,..., hlm.,16-17.
11
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif, sedangkan perilaku yang kurang
sesuai mendapatkan penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasarkan pada
perilaku yang tampak.32

2. Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran

Ada sejumlah cara untuk menggunakan model belajar kognitif dalam kelas.
Pertama kita akan melihat strategi mengajar pada umumnya, terutama yang
menyangkut rencana pembelajaran, kemudian yang kedua kita akan memusatkan
perhatian untuk membantu siswa dalam mengingat informasi baru.

Strategi belajar sangatlah penting dalam mencapai suatu keberhasilan


pengajaran, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mendasari strategi mengajar
yaitu; memusatkan perhatian, banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa.

Dalam permulaan pelajaran, guru dapat membuat kontak mata atau berbuat
sesuatu yang mengejutkan siswa dengan maksud untuk menarik perhatian
siswa.mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak bisa, belajar dapat
dipertinggi jika guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru.

Suatu strategi untuk melakukan ini adalah membuat tujuan pembelajaran


sejelas mungkin. membantu siswa mengingat kembali informasi yang telah
dipelajari sebelumnya, membantu siswa memahami dan menggabungkan
informasi. Mungkin satu-satunya metode terbaik untuk membantu siswa
memahami pelajaran dan mengombinasikan informasi yang telah ada dengan
informasi baru adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin bermakna.

32
Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan...,hlm. 103.
12
Strategi selanjutnya yaitu, strategi untuk membantu siswa dalam mengingat
informasi baru. Lindsy dan Norman menyampaikan tiga aturan umum untuk
memperbaiki ingatan, pertama, menghafal memerlukan usaha. kedua; materi yang
harus dihafal atau diingat seharusnya berhubungan dengan hal-hal lain. Ketiga;
materi dapat dibagi dalam kelompok atau bagian-bagian kecil dan kemudian
diletakkan kembali bersama-sama pola yang berarti.33

3. Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran

Implikasi pengajaran dari sudut pandang Rogers yaitu tidak begitu


memperhatikan metodologi pengajaran. Nilai dari perencanaan kurikulum,
keahlian ilmiah guru, atau penggunaan teknologi tidak sepenting dalam
memudahkan belajar, seperti respons perasaan siswa atau mutu dari interaksi antara
siswa dan guru. Satu strategi yang disarankan Rogers adalah memberi siswa dengan
berbagai macam sumber yang dapat mendukung dan membimbing pengalaman
mereka. Strategi lain yang disarankan Rogers adalah peer-tutoring (siswa mengajar
siswa yang lain). Rogers adalah penganjur yang kuat pada penemuannya, di mana
siswa mencari jawaban terhadap pertanyaan yang riil, membuat penemuan
autonomus (bebas), dan menjadi pencetus dalam belajar atas inisiatifnya sendiri.

Pengajaran dalam Psikologi Humanistik meliputi:

a. Pendidikan Setara (Confluent Education)

George Brown mengembangkan Pusat Pendidikan Humanistik di


Universitas California, Sania Barbara, dimana guru belajar mengintegrasikan
pengalaman afektif dengan belajar kognitif di kelas.34 Contohnya adalah pengajaran
Bahasa Inggris pada siswa umur 12 tahun tentang buku yang berjudul Red Badge
of Courage. Guru yang ingin mengembangkan latihan ini, ingin siswanya tidak
hanya mendapatkan pengertian yang lebih dalam tentang novel itu, tetapi juga

33
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan..., hlm. 163.
34
Ibid., Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan..., hlm 187.
13
memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih besar dengan mendiskusikan
konsep tentang keberanian, keteguhan hati, dan kekuatan mereka sendiri.

b. Pendidikan Terbuka (Open Education)

1) Syarat-syarat belajar (Provisions for Learning). Memanipulasi persediaan


bahan pelajaran untuk memenuhi keanekaragaman dan luasnya mata
pelajaran. Anak-anak bergerak bebas di kelas, mendorong untuk bercakap-
cakap dan tidak dipisahkan ke dalam kelompok dengan menggunakan skor
tes.

2) Manusiawi, hormat, terbuka, dan hangat (Humannes, Respect, Opennes,


and Warmth). Menggunakan bahan pelajaran yang dibuat siswa. Guru
berhadapan dengan tingkah laku siswa yang bermasalah dengan
berkomunikasi dengan anak tanpa melibatkan kelompok.

3) Mendiagnosis kejadian selama pelajaran (Diagnosis of Learning Events).


Siswa mengoreksi pekerjaan mereka sendiri. Guru mengobservasi dan
menanyakan pertanyaan-pertanyaan.

4) Pengajaran (Instruction). Secara individual tidak ada tes/ buku tugas.

5) Penilaian (evaluation). Guru mengambil catatan beberapa tes formal.

6) Mencari kesempatan untuk menumbuhkan profesionaliisme (Search for


Opportunities for Professional Growth). Guru menggunakan bantuan orang
lain. Guru bekerja dengan teman sejawat.

7) Persepsi guru tentang dirinya (Self-Perception of Teacher). Guru mencoba


untuk menyimpan semua persepsi tentang anak-anak di dalam
pengamatannya dan memonitor pekerjaan mereka.

14
8) Mengasumsikan anak-anak dan proses belajar (Assumption about Children
and the Learning Process). Suasana kelas hangat dan diterima. Anak-anak
terlibat dengan apa yang mereka kerjakan.35

Slavin menyimpulkan bahwa hasil penelitian kelas terbuka mengatakan,


pengalaman-pengalaman dari gerakan kelas terbuka menyarankan bahwa ada
keterbatasan terhadap belajar yang diarahkan pada diri sendiri oleh siswa, terutama
ketika mereka belajar keterampilan dasar di mana begitu banyak kegiatan belajar
yang tergantung dari guru.36

C. PERMENDIKBUD No. 20, 21, 22, 23 Tahun 2016

Berkaitan dengan upaya standarisasi pendidikan nasional, Pemerintah


melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan sejumlah
peraturan baru, diantaranya:

1. Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi


Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

a. Pengertian

Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi


kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

b. Tujuan

Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama


pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, dan standar pembiayaan.

35
Ibid., hlm.188-190.
36
Ibid., hlm. 191.
15
c. Ruang Lingkup

Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan


peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya
di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

d. Monitoring dan Evaluasi

Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi


Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang
digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari
monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan
Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.

Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah (SD/MI/SDLB/Paket


A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/ SMALB/Paket C) memiliki
kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Gradasi untuk dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan antar jenjang


pendidikan memperhatikan:

1) perkembangan psikologis anak;


2) lingkup dan kedalaman;
3) kesinambungan;
4) fungsi satuan pendidikan; dan

16
5) lingkungan.

2. Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan


Dasar dan Menengah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
ditetapkan bahwa Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan
wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep
keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan.
Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat
perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan
kompetensi yang berjenjang.

Standar isi memuat tentang Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti


sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Kompetensi Inti meliputi sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan ketrampilan. Ruang lingkup materi yang
spesifik untuk setiap mata pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi
dan Kompetensi Inti untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.

Tingkat Kompetensi dikembangkan berdasarkan kriteria; (1) Tingkat


perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3) Penguasaan
kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat Kompetensi juga memperhatikan
tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan
keterpaduan antar jenjang yang relevan. Untuk menjamin keberlanjutan antar
jenjang, Tingkat Kompetensi dimulai dari Tingkat Kompetensi Pendidikan Anak

17
Usia Dini. Berdasarkan pertimbangan di atas, Tingkat Kompetensi dirumuskan
sebagai berikut:

No Tingkat Kompetensi Jenjang Pendidikan


1 Tingkat Pendidikan Anak TK/RA
(Catatan: Standar Isi TK/RA
diatur secara

2 Tingkat Pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A

3 Dasar SMP/MTS/SMPLB/Paket B

4 Tingkat Pendidikan Menengah SMA/MA/SMALB/Paket C

Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalam


domain sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh
karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan
tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang dirumuskan pada
Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan
demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang
merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan,
yang selanjutnya disebut Kompetensi Inti (KI).

Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri


Pendidikan Nasional Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan


Dasar dan Menengah

Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada


satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
18
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip
pembelajaran yang digunakan:

1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
aneka sumber belajar;
3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4) dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5) dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7) dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
9) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso),
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
(tut wuri handayani);
11) pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

19
14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik.

Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang


mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran


mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.

Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses


psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh
melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.

Dengan diberlakukanya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri


Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

4. Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian


Pendidikan

Standar penilaian merupakan kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat,


prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik
yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk


mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

20
Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian


Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses Pembelajaran untuk
memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.

Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur


pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau
penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria


ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu pada
standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta
didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan.

Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik Pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Keempat peraturan menteri di atas tidak dapat dilepaskan dari adanya upaya
revisi Kurikulum 2013 yang saat ini sedang diterapkan di beberapa sekolah
sasaran. Dengan kata lain, keempat peraturan menteri di atas pada dasarnya
merupakan landasan yuridis bagi penerapan kurikulum 2013 yang telah direvisi.

21

Anda mungkin juga menyukai