10 LP Hiperbirilubin
10 LP Hiperbirilubin
HIPERBLLIRUBINEMIA
KEPERAWATAN ANAK
Oleh Kelompok 10 :
Qoriq Dwi Vega 162310101158
Moh. Afif Jakaria I 162310101197
Ken Rangga G. A 162310101249
Di dunia insiden bervariasi dengan intensitas dan geografi. Insiden lebih tinggi
pada orang Asia timur dan Indian Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam.
Insiden penyakit kuning neonatal meningkat pada bayi meskipun terakhir tampaknya
hanya berlaku untuk bayi yang lahir di Yunani dengan demikian mungkin lingkungan
bukan etnis asal. Bayi kulit hitam yang terpengaruh lebih sering dari pada bayi kulit
putih. Untuk alasan ini, penyakit kuning yang signifikan dalam manfaat bayi kulit
hitam evaluasi lebih dekat dari kemungkinan penyebab.
Resiko pengembangan penyakit kuning neonatal signifikan lebih tinggi pada bayi
laki-laki. Ini tidak muncul terkait dengan tingkat produksi bilirubin, yang mirip
dengan bayi yang ada di bayi perempuan. Resiko penyakit kuning neonatal signifikan
berbanding terbalik dengan usia kehamilan.
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi
2.3 Patofisiologi
Bilirubin yang mencapai hati akan diangkut ke dalam hepatosit, dimana bilirubin
terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin ke hepatosit akan meningkat sejalan dengan
terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin ditemukan rendah
pada saat lahir namun akan meningkat pesat selama beberapa minggu kehidupan.
Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi
sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi,
dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Proses ini
berlangsung sangat panjang pada neonatus, oleh karena asupan gizi yang terbatas
pada hari-hari pertama kehidupan. (Stevry Mathindas, Rocky Wilar, 2013)
2.4 Manifestasi Klinis
a. Visual
Metode visual memiliki angka ke-salahan yang cukup tinggi, namun masih dapat
digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit di-terapkan
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evident base,
pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila ter-dapat
keterbatasan alat masih boleh diguna-kan untuk tujuan skrining. Bayi dengan skrining
positif harus segera dirujuk untuk diagnosis dan tata laksana lebih lanjut (Stevry
Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013.
1. Pemeriksaan dilakukan pada pencaha-yaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
2. Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di bawah
kulit dan jaringan subkutan.
3. Keparahan ikterus ditentukan berdasar-kan usia bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
b. Bilirubin serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupa-kan baku emas penegakan diagnosis icterus
neonatorum serta untuk menentu-kan perlu-nya intervensi lebih lanjut (Stevry
Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013. Pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin total
perlu dipertimbangkan karena hal ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatkan morbiditas neonates (Stevry Mathindas, Rocky Wilar, A. W.
2013).
c. Bilirubinometer transkutan
Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang gelombang 450 nm).
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang
diperiksa(Stevry Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013)
Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena itu,
ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah
(Stevry Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013).. Beberapa metode digunakan untuk
mencoba mengukur kadar bilirubin bebas, antara lain dengan metode oksidase-
peroksidase. Prinsip cara ini yaitu berdasar-kan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin dimana bilirubin menjadi substansi tidak berwarna (Stevry
Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013).. Dengan pen-dekatan bilirubin bebas, tata
laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Pemecahan heme menghasilkan biliru-
bin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka peng-
ukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan seba-
gai indeks produksi bilirubin (Stevry Mathindas, Rocky Wilar, A. W. 2013)..
2.6 Penatalaksanaan Medis
a. Fototerapi
c. Transfusi pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit yang rentan
terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang tersensitisasi;
mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin yang masih bebas
bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin (Stevry Mathindas,
Rocky Wilar, A. W. 2013)..
d. Terapi medikamentosa
3.1 Pathway
Hepar yang belum matang, Eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi
sitomegalik (rubella, toksoplasmosis kongenital)
Hati
Resiko defisiensi
volume cairan
Fototerapi
Resiko tinggi Injuri
1. Resiko defisien volume cairan b.d Hilangnya air akibat fototerapi dan
ketidakadekuatan menyusui
2. Resiko cedera b.d Letargi dan kejang
3. Resiko kerusakan integritas kulit b.d fototerapi
4. Resiko mata kering b.d fototerapi
3.3 Intervensi
Novianti, N., Mediani, H. S., & Nurhidayah, I. 2017. Pengaruh Field Massage
sebagai Terapi Adjuvan terhadap Kadar Bilirubin Serum Bayi
Hiperbilirubinemia. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(3). Available online at:
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/654
Tucker, Susan Martin ,et al. 1998. Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan,
Diagnosis, dan Evaluasi. Edisi V . EGC. Jakarta
Sembiring, Julina. 2017. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah.
Sleman: CV Budi Utama.
Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H. N. 2008. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC
Susanty, Elly. 2011. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Nanda Nic Noc. Yogyakarta:
Modya Karya