Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA KLIEN DENGAN CEDERA OTAK SEDANG (COS)


DI IRD LANTAI 1 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH :

DEVI AGUS WIJAYANTI


NIM P27820116041

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan kritis dengan cedera otak sedang (COS) di IRD Lantai 1
RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2019
sampai dengan 1 Maret 2019 telah disahkan sebagai Laporan Asuhan
Keperawatan Kritis Semester VI di RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas nama Devi
Agus Wijayanti dengan NIM P27820116041.

Surabaya, 18 Februari 2019

Dosen Pendidikan, Pembimbing Ruangan,

Hepta Nur A, S.Kep.Ns., M.Kep. Maman Yulianti, SST


NIP. 19800325 200501 2 004 NIP. 301 0867 1986 092010 4702

Mengetahui,
Kepala Ruangan
IRD Lantai 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Kurniawati, SST
NIP. 19680604 198803 2 005
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN CEDERA OTAK SEDANG (COS)
DI IRD LANTAI 1 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

A. PENGERTIAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan


utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3).

Cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau


pembengkakan otak seagai respon terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan intracranial (Smeltzer, 2000)

Cedera kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan


kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam dapat mengalami fraktur tengkorak dengan GCS 9-13.

B. ETIOLOGI

Menurut Tarwoto (2007) penyebab terjadinya cedera kepala yaitu :

1. Trauma tumpul
Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2. Trauma tembus
Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
3. Jatuh dari ketinggian
4. Cedera akibat kekerasan
5. Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi
6. Cedera otak sekunder
Kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.

C. KLASIFIKASI

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat


diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan
menjadi:
1. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
a. Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi
b. Tidak ada kehilangan kesadaran
c. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e. Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
f. Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
2. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
a. Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
b. Amnesia paska trauma
c. Muntah
d. Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
e. Kejang
3. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
a. Penurunan kesadaran sacara progresif
b. Tanda neorologis fokal
c. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
Menurut IKABI (2004) berdasarkan mekanisme cedera kepala dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
1. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul.Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
2. Cedera Tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

D. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi


kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml /


menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup


aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P
dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,


dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar (Tarwoto, 2007).

E. PATHWAY

Kecelakaan Tembakan Jatuh


Pukulan

Cedera Kepala

Kulit Kepala Tulang Tengkorak Jaringan Otak

(Hematome, laserasi) (Fraktur Contusio dan (Contusio


Fraktur Impresi) cerebral,
hematoma
epidural dan
subdural)
Isi cranium membentur Edema Serebri

dinding tulang Penurunan

Ketidakefektifan Kesadaran

Herniasi Otak perfusi jaringan

Cerebral Resiko Cidera

Peningkatan TIK

Perdarahan Abrasi, Kontusio Risiko


Infeksi

Intraserebral Laserasi ,Avulsi


Sistem Persarafan

Gangguan pada (Sakit kepala, wajah mringis, respon


menarik, Sistem saraf pada rangsang nyeri yang hebat)

Gangguan

Medula Oblongata Nyeri Akut

Dispnea, Apnea

Ketidakefektifan

Pola Napas

F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik cedera otak sedang meliputi :

1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
4. Tiba-tiba defisit neurologik
5. Perubahan TTV
6. Gangguan penglihatan
7. Disfungsi sensorik
8. Lemah otak
(Oman, 2008).
G. KOMPLIKASI

Komplikasi akibat cedera kepala:


1. Kebocoran cairan serebrospinal
Bila hubungan antara rongga subarachnoid dan telinga tengah atau sinus
paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak
maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi
kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang
awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama,
fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi
dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi
akibat cedera vestibular (konkusi labirintin)
(Adams, 2000).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar X

Lakukan pemeriksaan sinar-x pada kepala dan servikal untuk mendeteksi


lokasi dan parahnya fraktur

2. CT Scan

CT scan berguna untuk mengenali adanya hematoma intrakranial.

3. Pungsi lumbal

Berfungsi untuk memastikan adanya meningitis bila pasien


memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningial (demam, rigiditas nukal,
kejang).

4. BAER (Brain Eauditory Evoked)

Menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.


5. Angiografi serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak


akibat edema, perdarahan, dan trauma.

6. Kimia/elektrolit darah

Mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan


TIK.

a. Hb, leukosit, diferensiasi sel


Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat
dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS)
dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak
abnormal, sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan
kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit
dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah
komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah
tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan
prediktor yang sederhana.
b. Ureum dan kreatinin
Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karenamanitol merupakan zat
hiperosmolaryang pemberiannya berdampak padafungsi ginjal.Pada
fungsi ginjal yang buruk,manitol tidak boleh diberikan.
c. Elektrolit (Na, K, dan Cl)
Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkanpenurunan kesadaran.
d. Albumin serum (hari 1)
Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL)
mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besardibandingkan dengan
kadar albuminnormal.
e. Trombosit, PT, aPTT, fi brinogen
Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai adakelainan hematologis. Risiko
late hematomas perlu diantisipai. Diagnosis kelainan hematologis
ditegakkanbila trombosit <40.000/mm3, kadarffi brinogen <40mg/mL,
PT >16 detik,dan aPTT >50 detik.
7. GDA
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK.Hiperglikemia reaktif dapat merupakanfaktor risiko
bermakna untuk kematiandengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/dL
dan OR 39,82 untuk GDS >220 mg/dL.
8. Analisis gas darah
Dikerjakan pada cedera kranioserebraldengan kesadaran menurun.pCO2
tinggidan pO2 rendah akan memberikan luaranyang kurang baik. pO2
dijaga tetap >90mm Hg, SaO2 >95%, dan pCO2 30-35 mmHg

I. PENATALAKSANAAN

Penanganan pertama selain mencakup anamnesia (seperti kasus cidera


otak ringan) dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, juga mencakup
pemeriksaan sken tomografi computer otak (CT-Scan).Pada tingkat ini semua
kasus mempunyai indikasi untuk dirawat. Selama satu hari pertama perawatan
dirumah sakit perlu dilakukan pemeriksaan neurologis setiap setengah jam
sekali, sedangkan follow up sken tomografi computer otak pada hari ke tiga
atau bila ada perburukan neurologis. Apa bila ada tindakan di UGD :
1. Anamnese singkat
Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan neulorogis
2. Pemeriksaan CT scan
3. Penderita harus dirawat untuk diobservasi
4. Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :
a. Status neulologis membaik, CT scan berikutnya tidak ditemukan
adanya lesi masa yang memerlukan pembedahan
b. Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan
cedera kepala berat.
c. Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya
(Satyanegara, 2010).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CEDERA OTAK SEDANG
DI IRD LANTAI 1 RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Pada klien dengan cedera otak sedang dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, pekerjaan. Pada usia remaja, cenderung lebih banyak karena
termasuk usia produktif dan banyak melakukan aktivitas, laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan.
2. Primary Survey
a. General Impression
1) Keluhan Utama
Tingkat kesadaran 9-13, konvulsi, muntah, dyspnea, takipnea, sakit
kepala, lemah, luka dikepala, paralise.
2) Mekanisme Cedera
Cedera bisa terjadi karena trauma tumpul, trauma tembus, jatuh
dari ketinggian, cedera akibat kekerasan.
3) Orientasi
Klien biasanya mengalami amnesia pasca trauma, disorientasi.
b. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan napas, suara napas tambahan. Pada klien
dengan COS biasanya airway clear.
c. Breathing
Gerakan dada simetris, irama napas cepat, pola napas tidak teratur,
sesak.
d. Circulation
Kaji adanya tanda – tanda syok seperti hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi, pucat, akral dingin, CRT > 2 detik.
e. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum
f. Exposure
Kaji adanya deformitas, contusion, abrasi, penetrasi, laserasi, edema.
3. Secondary Survey
a. Riwayat Penyakit Saat ini
Informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS,
menggambarkan keluhan utama. Bisa disebabkan karena trauma
tumpul, trauma tembus, jatuh dari ketinggian, kekerasan.
b. Alergi
Kaji adanya alergi terhadap obat tertentu
c. Medikasi
Terapi pemberian antibiotik, antitetanus, bila luka kotor. Analgetik,
antimutah, neurotropik, anti kejang, obat penenang.
d. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya berkaitan dengan sistem persarafan
maupun penyakt sistemik lainnya.
e. Makan Minum Terakhir
f. Peristiwa Penyebab
Terjadi karena trauma tumpul, trauma tembus, jatuh dari ketinggian,
kekerasan,.
g. Tanda – Tanda Vital
Hipotensi, takikardi, hipotermi, takipnea.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan Leher
Inspeksi kepala, kulit kepala bersih atau tidak, terdapat luka atau
tidak, palpasi apakah ada nyer tekan atau tidak.
2) Dada
Inspeksi pergerakan dada simetris atau tidak, apakah ada lesi atau
luka. Palpasi adanya nyeri tekan, perkusi apakah sonor atau
hipersonor, auskultasi adanya suara napas tambahan.
3) Abdomen
Inspeksi apakah ada asites, luka, palpasi adanya nyeri tekan,
perkusi terdengar timpani, auskultasi bising usus.
4) Pelvis
Inspeksi apakah ada luka, laserasi, ruam, lesi, edema atau kontusio,
hematoma, perdarahan, uretra. Palpasi adanya nyeri tekan.
5) Ekstermitas
Inspeksi kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, paralisis, atropi.
Palpasi apakah ada nyeri tekan.
6) Punggung
Inspeksi adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, echymosis,
ruam, lesi, deformitas. Palpasi adanya nyeri tekan.
7) Neurologis
Inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegia tau
hemiparase, distraksi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan
alirah darah.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
4. Resiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah,
perubahan fungsi motorik.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan
alirah darah.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x … diharapkan dapat
mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motoric
b. Kriteria Hasil
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Tidak ada peningkatan TIK
c. Intervensi
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS
Rasional : Reflek membuka mata menentukan pemulihan tingkat
kesadaran, pergerakan mata membantu menentukan area cedera
dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial
2) Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Tekanan darah dapat menentukan adanya peningkatan
TIK
3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan
Rasional : dapat menghambat aliran darah otak, meningkatkan TIK
4) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang
Rasional : Kejang dapat meningkatkan TIK
5) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien
Rasional : dapat menurunkan hipoksia otak
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : membantu menurunkan tekanan intakranial
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x … diharapkan pola
napas efektif.
b. Kriteria Hasil
1) Tidak ada sianosis
2) Gas darah dalam batas normal
3) Tidak ada hipoksia
c. Intervensi
1) Hitung pernapasan pasien dalam 1 menit
Rasional : pernapasan cepat menimbulkan alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat menyebabkan asidosis respiratorik
2) Cek pemasangan tube untuk memberikan ventilasi yang adekuat
dalam pemberian tidal volume
Rasional : pemberian ventilasi yang adekuat akan mempercepat
penyembuhan
3) Observasi ratio respirasi dan ekspirasi pada ekspirasi biasanya 2x
lebih panjang
Rasional : Ratio ekspirasi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap pertukaran gas
4) Perhatikan kelembapan dan suhu pasien dehidrasi
Rasional : dapat mengeringkan sekresi atau cairan paru sehingga
menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi
5) Cek selang ventilator setiap 15 menit
Rasional : adanya pbstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat
6) Siapkan ambubag tetap didekat pasien
Rasional : membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
gangguan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x … diharapkan pasien
dapat mengontrol nyeri.
b. Kriteria Hasil
1) Ekspresi wajah pasien tenang
2) Pasien dapat istirahat dan tidur
3) Tanda – tanda vital dalam batas normal
4) Skala nyeri berkurang atau nol
c. Intervensi
1) Kaji secara komprehensif nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri
2) Ajarkan teknik nonfarmakologi napas dalam dan distraksi
Rasional : mengalihkan nyeri yang dirasakan
3) Observasi tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui TTV dalam batas normal
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : mengurangi nyeri yang dirasakan
4. Resiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah,
perubahan fungsi motorik.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x … diharapkan klien
tidak mengalami cedera.
b. Kriteria Hasil
Klien terbebas cidera

c. Intervensi
1) Memasang side rail tempat tidur
Rasional : mencegah pasien terjatuh
2) Membatasi pengunjung
Rasional : memberikan kenyamanan kepada pasien
3) Menyediakan tempat tidur yang nyaman
Rasional : menambahkan kenyamanan kepada pasien
4) Observasi tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui tanda – tanda vital dalam batas normal

D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan pewujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi
keperawatan decompensasi cordis sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Alih bahasa Indah Retno.
Jakarta . Erlangga.
Smeltzer, Bare. 2000. Buku Ajar Keperawatan, Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta. EGC.
Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta. CV Sagung Seto.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CEDERA OTAK SEDANG
DI IRD LANTAI 1 RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA

Nama Mahasiswa : Devi Agus Wijayanti


NIM : P27820116041
Kelas : 3 Reguler A
Tanggal Pengkajian : 23 Februari 2019

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Identitas Klien
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 33 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki - Laki
4) Agama : Islam
5) Pekerjaan : Swasta
6) Status Perkawinan : Sudah kawin
7) Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
8) Pendidikan : SMA
9) Alamat : Sitiarjo, Sumberma, Ijingwetan
10) Tanggal Pengkajian : 23 Februari 2019
11) No. Registrasi : 12.73.53.08
12) Diagnosa Medis : Open fracture supracondylar femur + tibial
plateu + COS
2. Primary Survey
a) General Impression
1) Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
2) Mekanisme Cedera
Cedera terjadi karena kecelakaan lalu lintas ( antara mobil dan
truk).
b) Airway
1) Look : tidak terdapat tanda tanda obstruksi jalan napas
2) Listen : tidak terdapat suara napas tambahan
3) Feel : Ada hembusan napas
c) Breathing
1) Inspeksi : RR (18x/menit), gerak dada simetris, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi : suara napas vesikuler
3) Perkusi : suara paru sonor
4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kesimpulan : tidak terdapat trauma thorax
d) Circulation
1) Akral hangat kering merah
2) CRT < 2 detik
3) TD : 111/66 mmHg
4) HR: 96x/menit
Kesimpulan : tidak ada tanda – tanda syok hipovolemik
e) Disability
GCS E : 2 V : 3 M : 4, kesadaran somnolen, pasien gelisah, reflek pupil +2 +2,
tonus otot
5 5
5 1

f) ‘Exposure
Suhu : 36,8o C, terdapat edema wajah, maat lebam, fraktur di femur
dan tibia kiri, terdapat lecet di tangan kanan dan kiri.
3. Secondary Survey
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pasien mengalami KLL menabrak truk dari sisi berlawanan, dibawa ke
RSUD Dr. Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 23 Februari 2019
b) Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat tertentu
c) Medikasi
1) NaCl 0,9 % 1000cc/24 jam
2) Ranitidine 25 mg/IV
d) Riwayat Penyakit sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi
e) Makan Minum Terakhir
Pasien mengalami penurunan kesadaran, dan tidak terdapat keluarga
f) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
GCS E : 2 V : 3 M : 4, kesadaran somnolen, pasien gelisah
2) Tanda – Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 111/66x/menit
b. Nadi : 96x/menit
c. Suhu :36,8 o C
d. RR : 18x/menit
3) Body of Sistem
a. B1 (Breathing)
Tidak terdapat pernapasan cuping hidung, RR : 18x/menit,
support oksigen nasal 4 lpm, suara sonor pada kedua paru
b. B2 (Bleeding)
HR : 96x/menit, TD : 111/66 mmHg, suhu : 36,8 o C, akral
hangat kering merah.
c. B3 (Brain)
GCS E : 2 V : 3 M : 4, kesadaran somnolen, terdapat luka
dibagian temporalis
d. B4 (Bladder)
Klien terpasang kateter dengan jumlah 200cc
e. B5 (Bowel)
Mulut kering, tidak ada nyeri tekan diabdomen, tidak terdapat
asites.
f. B6 (Bone)
Klien mengalami fraktur femur kiri dan tibia kiri
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
1) Pemeriksaan CT Scan tanpa Kontras
23 Februari 2019
a. Tak tampak hiperdens pada parenkim cerebri
b. Tampak lesi hipodens (CT numer 4-6 HU) pada subarachnoid
space region occipital (Uk 1,46 x 1,91 cm)
c. Gyrus kortikalis dan fisura silvii kanan kiri normal
d. Systerna dan sistem ventrikel normal
e. Tidak ada deviasi midline
f. Pons dan cerebellum baik
g. Tampak diskontinuitas komplit pada os temporalis kanan,
dinding lateral cavum orbita kanan, dinding anterior sinus
maksilaris kanan kiri
h. Tampak kesuraman pada sinus ethmoid, maksila dan sphenoid
kanan kiri
i. Tampak edema dan emfisema subkutis region zygomatica
kanan dan nasal
Kesan :
a. Tak tampak perdarahan intracranial
b. Lesi kistik pada subarachnoid space region occipital : curiga
cyst
c. Fraktur komplit pada os temporal kanan, dinding anterior sinus
maksilaris kanan kiri
d. Hematosinus ethmoid, maksila dan sphenoid kanan dan kiri
2) Pemeriksaan x-foto thorax AP
23 Februari 2019
a. Trachea atau mediastinum tak deviasi
b. Cor : bentuk, letak, dan ukuran normal
c. Pulmo : corakan bronkovaskular meningkat, tampak infiltrate
pada paracardial kiri, hilus tidak menebal, apeks tenang
d. Diafragma dan sinus kostofrenikus normal
e. Tak tampak diskontinuitas tulang
Kesan :
a. COS tidak membesar
b. Infiltrat pada paracardial kiri : dd/ contusion pulmonum,
bronkopneumonia
c. Tak tampak gambaran hematothoraks, pneumothoraks dan
fraktur pada tulang yang tervisualisasi
3) Pemeriksaan x-foto BNO posisi AP
23 Februari 2019
a. Psoas line kanan kiri baik
b. Kontur ginjal dan psoas line sebagian tertutup fekal material
dan udara usus
c. Tak tampak batu opak pada cavum abdomen dan cavum pelvis
d. Udara usus normal, fecal material (+)
e. Tak tampak gambaran free air, colled spring dan herring bone
Kesan :
Tak tampak kelainan pada BNO
4) Pemeriksaan x-foto cranium AP-lateral
23 Februari 2019
a. Tabula interna atau eksterna dan diploe baik
b. Tak tampak pelebaran pelebaran sutura
c. Vaskuler marking normal
d. Tak tampak lesi litik dan sklerotik
e. Tampak kesuraman pada sinus maksilaris kanan kiri
f. Tampak diskontinuitas pada dinding medial sinus maksilaris
kiri
Kesan :
Curiga fraktur pada dinding medial sinus maksilaris kiri disertai
hematosinus maksilaris dupleks
5) Pemeriksaan x-foto femur dan genu kiri ap/lateral
23 Februari 2019
a. Soft tissue baik, tak tampak kalsifikasi
b. Struktur dan trabekulasi baik
c. Tampak diskontinuitas kompli pada 1/3 distal os femur kiri
dengan displacement segmen distal medial, aposisi dan
aligment tidak baik
d. Tampak pula diskontinuitas pada condyles medial os tibia kiri,
dengan aposisi dan aligmen tidak baik
e. Sela sendi baik
f. Tak tampak lesi litik atau sklerotik dan reaksi periosteal
g. Tak tampak dislokasi
Kesan :
a. Fraktur komplit pada 1/3 distal os femur kiri
b. Tibial plateu fracture kiri
b) Pemeriksaan Laboratorium
23 Februari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Referensi
Natrium 139,700 mmol/l 136-144
Kalium 3,98 mmol/l 3,8 - 5
Klorida 111,400 mmol/l 0,7 - 103
Glukosa 133 mg/dl Dewasa :
Normal < 100
DM ≥ 126
3
WBC 7,56 X 10 /µL 3,37 – 10,0
RBC 3,130 x 106 / µL 3,60 – 5,46
HGB 14 g/dL L : 13,3 – 16,6
P : 11 – 14,7
HCT 25000% L : 41,3 – 52,1
P : 35,2 – 46,7
MCV 79,8 fL 86,7 – 102,3
MCH 23,8 27,1 – 32,4
PLT 159000/ µL 150 - 450
ANALISIS DATA
Pengelompokan Data Penyebab Masalah Keperawatan
DS Cedera Kepala Gangguan perfusi
Klien bersuara meringik cerebral
kesakitan Perdarahan Otak
DO
a. GCS E:2 V:3 M:4 Kompresi dan bendungan
b. Edema wajah pembuluh darah
c. Lebam mata disekitarnya
d. TTV
1) Tekanan Darah: Risiko terjadinya PTIK
111/66x/menit
2) Nadi : 96x/menit Gangguan Perfusi
3) Suhu : 36,8 o C Cerebral
4) RR : 18x/menit

DO Cedera Kepala Nyeri Akut


Klien bersuara meringik
kesakitan Trauma Jaringan
DS
a. Ada luka dikepala Reflex spasme otot
bagian temporalis
b. Pasien tampak Merangsang saraf nyeri
mringis
c. Skala nyeri 4 Nyeri akut
d. GCS E:2 V:3 M:4
e. Nadi : 96 x/menit

DO Cedera Kepala Resiko Cedera


Klien bersuara meringik
kesakitan Penurunan Kesadaran
DS
a. GCS E:2 V:3 M:4 Resiko Cedera
b. Klien gelisah
c. Fraktur femur kiri
d. Fraktur tibia kiri
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Ditemukan Masalah Masalah Teratasi
No.
Keperawatan Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1. Gangguan perfusi
jaringan cerebral
berhubungan 23 Februari
dengan penurunan 2019
alirah darah ke otak.

2. Nyeri akut
berhubungan
23 Februari
dengan agen
2019
pencedera fisik.

3. Resiko cedera
berhubungan
dengan
23 Februari
ketidaknormalan
2019
profil darah,
perubahan fungsi
motorik.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawata Tujuan dan Tindakan
. Rasionalisasi
n Kriteria Hasil Keperawatan

1. Gangguan Tujuan : a. Monitor dan catat a. Reflek membuka


perfusi status neurologis mata menentukan
Setelah
jaringan dengan pemulihan tingkat
dilakukan
cerebral menggunakan kesadaran,
tindakan
berhubunga metode GCS pergerakan mata
keperawatan
n dengan b. Monitor tanda – membantu
selama 1x8
penurunan tanda vital menentukan area
jam
alirah darah c. Pertahankan cedera dan tanda
diharapkan
ke otak. posisi kepala awal peningkatan
dapat
yang sejajar dan tekanan
mempertahan
tidak menekan intracranial
kan dan
d. Observasi kejang
memperbaiki b. Tekanan darah
dan lindungi
tingkat dapat menentukan
pasien dari
kesadaran adanya
cedera akibat
fungsi peningkatan TIK
kejang
motorik
e. Berikan oksigen c. Dapat
Kriteria
sesuai dengan menghambat
Hasil :
kondisi pasien aliran darah otak,
a. Tanda- f. Kolaborasi meningkatkan TIK
tanda pemberian obat
d. Kejang dapat
vital sesuai indikasi
meningkatkan TIK
stabil
e. Dapat
b. Tidak ada
menurunkan
peningkat
hipoksia otak
an TIK
f. Membantu
menurunkan
tekanan
intakranial

2. Nyeri akut Tujuan : a. Kaji secara a. Mengetahui


berhubunga komprehensif tingkat nyeri
Setelah
n dengan nyeri
dilakukan b. Mengalihkan nyeri
agen b. Ajarkan teknik
tindakan yang dirasakan
pencedera nonfarmakologi
keperawatan
fisik. napas dalam dan c. Mengetahui TTV
selama 1x8
distraksi dalam batas
jam
c. Observasi tanda normal
diharapkan
– tanda vital
pasien dapat d. Mengurangi nyeri
d. Kolaborasi
mengontrol yang dirasakan
pemberian
nyeri.
analgetik
Kriteria
Hasil :

a. Ekspresi
wajah
pasien
tenang
b. Pasien
dapat
istirahat
dan tidur
c. Tanda –
tanda vital
dalam
batas
normal
d. Skala
nyeri
berkurang
atau nol
3. Resiko Tujuan : a. Memasang side a. Mencegah pasien
cedera rail tempat tidur terjatuh
Setelah
berhubunga b. Membatasi
dilakukan b. Memberikan
n dengan pengunjung
tindakan kenyamanan
ketidaknor c. Menyediakan
keperawatan kepada pasien
malan profil tempat tidur yang
selama 1x8
darah, nyaman c. Menambahkan
jam
perubahan d. Observasi tanda – kenyamanan
diharapkan
fungsi tanda vital kepada pasien
klien tidak
motorik.
mengalami d. Mengetahui tanda
cedera – tanda vital
dalam batas
Kriteria
normal
Hasil :

Klien
terbebas dari
cedera

D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tindakan Keperawatan Tanda Tangan / Paraf
Keperawatan
23 Februari 2019
a. 09.00
Melakukan cek kesadaran
dengan metode GCS
Respon :
GCS E:2 V:3 M:4
b. 09.05
Melakukan pemberian
oksigen nasal 4 lpm
c. 09.10
Memposisikan head up
30o
d. 09.15
Melakukan pengkajian
nyeri
Respon : skala nyeri
sedang (4) dengan
menggunakan assessment
CPOT
e. 09.20
Melakukan observasi TTV
1) Tekanan Darah:
111/66x/menit
2) Nadi : 96x/menit
3) Suhu : 36,8 o C
4) RR : 18x/menit

f. 09.35
Memasang siderail tempat
tidur
g. 09.40
Membatasi pengunjung
yang datang
h. 09.45
Melakukan kolaborasu
pemberian ranitidine
25mg/IV
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Catatn Perkembangan Tanda Tangan/
Keperawatan Paraf
Gangguan perfusi S : Klien bersuara meringik
jaringan cerebral kesakitan
berhubungan O:
dengan penurunan 1. GCS E:2 V:3 M:4
alirah darah ke otak. 2. Edema wajah
3. Lebam mata
4. Tanda – Tanda Vital
(Tekanan Darah:
111/66x/menit
Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,8 o C
RR : 18x/menit)
A : Masalah perfusi cerebral belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Nyeri akut S : Klien bersuara meringik
berhubungan kesakitan
dengan agen O:
pencedera fisik. 1. Ada luka dikepala
2. Pasien tampak mringis
3. Skala nyeri sedang (4)
4. GCS E:2 V:3 M:4
A : Masalah nyeri akut belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Resiko cedera S : Klien bersuara meringik
berhubungan kesakitan
dengan O:
ketidaknormalan 1. GCS E:2 V:3 M:4
profil darah, 2. Klien gelisah
perubahan fungsi 3. Fraktur femur kiri
motorik. 4. Fraktur tibia kiri
A : Masalah resiko cedera belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai