Anda di halaman 1dari 69

PROPOSAL

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LAMA RAWAT INAP


POST OPERASI PASIEN FRAKTUR TERBUKA DI RSU ANUTAPURA
PALU, TAHUN 2018

TEMA: KEDOKTERAN KLINIK

NUR HIDAYAH

NO.REGISTER: 15 777 016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

PALU

2018
iii

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan ii
Daftar isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Pertanyaan Penelitian 3
D. Tujuan Penelitian 4
1. Tujuan umum 4
2. Tujuan khusus 4
E. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat keilmuan 5
2. Manfaat Aplikasi 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Judul :
A. Landasan Teori 6
1. Fraktur Terbuka 6
a. Definisi 6
b. Epidemiologi 6
c. Klasifikasi 9
d. Etiologi 10
e. Mekanisme fraktur 10
Lanjutan Daftar Isi

Halaman
iv

f. Gejala Klinis 11
g. Diagnosis 12
h. Penatalaksanaan 15
i. Komplikasi 19
2. Lama rawat inap pasien post operasi fraktur 21
terbuka
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama 22
perawatan pasien post operasi fraktur
B. Kerangka Teori 27
C. Kerangka Konsep 29
D. Definisi Operasional 30
DAFTAR PUSTAKA 33
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Design Penelitian 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian 37
C. Populasi dan subjek penelitian 37
1. Populasi Penelitian 37
2. Subjek Penelitian 37
D. Kriteria Penelitian 37
1. Kriteria Inklusi 37
2. Kriteria Ekslusi 38
E. Besar Sampel 38
F. Cara Pengambilan Sampel 38
G. Alur Penelitian 39
H. Prosedur Penelitian 39
I. Instrumen dan Alat Penelitian 40
J. Rencana Analisis Data 41
K. Aspek Etika 43
v

DAFTAR TABEL

No Halaman
1 Komplikasi patah tulang 19
2 Risiko Infeksi Klinis pada Fraktur Terbuka oleh Patzakis dan 26
Wilkins
3 Dummy table 1. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 41
post operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
4 Dummy table 2. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi
5 Dummy table 3. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus
6 Dummy table 4. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat perokok
7 Dummy table 5. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 42
post operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur
8 Dummy table 6. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien 43
post operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
vi

DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1 Persentase jenis cedera fraktur di Indonesia 8
2 Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura Palu 8
3 Kerangka Teori 27
4 Kerangka Konsep 29
5 Desain Penelitian 36
6 Alur Penelitian 39
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang yang bisa terjadi


komplit atau tidak komplit. Fraktur komplit ketika melibatkan kedua korteks
dan fraktur tidak lengkap ketika hanya melibatkan satu korteks. Retak atau
patah pada tulang disebut fraktur. (AAOS, 2012; Dent, 2008; Iyer, 2012)

Secara klinis fraktur terbagi atas fraktur terbuka (compound fracture) dan
fraktur tertutup (simple fracture). fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang
tidak berhubungan dengan luar tubuh. Fraktur terbuka adalah suatu fraktur
yang berhubungan dengan luar tubuh melalui suatu luka. Ini penting karena
fraktur terbuka dapat terinfeksi organisme. fraktur terbuka biasanya
diklasifikasikan seperti yang dijelaskan oleh Gustilo et al. yang secara luas
diterima dan tetap diutamakan. (Rasjad, 2012; Iyer, 2012)

Di dunia, WHO memperkirakan bahwa perhitungan cedera untuk 12% dari


semua disability-adjusted life years (DALY), yang mencakup sejumlah besar
patah tulang. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
pendapatan, jatuh dan kecelakaan lalu lintas adalah penyebab atas beban
penyakit, yang lebih tinggi dari penyakit menular seperti tuberkulosis dan
penyakit HIV (Buckley, 2016)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 dibandingkan pada
hasil tahun 2007. Di Indonesia, angka kejadian cidera mengalami
peningkatan tiap tahunnya, untuk kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
2

antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau
tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari
7,5 % menjadi 8,2 %. Menurut data Profil Kesehatan Sulawesi Tengah
persentase jenis cedera patah tulang tertinggi yaitu Kabupaten Buol, untuk
kota Palu berada diurutan ke-4 tertinggi di Sulawesi Tengah (Kemenkes RI,
2007; Kemenkes RI, 2013).
Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura Palu pada tahun 2013, 2014,
2015 berturut-turut adalah 221, 272, dan 304 dengan lama rawat inap
bervariasi.(RSU Anutapura Palu, 2017)
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur
sehingga mempengaruhi lama rawat inap yaitu faktor yang berhubungan
dengan cederanya seperti jenis tulang, jenis fraktur, perkins rule of thumbs
law, mobilitas di lokasi patah, pemisahan ujung tulang, dan gangguan suplai
darah serta faktor host seperti usia, status gizi, terapi obat, komorbiditas, dan
infeksi. (Mirhadi, 2013)
Beberapa penyakit penyerta dan infeksi luka menyebabkan kenaikan lama
rawat inap setidaknya 4 hari atau 25 persen dari nilai-nilai dasar di beberapa
fase tinggal di rumah sakit. infeksi luka operasi setelah operasi patah tulang
pinggul berdampak sangat besar baik secara finansial, dan pada mortalitas
serta morbiditas. (Ireland, 2015; Edwards, 2008)
3

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian fraktur mengalami peningkatan yang cukup pesat tiap


tahunnya dengan variasi lama rawat inap. Penanganan fraktur terbuka
haruslah tepat agar tidak menimbulkan lama tinggal dirumah sakit
memanjang. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab lama rawat inap
pasien post operasi fraktur terbuka, maka diharapkan dapat mengurangi lama
rawat inap pasien.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka masalah penelitian ini adalah:


Faktor-faktor apa yang menyebabkan lama rawat inap pasien post operasi
fraktur terbuka di RSU Anutapura Palu?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan umur?
2. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan status gizi?
3. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan kejadian infeksi?
4. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan riwayat diabetes
melitus?
5. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan riwayat merokok?
6. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka
di RSU Anutapura Palu pada tahun 2018 berdasarkan jenis fraktur?
4

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab lama rawat inap


pasien post operasi fraktur terbuka di rumah sakit.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
2. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi
3. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
4. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus
5. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat merokok
6. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Pengembangan Ilmu

a. Untuk Peneliti
Mengetahui lebih dalam mengenai fraktur terbuka serta faktor-faktor
penyebab lama rawat inap post operasinya.
5

b. Untuk peneliti lain


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penelitian-
penelitian yang berhubungan selanjutnya.
c. Untuk institusi pendidikan kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam
memperluas ilmu pengetahuan kedokteran dasar.

2. Manfaat Aplikasi

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman


pada masyarakat tentang faktor-faktor penyebab lama rawat inap post
operasi fraktur terbuka, sehingga dapat memperpendek lama rawat inap
tersebut.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Fraktur terbuka

a. definisi

Fraktur adalah patah pada tulang. Secara klinis fraktur terbagi atas fraktur
terbuka (compound fracture) dan fraktur tertutup (simple fracture). fraktur
tertutup adalah suatu fraktur yang tidak berhubungan dengan luar tubuh,
sdangkan fraktur terbuka adalah suatu fraktur yang berhubungan dengan luar
tubuh melalui suatu luka akibat fragmen tulang mendesak keluar hingga
menembus kulit. Komunikasi dengan lingkungan luar ini dapat menyebabkan
tingkat infeksi, malunion, dan nonunion yang lebih tinggi jika tidak dikenali
dan dirawat dengan tepat. Fraktur terbuka juga disebut fraktur compund
seringkali merupakan akibat dari trauma energi tinggi dan dapat
menyebabkan morbiditas dan kecacatan jangka panjang yang signifikan.
(AAOS, 2011; Dent, 2008; Iyer, 2012; halawi,2015)

b. Epidemiologi

WHO memperkirakan bahwa perhitungan cedera untuk 12% dari semua


disability-adjusted life years (DALY), yang mencakup sejumlah besar patah
tulang. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pendapatan,
jatuh dan kecelakaan lalu lintas adalah penyebab atas beban penyakit, yang
lebih tinggi dari penyakit menular seperti tuberkulosis dan penyakit HIV
(Buckley, 2016)
7

Di united states, tingkat cedera antara laki-laki lebih tinggi dari kalangan
perempuan untuk setiap mekanisme, tapi jatuh: wanita kira-kira 16% lebih
mungkin dibandingkan laki-laki menderita cedera jatuh. (Corso P, 2006)
Di nepal, Sebanyak 95 902 kecelakaan, 100 499 cedera dan 14 512
kematian tercatat oleh polisi lalu lintas selama periode 12-tahun, 2001-2013.
Angka kematian meningkat dari 4/100 000 penduduk pada tahun 2001-2002
ke 7/100 000 penduduk pada tahun 2011-2012. Ada kecelakaan relatif lebih
dilaporkan di lembah Kathmandu dari seluruh negara. Mayoritas RTI
dilaporkan terjadi di kalangan pengendara sepeda motor dan pejalan kaki,
pada laki-laki, dan dalam kelompok usia 20-40 tahun. (Karkee, 2016)
Kejadian patah tulang meningkat setiap tahunnya. kejadian patah tulang
meningkat seiring dengan usia di kedua jenis kelamin, namun tingkat
disesuaikan usia adalah 49% lebih besar pada perempuan. (Amin, 2014)
Di Indonesia, angka kejadian cidera mengalami peningkatan tiap
tahunnya, untuk kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul.
Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5 %
menjadi 8,2 %. Menurut data Profil Kesehatan Sulawesi Tengah persentase
jenis cedera patah tulang yaitu Buol 9,3%, Banggai Kepulauan 8,4%,
Banggai 6,3%, Palu 5,3%, Morowali 3,6%, Poso 3,7%, Donggala 2,4%, Toli-
Toli 3,6%, Parigi Moutong 2,7%, Tojo Una-Una 3,5%. (Kemenkes RI, 2007;
Kemenkes RI, 2013)
8

7.00%

6.00% 5.80%

5.00% 4.50%
4.00%

3.00%

2.00%

1.00%

0.00%
2007 2013

Gambar 1. Persentase jenis cedera fraktur di Indonesia, Kemenkes 2007 dan


2013
Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura palu pada tahun 2013, 2014,
2015 berturut-turut adalah 221, 272, dan 304. (RSU Anutapura Palu, 2017)

350
304
300 272
250 221
200
Pasien Fraktur
150 di RSU
Anutapura Palu
100

50

0
2013 2014 2015

Gambar 2. Angka kejadian fraktur di RSU Anutapura Palu


9

c. Klasifikasi

Fraktur terbuka diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama (salah satu yang
memiliki tiga subtipe), sesuai dengan mekanisme cedera, tingkat kerusakan
jaringan lunak, konfigurasi fraktur, dan tingkat kontaminasi (Gustilo, 1990;
Kim, 2012).
a) Fraktur terbuka Tipe-I
Panjang luka kurang dari satu sentimeter. Hal ini biasanya tusukan cukup
bersih,di mana lonjakan tulang telah menembus kulit. Ada kerusakan jaringan
lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda cedera menghancurkan. Fraktur
biasanya sederhana, melintang, atau miring pendek,dengan sedikit kominutif.
b) Fraktur terbuka Tipe II
Laserasi lebih dari satu sentimeter, dan tidak ada kerusakan jaringan lunak
yang luas, flap, atau avulsion. Ada cedera hancur ringan atau sedang, fraktur
kominusi moderat, dan kontaminasi moderat.
c) Fraktur terbuka tipe III
Ditandai dengan kerusakan luas pada jaringan lunak, termasuk otot, kulit,
dan struktur neurovaskular, dan tinggi tingkat kontaminasi. Fraktur sering
disebabkan oleh trauma-kecepatan tinggi, sehingga banyak kominutif dan
ketidakstabilan. Fraktur tipe-Ill dibagi menjadi tiga subtipe.
1) Tipe IIIA, cakupan jaringan lunak dari tulang retak memadai, meskipun
laserasi luas, flaps, atau trauma energi tinggi. Subtipe ini termasuk patah
tulang segmental atau sangat kominuta dari trauma energi tinggi, tanpa
melihat ukuran luka.
2) Tipe IIIB dikaitkan dengan cedera yang luas atau kehilangan jaringan
lunak, dengan pengupasan periosteal dan paparan tulang, kontaminasi
masif, dan kominutif parah fraktur dari trauma-kecepatan tinggi. Setelah
debridemen dan irigasi selesai, segmen tulang terpapar dan flap lokal atau
bebas diperlukan untuk cakupan.
10

3) Tipe IIIC termasuk fraktur terbuka yang berhubungan dengan cedera arteri
yang harus diperbaiki, terlepas dari tingkat cedera jaringan lunak.

d. Etiologi

Fraktur terbuka cenderung disebabkan oleh trauma yang lebih parah


daripada fraktur tertutup. Namun, patah tulang akibat trauma torsional
berenergi rendah dapat menembus kulit dari dalam, terutama di mana tulang
berada di dekat kulit dan tidak dilindungi oleh otot pembungkus. Fraktur
terbuka yang parah biasanya terjadi akibat trauma energi tinggi langsung,
baik akibat tabrakan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Tingkat trauma
yang diinduksi berkaitan dengan energi yang diberikan oleh deselerasi
mendadak pada saat benturan. Contoh utama adalah fraktur terbuka
ekstremitas bawah pada pengendara sepeda motor. Insiden energi tinggi
sering menyebabkan banyak luka parah pada bagian tubuh lainnya (kepala,
dada, dan perut), pengelolaannya mungkin lebih diutamakan daripada fraktur
terbuka. (o’brien, ;AAOS, 2011)

e. Mekanisme fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami


kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma
yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur
yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. (Rasjad, 2012; Helmi,
2012)
Trauma bisa bersifat:
a) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan.
11

b) Trauma tidak langsung


Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
a) Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur yang bersifat spiral atau oblik
b) Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
c) Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
d) Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
misalnyapada badan vertebra, talus atau fraktur Z
e) Fraktur oleh karena remuk
f) Trauma Karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian
tulang

f. Gejala klinis

Gejala fraktur meliputi(Geiderman, 2014):


a. Terlihat anggota tubuh dan sendi tidak pada tempatnya atau cacat.
b. Pembengkakan, memar, atau perdarahan
c. Nyeri hebat
d. Mati rasa dan kesemutan
e. Kulit rusak dengan tulang menonjol
f. Mobilitas terbatas atau ketidakmampuan untuk memindahkan anggota
gerak.
12

g. Diagnosis

Tanda dan gejala fraktur antara lain (WHO, 2016;Helmi, 2012):


1) Riwayat
a) Tanyakan tentang waktu terjadinya cedera
b) Perubahan sensasi (mati rasa, menambah rasa sakit)
2) pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik fraktur dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan lokal.
a) Gambaran umum
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan pasien
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat pada
kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
- Pemeriksaan dari kepala ke ujung kaki/tangan. Harus diperhitungkan
keadaan proksimal, serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskular.
b) Keadaan lokal
- Look: Perhatikan apa yang dapat dilihat, antara lain adanya suatu
deformitas (seperti angulasi/membentuk sudut, rotasi pemutaran, dan
pemendekkan), jejas ( tanda yang menunjukkan bekas trauma), terlihat
adanya tulang yang keluar dari jaringan luna, sikatrik (jaringan parut baik
yang alami maupun buatan seperti bekas operasi), warna kulit, benjolan,
pembengkakkan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal), serta posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas). Adanya
luka kulit, laserasi atau abrasi, dan perubahan warna di bagian distal luka
meningkatkan kecurigaaan adanya fraktur terbuka. Pasien diinstruksikan
13

untuk menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang


sehat. Carilah luka lain yang hampir tidak terlihat, seperti cedera tendon di
tangan.
- Feel: pemeriksa sangat penting memperhatikan respons pasien pada saat
melakukan palpasi. Adanya respon nyeri atau suatu ketidaknyamanan dari
pasien sangat menentukan kedalaman dalam melakukan palpasi.
Beberapa hal yang penting diperiksa, meliputi suhu disekitar trauma,
fluktuasi pada pembengkakkan, nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat
letak kelainan (sepertiga proksimal, tengah, atau distal). Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakkan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya. Status neurologis dan vaskular dibagian
distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ektremitas tempat
fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di bawah cedera, daerah
yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi yang perlu
diperhatikan pada bagian distal fraktur, diantaranya: pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), sensibilitas.
- Move: pemeriksaan ini secara umum adalah untuk menilai adanya gerakan
abnormal ketika menggerakkan bagian yang cedera, serta kemampuan
rentang gerak sendi (ROM). Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
14

3) Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting
adalah menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. CT scan biasanya hanya dilakukan
pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak
mencapai kebutuhan diagnosis.
b) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih
jauh kelainan yang terjadi, seperti berikut ini.
- Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
- Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
- Enzim otot sepeti Kreatinin Kinase, Laktat Dehydrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lainnya
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: dilakukan pada
kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganismepenyebab infeksi.
- Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
- Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
- Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
15

- Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi tulang.


- MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

h. Penatalaksanaan

Manajemen awal fraktur terbuka biasanya mempengaruhi hasil akhir.


Melihat lebih dekat pada prinsip evaluasi dan manajemen fraktur terbuka
diperlukan jika ingin dikelola dengan tepat. Tujuan dari manajemen fraktur
terbuka yang terkenal dan termasuk pencegahan infeksi, pencapaian
penyatuan tulang, dan pemulihan fungsi. Strategi pengobatan saat ini dalam
perawatan fraktur terbuka terus dipelajari, diperbaiki, dan disesuaikan seiring
berkembangnya pangkalan literatur kami. Prinsip-prinsip penting termasuk
penggunaan antibiotik, waktu intervensi bedah awal, jenis penutupan luka,
metode pemberian antibiotik, cakupan tetanus, irigasi luka, dan terapi ajuvan
untuk membantu persatuan fraktur. (Buteera, 2009; Cross, 2008)
1) Penggunaan antibiotik
Sefalosporin (cefazohin atau sefamandol) saat ini dianjurkan untuk pasien
yang memiliki fraktur terbuka. Dosis tunggal 2.0 gram sefalosporin pada
masuk dan 1,0 gram setiap enam sampai delapan jam selama empat puluh
delapan atau tujuh puluh jam dianjurkan untuk pasien yang memiliki fraktur
terbuka tipe-i. Bagi mereka yang memiliki fraktur terbuka, tipe-il atau iii terapi
kombinasi sangat penting untuk menutupi kedua bakteri grampositive dan
gram-negatif atau infeksi campuran. Pasien harus menerima cephalosporin,
2,0 gram, pada penerimaan, serta aminoglikosida (tobramycin), 1,5 miligram
per kilogram berat badan pada masuk dan 3,0-5,0 miligram per kilogram
berat badan setiap hari dalam dosis terbagi. Dosis aminoglikosida harus
disesuaikan jika pasien memiliki insufisiensi ginjal. Terapi antibiotik ini
berlangsung selama tiga hari. Sepuluh juta unit penicillin ditambahkan jika
pasien mengalami cedera di sebuah peternakan. Antibiotik diberikan lagi
selama tiga hari ketika operasi besar lain, seperti delayed primer atau
16

penutupan sekunder luka, reduksi terbuka elektif, dan fiksasi internal dan
cangkok tulang, dilakukan. Memperpanjang terapi antibiotik selama lebih dari
tiga hari telah dilaporkan bukan untuk mencegah infeksi pada luka.
(halawi,2015)
2) Operative memadai dan berulang
Debridement dan irigasi
Debridemen yang adekuat adalah langkah yang paling penting dalam
mencegah infeksi dan mendukung penyembuhan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan semua jaringan yang terkontaminasi dan tidak hidup,
termasuk kulit, lemak subkutan, otot, dan tulang. Lukanya harus diperpanjang
secara longitudinal untuk pemeriksaan yang tepat dari zona cedera. Ujung
tulang harus terkena, saluran medula dibersihkan, dan semua fragmen tulang
yang dihancurkan tanpa lampiran jaringan lunak dihapus. Edwards et al
menemukan bahwa pengangkatan tulang nekrotik secara signifikan
menurunkan tingkat infeksi pada fraktur terbuka. Meskipun viabilitas tulang
dan kulit dinilai berdasarkan kapasitasnya untuk mengalami perdarahan,
viabilitas otot dinilai dengan kriteria yang digariskan oleh Artz et al yang terdiri
dari 4: warna, kontraktilitas, konsistensi, dan kapasitas untuk mengeluarkan
darah. Setiap kali viabilitas jaringan lunak atau kecukupan debridement
diragukan, ulangi debridement jika diperlukan.(halawi,2015).
3) Stabilisasi fraktur.
Stabilisasi fraktur dini mengurangi rasa sakit, memudahkan saat
pemindahan tempat tidur dan ambulasi, mencegah cedera jaringan lunak
lebih lanjut, dan meningkatkan penyembuhan. Hal ini terutama penting untuk
fraktur intra-artikular di mana gerakan sendi awal dapat menguntungkan. Ada
banyak pilihan pengobatan yang berbeda untuk fraktur terbuka tergantung
pada status hemodinamik, lokasi dan pola fraktur, dan luasnya jaringan
lunak.(halawi, 2015)
17

a. Fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal adalah metode yang aman dan dapat diandalkan untuk
mencapai stabilitas tulang. Keuntungan dari teknik ini adalah fleksibilitas,
kemudahan aplikasi dengan trauma operasi minimum, dan pemeliharaan
akses ke luka. (Apley, 1995)
Fiksasi eksternal adalah andalan perawatan pada fraktur terbuka berat
seperti IIIA dan IIIB, dan memiliki keuntungan memungkinkan akses mudah
untuk manajemen cedera jaringan lunak dan pengangkutan tulang, dan dapat
ditukarkan dengan pen intramedulla. Untuk pertukaran aman seharusnya
tidak ada infeksi saluran pencangkokan dan dalam waktu empat belas hari.
Masalah utama dari fixator eksternal adalah infeksi saluran pin,
melonggarkan dan tertunda atau nonunion. Fiksasi plat dan sekrup memiliki
tingkat infeksi yang lebih tinggi untuk fraktur terbuka. Plat disediakan untuk
fraktur periarticular yang dipilih. (Buteera, 2009)
b. Pen intramedula
Pengelolaan patah tulang tibia tertutup oleh pen intramedula dengan
reaming biasanya menghindari infeksi. Namun, dalam seri dilaporkan
terbesar dari patah tulang terbuka tipe-I, metode ini dikaitkan dengan 6
persen kejadian infeksi, kontras dengan 0-1 per kejadian persen yang
biasanya berhubungan dengan pengelolaan tipe-I membuka fraktur. Untuk
alasan ini, pen intramedulla dengan reaming belum direkomendasikan untuk
stabilisasi awal patah tulang tibia terbuka. Dalam pengobatan type-II dan
patah tulang jenis-III terbuka tibia, memaku tanpa reaming telah dilaporkan
berhubungan dengan tingkat infeksi 3 sampai 7 persen, mungkin karena
terganggunya suplai darah endosteal tidak sama besar seperti ketika reaming
digunakan. (Buteera, 2009)
c. Fiksasi dengan plat dan sekrup
Teknik pelapisan biasa umumnya tidak disukai karena fraktur tibial terbuka
yang terkait dengan kehilangan jaringan lunak yang luas. Ketika
18

membandingkan plat dengan fraktur tibial terbuka untuk tipe II dan III, Bach
dan Hansen melaporkan peningkatan enam kali lipat dalam tingkat
osteomielitis berat. Namun, teknik pelapisan yang lebih baru dan kurang
invasif telah muncul yang memungkinkan plat menjadi pilihan yang layak
dalam fraktur tibial terbuka.(Halawi, 2015)
4) Penutupan luka
Menutup kulit atau tidak dapat menjadi suatu keputusan yang sukar. Luka
tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit (tanpa tegangan) atau
dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga
bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut sekadarnya
dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari: kalau bersih, luka itu dijahit
atau dilakukan pencangkokan kulit (penutupan primer tertunda). Penutupan
luka yang tertunda dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme
gram negatif nosokomial, seperti spesies Pseudomonas, spesies
Enterobacter, dan S aureus resisten methicillin.(halawi,2015; Appley,1995;
Lawrence, 2012)
5) Pencangkokan tulang
Pencangkokan tulang dapat membantu dalam perbaikan fraktur dan
rekonstruksi defek skeletal. Hal ini dapat dilakukan pada saat penutupan
untuk fraktur terbuka tipe I dan II tetapi harus ditunda sampai luka telah
sembuh pada fraktur tipe III, karena pengelupasan periosteal yang luas,
kerusakan jaringan lunak, dan kemungkinan kompromi aliran darah yang
terkait dengan hal ini. cedera. Demikian pula, rekombinan tulang manusia
morfogenetik protein-2 (rhBMP-2) juga dapat digunakan pada saat penutupan
luka definitif untuk mempercepat penyembuhan. Pada tahun 2002, Govender
et al67 menerbitkan hasil uji BESTT (Evaluasi BMP-2 dalam Pembedahan
untuk Trauma Tibial), yang mengevaluasi efikasi dan keamanan rhBMP-2
pada fraktur tibial terbuka. (Halawi, 2015)
19

6) Indikasi untuk amputasi


Keputusan untuk mengamputasi ekstremitas sebagai bentuk utama dari
pengobatan untuk fraktur terbuka harus dipandu oleh apakah fungsional,
ekstremitas layak cukup dapat dicapai dengan bentuk lain dari pengobatan
dan apakah waktu dan biaya yang akan hampir pasti menjadi beberapa
upaya menyelamatkan ekstremitas dapat dibenarkan, terutama ketika
amputasi dibawah lutut dapat dilakukan. Kami percaya bahwa ada dua
indikasi mutlak untuk amputasi utama yaitu cedera jenis-iiic disertai dengan
gangguan saraf tibialis posterior, dan cedera jenis-iiic dengan hilangnya
jaringan lunak, kontaminasi besar, fraktur segmental parah comminuted, atau
kehilangan besar tulang yang kemungkinan akan berakibat ditandai
penurunan fungsi. (Gustilo, 1990)

g. Komplikasi

Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini,


dan komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah
tulang atau segera setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari
setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah patah tulang.
Ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum.
(Sjamsuhidajat, 2007)
Tabel 1. Komplikasi patah tulang
Komplikasi Lokal Umum

Segera - Kulit dan otot: berbagai vulnus Trauma multiple, syok


(abrasi, laserasi, sayatan, dll),
kontusio, avulsi.
- vaskular:terputus, kontusio,
perdarahan
- organ dalam: jantung paru-paru,
20

hepar, limpa (pada fraktur


costa), buli-buli (pada fraktur
pelvis)
- neurologis: otak, medulla
spinalis, kerusakan saraf perifer
Dini Nekrosis kulit otot, sindrom ARDS, emboli paru,
kompartemen, trombosis, infeksi tetanus
sendi, osteomielitis
Lama - tulang: malunion, nonunion, - batu ginjal (akibat
delayed union, osteomyelitis, mobilitas lama
gangguan pertumbuhan, patah ditempat tidur dan
tulang rekuren hiperkalsemia)
- sendi: ankilosis, penyakit - neurosis pascatrauma
degenerative sendi pascatrauma
- myositis osifikan
- distrofi reflex
- kerusakan saraf

Patah tulang terbuka adalah cedera serius, karena itu, komplikasi serius
berhubungan dengan fraktur terbuka:
- Infeksi
Ini adalah komplikasi fraktur terbuka yang paling umum. Infeksi adalah
hasil bakteri yang masuk luka pada saat luka. Infeksi dapat terjadi sejak dini
saat penyembuhan atau lama kemudian setelah luka dan patah tulang
sembuh. Infeksi tulang bisa menjadi kronis (osteomielitis) dan menyebabkan
operasi lebih lanjut.
- Nonunion
Beberapa fraktur terbuka mungkin mengalami kesulitan penyembuhan
21

karena kerusakan suplai darah di sekitar tulang pada saat cedera. Jika tulang
tidak sembuh, pembedahan lebih lanjut, termasuk pencangkokan tulang ke
lokasi fraktur dan fiksasi internal berulang, mungkin diperlukan.
- Sindrom kompartemen
Kondisi yang menyakitkan ini berkembang saat lengan atau kaki yang
terluka membengkak dan tekanan terbentuk di dalam otot. Bila ini terjadi,
segera operasi untuk meringankan tekanan yang dibutuhkan. Jika tidak
diobati, sindrom kompartemen dapat menyebabkan kerusakan jaringan
permanen dan hilangnya fungsi.

2. Lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka.

Beberapa penyakit penyerta dan infeksi luka menyebabkan kenaikan lama


rawat inap setidaknya 4 hari atau 25 persen dari nilai-nilai dasar di beberapa
fase tinggal di rumah sakit. infeksi luka operasi setelah operasi patah tulang
pinggul berdampak sangat besar baik secara finansial, dan pada mortalitas
serta morbiditas. (Ireland, 2015; Edwards, 2008)
Dampak status gizi di antara pasien yang dirawat di rumah sakit selama
lebih dari 7 hari ditemukan bahwa pasien tidak mengkonsumsi cukup untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi memiliki biaya rumah sakit yang lebih tinggi
secara signifikan dan kemungkinan komplikasi yang lebih tinggi. (Pennington,
2005)
Hubungan antara lama tinggal setelah patah tulang pinggul dan kematian
setelah keluar dari 492 subjek dari tiga rumah sakit di Jepang dan dua di
Amerika Serikat. 22 Rata-rata lama masa tinggal pasca operasi adalah 5 hari
di Amerika Serikat dan 34 hari di Jepang, dan risiko kematian setelah pulang
dari rumah sakit meningkat dua kali lipat di Amerika Serikat dibandingkan
dengan Jepang. (Kondo,2010)
22

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama perawatan pasien post


operasi pasien fraktur.

a. Faktor yang berhubungan dengan cedera

- Jenis tulang.
Tulang cancellous sembuh lebih cepat dari tulang kortikal. Hal ini
disebabkan fakta bahwa ada area besar kontak tulang dan ada sel-sel tulang
lebih aktif hadir. Fraktur ekstremitas atas umumnya sembuh lebih cepat dari
ekstremitas bawah. (Mirhadi, 2013)
- Jenis fraktur.
Displaced dan comminuted atau fragmented fraktur sering menyebabkan
keterlambatan penyatuan karena celah telah dijembatani dan jaringan lunak
terjebak di antara ujung-ujung tulang dapat menghambat penyatuan komplit.
Fraktur transversa sembuh lebih lambat dibandingkan fraktur spiral karena
area permukaan lebih kecil dari kontak, dan patah tulang ini yang lebih sering
disebabkan oleh cedera energi tinggi. (Mirhadi, 2013)
- Perkins rule of thumbs law.
Fraktur spiral atas ekstremitas memakan waktu sampai 3 minggu untuk
bersatu, dua kali lipat ini berkonsolidasi, dua kali lipat ini untuk ekstremitas
bawah, dua kali lipat jika melintang, dua kali lipat jika terbuka, 1,5 kali pada
orang dewasa, dua kali lipat itu setidaknya jika perbuatan olahraga.
Keterlibatan sendi dapat menyebabkan penyatuan keterlambatan karena
pengenceran hematoma fraktur oleh cairan synovial. (Mirhadi, 2013)
- Mobilitas di lokasi patah.
Mobilitas berlebih di lokasi fraktur akan mengganggu vaskularisasi
hematoma fraktur menimbulkan regangan tinggi melewati jaringan dan
mengganggu bridging kalus. Dengan tingkat tinggi ketegangan, jaringan
fibrosa cenderung berkembang dengan kolagen yang ditetapkan dengan
gaya tarik yang tinggi. Tingkat yang lebih rendah regangan melalui
23

hematoma fraktur mengarah ke fibro-kartilago berkembang dan pada


terendah tingkat pembentukan tulang anyaman terjadi. Sama sekali fraktur
yang tidak stabil menghasilkan tingkat yang sangat tinggi strain melalui
jaringan penyembuhan mendukung pembentukan jaringan fibrosa dan tidak
lengkap penyembuhan. (Mirhadi, 2013)
- Pemisahan ujung tulang.
Jaringan lunak diantara ujung fraktur atau pemisahan sekunder
pengeroposan tulang atau traksi dapat menyebabkan delayed union atau
non-union. Hal ini penting untuk menjamin penurunan fraktur dicapai bila
fraktur apapun stabil. (Mirhadi, 2013)
- Gangguan suplai darah.
Fraktur intracapsular leher, fraktur tulang paha dan skafoid rentan
terhadap penyatuan tertunda atau nonunion karena suplai darah melalui
arteri akhir dan transaksi pasokan ini menyebabkan kematian tulang dan
kegagalan penyembuhan. (Mirhadi, 2013)
Cedera aksial tekan energi tinggi mengakibatkan kominusi, hilangnya
keterikatan jaringan lunak, pengupasan periosteal dan keterlambatan
penyembuhan. Terangkatnya kulit memungkinkan untuk infeksi berkembang,
mempengaruhi jaringan oksigenasi, kompetisi lokal untuk nutrisi dan
pengalihan dari proses inflamasi lokal untuk memerangi infeksi. (Mirhadi,
2013)

b. Faktor host

- Usia.
Tulang anak-anak menyatukan lebih cepat. Tingkat penyembuhan
berkurang ketika kematangan skeletal pendekatan. Anak-anak memiliki
kapasitas yang cukup untuk pembentukan tulang dan tulang mereka akan
kembali ke bentuk normal ketika disembuhkan.
24

Populasi lansia (orang di atas 60 tahun) tumbuh lebih cepat dari kelompok
usia lainnya, dan peningkatan usia merupakan faktor risiko utama untuk
gangguan penyembuhan luka. Banyak studi klinis dan hewan di tingkat
seluler dan molekuler telah diperiksa berkaitan dengan usia perubahan dan
penundaan penyembuhan luka. Hal ini umumnya diakui bahwa, pada orang
dewasa yang lebih tua yang sehat, efek penuaan menyebabkan penundaan
sementara dalam penyembuhan luka, tetapi tidak adanya penurunan aktual
dalam hal kualitas penyembuhan. (Mirhadi, 2013)
- Status gizi dan terapi obat.
Gizi buruk mengurangi tingkat penyembuhan. Kortikosteroid dan obat anti-
inflamasi nonsteroid mengganggu respon inflamasi dan penyembuhan
keterlambatan fraktur.
Malnutrisi, yang secara umum lazim di antara penduduk lanjut usia,
bahkan lebih sering terjadi di antara pasien rawat inap untuk patah tulang
pinggul, dengan tingkat mulai dari 20% sampai 70%. Malnutrisi
mempengaruhi banyak organ dan sistem fisik, menyebabkan sarcopenia dan
merusak mental, jantung dan fungsi kekebalan tubuh. Secara berurutan,
pasien dengan malnutrisi protein-kalori memiliki tingkat komplikasi medis dan
bedah yang lebih tinggi (termasuk tekanan bekas luka dan komplikasi infeksi
perioperatif), kemampuan fungsional yang lebih rendah dan kematian lebih
tinggi. (Carpintero, 2014)
Obesitas adalah terkenal untuk meningkatkan risiko banyak penyakit dan
kondisi kesehatan, termasuk penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2,
kanker, hipertensi, dislipidemia, stroke, sleep apnea, gangguan pernapasan,
dan gangguan penyembuhan luka. Penderita obesitas sering menghadapi
komplikasi luka, termasuk infeksi kulit luka, dehisensi, hematoma dan
pembentukan seroma, ulkus tekanan, dan ulkus vena. Peningkatan frekuensi
komplikasi luka telah dilaporkan untuk penderita obesitas yang menjalani
kedua bariatrik dan operasi non-bariatrik. Secara khusus, tingkat yang lebih
25

tinggi dari infeksi lokasi bedah terjadi pada pasien obesitas. Banyak dari
komplikasi ini mungkin akibat dari hipoperfusi relatif dan iskemia yang terjadi
di jaringan adiposa subkutan. (Guo, 2010)
Selama lebih dari 100 tahun, gizi telah diakui sebagai faktor yang sangat
penting yang mempengaruhi penyembuhan luka. Yang paling jelas adalah
bahwa malnutrisi atau kekurangan gizi tertentu dapat memiliki dampak besar
pada penyembuhan luka setelah trauma dan operasi. Pasien dengan kronis
atau non-penyembuhan luka dan mengalami kekurangan gizi sering
membutuhkan nutrisi khusus. Energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan metabolisme mineral semua dapat mempengaruhi proses penyembuhan.
(Guo, 2010)
- Komorbiditas.
Patologis tulang (keganasan osteoporosis), diabetes, HIV dan merokok
dapat semua mengurangi suplai darah lokal dan menunda penyembuhan.
(Mirhadi, 2013)
Gangguan penyembuhan yang terjadi pada individu dengan diabetes
melibatkan hipoksia, disfungsi fibroblasts dan sel-sel epidermis, gangguan
angiogenesis dan neovaskularisasi, tingkat tinggi metalloprotease, kerusakan
dari ROS dan ages, penurunan kekebalan tubuh host, dan neuropati.
Merokok diakui sebagai salah satu penyebab utama penyakit jantung dan
penyakit pernapasan, serta beberapa jenis kanker. Namun, banyak orang
tidak menyadari bahwa merokok memiliki efek negatif yang serius pada
tulang, otot, dan sendi, dan bahwa merokok sering menyebabkan hasil yang
lebih buruk dari operasi ortopedi. Merokok memiliki efek negatif pada fraktur
dan penyembuhan luka setelah operasi.
Patah tulang memakan waktu lebih lama untuk disembuhkan pada
perokok karena efek berbahaya dari nikotin pada produksi sel pembentuk
tulang.
26

Perokok juga memiliki tingkat lebih tinggi dari komplikasi setelah operasi
dibandingkan bukan perokok - pada kenyataannya, merokok dapat menjadi
faktor paling penting dalam komplikasi pasca operasi. Komplikasi yang paling
umum disebabkan oleh merokok termasuk penyembuhan luka yang buruk,
infeksi, dan hasil akhir operasi kurang memuaskan. (AAOS, 2013)
- Infeksi.
Infeksi dapat menyebabkan keterlambatan penyatuan atau non-union
sebagai hasil dari fase inflamasi yang luas dan berkepanjangan dan aktivitas
selular. (Mirhadi, 2013)
Risiko infeksi klinis seperti yang ditunjukkan dalam penelitian oleh
Patzakis dan Wilkins ditunjukkan pada tabel di bawah dan bergantung pada
karakteristik fraktur dan lokasi. Infeksi fraktur tibia adalah dua kali lipat dari
lokasi lain.(Buteera, 2009)
Tabel 2. Risiko Infeksi Klinis pada Fraktur Terbuka oleh Patzakis dan Wilkins

Tipe fraktur Resiko infeksi (Persentase)

Tipe I 0-2%

Tipe II 2-10%

Tipe III 10-50%

Fraktur terbuka sering dikaitkan dengan infeksi. Ini mengakibatkan lama


masa inap di rumah sakit, operasi berulang dan cacat kronis. Osteomielitis,
berkaitan dengan patah tulang terbuka dengan ditempat yang keras, sering
disebabkan oleh organisme resisten terhadap antibiotik profilaksis yang
direkomendasikan.(Sanasi-Bhola, 2014)
27

B. Kerangka Teori

Perokok

n ri i
Transport oksigen

Selularitas kalus dan


osifikasi enkondral
Komplikasi medis tertunda menghambat
pertumbuhan
pembuluh darah baru
infeksi saat tulang dibentuk

Aktivitas Usia
selular dan tingkat penyembuhan
fase inflamasi patah tulang
Perubahan hormon
memanjang

Sel osteoclast Sel osteoblast

Proses
Lama rawat
osteogenesis
inap

o in i

Fraktur terbuka

Gambar 3. Kerangka teori

Status gizi dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi
fraktur terbuka, dimana jika terjadinya malnutrisi akan meningkatkan
terjadinya berbagai komplikasi medis dan menyebabkan penurunan tingkat
28

penyembuhan patah tulang sehingga terjadi lama rawat inap yang


memanjang.
Perokok juga dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi
fraktur terbuka, pada perokok terjadi vasokontriksi pembuluh dan
menyebabkan transport oksigen ke daerah luka terhambat sehingga terjadi
lama rawat inap yang memanjang.
Diabetes mellitus dapat menyebabkan selularitas kalus dan osifikasi
enkondral tertunda sehingga menyebabkan penurunan tingkat penyembuhan
patah tulang dan mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi fraktur
terbuka.
Infeksi pada luka dapat menyebabkan aktifitas seluler dan fase inflamasi
memanjang sehingga menyebabkan penurunan tingkat penyembuhan patah
tulang dan mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi fraktur
terbuka.
Usia dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi fraktur
terbuka, Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi
sangan aktif. Apabila usia bertambah menyebabkan adanya perubahan
hormon proses tersebut semakin berkurang sehingga menyebabkan
keseimbangan aktifitas sel osteoklast dan osteoblast terganggu dan proses
osteogenesis terhambat sehingga terjadi.
Jenis fraktur dapat mempengaruhi lama rawat inap pasien post operasi
fraktur terbuka dimana jenis fraktur kominutif proses penyatuannya lebih
lambat dari jenis fraktur simple.
29

C. Kerangka Konsep

Di bawah ini adalah kerangka konsep dari penelitian ini.

Gambar 4. Kerangka konsep


30

D. Defenisi Operasional

1. Lama rawat inap

Yang dimaksud lama rawat inap adalah jumlah hari rawat inap pasien
yang dimulai saat memindahkan pasien dari ruangan bedah ke unit
pascaoperasi dan berakhir saat pasien pulang selama lebih dari 7 hari.
2. Pasien post operasi

Yang dimaksud pasien post operasi adalah pasien yang yang telah
melakukan pembedahan fraktur terbuka diruang rawat inap pasca bedah
RSU Anutapura Palu.

3. Fraktur terbuka

Yang dimaksud fraktur terbuka adalah patah tulang yang menembus kulit.
1). Tipe I: luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang
menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan
lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif.
2). Tipe II: Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak
kerusakan jaringan lunak dan tak lebih dari kehancuran atau
kominusi fraktur tingkat sedang
3). Tipe III: Kerusakan yang luas pada jaringan lunak, termasuk otot,
kulit, dan struktur neurovaskular, dan tingkat tinggi
kontaminasi.
4. Usia

Usia adalah masa hidup seseorang yang terdapat pada kartu tanda
penduduk dan akte kelahiran.
1). Kelompok usia anak-anak = 0 - 11 tahun.
2). Kelompok usia remaja = 12 - 25 tahun. .
31

3). Kelompok usia dewasa = 26 – 45 tahun.


4). Kelompok usia Lansia = 46 - 65 tahun.
5). Kelompok usia Manula = 65 - sampai atas

5. Status gizi

Status Gizi yang dimaksud dalam hal ini adalah keadaan gizi seseorang
berdasarkan pengukuran lingkar lengan atas dengan alat insertion tape
kemudian dihitung dalam rumus lingkar lengan atas yang diukur dibagi
dengan lingkar lengan atas standar dikali seratus persen serta penilaian
dengan metode klinis meliputi riwayat medis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat dan mengamati gejala malnutrisi yang terjadi.
1. Normal, hasil pengukuran lingkar lengan atas normal dan/atau
pemeriksaan klinis normal
2. Malnutrisi, hasil pengukuran lingkar lengan atas tidak normal dan/atau
ditemukan gejala malnutrisi pada pemeriksaan klinis.

6. Riwayat Diabetes Melitus

Yang dimaksud riwayat diabetes mellitus adalah pasien yang memiliki


kadar glukosa darah tinggi, pada penelitian ini menggunakan kadar
glukosa darah sewaktu yang diperoleh dari hasil laboratorium pasien
dan/atau dilihat dari data rekam medik.
1) Ya, ada riwayat diabetes melitus
2) Tidak, tidak riwayat diabetes mellitus

7. Perokok

Yang dimaksud perokok adalah perilaku atau gaya hidup pasien yang
merupakan perokok pasif atau perokok aktif yang didapatkan dari
wawancara.
32

1) Ya, apabila pasien perokok


2) Tidak, apabila pasien bukan perokok

8. Infeksi

Yang dimaksud infeksi adalah masuknya mikroorganisme yang


pathogen kedalam tubuh dan terjadi reaksi inflamasi/peradangan
sehingga menimbulkan gejala yang dapat dilihat dengan tanda rubor,
dolor, calor, tumor, dan fungsio lesa selain itu dapat dilihat kadar leukosit
dari hasil laboratorium pasien.
1) Ya, apabila terjadi infeksi
2) Tidak, apabila tidak terjadi infeksi

9. Jenis fraktur

Yang dimaksud jenis fraktur adalah jenis fraktur dari pasien yang dilihat
dari hasil foto polos pasien.
1) Comminutive fracture : terdapat lebih dari satu garis fraktur
2) Simple fracture : terdapat satu garis fraktur
33

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Of Orthopedic Surgeon (AAOS).2011, Open fracture


(Orthoinfo, 2013)
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582
2. Iyer, K.M. (2013) Anatomy of Bone Fracture and Fracture Healing.
General Principles of Orthopedics and Trauma, Springer-Verlag, London,
4-5.
3. Halawi, Mohamad J. MD, Morwood, Michael P. MD. Acute management
of open fractures: an evidence-based review. Orthopedics.
2015;38:e1025–e1033
4. Rasjad C, Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Trauma, 3rd Edition.
Bintang Lamupatue, Makasar: 356- 361. 2003
5. Buckley R; Panaro CDA, Calhoun JH General Principles of Fracture Care
emedicine Medscape Jan 15, 2010.
http://emedicine.medscape.com/article/1270717overview#a0112
6. Corso, P., Finkelstein, E., Miller, T., Fiebelkorn, I., Zaloshnja, E. Incidence
and lifetime costs of injuries in the United States. Inj Prev. 2006;12:212–
218.
7. Karkee R, Lee AH. Epidemiology of road traffic injuries in Nepal, 2001-
2013: Systematic review and secondary data analysis. British Med J
2016;6:1-7.
8. Amin, S., Achenbach, S.J., Atkinson, E.J. et al, Trends in fracture
incidence: a population-based study over 20 years. J Bone Miner Res.
2014;29:581–589
9. Kementerian Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2007.
Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
10. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013.
Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI
34

11. RSU Anutapura. 2017. Rekapitulasi laporan kejadian fraktur tahun 2017
12. Mirhadi, S., Ashwood, N., Karagkevrekis, B. Factors influencing fracture
healing. Trauma. 2013;15:140.
13. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The management of open
fractures. J Bone Joint Surg Am 1990;72:299-304
14. Kim PH, Leopold SS; In brief: Gustilo-Anderson classification. [corrected].
Clin Orthop Relat Res. 2012 Nov 470(11):3270-4. doi: 10.1007/s11999-
012-2376-6. Epub 2012 May 9
15. Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 236-238
16. Geiderman JM, Katz D. General principles of orthopedic injuries. In: Marx
JA, Hockberger RS, Walls RM, et al, eds. Rosen's Emergency Medicine:
Concepts and Clinical Practice. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Mosby;
2014:chap 49.
17. Binagwaho, A. 2015. Emergency Medicine Clinical Guidelines. General Approach
To Fractures. Stress De La Sante. Kigali University
18. Buteera AM, Byimana J (2009) Principles of Management of Open
Fractures. East Cent Afr J Surg 14(2), 2–8. 4. Schaller TM, Calhoun JH
(2012) Open Fractures. E-Medicine.
19. Lawrence, P.F. 2013. Essentials of General Surgery. Edisi ke 5. Lippicott
William. & Wilkins, Philadelphia
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1269242
20. Cross WW III, Swiontkwoski MF (2008) Treatment principles in the
management of open fractures. Indian J Orthop 42(4), 377–386.
21. Apley, A. Graham. 1993. Buku Ajar Orthopedi Fraktur Sistem Apley. 7th
ed, Widya Medika. Jakarta. App 257-259
22. Lawrence, P.F. 2013. Essentials of General Surgery. Edisi ke 5. Lippicott
William. & Wilkins, Philadelphia
35

23. Ireland AW, Kelly PJ, Cumming RG. Total hospital stay for hip fracture:
measuring the variations due to pre-fracture residence, rehabilitation,
complicationsand comorbidities. BMC Health Services Research
2015;15:17.
24. Edwards C, Counsell A, Boulton C, Moran CG. Early infection after hip
fracture surgery: risk factors, costs and outcome. J Bone Joint Surg Br.
2008 Jun;90(6):770–777.
25. Penning on BP, 2005, “The I p c o Pre b in on Po oper ive
Leng h o S y in E der y Or hopedic P ien .”, The i , Tenne ee: East
Tennessee State University.
26. Kondo A, Zierler BK, Isokawa Y, et al. Comparison of length of hospital
stay after surgery and mortality in elderly hip fracture patients between
Japan and the United States—the relationship between the lengths of
hospital stay after surgery and mortality. Disabil Rehabil 2010; 32(10):
826–835.
27. Carpintero, P., Caeiro, J.R., Carpintero, R., Morales, A., Silva, S., Mesa,
M. Complications of hip fractures: a review. World J Orthop. 2014;5:402–
411
28. Guo, S., dan L. A. DiPietro, 2010, Factors Affecting Wound Healing, JDR,
89(3): 219-229.
29. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS), Surgery and
Smoking (Orthoinfo, 2013)
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00262
30. Sanasi- Bhola, K.; Weissman, S.; Horvath, J.; Berdel, R.; Albrecht, S.;
Whitmire, M.; Parker, RD; H Albrecht. Risk Factors for Infections after
Open Fractures - Opportunities for Improving Prophylactic Antimicrobial
Therapy. Open Forum Infect Dis (Fall 2014) (suppl1): S200.doi: 10.1093
/ofid / ofu052 .416.
36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan


pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan gambaran
faktor usia, status gizi, diabetes mellitus, perokok, jenis fraktur, dan infeksi
penyebab lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka di RSU
Anutapura pada tahun 2018.

Lama rawat inap


pasien post operasi
fraktur terbuka

Faktor
penyebab

Usia Status Riwayat Perokok Jenis Infeksi


Gizi Diabetes fraktur
Anak- Melitus
Ya Ya
anak
Normal Simple
Ya
remaja Tidak
Tidak
Malnutrisi comminutive
dewasa Tidak

lansia

Gambar 5. Desain Penelitian


37

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari


komisi etik. Penelitian akan dilakukan di Ruang rawat inap pasca bedah RSU
Anutapura Palu.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Pasien yang telah menjalani operasi fraktur terbuka dan di rawat >7
hari di Ruang rawat inap pasca bedah RSU Anutapura Palu

2. Sampel Penelitian

Pasien yang telah menjalani operasi fraktur terbuka dan dirawat >7
hari di Ruang rawat inap pasca bedah RSU Anutapura Palu yang
memenuhi kriteria inklusi.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a) Pasien post operasi fraktur terbuka yang dirawat >7 hari di Ruang
inap pasca bedah RSU Anutapura Palu
b) Laki-laki dan perempuan.
c) Setuju ikut penelitian tanpa paksaan setelah diberi penjelasan
38

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien dengan immunocompromised.


b. Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

E. Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan sampel jenuh.

F. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam pada penelitian ini


adalah Non-Probability Sampling yaitu consecutive sampling dengan
mengambil semua subjek post operasi fraktur terbuka di RSU Anutapura Palu
yang memenuhi kriteria penelitian, diikutkan dalam penelitian sampai jumlah
subyek terpenuhi.
39

G. Alur penelitian

P po op b y d w d R
w pp c b d hR UA p P l

I oH.m Alur
d CoPenelitian
Me en hi ri eri
Ink i
by P l

Pe erik n P mb l W w nc r

C e Repor e ioner
P mp l

A l

P l H l

P y j H l

Gambar 6. Alur Penelitian

H. Prosedur Penelitian

a. Dari populasi penelitian diambil semua pasien yang memenuhi kriteria


inklusi dengan teknik Non-Probability Sampling yang digunakan adalah
Consecutive Sampling yaitu peneliti mengambil semua subjek pasien post
operasi fraktur terbuka dan fraktur tertutup di RSU Anutapura Palu dan
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan sebagai subjek penelitian.
40

b. Pada populasi diberi penjelasan tentang latar belakang, tujuan, cara, dan
manfaat penelitian, serta hak dan kewajiban subjek penelitian, terutama
hak untuk menolak ikut tanpa konsekuensi dan jaminan serta keamanan
data dan penyediaan data yang anonim.
c. Setelah pasien diberi penjelasan tentang penelitian ini sampai mengerti,
selanjutnya dimintakan tanda tangan sebagai kesediaanya untuk ikut
penelitian.
d. Dari populasi penelitian yang menyetujui serta memenuhi kriteria inklusi
maka diambil sebagai subjek penelitian.
e. Pada semua subjek dilakukan pengukuran status gizi kepada subjek
dengan cara mengukur lingkar lingan atas pasien dan/atau melakukan
pemeriksaan klinis. Dimana pengukuran ini dilakukan oleh peneliti dan
hasil dari pengukuran diisi pada lembar case report.
f. Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data dengan metode
wawancara sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada
kuesioner dan diisi oleh peneliti sesuai dengan jawaban dari subjek.
g. Kemudian dilakukan pengumpulan data
h. Selanjutnya analisa data yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan
untuk mengetahui apakah ada hubungan antar faktor-faktor untuk
membuktikan hipotesis dengan pengolahan menggunakan program SPSS.
i. Setelah semua data diolah, dilakukan penulisan hasil sebagai laporan
j. Hasil penelitian kemudian disajikan dalam seminar/ujian skripsi dan ditulis
sebagai skripsi.
I. Instrumen dan Alat Penelitian

Pengumpulan data yaitu dengan menggunakan formulir laporan kasus


(case report), kuesioner, formulir observasi.
41

J. Rencana Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang ada

hubungan dengan lama rawat inap pasien post operasi fraktur terbuka adalah

analisis bivariat dengan metode chi square. Metode ini digunakan untuk

mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Data diolah

dengan menggunakan perangkat lunak computer program SPSS 25.0.

Dummy table
Dummy table 1. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan usia
No Usia n % p
1. Kelompok usia anak-anak

2. Kelompok usia remaja

3. Kelompok usia dewasa

4. Kelompok usia lansia


5. Kelompok usia manula

Dummy table 2. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan status gizi

No Status gizi n % p

1. Normal
2. Malnutrisi
total
42

Dummy table 3. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat diabetes melitus

No Riwayat Diabetes Mellitus n % p


1. Diabetes melitus
2. Tidak diabetes melitus
total

Dummy table 4. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan riwayat perokok

No Perokok n % p
1. Ya
2. Tidak
total

Dummy table 5. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan jenis fraktur
No Jenis fraktur n % p
1. Comminutif
2. Simple
total

Dummy table 6. Gambaran faktor penyebab lama rawat inap pasien post
operasi fraktur terbuka berdasarkan kejadian infeksi
No Infeksi n % p
1. Ya
2. Tidak
total
43

K. Aspek Etika

Penelitian yang saya lakukan tidak mempunyai masalah yang dapat


melanggar etik penelitian, karena:
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan secara lengkap
tentang tujuan, cara penelitian yang akan dilakukan dan dimintakan
persetujuan dari setiap pasien.
2. Pasien yang akan diteliti setuju dan mempunyai hak untuk bertanya dan
ikut ataupun menolak untuk mengikuti penelitian ini, tanpa ada paksaan
dan rasa takut untuk mengikuti penelitian.
3. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian dan bahaya karena hanya
menggunakan metode observasi dan pemeriksaan kesehatan biasa
untuk case report.
4. Peneliti tidak akan mencantumkan nama pasien pada lembar
pengumpulan data (observasi) yang akan diisi oleh peneliti dan semua
data disimpan dengan aman dan disajikan secara lisan maupun tulisan
secara anonym.
5. Semua pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan penelitian tidak
memungut biaya.
45

BAB IV

LAMPIRAN

A. Lampiran 1
Jadwal Penelitian

2016 2017 2018 2019


NO. KEGIATAN
↔ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
I PERSIAPAN
1 Pembuatan Proposal
2 Pengurusan Izin
Pengurusan Rekomendasi
3
Etik
4 Persiapan Alat
5 Pelatihan
6 Seminar Proposal
II PELAKSANAAN
1 Pengambilan Data
2 Pemasukan Data
3 Analisa Data
45

4 Penulisan Laporan/Skripsi
III PELAPORAN
1 Progres Report
2 Seminar Hasil
3 Perbaikan Laporan
Seminar Akhir (Ujian
4
Skripsi)
5 Perbaikan Skripsi
46

Lampiran 2. Naskah Penjelasan

LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN (SUBJEK)

Assalamu’alaikum Wr. Wb / Selamat pagi/siang bapak/ibu

Maaf mengganggu waktunya bapak/ibu, Saya Nurhidayah mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu angkatan 2015 yang

sedang mengadakan penelitian mengenai lama rawat inap pasien setelah

operasi patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka merupakan salah satu

penyakit yang angka kejadiannya lumayan tinggi terjadi pada masyarakat.

Patah tulang terbuka adalah patah tulang yang terjadi jika ujung tulang

yang patah keluar menembus kulit.

Untuk pengambilan data saya lakukan dalam bentuk wawancara yang

didalamnya terdapat beberapa pertanyaan tentang usia, riwayat merokok,

riwayat diabetes mellitus, kemudian saya juga akan melakukan

pengamatan pada luka anda untuk melihat adanya infeksi dan jeniss

patah tulang serta melakukan pengukuran status gizi anda.

Penelitian ini akan sangat bermanfaat, baik untuk responden

penelitian, petugas medis serta penentu kebijakan dalam pemerintahan,

dalam hal ini Departemen Kesehatan. Dengan mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan lama rawat inap pasien setelah operasi patah

tulang terbuka kita bisa lebih mengetahui bagaimana cara untuk


47

mengendalikan dan bisa menurunkan resiko lama rawat inap yang

memanjang.

Jika bapak/ibu setuju untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan data,

nantinya saya akan menanyakan beberapa hal. Dalam penelitian ini tidak

memerlukan tindakan khusus lainnya dan tidak akan mengganggu

kesehatan maupun perasaan bapak/ibu. Semua informasi yang berkaitan

dengan identitas responden dalam penelitian akan dirahasiakan, baik

dalam bentuk arsip atau alat elektronik komputer dan hanya diketahui oleh

peneliti dan petugas yang berkepentingan. Hasil penelitian ini akan

dipaparkan tanpa nama.

Apakah bapak/ibu mengerti dengan apa yang telah saya jelaskan tadi?

bila bapak/ibu mengerti maka saya meminta persetujuan bapak/ibu untuk

menjadi salah satu peserta penelitian ini bila bapak/ibu memenuhi

persyaratan penelitian. Sekali lagi perlu bapak/ibu ketahui bahwa keikut

sertaan bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan

sehingga bapak/ibu mempunyai hak untuk menolak ikut dalam penelitian

ini, tanpa rasa takut akan ada akibatnya terhadap hak bapak/ibu untuk

mendapat pelayanan kesehatan disini.

Bila ada hal yang bapak/ibu kurang dimengerti atau kurang jelas, maka

bapak/ibu tetap bisa menanyakan pada saya : Nurhidayah

(082293018327).
48

LEMBAR PENJELASAN UNTUK RESPONDEN (WALI)

Assalamu’alaikum Wr. Wb / Selamat pagi/siang bapak/ibu

Maaf mengganggu waktunya bapak/ibu/wali, Saya Nurhidayah mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu angkatan 2015 yang sedang

mengadakan penelitian mengenai lama rawat inap pasien setelah operasi patah

tulang terbuka. Patah tulang terbuka merupakan salah satu penyakit yang angka

kejadiannya lumayan tinggi terjadi pada masyarakat. Patah tulang terbuka

adalah patah tulang yang terjadi jika ujung tulang yang patah keluar menembus

kulit.

Untuk pengambilan data saya lakukan dalam bentuk wawancara yang

didalamnya terdapat beberapa pertanyaan tentang usia, riwayat merokok,

riwayat diabetes mellitus, kemudian saya juga akan melakukan pengamatan

pada luka anak anda untuk melihat adanya infeksi dan jenis patah tulang serta

melakukan pengukuran status gizi anak anda dengan mengukur lingkar lengan

atasnya.

Penelitian ini akan sangat bermanfaat, baik untuk responden penelitian,

petugas medis serta penentu kebijakan dalam pemerintahan, dalam hal ini

Departemen Kesehatan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan lama rawat inap pasien setelah operasi patah tulang terbuka kita bisa

lebih mengetahui bagaimana cara untuk mengendalikan dan bisa menurunkan

resiko lama rawat inap yang memanjang.

Jika bapak/ibu/wali setuju untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan data,

nantinya saya akan menanyakan beberapa hal. Semua informasi yang berkaitan

dengan identitas responden dalam penelitian akan dirahasiakan, baik dalam


49

bentuk arsip atau alat elektronik komputer dan hanya diketahui oleh peneliti dan

petugas yang berkepentingan. Hasil penelitian ini akan dipaparkan tanpa nama.

Apakah bapak/ibu/wali mengerti dengan apa yang telah saya jelaskan tadi?

bila bapak/ibu/wali mengerti, maka apakah bapak/ibu/wali bersedia mengizinkan

anak bapak/ibu untuk menjadi salah satu peserta penelitian ini bila anak

bapak/ibu/wali memenuhi persyaratan penelitian. Sekali lagi perlu bapak/ibu/wali

ketahui bahwa keikut sertaan bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela

tanpa paksaan sehingga bapak/ibu mempunyai hak untuk menolak

mengikutsertakan anak bapak/ibu/wali tanpa rasa takut akan ada akibatnya

terhadap hak bapak/ibu untuk mendapat pelayanan kesehatan disini.

Bila ada hal yang bapak/ibu kurang dimengerti atau kurang jelas, maka

bapak/ibu tetap bisa menanyakan pada saya : Nurhidayah (082293018327).


50

DISETUJUI OLEH
Identitas Peneliti
KOMISI ETIK PENELITIAN
Nama : Nurhidayah
KESEHATAN
Alamat : Jl. Tamako No. 37, Kota
FAKULTAS KEDOKTERAN
Palu, Sulawesi Tengah
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
Telepon : 082293018327
Tanggal. .................................
51

Lampiran 3. Formulir Persetujuan

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan Kepada Subyek Penelitian

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


SETELAH MENDAPAT PENJELASAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

No. Kode Responden

Setelah mendengar dan membaca penjelasan tentang penelitian

tersebut, saya mengerti apa yang akan dilakukan, tujuan, serta manfaat

dalam penelitian tersebut. Saya juga mengerti akan hak dan kewajiban

saya. Sehingga dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutkan dalam

penelitian ini. Persetujuan ini saya buat secara sukarela dan tanpa

paksaan. Saya juga setuju semua data saya dilampirkan dengan tanpa

nama, baik secara tertulis maupun secara lisan.

Saya memiliki hak untuk bertanya dan mendapatkan informasi bila ada

yang ingin saya tanyakan kembali mengenai penelitian ini.

Tanda Tangan Tgl/Bln/Thn

Responden .......................... ..................

Saksi 1
.......................... ..................

Saksi 2
.......................... ..................
52

Tempat memperoleh tambahan informasi:

Nama : Nurhidayah
DISETUJUI OLEH
Alamat : Jl. Tamako No. 37, Palu
KOMISI ETIK PENELITIAN
No. HP : 082293018327 KESEHATAN

FAK. KEDOKTERAN UNISA

Tgl. ....................
53

Lampiran 4. Daftar Tim Meneliti dan Biodata Lengkap Peneliti

SUSUNAN TIM PENELITI

NO NAMA KEDUDUKAN KEAHLIAN


DALAM
PENELITIAN
1. Nurhidayah Peneliti Utama Tidak ada

2. Dr. Sri Sikspiriani C Rekan Peneliti Dokter Spesialis

Haarun, Sp.OT Bedah Ortopedi

dan Traumatologi

3. dr. Mahlil Rekan Peneliti Dokter Umum

4. Erna Pembantu Perawat

peneliti

5 Yultin meliani S.Kep Pembantu Perawat

peneliti
54

Biodata Lengkap Peneliti Utama

A. IDENTITAS
Nama : Nurhidayah

Tempat/ tanggal lahir : Palu, 18 Pebruari 1998

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Tamako No.37 . Palu, Sulteng

Anak ke- : 1 (Satu)

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Inpres 3 Lere : lulus tahun 2009

2. SMPN 3 Palu : lulus tahun 2012

3. SMAN 1 Palu : lulus tahun 2015

4. PSPD FKIK UNISA Palu : 2015 – sekarang

C. RIWAYAT KELUARGA

Nama Ayah : Yasir Syam

Nama Ibu : Maimuna


55

D. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Badan Eksekutif Mahasiswa FK Univesitas Alkhairaat Palu

periode 2016-2018

2. Ikatan senat mahasiswa kedokteran Indonesia wilayah 4

periode 2016-2018

E. PENGALAMAN MENELITI

Belum pernah
56

Lampiran 5. Daftar Alat Penelitian

No Nama alat Skala Jumlah


1. Insertion tape Unit 1

5. Lembar case report Eksampel 50

6. Lembar Kuisioner Eksampel 50


57

Lampiran 6. Formulir-formulir

Case Report Penelitian

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LAMA RAWAT INAP


POST OPERASI PASIEN FRAKTUR TERBUKA DI RSU ANUTAPURA
PALU, TAHUN 2018

Tanggal :
Pewawancara :

NOMOR KODE RESPONDEN

1. Status Gizi

Hasil ukur lingkar lengan


……………..cm
atas

Pemeriksaan klinis

Rambut

-kehilangan sinarnya
Ada
-kering
Tidak ada
-tipis

-mudah lepas
58

Wajah

-depigmentasi

-flek hitam dibawah mata


Ada
-membengkak
Tidak ada
-pembesaran kelenjar

parotis

-nasolabial seboroik

Mata

-konjungtiva pucat

-injection konjungtiva

-bercak bitot
Ada
-palpebritis angularis

-konjungtiva kering
Tidak ada
-kornea kering

-keratomalasia

-jaringan parut kornea

-injeksi disekeliling

kornea
59

Bibir
Ada
-cheilosis

-fisura angularis
Tidak ada
-jaringan parut sekitar

sudut bibir

Lidah

-membengkak

-skarlet

-kasar
Ada
-magenta

-halus
Tidak ada
-kemerahan

-papila atrofi

-hipertrofi

-hiperemik

Gigi

-tanggal
Ada
-erupsi

-tak normal Tidak ada

-tanda-tanda fluorosis

-berlubang
60

Gusi
Ada
-mudah berdarah

-penarikan gusi
Tidak ada

2. Tipe fraktur terbuka


Tipe I

Tipe II

Tipe IIIA

Tipe IIIB

Tipe IIIC

3. Infeksi
Ya

Tidak

4. Jenis fraktur
Comminutif

Simple

5 Lama rawat inap


………………hari
6 Riwayat Diabetes Melitus
Ada

Tidak ada
61

Kuesioner Penelitian

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LAMA RAWAT INAP


POST OPERASI PASIEN FRAKTUR TERBUKA DI RSU ANUTAPURA
PALU, TAHUN 2018

Tanggal :
Pewawancara :
Nomor Kode Responden :

1. Usia :
a) Kelompok usia anak-anak = 0 - 11 tahun.
b) Kelompok usia remaja = 12 - 25 tahun. .
c) Kelompok usia dewasa = 26 – 45 tahun.
d) Kelompok usia Lansia = 46 - 65 tahun.
e) Kelompok usia Manula = 65 - sampai atas

2. Apakah Bapak/ibu memiliki Riwayat Merokok atau sering terpapar


asap rokok ?
a) Ada riwayat perokok (perokok aktif)
b) Ya, serin terpapar asap rokok (perokok pasif)
c) Tidak ada riwayat Perokok atau tidak pernah terpapar asap
rokok
d) Tidak tahu

3. Berapa lamakah Bapak/ibu merokok ataupun terpapar asap rokok?


a. < 1 tahun
b. 1-3
c. 3-5
d. > 6
62

4. Dalam sehari Bapak/ibu menghabiskan berapa batang atau


bungkus rokok?
a. > 3
b. 4-8
c. 9-15
d. 1 bungkus atau > 1 bungkus rokok

5. Apakah Bapak/ibu memiliki riwayat diabetes melitus?


a. Ada riwayat DM
b. Tidak ada riwayat DM
c. Saat ini menderita DM
d. Tidak tahu

6. Sudah berapa lama Bapak/ibu menderita diabetes melitus?


a. > 1 tahun
b. 1-3 tahun
c. 3-5 tahun
d. > 6 tahun

7. Apakah Bapak/ibu mengonsumsi obat-obatan untuk mengatur


kadar gula Bapak/ibu?
a. Mengkonsumsi secara rutin
b. Tidak mengkonsumsi secara rutin
c. Tidak tahu
63

Lampiran 7. Tabel Responden

RINCIAN ANGGARAN DAN SUMBER DANA

NO ANGGARAN JUMLAH SUMBER


1. Biaya Administrasi Rekomendasi Rp.250.000,-
Etik.
2. Biaya Pengambilan Data Sekunder Rp.100.000,-
dan Izin Penelitian
3. Biaya Transportasi Rp.100.000,-
Meliputi biaya perjalanan yang
berkaitan dengan penelitian
4. Biaya untuk ATK
- Kertas 2 rim Rp.100.000,- Mandiri

5. Kompensasi peserta penelitian Rp.500.000,-


Barang
6. Biaya penggandaan kuesioner Rp.100.000,-
9. Honorarium Rp.500.000,-
Untuk pembantu peneliti.

10. lain-lain Rp.150.000,-


TOTAL BIAYA Rp.1.800.000,-

Anda mungkin juga menyukai