NUR HIDAYAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2018
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan ii
Daftar isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Pertanyaan Penelitian 3
D. Tujuan Penelitian 4
1. Tujuan umum 4
2. Tujuan khusus 4
E. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat keilmuan 5
2. Manfaat Aplikasi 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Judul :
A. Landasan Teori 6
1. Fraktur Terbuka 6
a. Definisi 6
b. Epidemiologi 6
c. Klasifikasi 9
d. Etiologi 10
e. Mekanisme fraktur 10
Lanjutan Daftar Isi
Halaman
iv
f. Gejala Klinis 11
g. Diagnosis 12
h. Penatalaksanaan 15
i. Komplikasi 19
2. Lama rawat inap pasien post operasi fraktur 21
terbuka
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama 22
perawatan pasien post operasi fraktur
B. Kerangka Teori 27
C. Kerangka Konsep 29
D. Definisi Operasional 30
DAFTAR PUSTAKA 33
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Design Penelitian 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian 37
C. Populasi dan subjek penelitian 37
1. Populasi Penelitian 37
2. Subjek Penelitian 37
D. Kriteria Penelitian 37
1. Kriteria Inklusi 37
2. Kriteria Ekslusi 38
E. Besar Sampel 38
F. Cara Pengambilan Sampel 38
G. Alur Penelitian 39
H. Prosedur Penelitian 39
I. Instrumen dan Alat Penelitian 40
J. Rencana Analisis Data 41
K. Aspek Etika 43
v
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Komplikasi patah tulang 19
2 Risiko Infeksi Klinis pada Fraktur Terbuka oleh Patzakis dan 26
Wilkins
3 Dummy table 1. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 41
post operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
4 Dummy table 2. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi
5 Dummy table 3. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus
6 Dummy table 4. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat perokok
7 Dummy table 5. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur
8 Dummy table 6. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 43
post operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Persentase jenis cedera fraktur di Indonesia 8
2 Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura Palu 8
3 Kerangka Teori 27
4 Kerangka Konsep 29
5 Desain Penelitian 36
6 Alur Penelitian 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
Secara klinis fraktur terbagi atas fraktur terbuka (compound fracture) dan
fraktur tertutup (simple fracture). fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang
tidak berhubungan dengan luar tubuh. Fraktur terbuka adalah suatu fraktur
yang berhubungan dengan luar tubuh melalui suatu luka. Ini penting karena
fraktur terbuka dapat terinfeksi organisme. fraktur terbuka biasanya
diklasifikasikan seperti yang dijelaskan oleh Gustilo et al. yang secara luas
diterima dan tetap diutamakan. (Rasjad, 2012; Iyer, 2012)
antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau
tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari
7,5 % menjadi 8,2 %. Menurut data Profil Kesehatan Sulawesi Tengah
persentase jenis cedera patah tulang tertinggi yaitu Kabupaten Buol, untuk
kota Palu berada diurutan ke-4 tertinggi di Sulawesi Tengah (Kemenkes RI,
2007; Kemenkes RI, 2013).
Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura Palu pada tahun 2013, 2014,
2015 berturut-turut adalah 221, 272, dan 304 dengan lama rawat inap
bervariasi.(RSU Anutapura Palu, 2017)
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur
sehingga mempengaruhi lama rawat inap yaitu faktor yang berhubungan
dengan cederanya seperti jenis tulang, jenis fraktur, perkins rule of thumbs
law, mobilitas di lokasi patah, pemisahan ujung tulang, dan gangguan suplai
darah serta faktor host seperti usia, status gizi, terapi obat, komorbiditas, dan
infeksi. (Mirhadi, 2013)
Beberapa penyakit penyerta dan infeksi luka menyebabkan kenaikan lama
rawat inap setidaknya 4 hari atau 25 persen dari nilai-nilai dasar di beberapa
fase tinggal di rumah sakit. infeksi luka operasi setelah operasi patah tulang
pinggul berdampak sangat besar baik secara finansial, dan pada mortalitas
serta morbiditas. (Ireland, 2015; Edwards, 2008)
3
B. Rumusan Masalah
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan umur?
2. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan status gizi?
3. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan kejadian infeksi?
4. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan riwayat diabetes
melitus?
5. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan riwayat merokok?
6. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan jenis fraktur?
4
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
2. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi
3. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
4. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus
5. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat merokok
6. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur
E. Manfaat Penelitian
a. Untuk Peneliti
Mengetahui lebih dalam mengenai fraktur terbuka serta faktor-faktor
penyebab lama rawat inap post operasinya.
5
2. Manfaat Aplikasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Fraktur terbuka
a. definisi
Fraktur adalah patah pada tulang. Secara klinis fraktur terbagi atas fraktur
terbuka (compound fracture) dan fraktur tertutup (simple fracture). fraktur
tertutup adalah suatu fraktur yang tidak berhubungan dengan luar tubuh,
sdangkan fraktur terbuka adalah suatu fraktur yang berhubungan dengan luar
tubuh melalui suatu luka akibat fragmen tulang mendesak keluar hingga
menembus kulit. Komunikasi dengan lingkungan luar ini dapat menyebabkan
tingkat infeksi, malunion, dan nonunion yang lebih tinggi jika tidak dikenali
dan dirawat dengan tepat. Fraktur terbuka juga disebut fraktur compund
seringkali merupakan akibat dari trauma energi tinggi dan dapat
menyebabkan morbiditas dan kecacatan jangka panjang yang signifikan.
(AAOS, 2011; Dent, 2008; Iyer, 2012; halawi,2015)
b. Epidemiologi
Di united states, tingkat cedera antara laki-laki lebih tinggi dari kalangan
perempuan untuk setiap mekanisme, tapi jatuh: wanita kira-kira 16% lebih
mungkin dibandingkan laki-laki menderita cedera jatuh. (Corso P, 2006)
Di nepal, Sebanyak 95 902 kecelakaan, 100 499 cedera dan 14 512
kematian tercatat oleh polisi lalu lintas selama periode 12-tahun, 2001-2013.
Angka kematian meningkat dari 4/100 000 penduduk pada tahun 2001-2002
ke 7/100 000 penduduk pada tahun 2011-2012. Ada kecelakaan relatif lebih
dilaporkan di lembah Kathmandu dari seluruh negara. Mayoritas RTI
dilaporkan terjadi di kalangan pengendara sepeda motor dan pejalan kaki,
pada laki-laki, dan dalam kelompok usia 20-40 tahun. (Karkee, 2016)
Kejadian patah tulang meningkat setiap tahunnya. kejadian patah tulang
meningkat seiring dengan usia di kedua jenis kelamin, namun tingkat
disesuaikan usia adalah 49% lebih besar pada perempuan. (Amin, 2014)
Di Indonesia, angka kejadian cidera mengalami peningkatan tiap
tahunnya, untuk kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul.
Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5 %
menjadi 8,2 %. Menurut data Profil Kesehatan Sulawesi Tengah persentase
jenis cedera patah tulang yaitu Buol 9,3%, Banggai Kepulauan 8,4%,
Banggai 6,3%, Palu 5,3%, Morowali 3,6%, Poso 3,7%, Donggala 2,4%, Toli-
Toli 3,6%, Parigi Moutong 2,7%, Tojo Una-Una 3,5%. (Kemenkes RI, 2007;
Kemenkes RI, 2013)
8
7.00%
6.00% 5.80%
5.00% 4.50%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
2007 2013
350
304
300 272
250 221
200
Pasien Fraktur
150 di RSU
Anutapura Palu
100
50
0
2013 2014 2015
c. Klasifikasi
Fraktur terbuka diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama (salah satu yang
memiliki tiga subtipe), sesuai dengan mekanisme cedera, tingkat kerusakan
jaringan lunak, konfigurasi fraktur, dan tingkat kontaminasi (Gustilo, 1990;
Kim, 2012).
a) Fraktur terbuka Tipe-I
Panjang luka kurang dari satu sentimeter. Hal ini biasanya tusukan cukup
bersih,di mana lonjakan tulang telah menembus kulit. Ada kerusakan jaringan
lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda cedera menghancurkan. Fraktur
biasanya sederhana, melintang, atau miring pendek,dengan sedikit kominutif.
b) Fraktur terbuka Tipe II
Laserasi lebih dari satu sentimeter, dan tidak ada kerusakan jaringan lunak
yang luas, flap, atau avulsion. Ada cedera hancur ringan atau sedang, fraktur
kominusi moderat, dan kontaminasi moderat.
c) Fraktur terbuka tipe III
Ditandai dengan kerusakan luas pada jaringan lunak, termasuk otot, kulit,
dan struktur neurovaskular, dan tinggi tingkat kontaminasi. Fraktur sering
disebabkan oleh trauma-kecepatan tinggi, sehingga banyak kominutif dan
ketidakstabilan. Fraktur tipe-Ill dibagi menjadi tiga subtipe.
1) Tipe IIIA, cakupan jaringan lunak dari tulang retak memadai, meskipun
laserasi luas, flaps, atau trauma energi tinggi. Subtipe ini termasuk patah
tulang segmental atau sangat kominuta dari trauma energi tinggi, tanpa
melihat ukuran luka.
2) Tipe IIIB dikaitkan dengan cedera yang luas atau kehilangan jaringan
lunak, dengan pengupasan periosteal dan paparan tulang, kontaminasi
masif, dan kominutif parah fraktur dari trauma-kecepatan tinggi. Setelah
debridemen dan irigasi selesai, segmen tulang terpapar dan flap lokal atau
bebas diperlukan untuk cakupan.
10
3) Tipe IIIC termasuk fraktur terbuka yang berhubungan dengan cedera arteri
yang harus diperbaiki, terlepas dari tingkat cedera jaringan lunak.
d. Etiologi
e. Mekanisme fraktur
f. Gejala klinis
g. Diagnosis
3) Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting
adalah menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. CT scan biasanya hanya dilakukan
pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak
mencapai kebutuhan diagnosis.
b) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih
jauh kelainan yang terjadi, seperti berikut ini.
- Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
- Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
- Enzim otot sepeti Kreatinin Kinase, Laktat Dehydrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lainnya
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: dilakukan pada
kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganismepenyebab infeksi.
- Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
- Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
- Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
15
h. Penatalaksanaan
penutupan sekunder luka, reduksi terbuka elektif, dan fiksasi internal dan
cangkok tulang, dilakukan. Memperpanjang terapi antibiotik selama lebih dari
tiga hari telah dilaporkan bukan untuk mencegah infeksi pada luka.
(halawi,2015)
2) Operative memadai dan berulang
Debridement dan irigasi
Debridemen yang adekuat adalah langkah yang paling penting dalam
mencegah infeksi dan mendukung penyembuhan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan semua jaringan yang terkontaminasi dan tidak hidup,
termasuk kulit, lemak subkutan, otot, dan tulang. Lukanya harus diperpanjang
secara longitudinal untuk pemeriksaan yang tepat dari zona cedera. Ujung
tulang harus terkena, saluran medula dibersihkan, dan semua fragmen tulang
yang dihancurkan tanpa lampiran jaringan lunak dihapus. Edwards et al
menemukan bahwa pengangkatan tulang nekrotik secara signifikan
menurunkan tingkat infeksi pada fraktur terbuka. Meskipun viabilitas tulang
dan kulit dinilai berdasarkan kapasitasnya untuk mengalami perdarahan,
viabilitas otot dinilai dengan kriteria yang digariskan oleh Artz et al yang terdiri
dari 4: warna, kontraktilitas, konsistensi, dan kapasitas untuk mengeluarkan
darah. Setiap kali viabilitas jaringan lunak atau kecukupan debridement
diragukan, ulangi debridement jika diperlukan.(halawi,2015).
3) Stabilisasi fraktur.
Stabilisasi fraktur dini mengurangi rasa sakit, memudahkan saat
pemindahan tempat tidur dan ambulasi, mencegah cedera jaringan lunak
lebih lanjut, dan meningkatkan penyembuhan. Hal ini terutama penting untuk
fraktur intra-artikular di mana gerakan sendi awal dapat menguntungkan. Ada
banyak pilihan pengobatan yang berbeda untuk fraktur terbuka tergantung
pada status hemodinamik, lokasi dan pola fraktur, dan luasnya jaringan
lunak.(halawi, 2015)
17
a. Fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal adalah metode yang aman dan dapat diandalkan untuk
mencapai stabilitas tulang. Keuntungan dari teknik ini adalah fleksibilitas,
kemudahan aplikasi dengan trauma operasi minimum, dan pemeliharaan
akses ke luka. (Apley, 1995)
Fiksasi eksternal adalah andalan perawatan pada fraktur terbuka berat
seperti IIIA dan IIIB, dan memiliki keuntungan memungkinkan akses mudah
untuk manajemen cedera jaringan lunak dan pengangkutan tulang, dan dapat
ditukarkan dengan pen intramedulla. Untuk pertukaran aman seharusnya
tidak ada infeksi saluran pencangkokan dan dalam waktu empat belas hari.
Masalah utama dari fixator eksternal adalah infeksi saluran pin,
melonggarkan dan tertunda atau nonunion. Fiksasi plat dan sekrup memiliki
tingkat infeksi yang lebih tinggi untuk fraktur terbuka. Plat disediakan untuk
fraktur periarticular yang dipilih. (Buteera, 2009)
b. Pen intramedula
Pengelolaan patah tulang tibia tertutup oleh pen intramedula dengan
reaming biasanya menghindari infeksi. Namun, dalam seri dilaporkan
terbesar dari patah tulang terbuka tipe-I, metode ini dikaitkan dengan 6
persen kejadian infeksi, kontras dengan 0-1 per kejadian persen yang
biasanya berhubungan dengan pengelolaan tipe-I membuka fraktur. Untuk
alasan ini, pen intramedulla dengan reaming belum direkomendasikan untuk
stabilisasi awal patah tulang tibia terbuka. Dalam pengobatan type-II dan
patah tulang jenis-III terbuka tibia, memaku tanpa reaming telah dilaporkan
berhubungan dengan tingkat infeksi 3 sampai 7 persen, mungkin karena
terganggunya suplai darah endosteal tidak sama besar seperti ketika reaming
digunakan. (Buteera, 2009)
c. Fiksasi dengan plat dan sekrup
Teknik pelapisan biasa umumnya tidak disukai karena fraktur tibial terbuka
yang terkait dengan kehilangan jaringan lunak yang luas. Ketika
18
membandingkan plat dengan fraktur tibial terbuka untuk tipe II dan III, Bach
dan Hansen melaporkan peningkatan enam kali lipat dalam tingkat
osteomielitis berat. Namun, teknik pelapisan yang lebih baru dan kurang
invasif telah muncul yang memungkinkan plat menjadi pilihan yang layak
dalam fraktur tibial terbuka.(Halawi, 2015)
4) Penutupan luka
Menutup kulit atau tidak dapat menjadi suatu keputusan yang sukar. Luka
tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit (tanpa tegangan) atau
dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga
bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut sekadarnya
dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari: kalau bersih, luka itu dijahit
atau dilakukan pencangkokan kulit (penutupan primer tertunda). Penutupan
luka yang tertunda dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme
gram negatif nosokomial, seperti spesies Pseudomonas, spesies
Enterobacter, dan S aureus resisten methicillin.(halawi,2015; Appley,1995;
Lawrence, 2012)
5) Pencangkokan tulang
Pencangkokan tulang dapat membantu dalam perbaikan fraktur dan
rekonstruksi defek skeletal. Hal ini dapat dilakukan pada saat penutupan
untuk fraktur terbuka tipe I dan II tetapi harus ditunda sampai luka telah
sembuh pada fraktur tipe III, karena pengelupasan periosteal yang luas,
kerusakan jaringan lunak, dan kemungkinan kompromi aliran darah yang
terkait dengan hal ini. cedera. Demikian pula, rekombinan tulang manusia
morfogenetik protein-2 (rhBMP-2) juga dapat digunakan pada saat penutupan
luka definitif untuk mempercepat penyembuhan. Pada tahun 2002, Govender
et al67 menerbitkan hasil uji BESTT (Evaluasi BMP-2 dalam Pembedahan
untuk Trauma Tibial), yang mengevaluasi efikasi dan keamanan rhBMP-2
pada fraktur tibial terbuka. (Halawi, 2015)
19
g. Komplikasi
Patah tulang terbuka adalah cedera serius, karena itu, komplikasi serius
berhubungan dengan fraktur terbuka:
- Infeksi
Ini adalah komplikasi fraktur terbuka yang paling umum. Infeksi adalah
hasil bakteri yang masuk luka pada saat luka. Infeksi dapat terjadi sejak dini
saat penyembuhan atau lama kemudian setelah luka dan patah tulang
sembuh. Infeksi tulang bisa menjadi kronis (osteomielitis) dan menyebabkan
operasi lebih lanjut.
- Nonunion
Beberapa fraktur terbuka mungkin mengalami kesulitan penyembuhan
21
karena kerusakan suplai darah di sekitar tulang pada saat cedera. Jika tulang
tidak sembuh, pembedahan lebih lanjut, termasuk pencangkokan tulang ke
lokasi fraktur dan fiksasi internal berulang, mungkin diperlukan.
- Sindrom kompartemen
Kondisi yang menyakitkan ini berkembang saat lengan atau kaki yang
terluka membengkak dan tekanan terbentuk di dalam otot. Bila ini terjadi,
segera operasi untuk meringankan tekanan yang dibutuhkan. Jika tidak
diobati, sindrom kompartemen dapat menyebabkan kerusakan jaringan
permanen dan hilangnya fungsi.
- Jenis tulang.
Tulang cancellous sembuh lebih cepat dari tulang kortikal. Hal ini
disebabkan fakta bahwa ada area besar kontak tulang dan ada sel-sel tulang
lebih aktif hadir. Fraktur ekstremitas atas umumnya sembuh lebih cepat dari
ekstremitas bawah. (Mirhadi, 2013)
- Jenis fraktur.
Displaced dan comminuted atau fragmented fraktur sering menyebabkan
keterlambatan penyatuan karena celah telah dijembatani dan jaringan lunak
terjebak di antara ujung-ujung tulang dapat menghambat penyatuan komplit.
Fraktur transversa sembuh lebih lambat dibandingkan fraktur spiral karena
area permukaan lebih kecil dari kontak, dan patah tulang ini yang lebih sering
disebabkan oleh cedera energi tinggi. (Mirhadi, 2013)
- Perkins rule of thumbs law.
Fraktur spiral atas ekstremitas memakan waktu sampai 3 minggu untuk
bersatu, dua kali lipat ini berkonsolidasi, dua kali lipat ini untuk ekstremitas
bawah, dua kali lipat jika melintang, dua kali lipat jika terbuka, 1,5 kali pada
orang dewasa, dua kali lipat itu setidaknya jika perbuatan olahraga.
Keterlibatan sendi dapat menyebabkan penyatuan keterlambatan karena
pengenceran hematoma fraktur oleh cairan synovial. (Mirhadi, 2013)
- Mobilitas di lokasi patah.
Mobilitas berlebih di lokasi fraktur akan mengganggu vaskularisasi
hematoma fraktur menimbulkan regangan tinggi melewati jaringan dan
mengganggu bridging kalus. Dengan tingkat tinggi ketegangan, jaringan
fibrosa cenderung berkembang dengan kolagen yang ditetapkan dengan
gaya tarik yang tinggi. Tingkat yang lebih rendah regangan melalui
23
b. Faktor host
- Usia.
Tulang anak-anak menyatukan lebih cepat. Tingkat penyembuhan
berkurang ketika kematangan skeletal pendekatan. Anak-anak memiliki
kapasitas yang cukup untuk pembentukan tulang dan tulang mereka akan
kembali ke bentuk normal ketika disembuhkan.
24
Populasi lansia (orang di atas 60 tahun) tumbuh lebih cepat dari kelompok
usia lainnya, dan peningkatan usia merupakan faktor risiko utama untuk
gangguan penyembuhan luka. Banyak studi klinis dan hewan di tingkat
seluler dan molekuler telah diperiksa berkaitan dengan usia perubahan dan
penundaan penyembuhan luka. Hal ini umumnya diakui bahwa, pada orang
dewasa yang lebih tua yang sehat, efek penuaan menyebabkan penundaan
sementara dalam penyembuhan luka, tetapi tidak adanya penurunan aktual
dalam hal kualitas penyembuhan. (Mirhadi, 2013)
- Status gizi dan terapi obat.
Gizi buruk mengurangi tingkat penyembuhan. Kortikosteroid dan obat anti-
inflamasi nonsteroid mengganggu respon inflamasi dan penyembuhan
keterlambatan fraktur.
Malnutrisi, yang secara umum lazim di antara penduduk lanjut usia,
bahkan lebih sering terjadi di antara pasien rawat inap untuk patah tulang
pinggul, dengan tingkat mulai dari 20% sampai 70%. Malnutrisi
mempengaruhi banyak organ dan sistem fisik, menyebabkan sarcopenia dan
merusak mental, jantung dan fungsi kekebalan tubuh. Secara berurutan,
pasien dengan malnutrisi protein-kalori memiliki tingkat komplikasi medis dan
bedah yang lebih tinggi (termasuk tekanan bekas luka dan komplikasi infeksi
perioperatif), kemampuan fungsional yang lebih rendah dan kematian lebih
tinggi. (Carpintero, 2014)
Obesitas adalah terkenal untuk meningkatkan risiko banyak penyakit dan
kondisi kesehatan, termasuk penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2,
kanker, hipertensi, dislipidemia, stroke, sleep apnea, gangguan pernapasan,
dan gangguan penyembuhan luka. Penderita obesitas sering menghadapi
komplikasi luka, termasuk infeksi kulit luka, dehisensi, hematoma dan
pembentukan seroma, ulkus tekanan, dan ulkus vena. Peningkatan frekuensi
komplikasi luka telah dilaporkan untuk penderita obesitas yang menjalani
kedua bariatrik dan operasi non-bariatrik. Secara khusus, tingkat yang lebih
25
tinggi dari infeksi lokasi bedah terjadi pada pasien obesitas. Banyak dari
komplikasi ini mungkin akibat dari hipoperfusi relatif dan iskemia yang terjadi
di jaringan adiposa subkutan. (Guo, 2010)
Selama lebih dari 100 tahun, gizi telah diakui sebagai faktor yang sangat
penting yang mempengaruhi penyembuhan luka. Yang paling jelas adalah
bahwa malnutrisi atau kekurangan gizi tertentu dapat memiliki dampak besar
pada penyembuhan luka setelah trauma dan operasi. Pasien dengan kronis
atau non-penyembuhan luka dan mengalami kekurangan gizi sering
membutuhkan nutrisi khusus. Energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan metabolisme mineral semua dapat mempengaruhi proses penyembuhan.
(Guo, 2010)
- Komorbiditas.
Patologis tulang (keganasan osteoporosis), diabetes, HIV dan merokok
dapat semua mengurangi suplai darah lokal dan menunda penyembuhan.
(Mirhadi, 2013)
Gangguan penyembuhan yang terjadi pada individu dengan diabetes
melibatkan hipoksia, disfungsi fibroblasts dan sel-sel epidermis, gangguan
angiogenesis dan neovaskularisasi, tingkat tinggi metalloprotease, kerusakan
dari ROS dan ages, penurunan kekebalan tubuh host, dan neuropati.
Merokok diakui sebagai salah satu penyebab utama penyakit jantung dan
penyakit pernapasan, serta beberapa jenis kanker. Namun, banyak orang
tidak menyadari bahwa merokok memiliki efek negatif yang serius pada
tulang, otot, dan sendi, dan bahwa merokok sering menyebabkan hasil yang
lebih buruk dari operasi ortopedi. Merokok memiliki efek negatif pada fraktur
dan penyembuhan luka setelah operasi.
Patah tulang memakan waktu lebih lama untuk disembuhkan pada
perokok karena efek berbahaya dari nikotin pada produksi sel pembentuk
tulang.
26
Perokok juga memiliki tingkat lebih tinggi dari komplikasi setelah operasi
dibandingkan bukan perokok - pada kenyataannya, merokok dapat menjadi
faktor paling penting dalam komplikasi pasca operasi. Komplikasi yang paling
umum disebabkan oleh merokok termasuk penyembuhan luka yang buruk,
infeksi, dan hasil akhir operasi kurang memuaskan. (AAOS, 2013)
- Infeksi.
Infeksi dapat menyebabkan keterlambatan penyatuan atau non-union
sebagai hasil dari fase inflamasi yang luas dan berkepanjangan dan aktivitas
selular. (Mirhadi, 2013)
Risiko infeksi klinis seperti yang ditunjukkan dalam penelitian oleh
Patzakis dan Wilkins ditunjukkan pada tabel di bawah dan bergantung pada
karakteristik fraktur dan lokasi. Infeksi fraktur tibia adalah dua kali lipat dari
lokasi lain.(Buteera, 2009)
Tabel 2. Risiko Infeksi Klinis pada Fraktur Terbuka oleh Patzakis dan Wilkins
Tipe I 0-2%
Tipe II 2-10%
B. Kerangka Teori
Perokok
n ri i
Transport oksigen
Aktivitas Usia
selular dan tingkat penyembuhan
fase inflamasi patah tulang
Perubahan hormon
memanjang
Proses
Lama rawat
osteogenesis
inap
o in i
Fraktur terbuka
Status gizi dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi
fraktur terbuka, dimana jika terjadinya malnutrisi akan meningkatkan
terjadinya berbagai komplikasi medis dan menyebabkan penurunan tingkat
28
C. Kerangka Konsep
D. Defenisi Operasional
Yang dimaksud lama rawat inap adalah jumlah hari rawat inap pasien
yang dimulai saat memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
pascaoperasi dan berakhir saat pasien pulang selama lebih dari 7 hari.
2. Pasien post operasi
Yang dimaksud pasien post operasi adalah pasien yang yang telah
melakukan pembedahan fraktur terbuka diruang rawat inap pasca bedah
RSU Anutapura Palu.
3. Fraktur terbuka
Yang dimaksud fraktur terbuka adalah patah tulang yang menembus kulit.
1). Tipe I: luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang
menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan
lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif.
2). Tipe II: Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak
kerusakan jaringan lunak dan tak lebih dari kehancuran atau
kominusi fraktur tingkat sedang
3). Tipe III: Kerusakan yang luas pada jaringan lunak, termasuk otot,
kulit, dan struktur neurovaskular, dan tingkat tinggi
kontaminasi.
4. Usia
Usia adalah masa hidup seseorang yang terdapat pada kartu tanda
penduduk dan akte kelahiran.
1). Kelompok usia anak-anak = 0 - 11 tahun.
2). Kelompok usia remaja = 12 - 25 tahun. .
31
5. Status gizi
Status Gizi yang dimaksud dalam hal ini adalah keadaan gizi seseorang
berdasarkan pengukuran lingkar lengan atas dengan alat insertion tape
kemudian dihitung dalam rumus lingkar lengan atas yang diukur dibagi
dengan lingkar lengan atas standar dikali seratus persen serta penilaian
dengan metode klinis meliputi riwayat medis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat dan mengamati gejala malnutrisi yang terjadi.
1. Normal, hasil pengukuran lingkar lengan atas normal dan/atau
pemeriksaan klinis normal
2. Malnutrisi, hasil pengukuran lingkar lengan atas tidak normal dan/atau
ditemukan gejala malnutrisi pada pemeriksaan klinis.
7. Perokok
Yang dimaksud perokok adalah perilaku atau gaya hidup pasien yang
merupakan perokok pasif atau perokok aktif yang didapatkan dari
wawancara.
32
8. Infeksi
9. Jenis fraktur
Yang dimaksud jenis fraktur adalah jenis fraktur dari pasien yang dilihat
dari hasil foto polos pasien.
1) Comminutive fracture : terdapat lebih dari satu garis fraktur
2) Simple fracture : terdapat satu garis fraktur
33
DAFTAR PUSTAKA
11. RSU Anutapura. 2017. Rekapitulasi laporan kejadian fraktur tahun 2017
12. Mirhadi, S., Ashwood, N., Karagkevrekis, B. Factors influencing fracture
healing. Trauma. 2013;15:140.
13. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The management of open
fractures. J Bone Joint Surg Am 1990;72:299-304
14. Kim PH, Leopold SS; In brief: Gustilo-Anderson classification. [corrected].
Clin Orthop Relat Res. 2012 Nov 470(11):3270-4. doi: 10.1007/s11999-
012-2376-6. Epub 2012 May 9
15. Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 236-238
16. Geiderman JM, Katz D. General principles of orthopedic injuries. In: Marx
JA, Hockberger RS, Walls RM, et al, eds. Rosen's Emergency Medicine:
Concepts and Clinical Practice. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Mosby;
2014:chap 49.
17. Binagwaho, A. 2015. Emergency Medicine Clinical Guidelines. General Approach
To Fractures. Stress De La Sante. Kigali University
18. Buteera AM, Byimana J (2009) Principles of Management of Open
Fractures. East Cent Afr J Surg 14(2), 2–8. 4. Schaller TM, Calhoun JH
(2012) Open Fractures. E-Medicine.
19. Lawrence, P.F. 2013. Essentials of General Surgery. Edisi ke 5. Lippicott
William. & Wilkins, Philadelphia
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1269242
20. Cross WW III, Swiontkwoski MF (2008) Treatment principles in the
management of open fractures. Indian J Orthop 42(4), 377–386.
21. Apley, A. Graham. 1993. Buku Ajar Orthopedi Fraktur Sistem Apley. 7th
ed, Widya Medika. Jakarta. App 257-259
22. Lawrence, P.F. 2013. Essentials of General Surgery. Edisi ke 5. Lippicott
William. & Wilkins, Philadelphia
35
23. Ireland AW, Kelly PJ, Cumming RG. Total hospital stay for hip fracture:
measuring the variations due to pre-fracture residence, rehabilitation,
complicationsand comorbidities. BMC Health Services Research
2015;15:17.
24. Edwards C, Counsell A, Boulton C, Moran CG. Early infection after hip
fracture surgery: risk factors, costs and outcome. J Bone Joint Surg Br.
2008 Jun;90(6):770–777.
25. Penning on BP, 2005, “The I p c o Pre b in on Po oper ive
Leng h o S y in E der y Or hopedic P ien .”, The i , Tenne ee: East
Tennessee State University.
26. Kondo A, Zierler BK, Isokawa Y, et al. Comparison of length of hospital
stay after surgery and mortality in elderly hip fracture patients between
Japan and the United States—the relationship between the lengths of
hospital stay after surgery and mortality. Disabil Rehabil 2010; 32(10):
826–835.
27. Carpintero, P., Caeiro, J.R., Carpintero, R., Morales, A., Silva, S., Mesa,
M. Complications of hip fractures: a review. World J Orthop. 2014;5:402–
411
28. Guo, S., dan L. A. DiPietro, 2010, Factors Affecting Wound Healing, JDR,
89(3): 219-229.
29. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS), Surgery and
Smoking (Orthoinfo, 2013)
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00262
30. Sanasi- Bhola, K.; Weissman, S.; Horvath, J.; Berdel, R.; Albrecht, S.;
Whitmire, M.; Parker, RD; H Albrecht. Risk Factors for Infections after
Open Fractures - Opportunities for Improving Prophylactic Antimicrobial
Therapy. Open Forum Infect Dis (Fall 2014) (suppl1): S200.doi: 10.1093
/ofid / ofu052 .416.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Faktor
penyebab
lansia
1. Populasi Penelitian
Pasien yang telah menjalani operasi fraktur terbuka dan di rawat >7
hari di Ruang rawat inap pasca bedah RSU Anutapura Palu
2. Sampel Penelitian
Pasien yang telah menjalani operasi fraktur terbuka dan dirawat >7
hari di Ruang rawat inap pasca bedah RSU Anutapura Palu yang
memenuhi kriteria inklusi.
1. Kriteria Inklusi
a) Pasien post operasi fraktur terbuka yang dirawat >7 hari di Ruang
inap pasca bedah RSU Anutapura Palu
b) Laki-laki dan perempuan.
c) Setuju ikut penelitian tanpa paksaan setelah diberi penjelasan
38
2. Kriteria Eksklusi
E. Besar Sampel
G. Alur penelitian
P po op b y d w d R
w pp c b d hR UA p P l
I oH.m Alur
d CoPenelitian
Me en hi ri eri
Ink i
by P l
Pe erik n P mb l W w nc r
C e Repor e ioner
P mp l
A l
P l H l
P y j H l
H. Prosedur Penelitian
b. Pada populasi diberi penjelasan tentang latar belakang, tujuan, cara, dan
manfaat penelitian, serta hak dan kewajiban subjek penelitian, terutama
hak untuk menolak ikut tanpa konsekuensi dan jaminan serta keamanan
data dan penyediaan data yang anonim.
c. Setelah pasien diberi penjelasan tentang penelitian ini sampai mengerti,
selanjutnya dimintakan tanda tangan sebagai kesediaanya untuk ikut
penelitian.
d. Dari populasi penelitian yang menyetujui serta memenuhi kriteria inklusi
maka diambil sebagai subjek penelitian.
e. Pada semua subjek dilakukan pengukuran status gizi kepada subjek
dengan cara mengukur lingkar lingan atas pasien dan/atau melakukan
pemeriksaan klinis. Dimana pengukuran ini dilakukan oleh peneliti dan
hasil dari pengukuran diisi pada lembar case report.
f. Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dengan metode
wawancara sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
kuesioner dan diisi oleh peneliti sesuai dengan jawaban dari subjek.
g. Kemudian dilakukan pengumpulan data
h. Selanjutnya analisa data yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan
untuk mengetahui apakah ada hubungan antar faktor-faktor untuk
membuktikan hipotesis dengan pengolahan menggunakan program SPSS.
i. Setelah semua data diolah, dilakukan penulisan hasil sebagai laporan
j. Hasil penelitian kemudian disajikan dalam seminar/ujian skripsi dan ditulis
sebagai skripsi.
I. Instrumen dan Alat Penelitian
hubungan dengan lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka adalah
analisis bivariat dengan metode chi square. Metode ini digunakan untuk
Dummy table
Dummy table 1. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
No Usia n % p
1. Kelompok usia anak-anak
Dummy table 2. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi
No Status gizi n % p
1. Normal
2. Malnutrisi
total
42
Dummy table 3. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus
Dummy table 4. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat perokok
No Perokok n % p
1. Ya
2. Tidak
total
Dummy table 5. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur
No Jenis fraktur n % p
1. Comminutif
2. Simple
total
Dummy table 6. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
No Infeksi n % p
1. Ya
2. Tidak
total
43
K. Aspek Etika
BAB IV
LAMPIRAN
A. Lampiran 1
Jadwal Penelitian
4 Penulisan Laporan/Skripsi
III PELAPORAN
1 Progres Report
2 Seminar Hasil
3 Perbaikan Laporan
Seminar Akhir (Ujian
4
Skripsi)
5 Perbaikan Skripsi
46
operasi patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka merupakan salah satu
Patah tulang terbuka adalah patah tulang yang terjadi jika ujung tulang
pengamatan pada luka anda untuk melihat adanya infeksi dan jeniss
yang berhubungan dengan lama rawat inap pasien setelah operasi patah
memanjang.
nantinya saya akan menanyakan beberapa hal. Dalam penelitian ini tidak
dalam bentuk arsip atau alat elektronik komputer dan hanya diketahui oleh
Apakah bapak/ibu mengerti dengan apa yang telah saya jelaskan tadi?
ini, tanpa rasa takut akan ada akibatnya terhadap hak bapak/ibu untuk
Bila ada hal yang bapak/ibu kurang dimengerti atau kurang jelas, maka
(082293018327).
48
mengadakan penelitian mengenai lama rawat inap pasien setelah operasi patah
tulang terbuka. Patah tulang terbuka merupakan salah satu penyakit yang angka
adalah patah tulang yang terjadi jika ujung tulang yang patah keluar menembus
kulit.
pada luka anak anda untuk melihat adanya infeksi dan jenis patah tulang serta
melakukan pengukuran status gizi anak anda dengan mengukur lingkar lengan
atasnya.
petugas medis serta penentu kebijakan dalam pemerintahan, dalam hal ini
dengan lama rawat inap pasien setelah operasi patah tulang terbuka kita bisa
nantinya saya akan menanyakan beberapa hal. Semua informasi yang berkaitan
bentuk arsip atau alat elektronik komputer dan hanya diketahui oleh peneliti dan
petugas yang berkepentingan. Hasil penelitian ini akan dipaparkan tanpa nama.
Apakah bapak/ibu/wali mengerti dengan apa yang telah saya jelaskan tadi?
anak bapak/ibu untuk menjadi salah satu peserta penelitian ini bila anak
ketahui bahwa keikut sertaan bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela
Bila ada hal yang bapak/ibu kurang dimengerti atau kurang jelas, maka
DISETUJUI OLEH
Identitas Peneliti
KOMISI ETIK PENELITIAN
Nama : Nurhidayah
KESEHATAN
Alamat : Jl. Tamako No. 37, Kota
FAKULTAS KEDOKTERAN
Palu, Sulawesi Tengah
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
Telepon : 082293018327
Tanggal. .................................
51
tersebut, saya mengerti apa yang akan dilakukan, tujuan, serta manfaat
dalam penelitian tersebut. Saya juga mengerti akan hak dan kewajiban
saya. Sehingga dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutkan dalam
penelitian ini. Persetujuan ini saya buat secara sukarela dan tanpa
paksaan. Saya juga setuju semua data saya dilampirkan dengan tanpa
Saya memiliki hak untuk bertanya dan mendapatkan informasi bila ada
Saksi 1
.......................... ..................
Saksi 2
.......................... ..................
52
Nama : Nurhidayah
DISETUJUI OLEH
Alamat : Jl. Tamako No. 37, Palu
KOMISI ETIK PENELITIAN
No. HP : 082293018327 KESEHATAN
Tgl. ....................
53
dan Traumatologi
peneliti
peneliti
54
A. IDENTITAS
Nama : Nurhidayah
Agama : Islam
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
C. RIWAYAT KELUARGA
D. PENGALAMAN ORGANISASI
periode 2016-2018
periode 2016-2018
E. PENGALAMAN MENELITI
Belum pernah
56
Lampiran 6. Formulir-formulir
Tanggal :
Pewawancara :
1. Status Gizi
Pemeriksaan klinis
Rambut
-kehilangan sinarnya
Ada
-kering
Tidak ada
-tipis
-mudah lepas
58
Wajah
-depigmentasi
parotis
-nasolabial seboroik
Mata
-konjungtiva pucat
-injection konjungtiva
-bercak bitot
Ada
-palpebritis angularis
-konjungtiva kering
Tidak ada
-kornea kering
-keratomalasia
-injeksi disekeliling
kornea
59
Bibir
Ada
-cheilosis
-fisura angularis
Tidak ada
-jaringan parut sekitar
sudut bibir
Lidah
-membengkak
-skarlet
-kasar
Ada
-magenta
-halus
Tidak ada
-kemerahan
-papila atrofi
-hipertrofi
-hiperemik
Gigi
-tanggal
Ada
-erupsi
-tanda-tanda fluorosis
-berlubang
60
Gusi
Ada
-mudah berdarah
-penarikan gusi
Tidak ada
Tipe II
Tipe IIIA
Tipe IIIB
Tipe IIIC
3. Infeksi
Ya
Tidak
4. Jenis fraktur
Comminutif
Simple
Tidak ada
61
Kuesioner Penelitian
Tanggal :
Pewawancara :
Nomor Kode Responden :
1. Usia :
a) Kelompok usia anak-anak = 0 - 11 tahun.
b) Kelompok usia remaja = 12 - 25 tahun. .
c) Kelompok usia dewasa = 26 – 45 tahun.
d) Kelompok usia Lansia = 46 - 65 tahun.
e) Kelompok usia Manula = 65 - sampai atas