Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN HASIL TUTORIAL 1

MODUL DEMAM
SISTEM KEDOKTERAN TROPIS

Disusun Oleh:
KELOMPOK 12

Pembimbing : dr. Prema Hapsari, Sp.PD

CHELSA PUTRI NINGSIH 11020160001


BUDIMAN 11020130040
MUHAMMAD TSAQB A 11020130062
AULIA RIZKI RAHIM 11020130063
MUH. AL QIDHAM A.M 11020130087
A.BAGASKARA SUDIRMAN 11020130098
CITRA ANNISA FITRI 11020130129
A.SESARINA TENRI OLA S 11020130131
MIFTAHULJANNAH ALI 11020130154
NUR ASHIANTY HADIJAH 11020130165
SHAVIRA MD 11020130172

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
SKENARIO 2

Seorang laki-laki berumur 36 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


utama demam sejak lebih daari satu minggu, demam naik turun dengan minum
paracetamol. Keluhan juga disertai benjolan diselangkangan kanan dan kiri.
Pasien juga mengeluh nafsu makan turun dan mual disertai muntah. Pasien juga
pernah batuk dan sesak malam hari dengan mengeluarkan dahak kental.

KALIMAT KUNCI

• Laki-laki, 36 tahun

• Demam sejak lebih dariseminggu

• Demam naik turun dengan minum paracetamol

• Benjolan diselangkangan kanan dan kiri

• Nafsu makan turun dan mual disertai muntah

• Batuk dan sesak malam hari

• Mengeluarkan dahak kental

PERTANYAAN

1. Definisi, etiologi, dan klasifikasi demam !


2. Patomekanisme terjadinya demam !
3. Mengapa paracetamol hanya dapat menurunkan demam sementara ?
4. Patomekanisme bejolan pada kedua selangkangan !
5. Mekanisme mual dan muntah !
6. Mengapa batuk dan sesak nafas malam hari disertai dahak kental ?
7. Langkah – langkah diagnosis !
8. Diagnosis banding !
9. Aspek farmakologi !
10. Perspektif islam !
1. Definisi, etiologi, dan klasifikasi demam !
Jawaban :
Demam didefinisikan bila suhu tubuh lebih dari normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh
interleukin-1 (IL-1).1 Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan termometer
demam. Tempat pengukuran suhu meliputi rectum (2-5 menit), mulut (10
menit), dan aksila (10-15 menit). Suhu tubuh yang normal adalah 36˚-37˚C.
Pada pagi hari suhu mendekati 36˚C, sedangkan pada sore hari mendekati
37˚C. Pengukuran suhu di rectum lebih tinggi 0,5˚- 1˚C dibandingkan suhu
mulut dan suhu mulut 0,5˚C lebih tinggi dibandingkan suhu aksila.
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imun yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Kasus demam selain infeksi juga dapat disebabkan
oleh kausa toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat.
Juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan
peninggian temperature seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau
gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya
reabsorpsi darah dapat pula menyebabkan peninggian temperature.
Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain :
a. Demam Septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ketingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun sekali ke tingkat diatas normal
pada pagi hari. Sering disertai dengan keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam Remitten
Pada tipe demam remitten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai 2˚ dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermitten
Pada tipe demam intermitten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam sehari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak jauh
berbeda lebih dari 1˚. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik, terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti dengan periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula.2
2. Patomekanisme terjadinya demam !
Jawaban :

PATOGENESIS DEMAM

Istilah pyrogen (pyro Yunani, "api") digunakan untuk menggambarkan


substansi yang menyebabkan demam. Pirogen eksogen berasal dari luar
pasien; sebagian besar adalah produk mikroba, racun mikroba, atau
mikroorganisme utuh (termasuk virus). Contoh klasik dari pirogen eksogen
adalah lipopolisakarida (endotoksin) yang diproduksi oleh semua bakteri
gram negatif. Produk pirogenik organisme gram positif termasuk enterotoksin
Staphylococcus aureus dan kelompok A dan B streptokokus racun, juga
disebut superantigen. Produk-produk ini dari staphylococci dan streptococci
menyebabkan demam pada hewan percobaan ketika disuntikkan secara
intravena pada konsentrasi 1–10 µg / kg. Endotoksin adalah molekul yang
sangat pirogenik pada manusia: ketika disuntikkan secara intravena ke dalam
sukarelawan, dosis 2-3 ng / kg menghasilkan demam, leukositosis, protein
fase akut, dan gejala umum malaise.
SITOKIN PIROGENIK

Sitokin adalah protein kecil yang mengatur proses imun, inflamasi, dan
hematopoietik. Beberapa sitokin juga menyebabkan demam; sebelumnya
disebut sebagai pirogen endogen, mereka sekarang disebut sitokin pirogenik.
Sitokin pirogenik termasuk IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), dan
faktor neurotropik silia, anggota keluarga IL-6. Interferon (IFN), khususnya
IFN-α, juga merupakan sitokin pirogenik; demam adalah efek samping yang
menonjol dari IFN-α yang digunakan dalam pengobatan hepatitis. Setiap
sitokin pirogenik dikodekan oleh gen yang terpisah, dan masing-masing telah
terbukti menyebabkan demam pada hewan laboratorium dan pada manusia.
Ketika disuntikkan ke manusia dengan dosis rendah (10-100 ng / kg), IL-1
dan TNF menghasilkan demam; Sebaliknya, untuk IL-6, dosis 1–10 µg / kg
diperlukan untuk produksi demam.

Spektrum luas dari produk bakteri dan jamur menginduksi sintesis dan
pelepasan sitokin pirogenik. Namun, demam bisa menjadi manifestasi
penyakit tanpa adanya infeksi mikroba. Misalnya, proses inflamasi, trauma,
nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi menginduksi produksi IL-1,
TNF, dan / atau IL-6; secara individu atau dalam kombinasi, sitokin-sitokin
ini memicuhipotalamus untuk menaikkan titik set ke tingkat demam.

PENINGKATAN TITIK SET HIPOTHALAMIK DENGAN CYTOKIN

Selama demam, tingkat prostaglandin E2 (PGE2) meningkat pada


hipotalamus jaringan dan ventrikel serebral ketiga. Konsentrasi PGE2 paling
tinggi dekat dengan organ vaskuler circumventricular (organum vasculosum
dari lamina terminalis) - jaringan kapiler yang membesar di sekitar pusat
regulasi hipotalamus. Penghancuran-ini organ-organ mengurangi kemampuan
pirogen untuk menghasilkan demam. Sebagian besar penelitian pada hewan
gagal menunjukkan, bahwa sitokin pirogenik berpindah dari sirkulasi ke otak
itu sendiri. Dengan demikian, tampak bahwa kedua pirogen eksogen dan
sitokin pirogenik berinteraksi dengan endotelium kapiler-kapiler ini dan
bahwa interaksi ini adalah langkah pertama dalam memulai demam — yaitu,
dalam meningkatkan titik setel ke tingkat demam.

Sel myeloid dan endotel adalah tipe sel utama yang menghasilkan
sitokin pirogenik. Pyrogenic cytokines seperti IL-1, IL-6, dan TNF dilepaskan
dari sel-sel ini dan memasuki sirkulasi sistemik. Meskipun sitokin yang
bersirkulasi ini menyebabkan demam dengan menginduksi sintesis PGE2,
mereka juga menginduksi PGE2 di jaringan perifer. Peningkatan PGE2 di
pinggiran account untuk mialgia spesifik dan arthralgia yang sering menyertai
demam. Diperkirakan bahwa beberapa PGE2 sistemik lolos dari kerusakan
oleh paru-paru dan memperoleh akses ke hipotalamus melalui karotid
internal. Namun, itu adalah peningkatanPGE2 di otak yang memulai proses
menaikkan set hipotalamus titik untuk suhu inti.

Ada empat reseptor untuk PGE2, dan masing-masing memberi sinyal


sel dengancara yang berbeda. Dari empat reseptor, yang ketiga (EP-3) sangat
penting untuk demam: ketika gen untuk reseptor ini dihapus pada tikus, tidak
ada demam setelah injeksi IL-1 atau endotoksin. Penghapusan reseptor PGE2
lainnya gen meninggalkan mekanisme demam utuh. Meskipun PGE2 sangat
penting untuk demam, itu bukan neurotransmitter. Sebaliknya, pelepasan
PGE2 dari sisi otak dari endothelium hipotalamus memicu reseptor PGE2pada
sel glial, dan hasil stimulasi ini dalam pelepasan cepat siklik adenosin 5′-
monofosfat (cAMP), yang merupakan neurotransmitter. Pelepasan cAMP dari
sel glial mengaktifkan ujung saraf dari pusat termoregulasi yang meluas ke
daerah tersebut.

Elevasi cAMP diperkirakan menyebabkan perubahan dalam set point


hipotalamus baik secara langsung atau tidak langsung (dengan menginduksi
pelepasan neurotransmitter). Reseptor yang berbeda untuk mikroba produk
terletak di endothelium hipotalamus. Reseptor-reseptor ini disebut reseptor-
reseptor Toll-Like dan serupa dalam banyak cara padaIL-1reseptor. Reseptor
IL-1 dan reseptor Toll-like berbagi pengalihan signal yang dengan
mekanisme sama. Dengan demikian, aktivasi langsung reseptor Toll-like
reseptor atau IL-1 menghasilkan produksi dan demam PGE.2

KEJADIAN YANG DIPERLUKAN UNTUK INDUKSI DEMAM

Infeksi, toksin Demam


mikroba, mediator Toksin Mikroba
inflamasi, reaksi imun
Penyimpanan
panas, produksi
AMP panas
Siklik
Monosit/Makrofag,
Sel Endotel, dll Peningkatan
set point
PGE2
termoregulator

Sitokin Pirogen IL-1, Endotelium


IL-6, TNF, IFN Hipotalamus

Sirkulasi

PRODUKSI SITOKIN DI CNS

Sitokin yang diproduksi di otak dapat menyebabkan hiperpireksia pada


perdarahan, trauma, atau infeksi CNS. Infeksi virus dari CNS menginduksi
mikroglial dan kemungkinan produksi neuronal IL-1, TNF, dan IL-6. Pada
hewan percobaan, konsentrasi sitokin yang diperlukan untuk menyebabkan
demam adalah beberapa kali lipat lebih rendah dengan injeksi langsung ke
dalam substansi otak atau ventrikel otak dibandingkan dengan injeksi
sistemik. Oleh karena itu, sitokin yang diproduksi di CNS dapat
meningkatkan titik set hipotalamus, melewati organ circumventricular.
Sitokin CNS kemungkinan menyebabkan hiperpireksia pada perdarahan,
trauma, atau infeksi CNS.3

3. Mengapa paracetamol hanya dapat menurunkan demam sementara ?

Jawaban :

Asetaminofen ( parasetamol; N-aetil-p-aminofenol; TYLENOL, dan


lain-lain ) merupakan alternative aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-
antipiretik, Namun efek antiinflamasinya lebih lemah. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Semua obat mirip aspirin bersifat
antipiretik, analgesic, dan anti-inlflamasi.

Mekanisme kerja parasetamol juga berhubungan dengan penghambatan


COX-1 dan COX-2. Parasetamol memperlihatkan seletivitas hambatan dari
sintesis prostaglandin dan faktor-faktor yang diprngaruhi asam arakhidonat
dan peroksida, aktivitasnya rendah bila kadar kedua zat tersebut tinggi. Efek
analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral salisilat.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesi PG yang lemah.4

Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan


hanya pada saat keadaan demam dan tidak semuanya berguna sebagai
antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu
lama.5

4. Patomekanisme bejolan pada kedua selangkangan !

Jawaban :

Normalnya, ketika tubuh terpajan oleh zat asing, sistem kekebalan


tubuh seperti sel limfosit T dan B yang matur akan berproliferasi menjadi
suatu sel yang disebut imunoblas T atau imunoblas B. Pada LNH, proses
proliferasi ini berlangsung secara berlebihan dan tidak terkendali. Hal ini
disebabkan akibat terjadinya mutasi pada gen limfosit tersebut.
Proliferasi berlebihan ini menyebabkan ukuran dari sel limfosit itu tidak
lagi normal, ukurannya membesar, kromatinnya menjadi lebih halus,
nukleolinya terlihat, dan protein permukaan selnya mengalami
perubahan.Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit
tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi
akibat adanya rangsangan imunogen).
Proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua
berada dlluar "centrum germinativum" sedangkan imunoblast berada di
bagian paling sentral dari "centrum germinativum" Beberapa perubahan yang
terjadi pada limfosit tua antara lain: 1). Ukurannya makin besar; 2). Kromatin
inti menjadi lebih halus; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein permukaan sel
mengalami perubahan reseptor.6
5. Mekanisme mual dan muntah !

Jawaban :

MUAL
Sensasi mual sering merupakan prodrom muntah.Mual adalah pengakuan
sadar dari eksitasi bawah sadardi daerah medula terkait erat dengan
ataubagian dari pusat muntah. Ini bisa disebabkan oleh (1) iritasiimpuls yang
berasal dari saluran pencernaan, (2)impuls yang berasal dari otak bawah yang
terkait denganmotion sickness, atau (3) impuls dari korteks serebraluntuk
memulai muntah. Muntah kadang-kadang terjadi tanpasensasi prodromal
mual, yang menunjukkan ituhanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah
yang terkaitdengan sensasi mual.7

MUNTAH
Bersemangat. Distensi atau iritasi berlebihanduodenum memberikan stimulus
yang sangat kuat untukmuntah.Sinyal sensorik yang memulai mual
muntahterutama dari pharynx, esophagus, lambung, dan bagian atas dari usus
kecil.7

Inspirasi. Otot-otot dinding perutkontraksi, dan karena dada akan dalam


posisi tetap, yangkontraksimeningkatkan tekanan intra-abdomen. Lebih
rendahesophagus sphincter dan kerongkongan rileks, dan isi
lambungdikeluarkan.8
Impuls saraf ditransmisikan oleh kedua vagal dan simpatikserabut saraf
aferen ke berbagai nuklei yang terdistribusidi batang otak, terutama area
postrema, itu semuaterutama daerah postrema, bahwa semua bersama-sama
disebut "pusat muntah." Dari sini, motorimpuls yang menyebabkan muntah
yang sebenarnya ditransmisikan dari pusat muntah dengan cara kelima,
ketujuh, kesembilan,kesepuluh, dan saraf kranial ke dua belas ke saluran atas
gastrointestinal, melalui saraf vagal dan simpatik kesaluran bawah, dan
melalui saraf tulang belakang ke diafragma
dan otot perut.
Pada awal mula muntah, kontraksi intrinsik yang kuatterjadi di
duodenum dan perut, bersama dengan relaksasi parsial dari sfingter esofagus-
perut,sehingga memungkinkan muntahan untuk mulai bergerak dari perutke
esofagus. Dari sini, tindakan muntah khususmelibatkan otot perut mengambil
alih dan mengeluarkan muntahan ke bagian luar.
Begitu pusat muntah sudah cukupdirangsang dan tindakan muntah telah
dilembagakan,efek pertama adalah (1) napas dalam-dalam, (2)
peningkatantulang hyoid dan laring untuk menarik esophagus bagian
atassfingter terbuka, (3) penutupan glotis untuk mencegah vomitusmengalir
ke paru-paru, dan (4) mengangkat langit-langit lunak untuk menutupnares
posterior.
Selanjutnya muncul kontraksi dibawah yang kuatdari diafragma
bersama dengan kontraksi simultandari semua otot dinding perut, yang
meremasperut antara diafragma dan perutotot, membangun tekanan
intragastrik ke tingkat yang tinggi.Akhirnya, sfingter esofagus bawah
melemassepenuhnya,memungkinkan pengusiran isi lambung ke
atasesofagus.Dengan demikian, tindakan muntah hasil dari tindakan
meremasotot-otot perut yang terkait dengan simultankontraksi dinding
lambung dan pembukaansfingter esofagus sehingga isi lambung
bisadikeluarkan.
Chemoreceptor "Trigger Zone" di Medula Otakuntuk inisiasi muntah
oleh karena obat atau dengan gerakan penyakit. Selain dari muntah yang
dipicu oleh iritasirangsangan di saluran pencernaan, muntah juga
bisadisebabkan oleh sinyal saraf yang timbul di area otak. Mekanisme ini
terutama berlaku untuk area kecil yang disebutzona pemicu kemoreseptor
untuk muntah, terletak didaerah postrema pada dinding lateral ventrikel
keempat.
Stimulasi listrik pada area ini dapat memicu terjadinya muntah,
tetapilebih penting lagi yang terkait obat-obatan tertentu,
termasukapomorphine, morfin, dan beberapa turunan digitalis, yang langsung
dapat merangsang pemicu kemoreseptor zona dan mulai muntah.
Penghancuran blok area inijenis muntah ini tetapi tidak menghalangi muntah
yang dihasilkandari rangsangan iritatif di saluran pencernaan itu sendiri.
Lebih jauh lagi, sudah diketahui bahwa perubahan cepatarah atau ritme
gerak tubuh dapat menyebabkanorang-orang tertentu untuk muntah.
Mekanisme untuk fenomena iniadalah sebagai berikut: Gerakan menstimulasi
reseptorlabirin vestibular telinga bagian dalam, dan dari siniimpuls ditularkan
terutama dengan cara batang otakinti vestibular ke otak kecil, kemudian ke
chemoreceptor tersebutzona pemicu, dan akhirnya ke pusat muntah dan
menyebabkan muntah.8
6. Mengapa batuk dan sesak nafas malam hari disertai dahak kental ?
Jawaban :

MEKANISME BATUK

Batuk spontan dipicu oleh stimulasi ujung-ujung saraf sensorik yang


diduga merupakan reseptor utama yang beradaptasi cepat (rapidly adapting
receptors) dan serat C. Baik rangsangan kimiawi (mis. capsaicin) maupun
mekanis (mis. partikel dalam polusi udara) dapat memicu refleks batuk.
Kanal ion kationik yang disebut reseptor vaniloid tipe 1, ditemukan pada
reseptor yang beradaptasi cepat dan serat C; ini adalah reseptor untuk
capsaicin dan ekspresinya mening kat pada pasien dengan batuk kronis.
Ujung-ujung saraf aferen banyak mempersarafi faring, laring, dan
saluran napas hingga ke bronkiolus terminal dan ke dalam parenkim paru.
Ujung-ujung saraf ini juga dapat ditemukan di meatus auditorius eksternus
(cabang aurikularis nervus vagus, yang disebut nervus Arnold) dan esofagus.
Sinyal sensorik merambat melalui nervus vagus dan nervus laringeal superior
ke regio batang otak di nukleus traktus solitarius, yang secara samar
diidentifikasi sebagai "pusat batuk".
Rangsangan mekanis pada mukosa bronkus pada paru hasil
transplantasi (yang nervus vagusnya sudah terpotong) tidak memicu batuk.
Refleks batuk melibatkan serangkaian kerja otot involunter yang sangat
terpadu, dengan potensial aksi untuk input dari jalur-jalur korteks. Pita suara
beradduksi, menyebabkan oklusi transien saluran napas atas.
Otot-otot ekspirasi ber kontraksi, menghasilkan tekanan intratoraks
positif hingga setinggi 300 mmHg. Dengan pembebasan mendadak kon-
traksi laring, terjadilah arus ekspirasi cepat melebihi "garis" normal arus
ekspirasi maksimal yang dijumpai pada loop aliran-volume. Kontraksi otot
polos napas bronkus bersama dengan tekanan dinamik saluran mempersempit
lumen saluran napas dan memaksimalkan kecepatan penghembusan (hingga
50 mil/jam atau +/- 80 km/ jam).
Energi kinetik yang tersedia untuk mengeluarkan mukus dari bagian
dalam dinding saluran napas berbanding yang lurus dengan pangkat dua
kecepatan aliran udara ekspirasi. Menarik napas dalam sebelum batuk
mengoptimalkan fungsi otot ekspirasi; serangkaian batuk berulang pada
volume paru yang semakin rendah mendorong titik kecepatan ekspirasi
maksimal secara progresif ke bagian perifer paru.9

DISPNEU

American Thoracic Society mendefinisikan dispneu sebagai suatu


"sensasi tidak nyaman saat bernapas yang bersifat subjektif, yang secara
kualitatif khas dan bervariasi inten- sitasnya. Pengalaman ini berasal dari
interaksi berbagai faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan lingkungan dan
mungkin memicu respons fisiologis dan perilaku sekunder". Dispneu sebagai
suatu gejala harus dibedakan dari tanda-tanda peningkatan upaya untuk
bernapas.
MEKANISME DISPNEU

Sensasi bernapas merupakan hasil interaksi antara impul motorik eferen


atau keluar, dari otak ke otot ventilasi (feed forward) dan impuls sensorik
aferen, atau yang datang, dari reseptor di seluruh tubuh (umpan balik), serta
pengolahan integratif informasi ini yang kita simpulkan, yang seharusnya
berlangsung di otak (Gambar 2-1). Berbeda dari sensasi nyeri yang biasanya
hanya disebabkan stimulasi satu ujung saraf, dispneu lebih sering dipandang
sebagai sensasi holistik, mirip dengan rasa lapar atau haus. Suatu penyakit
dapat menye- babkan dispneu melalui satu atau lebih mekanisme, sebagian di
antaranya berlangsung pada situasi tertentu, mis. olahraga, tetapi tidak pada
situasi lain, mis. perubahan posisi.

Eferen Motorik

Gangguan pompa ventilasi, terutama peningkatan resistensi saluran


napas atau kekakuan (penurunan komplians) sistem pernapasan, biasanya
menyebabkan peningkatan kerja/upaya napas atau sensasi peningkatan usaha
untuk bernapas. Jika otot-otot melemah atau kelelahan, diperlukan usaha yang
lebih besar, meskipun mekanika sistem masih normal. Peningkatan impuls
saraf dari korteks motorik diketahui melalui impuls corollary (corollary
discharge), yaitu suatu sinyal saraf yang dikirim ke korteks sensorik pada saat
yang sama ketika impuls motorik dikirim ke otot pernapasan.

Aferen Sensorik

Kemoreseptor di badan karotis dan medula diaktifkan oleh kondisi


hipoksemia, hiperkapnia akut, dan asidemia. Stimu- lasi reseptor-
reseptorini,serta reseptor lain yang menyebabkan peningkatan ventilasi,
menimbulkan sensasi kehabisan napas. Mekanoreseptor di paru, jika
dirangsang oleh bronkospasme menyebabkan sensasi dada tertekan. Reseptor
J yang peka terhadap edema interstitium dan reseptor vaskular paru yang
diaktifkan oleh perubahan akut tekanan arteri pulmonalis tampaknya berperan
untuk menimbulkan perasaan kehabisan napas. Hiperinflasi berkaitan dengan
sensasi peningkatan upaya untuk bernapas dan ketidakmampuan untuk
menarik napas dalam atau pernapasan yang kurang memuaskan.
Metaboreseptor, yang terletak di otot rangka, dipercayai diaktifkan oleh
perubahan dalam lingkungan biokimia lokal di jaringan yang aktif selama
aktivitas fisik dan, jika dirangsang, ikut berperan menyebabkan
ketidaknyamanan dalam bernapas.

Integrasi: Ketidaksesuaian Eferen-reaferen

Ketidaksesuaian atau perbedaan antara pesan feed-forward ke otot


pernapasan dan umpan balik dari reseptor yang memantau respons pompa
ventilasi dapat meningkatkan intensitas dispneu. Hal ini penting, terutama
ketika terjadi gang- guan mekanis pompa ventilasi, misalnya pada asma atau
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Rasa Cemas

Kecemasan akut dapat meningkatkan keparahan dispneu baik dengan


mengubah interpretasi data sensorik maupun dengan menyebabkan pola
bernapas yang memperparah kelainan fisiologis di sistem pernapasan. Pada
pasien dengan keterbatasan aliran ekspirasi, misalnya, meningkatnya
kecepatan napas yang menyertai rasa cemas akut menyebabkan hiperinflasi,
peningkatan kerja dan upaya bernapas, serta sensasi bernapas yang kurang
memuaskan.9

Batuk umumnya timbul pada malam hari terutama saat tidur, karena
penderita sering terbangun dini oleh karena batuk ini. Dahak yang purulen
dengan batuk menetap umumnya disebabkan penyakit supuratif pada paru.10
7. Langkah – langkah diagnosis !

Jawaban :

A. Anamnesis
Tehnik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni
tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam
usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter dan pasien.
Perpaduan keahlian mewawancaraidan pengetahuan mendalam tentang
gejala (symptom) dan tanda (sign)dari suatu penyakit akan memberikan
hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis banding sehingga
dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik
terdiri dari identitas, keluhanutama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat
penyakit dalam keluarga, anamnesis berdasarkan sistem organ dan
anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan,
obat-obatan, dan lingkungan).
1. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal
lahir,jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau
penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa
dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud.
Selain itu identitas ini juga perlu untuk data penelitian, asuransi
dan iain sebagainya.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga
membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam
menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu,
berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Contoh: Buang air
besar encer seperti cucian beras sejak 5 jam yang lalu. Bila pasien
mengatakan "Saya sakit jantung" atau "Saya sakit maag", maka ini
bukan keluhan utama. Seringkali keluhan utama bukan merupakan
kalimat yang pertama kali diucapkan oleh pasien, sehingga dokter
harus pandai menentukan mana keluhan utama pasien dari sekian
banyak cerita yang diungkapkan. Hal lain yang juga harus
diperhatikan adalah pasien seringkali mengeluhkan hal-hal yang
sebenamya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien
tersebut, misalnya mengeluh lemas dan tidak nafsu makan sejak
beberapa hariyang lalu, tetapi sesungguhnya ia menderita demam
yang tidak diceritakan segera pada waktu ditanyakan oleh dokter.

3. Riwayat perjalanan penyakit


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis,
terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum
sakit sampai pasien datang berobat.
Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-
data sebagai berikut :
 Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
 Sifat dan beratnya serangan; misalnya mendadak, perlahan-
lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah
berat atau berkurang dan sebagainya,
 Lokasi dan penyebarannya; menetap, menjalar, berpindah-
pindah
 Hubungannya dengan waktu; misalnya pagi lebih sakit dari
pada siang dan sore, atau sebaliknya, atau terus menerus
tidak mengenal waktu
 Hubungannya dengan aktivitas; misalnya bertambah berat
bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila
beristirahat
 Keluhan-keluhan yang menyertai serangan; misalnya
keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan lain yang
bersamaan dengan serangan,
 Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,
 Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor
yang memperberat atau meringankan serangan,
 Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang
menderita keluhan yang sama,
 Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit
tertentu,
 Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa
 Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-
jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan
medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini
diderita.

Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat


diagnosis sementara dan diagnosis banding. Bila mungkin,
singkirkan diagnosis banding, dengan menanyakan tanda-tanda
positif dan tanda-tanda negatif dari diagnosis yang paling mungkin.

4. Riwayat Penyakit Terdahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pemah diderita dengan penyakitnyasekarang.
Tanyakan pulaapakah pasien pemah mengalami kecelakaan,
menderita penyakit yang berat dan menjalani perawatan di rumah
sakit, operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama
perawatan,apakah sembuh sempuma atau tidak. Obat-obat yang
pemah diminum oleh pasien juga harus ditanyakan; termasuk
steroid, dan kontrasepsi. Riwayat transfusi, kemoterapi, dan
riwayat imunisasi juga perlu ditanyakan. Bila pasien pemah
melakukan berbagai pemeriksaan, maka harus dicatat dengan
seksama,termasuk hasilnya, misalnya gastroskopi, Popanicolaou'
ssmear, mamografi, foto paruparu dan sebagainya.
5. Anamnesis system organ
Anamnesis sistem organ bertujuan mengumpulkan data-data positif
dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita
pasien berdasarkan sistem organ yang terkena. Anamnesis ini juga
dapat menjaring masalah pasien yang terlewat pada waktu pasien
menceritakan riwayat penyakit sekarang.
 Kepala: sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis
 Mata: visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi
 Telinga: pendengaran, tinitus, sekret, nyeri
 Hidung: pilek, obstruksi, epistaksis, bersin,
 Mulut: geligi, stomatitis, salvias
 Tenggorok: nyeri menelan, susah menelan, tonsilitis,
kelainan suara
 Leher :pembesaran gondok, kelenjar getah bening
 Jantung: sesak napas, ortopneu, palpitasi, hipertensi
 Paru :batuk, dahah, hemoptisis, asma
 Gastrointestinal: nafsu makan, defekasi, mual, muntah,
diare, konstipasi, hematemesis, melena, hematoskezia,
hemoroid,
 Saluran kemih: nokturia, disuria, polakisuria, oliguria,
poliuria, retensi urin, anuria, hematuria,
 Alat kelamin: fungsi seksual, menstruasi, kelainan
ginekologik, good moming discharge
 Payudara: perdarahan, discharge, benjolan
 Neurologis : kesadaran, gangguan saraf otak, paralisis,
kejang, anestesi, parestesi, ataksia, gangguan fungsi luhur,
 sikologis: perangai, orientasi, ansietas, depresi, psikosis
 Kulit: gatal, ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
Endokrin: struma, tremor, diabetes, akromegali, kelemahan
umum
 Muskuloskeletal: nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot,
kejang otot, kelemahan otot, nyeri tulang.

6. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial
atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu
juga ditanyakan riwayat kehamilan dan kelahiran.

7. Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan
kebiasaan.

B. Pemeriksaan Fisis Umum


Pemeriksaan fisis mempunyal nilai yang sangat penting untuk
memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis
meliputi pemeriksaan secara visual atau pemeriksaan pandang
(Inspeksi),pemeriksaan melalui perabaan (Palpasi), pemeriksaandengan
ketokan (Perkusi) dan pemeriksaan secara auditorik dengan menggunakan
stetoskop (Auskultasi).
Periksalah pasien secara sistematik dan senyaman mungkin, mulai
melihat keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, pemeriksaan jantung,
paru, abdomen dan ekstremitas.Pemeriksaan pada daerah sensitif,
misalnya payudara, anorektal dan urogenital sebaiknya dilakukan atas
indikasi.
Keadaan Umum

Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan


bagaimana keadaanumum pasienmelaluiekspresi wajahnya, gaya
berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita
melihat pasien, (eksoftalmus, cusingoid, parkinsonisme dan sebagainya).
Keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampaksakit ringan, sakit
sedang, atau sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai
apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medis atau tidak.

Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum


pemeriksaan fisik dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi
badan, maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan
(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (cm).IMT 18,s-25 menunjukkan berat
badan yang ideal, bila IMT < 18,s berarti berat badan kurang, IMT > 25
menunjukkan berat badan lebih dan IMT >30 rnenunjukkan adanya
obesitas.

Kesadaran

Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat


reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditorik maupun
taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila
dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan
memberikan rangsang nyeri.

1. TANDA-TANDA VITAL
a) Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36"-37°C. Pada pagi hari suhu
rnendekati 36"C, sedangkan pada sore hari rnendekati 37°C.
Pengukuran suhu di rektum lebih tinggi 0,5"-1°C dibandingkan
suhu rnulut dan suhu rnulut 0,5"C lebih tinggi dibandingkan
suhu aksila. Pada keadaan dernarn, suhu akan rneningkat,
sehingga suhu dapat dianggap sebagai terrnostat keadaan
pasien. Suhu rnerupakan indikator penyakit, oleh sebab itu
pengobatan dernarn tidak cukup hanya rnernberikan
antipiretika, tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagairnana
rnenghilangkan etiologi tersebut.
Selain diproduksi, suhu juga dikeluarkan dari tubuh,
tergantung pada suhu disekitarnya. Bila suhu sekitar rendah,
rnaka suhu akan dikeluarkan dari tubuh rnelalui radiasi atau
konveksi; sedangkan bila suhu sekitar tinggi, maka suhu akan
dikeluarkan dari tubuh melalui evaporasi (berkeringat). Tubuh
dapat mengatur pengeluaran suhu dari tubuh melalui
peningkatan aliran darah ke permukaan tubuh (kulit) sehingga
suhu dapat diangkut ke perifer oleh darah dan dikeluarkan.
Cara lain adalah dengan evaporasi (berkeringat yang diatur
oleh saraf sirnpatik dan sistern vagus).
b) Tekanan Darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter
(sfigmomanometer), yaitu dengan cara melingkarkan manset
pada lengan kanan 1% cm di atas fossa kubiti anterior,
kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil meraba denyut
A. Radialis sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistolik,
kemudian tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil
meletakkan stetoskop pada fossa kubiti anterior di atas A.
Brakialis atau sambil melakukan palpasi pada A. Brakialis atau
A. Radialis. Dengan cara palpasi, hanya akan didapatkan
tekanan sistolik saja. Dengan menggunakan stetoskop, akan
terdengar denyut nadi Korotkov, yaitu:
Korotkov I,suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan
akan mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg; fase
ini sesuai dengan tekanan sistolik,
Korotkov II, suara terdengar seperti bising jantung (murmur)
selama 15-20 mmHg berikutnya
Korotkov III, suara menjadi kecil kualitasnya dan menjadi
lebihjelas dan lebih keras selama 5-7 mmHg berikutnya,
Korotkov IV, suara akan meredup sampai kemudian
menghilang setelah 5-6 mmHg berikutnya,
Korotkov V, titik di mana suara menghilang; fase ini sesuai
dengan tekanan diastolik.

c) Nadi
Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan
palpasi A. Radialis. Bila dianggap perlu, dapat juga dilakukan
di tempat lain, misalnyaA. Brakialisdi fosa kubiti, A.Femoralis
di fosa inguinalis, A.Poplitea di fosa poplitea atau A. Dorsalis
pedis di dorsum pedis. Pada pemeriksaan nadi, perlu
diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi nadi,
kualitas nadi dan dinding arteri.

d) Frekuensi Pernapasan
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24
kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali
per menit, disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari 24 kali
permenit, disebut takipneu. Pernapasan yang dalam disebut
hiperpneu, terdapat pada pasien asidosis atau anoksia;
sedangkan pernapasan yang dangkal disebut hipopneu,
terdapat pada gangguan susunan saraf pusat. Kesulitan
bernapas atau sesak napas disebut dispneu, ditandai oleh
pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai
sianosis dan takipneu. Pada pasien gagal jantung, akan
didapatkan sesak napas setelah pasien tidur beberapa jam,
biasanya pada malam hari, disebut paroxysmal nocturnal
dyspneu. Pada pasien gagaljantung atau asma bronkiale,
seringkali pasien akan mengalami sesak napas bila berbaring
dan akan lebih nyaman bila dalam posisi tegak (berdiri atau
duduk); keadaan ini disebut ortopneu. Sifat pernapasan pada
perempuan biasanya abdomino-torakal, yaitu pernapasan
torakal lebih dorninan, sedangkan pada laki-laki torako-
abdominal, yaitu pernapasan abdominal lebih dominan. Pada
keadaan asidosis metabolik, akan didapatkan pernapasan yang
dalam dan cepat, keadaan ini disebut pernapasan Kussmaul.
Pada kerusakan otak, dapat ditemukan irama pernapasan Biot
atau pernapasan Cheyne-Stokes. Pernapasan Biot adalah
pernapasan yang tidak teratur irama dan amplitudonya dengan
diselingi periode henti napas (apneu), sedangkan pernapasan
Cheyne-Stokes, adalah irama pernapasan dengan amplitudo
yang mula-mula kecil, kemudian membesar dan mengecil
kembali dengan diselingi periode apneu. Pada pleuritis sika
(Schwarte) akan didapatkan asimetri pernapasan, di mana
dinding toraks kiri dan kanan tidak bergerak secara bersamaan
selarna inspirasi dan ekspirasi.

2. PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU


a) BATUK
Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau
abnormal. Dalam keadaan abnormal penyebab tersering adalah
infeksi virus yang umumnya bersifat akut dan self-limiting.
Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret dan partikel-
partikel pada faring dan saluran napas. Batuk biasanya
merupakan suatu refleks sehingga bersifat involunter,
namundapatjuga bersifat volunter. Batuk yang involunter
merupakan gerakan refleks yang dicetuskan karena adanya
rangsangan pada reseptor sensorik mulai dari farings hingga
alveoli. Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang
menyertainya dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Batuk ringan yang bersifat non-explosive disertai dengan suara
parau dapat terjadi pada pasien dengan kelemahan otot-otot
pernapasan, kanker paru dan aneurisma aorta torakalis yang
mengenai nervus rekuren laringeus kiri sehingga terjadi
paralisis pita suara. Pasien dengan obstruksi saluran napas
yang berat (asma dan PPOK) sering mengalami batuk yang
berkepanjangan disertai dengan napas berbunyi, dan kadang-
kadang bisa sampai sinkope akibat adanya peningkatan
tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan
gangguan aliran balik vena dan penurunancurahjantung. Batuk
akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor pada laring
umumnya bersifat keras, membentak dan nyeri serta dapat
disertai dengan suara parau dan stridor. Batuk yang
disetaidengan dahak yang banyak namunsulit untuk
dikeluarkan umumnya didapatkan pada bronkiektasis. Batuk
dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada seorang
perokok merupakan keluhan khas bronkitis kronik. Batuk
kering (non-produktif) disertai nyeri dada daerah sternum
dapat terjadi akibat trakeitis. Batuk pada malam hari yang
menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat asma. Batuk
dapat disebabkan oleh adanya occult gastro oesophageal reflux
dan sinusitis kronik yang disertai denganpost-nasal drip dan
umumnyatimbul pada siang hari. PenggunaanACE inhibitor
untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung dapat
menyebabkan batuk kering khususnya pada perempuan.
Keadaan ini disebabkan karena adanya bradikinin dan
substance-P yang norrnalnya didegradasi oleh angiotensin-
converting enzyme. Batukyang timbul pada saat dan setelah
menelan cairan menunjukkan adanya gangguan neuromuskular
orofaring. Paparan dengan debu dan asap di lingkungan kerja
dapat menyebabkan batuk kronik yang berkurang selama hari
libur dan akhir pekan.

b) SPUTUM (DAHAK)

Ada 4 jenis sputum yang rnempunyai karakteristik yang


berbeda :

 Serous :

=Jernih dan encer, pada edema paru akut.

=Berbusa, kernerahan, pada alveolarceli cancer.

 Mukoid :
=Jernihkeabu-abuan, pada bronkitis kronik.
=Putih kental, pada asrna.
 Purulen :
=Kuning, pada pneumonia,
=Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.
 Rusty : Kuning tua/coklat/rnerah-kecoklatan seperti
warna karat, pada Pneumococcal pneumonia dan edema
paru.

Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum


adalah:

1) Jumlah
Produksi sputum purulen yang banyak dan
dipengaruhiposisitubuh khas untuk bronkiektasis. Produksi
sputum purulen dalamjumlah besar yang mendadak pada
suatu episode rnenunjukan adanya ruptur abses paru atau
empiema kedalam bronkus.Sputumencer dan banyakyang
disertai dengan bercak kernerahan pada pasien dengan
sesak napas rnendadak menunjukan adanya edema paru.
Sputum yang encer dan banyak bisajuga didapatkan pada
alveolar cell cancer.
2) Warna.
Warna sputum dapat membantu dalam menentukan
kemungkinan penyebab penyakit. Sputum yang jernih atau
mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa
juga diternukan akibat adanya inhalasi zat iritan. Sputum
kekuningan bisa didapatkan pada infeksi saluran napas
bawah akut (karenaadanya neutrofil aktif), danjuga pada
asma (karena mengandung eosinofil). Sputum kehijauan
yang rnengandung neutrofil yang rnati didapatkan pada
bronkiektasis dan dapat mernbentuk 3 lapisan yang
khasyaitu lapisan atas yang rnukoid, lapisan tengah yang
encer dan lapisan bawah yang purulen Sputum purulen
biasanya berwarna kehijauan karena adanya sel-sel
neutrofil yang lisis serta produk hasil katabolisrnenya
akibat adanya enzirn green-pigmented enzyme
verdoperoxidase. Pada pneumococcal pneumonia
stad~umawal dapat diternukan sputum yang berwarna
coklat kernerahan akibat adanya inflamasi parenkirn paru
yanc rnelalui fase hepatisasirnerah. (Blood-stained sputum)
menunjukan adanya hemoglobin/sel eritrosit. Sputum yang
berbusa dengan bercak darah yang difus dapat terjadi pada
edema paru akut.

3. SESAK NAPAS

Orang yang sehat dalarn keadaan normal tidak rnenyadariakan


pernapasannya. Sesak napas (dispnea) rnerupakankeluhan
subyektif yang tirnbul bila ada perasaan tidaknyarnan rnaupun
gangguan atau kesulitan lainnya saatbernapas yang tidak sebanding
dengan tingkat aktivitas. Rasa sesak napas ini kadang-kadang
diutarakan pasiensebagai kesulitan untuk rnendapatkan udara
segar, rasaterengah-engah atau kelelahan.11

8. Jelaskan Diagnosis banding !


Jawaban :
A. TB
DEFINISI

limfadenitis TB yang merupakan proses peradangan pada kelenjar


getah bening akibat aktivitas MTBC. Beberapa faktor yang menyebabkan
tuberkulosis ekstraparu antara lain faktor sosiodemografis, riwayat
kontak dengan pasien tuberkulosis, riwayat imunisasi Bacillus Calmette-
Guérin (BCG), dan riwayat tuberkulosis paru atau ektraparu
sebelumnya12

EPIDEMIOLOGI
TB ekstrapulmoner juga merupakan salah satu masalah klinis yang
penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan pada tuberkulosis yang
terjadi di luar paru-paru. Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner
merupakan 15–20% dari semua kasus TB, dimana limfadenitis TB
merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB ekstrapulmoner).13

Di negara-negara di mana tuberkulosis tidak endemik, mayoritas pasien


yang datang dengan TL adalah penduduk asli (kebanyakan dari Asia)
atau mengalami kondisi imunosupresif, seperti infeksi human
immunodeficiency virus (HIV)

Pasien Limfadenitis TB lebih banyak terjadi pada perempuan


dibandingkan dengan laki- laki serta banyak diderita oleh pasien usia
dewasa muda dengan rentang usia terbanyak adalah 17–25. Bila dilihat
dari segi usia, Limfadenitis TB banyak mengenai penderita diusia dewasa
muda, hal tersebut didukung dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Nidhi dkk menunjukkan hal yang sama di mana
Limfadenitis TB banyak mengenai dewasa muda dengan rentan usia 21–

30 tahun.12 Penelitian yang dilakukan oleh Viegas dkk. juga menunjukan


hasil yang sama, di mana penderita limfadenitis TB terbanyak berada

dalam rentang usia antara 18–45 tahun.13 Hal ini disebabkan usia dewasa
muda adalah usia produktif dimana usia produktif mempengaruhi risiko
tinggi untuk terkena TB karena kecenderungan untuk berinteraksi dengan
orang banyak diwilayah kerja lebih tinggi dibandingkan dengan bukan
usia produktif sehingga insidensi TB banyak mengenai dewasa muda.12

PATOGENESIS TUBERKULOSIS

Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup,


dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan
menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama
koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.1

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe


menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. 14

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi


pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai
oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi,
uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas
seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.1

Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan


enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 14

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler,


dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.14

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam


bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya
dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru.Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap
hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahun- tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus
TB ini dapat.14

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran


hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread).
Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam
darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB.14

GEJALA KLINIK
Lymphadenitis Tuberculosa sebagaimana halnya seperti
Tuberculosa Paru maka gejala umum TBC senantiasa dapat pula
ditemukan, seperti misalnya subfebril, nafsu makan turun, berat badan
turun, lemah badan, keringat malam.Penampakan fisik dari lymfadenitis
TBC superficial diklasifikasikan dalam 5 stadium oleh Jones dan
Campbell yaitu13;

1. stadium 1, pembesaran, tegas, bergerak, nodus diskrit yang


menunjukkan hiperplasia reaktif spesifik;
2. tahap 2, nodus karet besar tetap ke jaringan sekitarnya karena
periadenitis;
3. tahap 3, pelunakan sentral karena pembentukan abses;
4. stadium 4, pembentukan abses
5. tahap 5, pembentukan saluran sinus.13
DIAGNOSIS

Kultur tetap merupakan standar emas untuk diagnosis, tetapi hasilnya


mungkin memerlukan waktu 3 hingga 4 minggu. 4. Acid fast bacilli
(AFB) dapat mengindikasikan penyakit mikobakteri, meskipun
sensitivitasnya lebih rendah dari pada kultur, berkisar antara 5% hingga
38% tergantung pada studies.3,5 Pada kasus AFB-negatif dan / atau
kultur-negatif, gambaran histologis, seperti granuloma dengan atau tanpa
nekrosis caseous, atau limfadenitis nonspesifik, dapat mendukung
diagnosis kemungkinan TL.15

Teknik molekuler baru, seperti deteksi asam nukleat melalui teknik


polymerase chain reaction (PCR), semakin sering digunakan dalam
diagnosis tuberkulosis. Teknik-teknik ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas tinggi, dan menghasilkan hasil dalam 24 hingga 48 jam.
Informasi langka tentang peran teknik-teknik ini dalam diagnosis TL
telah dipublikasikan, dan hasilnya sangat berbeda tergantung pada
penelitian.15

PENATALAKSANAAN

Pengobatan TB memerlikan waktu sekurang-kurangnys 6 bulan agar


dapat mencegah perkembangan resistensi obat. WHO telah
menerapkanstrategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan
yang berfungsi secara ketat untuk mengawasi pasien minum obat untuk
memastikan kepatuhannya.16

Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):

1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi


dua (dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
A) Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH,
rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.16
B) Bakteriostatik, yaitu etambutol. 16

Kategori 1

Pasien TB dengan sputum BTA positif dan kasus baru. Pengobatan


pada fase awal (intensif) paduannya terdiri dari 2 HRZE (S), setiap hari
selama 2 bulan. Sputum BTA yang awalnya positif, setelah 2 bulan terapi
diharapkan jadi negatif dan terapi TB diteruskan dengan fase lanjutan: 4
HARI atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih tetap positif
diakhir bulan fase ke-2 fase awal, maka fase awal tersebut diperpanjang
selama 4 minggu lagi.16

Kategori 2

Kategori ini diberikan pada kasus kambuh atau gagal dengan


sputum BTA positif. Terapi fase awalnya 2 HRZES/! HRZE, dimana
HRZE diberikan setiap hari selama 3 bulan sedangkan S diberikan hanya
di 2 bulan pertama. Bila sputum BTA menjadi negatif diakhir bulan ke-3,
maka fase lanjutan bisa segera dimulai. Tapi bila sputum BTA masih
positif maka fase awal dengan HRZE diteruskan lagi selama 1 bulan.
Bila pada akhir bulan ke-4 sputum BTA masih tetap positif, lakukan
kultur ulamg sputum BTA masih tetap positif, lakukan kulur ulang
sputum BTA dan obat dilanjutkan dengan 5 HRE atau % H3 R3.16

Katergori 3

Sama denagn kategori 1 yakni 2 bulan fase awal dan diteruskan


dengan 4 bulan fase lanjutan16

Kategori 4

Kasus kronik dimana sputum BTA tetap positif walaupun sudah


menjalani terapi lengkap selama 6 bulan. Pada kategori ini mungkin sudah
terjadi resisten obat TB16
B. DEMAM TIFOID
DEFENISI
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indoneia. Penyakit
ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah.17

EPIDEMIOLOGI
Sejak awal abad ke-20, insidens demam tifoid menurun di USA
dan Eropa, hal ini dikarenakan ketersediaan air bersih dan sistem
pembuangan yang baik, dan ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembanG. Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi
di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan kemungkinan
Afrika Selatan (Insidens >100 kasus per 100.000 per tahun). Insidens
Demam Tifoid yang tergolong sedang (10-10.000 kasus per 100.000
populasi per tahun) berada di wilayah Afrika, Amerik Latin dan Oceania,
serta yang termasuk rendah (>10 kasus per 100.000 populasi per tahun)
di bagian dunia lainnya.17
Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada
populasi yang berua 3-19 tahun serta berkaitan dnegan rumah tangga.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI
tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10
pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia (41.081 kasus).17

PATOGENESIS

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella


paratyphi (S. Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi sebagai kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
bekembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A) usus
kurang baik, maka kuman akan menembus sel – sel epitel dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang
biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. 17

Selanjutnya, melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di


dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke suluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. di organ organ ini,
kuman meninggalkan sel sel fagosit dan kemudian berkembang biak di
liar sel dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalibya dengan disertai tanda
tanda dan dengan gejala penyakit sistemik.17

Sebagian kuman dikeluarkan melalui fases dan sebagian masuk


lagi ke dalam sirkulasi darah menembus usus. proses yang sama terulang
kembali, sehingga terjadi fagositosis kuman Salmonella typhi yang
menyebabkan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik. Pada plaque peyeri,
makrofagh hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sakitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia
akibat akumulasi sel mononuclear di dinding usus. 17

GAMBARAN KLINIS

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.


Gejala klinis ringan-berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit
yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama
ditemukan keluhan dan gejala yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di
perut, batuk dan epistaksis.17
Pada pemeriksaan fisis hanya di dapatkan suhu badan meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hari
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala berupa demam,
bradikardia relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium atau psikosis.
Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.17

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendeteksi


demam tifoid17:

1. Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
S.typhi. Pada Uji Widal terjadi suatu aglutinasi antara antigen
kuman S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Uji Widal
adalah untuk mennetukan adanya aglutin dalam serum penderita
tersangka dalam tifoid yaitu: a.) Aglutinin O dari tubuh kuman), b.)
Aglutinin H flagella kuman ) dan c.) Aglutinin Vi. Dari ketiga
agglutinin tersebut hanya Aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid.
2. Uji Typhidot
Dapat mendeteksi antibody Ig G dan Ig M yang terdapat pada
protein membrane luar Salmonella Typhi. Hail positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibody Ig M dan Ig G terhadap
antigen S.typhi seberat 0 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
3. Uji Ig M Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody Ig M spesifik terhadap
S.typhi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini
menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida
S.typhi dan anti Ig M, reagen deteksi yang mengandung antibody
anti Ig M yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi
strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung
uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2
tahun pada suhu 4-25 C di tempat kering tanpa paparan matahir.
4. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut ‘: 1.) telah
mendapatkan terapi antibiotic, 2.) Volume darah yang kurang , 3.)
Riwayat Vaksinasi, 4.) Waktu pengambilan darah setelah 2 minggu
pertama, pada saat aglutinasi semakin meningkat.

PENATALAKSANAAN

Trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid 17;

1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi


dan mempercepat penyembuhan seperti dengan tirah baring. tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat, seperti : makan,
minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu
dan mempercepat masa penyembuhan serta sangan diperlukan
untuk menjaga kebersihan selama perawatan.
2. Diet dan terapi penunjang, dengan tujuan mengembalikan rasa
nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. diet merupakan hal
yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoif, karena maknan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun sehingga proses
penyembuhan akan semakin lama.
3. Pemberian antibiotic, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman. Obat – obat anti mikroba yang digunakan
untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut ;
a) Kloramfenikol.
Dosis yang diberikan adalah 4  500 mgper hari dapat
diberikan secara per oral atau intravena.diberikan sampai
dengan 7 hari bebas panas. Pada penyuntikan intramuscular
tidak dianjurkan, oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. pada penelitian
yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH
dkk didapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan
terhadap antibiotic ini.
b) Ampicilin dan Amoksisili
Efektivitas obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan
antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
c) Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan
kloramfenikol. Dosis yang digunakan adalah 2  2 tablet ( 1
tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetroprim) diberikan selama 2 minggu.
d) Tiamfenikol.
Komoplikasi tiamfenikol menyebabkan hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah
dibandingkan dengan kloromfenikol. Dosis yang digunakan
adalag 4  500 mg, demam rata –rata menurun pada hari ke-5
sampai ke-6.
e) Sefalosporin generasi ketiga.
Golongan yang terbukti untuk demam tifoid adalah
seftriaskson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam
perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
f) Azitromisin.
Azitromisin 2  500 mg menunujukkan bahwa penggunaan
obat ini secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan
durasi rawat inap. Jika dibandingkan dengan seftriakson,
penggunaan Azitromisin dapat mengurangi angka relaps.
Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam
jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah
cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam
sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan
dalam pengobatan infeksi oleh S.typhi yang merupakan
kuman intraseluler.

C. HIV/AIDS
DEFINISI

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan


sebagai kumpula gejjalah atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus (Human
Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

EPIDEMIOLOGI

Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih amat jarang
ditemukan di Indonesia. Sebagian besar odha pada jumlah kasus baru
HIV/AIDS semakin meningkat dan tajam yang terutama disebabkan
akibat penularan melalui narkotika suntik. Sampai akhir maret 2005
tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Dapartemen kesehatan
RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang
terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000.

PATOGENESIS

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus


mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+
berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting.
Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang
progresif. Kejadian infeksi HIV primer dapat dippelajari pada model
infeksi akut simian immunodeficiency Virus (SIV). SIV dapat
menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. Virus
dibawah oleh antigen-presenting cells ke kelenjar getah bening
regional.

Pada model ini, virus ddeteksi pada kelenjar getah bening makaka
dalam lima hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah
bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan hibiddrasi in
situ dalam 7-14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari
setelah infeksi. Puncak sel yang mengekspresikan SIV di jaringan
limfoid kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara
dengan ppembentukan respons imunn spesifik

Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel


limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon
sel limfosit CD8+ menyebabkan controloptimal terhadap replikasi HIV.
Replikasi HIV berada pada keadaan steady state beberapa bulan setelah
infeksi. Koondisi niii bertahan relative stabil selama beberapa tahun,
namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang memengaruhi tingkat
replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan
tubuh pejamu, adalah heterogeneitas intrinsic pejamu.

Antibodi muncul di sirkulasi dala beberapa minggu setelah


infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah
replikasi virus telah menurun sampai ke level steady state. Walaupun
antibody ini umumnya memiliki afinitas netrallisasi yang kuat melawan
infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat
menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan melakukan adaptas
pada amplopnya, termasuk kemampuannya mengubah situs
glikosilasnya, akiibatnya konfigurasii 3 dimensinya berubah sehingga
netralisasi yang diperantai antibody tidak dapat terjadi

PATOFISIOLOGI

Dalam tubuuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel


pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS sesudah 10 tahun dan sesudah 13 than
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejalah AIDS
dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit menunjukkan gambaran
penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh
yang juga bertahap.

Infeksi HIV tidak dapat langsung memperlihatkan tanda atau


gejalah tertentu. Sebagian memperlihatkan gejalah tidak khas pada
infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejalah yang di terjadi
adala demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare dan batuk..setelah infeksi akut dimulailah infeksi hiv
asimptomatik. Masa tanpa gejalah ini umumnya berlangsung selama 8-
10 tahun. Tetapi ada yang perjalan penyakitnya sangat cepat hanya
sekitar 2 than.

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha


mulai menampakkan gejalah akibat infeksi oportunistik seperti berat
badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes.

Tanpa pengobatan ARV, walaupun tidak menunjukkan gejalah,


secara bertahap sistem kekebalnan tubuh orang yang terinfeksi HIV
akan memburuk dan akhirnya akan menunjukkan gejalah klink yang
makin berat, pasien masuk tanpa AIDS. Manifestasi awal dari
kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro asitektur
folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas dii jaringan
limfoid. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening
bukan di peredaran darah.

Pada waktu oranng dengan infeksi HIV masih merasa sehat,


klinis tidak menunjukkan gejalah, pada waktu itu terjadi replikasi HIV
yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat disertai dengan
mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan
replikasi HIV, terjjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya
manusia bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4
sekitar 109 sel tiap hari.

GEJALA HIV

 Pembesaran kelenjar getah bening


 Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan
 Infeksi saluran napas atas berulang
 Kelainan kulit
 Keluhan di rongga mulut dan saluran makan atas
 Keluhan di gigi-geligi
 Infeksi jamur di kuku
 Diare kronik lebih dari satu bulan
 Demam berkepanjangan
 Nafsu makan menurun
 Gejalah infeksi tuberculosis paru & ekstra paru
 Infeksi berat
 Kelainan darah
 Jamur paru
 Infeksi menular seksual
 Sarcoma Kaposi
 Infeksi jamur sistemik
 Gangguan penglihatan
 Infeksi di intracranial
 Kebas atau kesemutan pada tangan & kaki
 Kesemutan otot

DIAGNOSIS HIV

Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejalah klinis


dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis laboratoriun HIV dapat
dengan cara deteksi langsung virus HIV atau bagian-bagian dari virus
HIV misalnya dengan pemeriksaan antigen p24, PCR HIV-RNA atau
kultur virus atau dengan cara tidak lansung yaitu adalah dengan deteksi
respon imun terhadap infeksi HIV atau konsekuensi klinis dari infeksi
HIV. Pemeriksaan tidak langsung lebih sering digunakan karena lebih
mudah dan murah, tetapi mempunyai kerugian terutama karena respon
imun memerlukan angka waktu tertentu sejak mulai infeksi HIV hingga
timbul reaksi tubuh. Pada waktu yang sering disebut masa jendela atau
window period ini tubuh telah terinfeksi tetapi pemeriksaan antibody
memberikan hasil negative. Masa jendela dapat berlangsung hingga 6
bulan.

 Pemeriksaan antigen P24


 Kultur HIV
 HIV-RNA
 Pemeriksaan antibody
 Strategi pemeriksaan HIV
 Transfusi atau Transplantasi
 Surveilans

PENATALAKSANAAN

HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara


total. Namun 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang menyakinkan
bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat
anti retroviral/ ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas & mortilitas
dini akibat infeksi HIV. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistm
kekebalan akibat HIV dan puihnya kerentanan odha terhhadap infeksi
oportunistik.

Secara umum penatalaksaan odha terdiri atas :

 Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat


antiretroviral (ARV)
 Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi
HIV/AIDS, Seperti Jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma,
sarcoma Kaposi, limfoma,, kanker serviks
 Pengobatan suportif yaitu, makanan yang mempunyai nilai gizi
yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan
psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan
perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobat tersebut angka
kematian dapat ditekan, sehingga harapan hidup lebih baik dan
kejadian infeksi oportunistik berkurang.18
 Tiga kelas obat anti-viral yang digunakan, yaitu :

1. Nucleoside dan nucleotidereverse transkriptase inhibitor.

2. Non nucleoside reverse transcriptase inhibitor

3. Protease Inhibitor.

Kombinasi dari tiga obat anti-viral (HAART) untuk mencegah


terjadinya resistensi HAART harus diberikan seumur hidup dan
dipantau terjadinya efek toksik dan respon pada tetapi. Sebagai
pertanda perjalanan penyakit dan untuk memonitor respon
antiviral terhadap HIV dilakukan perhitungan CD4, perhitungan
total limfosit dan tingkat RNA virus di dalam plasma. 19

9. Aspek farmakologi !
Jawaban:

Pengobatan HIV
Dari segi farmakologi pengobatan HIV belum ada obatnya. Pemberian obat-
obatan ditujukan untuk menghambat replikasi virus dan memperpanjang
hidup penderita. Obat yang diberikan sedikitnya kombinasi dari tiga obat anti
retroviral ( HAART) untuk mencegah terjadinya resistensi. Adapun tiga kelas
obat retroviral yang di gunakan yaitu:

- Nucleoside dan Nucleotidareverse transkriptase inhibitor


- Nucleoside reverse transkriptase inhibitor
- Protease inhibitor
HAART harus diberikan seumur hidup dan di pantau terjadinya efek toksik
dan respon pada terapi sebagai petanda perjalanan penyakit dan untuk
memonitor respon antiviral terhadap HIV dilakukan penghitungan
CD4,penghitungan total limfosit dan pengukuran tingkat RNA virus di dalam
plasma.22

Pengobatan Demam Tifoid

Demam tifoid maupun demam paratifoid dapat diobati dengan antibiotik.


Sebagai obat pilihan Kloramfenikol diberikan dengan dosis 3-4 x 500 mg/
hari. Dosis anak : 50-100 mg/kg bb/ hari. Obat lain yang bisa di gunakan
adalah :

- Tiamfenikol 3x500 mg/hari (dewasa):30-50 mg/kg bb/ hari


- Ampicilin : 4x500 mg/ hari (dewasa):4x 50 -100 mg/kg bb/ hari
- Kotrimukazol ( Sulfametikazol 400 mg + Trimetoprim 80mg) : 2x2 tablet/
hari
Pengobatan dilakukan selama 14 hari atau sampai 7 hari sesudah penderita
tidak demam.20

Pengobatan TB

Pengobatan TB memerlikan waktu sekurang-kurangnys 6 bulan agar dapat


mencegah perkembangan resistensi obat. WHO telah menerapkanstrategi
DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara
ketat untuk mengawasi pasien minum obat untuk memastikan
kepatuhannya.21

Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):21

1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua


(dua) jenis berdasarkan sifatnya yaitu:

a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin,


pirazinamid dan streptomisin.

b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.

Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama

10. Perspektif islam !


Jawaban :
“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena dia akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi itu bisa
menghilangkan karat besi “
HR. Imam Muslim
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnasiswi, D. (2008). Faktor risiko kejadian kejang demam pada anak di


instalasi rawat inap di RS.Bethesda Yogyakarta. Jurnal FK UGM, Vol 03, 64.
2. Sudoyo, Ayu W, dkk, editor 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,131,533-534.
3. Kasper, Dennis L., et al. (2015). Harrison's Principles of Internal Medicine.
Edisi 19. New York: McGraw Hill Education.

4. Brunton, Laurence.2014. Manual Farmakologi dan Terapi Goodman &


Gilman . Jakarta : EGC. Hal. 414
5. Wilmana, P. Freddy. 2016. Farmakologi dan Terapi FK UI. Edisi 6 . Jakarta :
FK UI. Hal. 237, 241 dan 242.
6. Siti Setiati, Idrus Alwi, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 2977-2978.
7. Barrett, K. E. and Boitano, S. (no date) Ganong ’ s Review of Medical
Physiology.
8. .John E. Hall, P. (2016) GUYTON AND HALL TEXTBOOK OF MEDICAL
PHYSIOLOGY,. 13th edn. Elsevier.
9. Loscalzo, Joseph. 2015. Harrison Pulmonologi dan Penyakit Kritis. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
10. Batu Kronik Dan Berulang (BKB) Pada Anak. 2005. Helmi M.Lubis. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
11. Sudoyo, Ayu W, dkk, editor 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
12. Muhammad, Yani, dkk. 2017. Karakteristik Pasien Limfadenitis Tuberkulosis
di Rumah Sakit Al-Islam Bandung Periode Tahun 2016. Bandung
13. Ika Yunita Sari, dkk. 2015.TBMDR Primer dengan Limfadenitis TB pada
Wanita SLE.jurnal respirasi. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi. Surabaya
14. Werdhan RA. PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI
TUBERKULOSIS.Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan
Keluarga. Jakarta
15. Fernando Salvador, dkk. 2015. Epidemiology and Diagnosis of Tuberculous
Lymphadenitis in a Tuberculosis Low-Burden Country.
16. Siti Setiati, Idrus Alwi, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi VI.Jakarta : Interna Publishing;877-878
17. Siti Setiati, Idrus Alwi, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 549-553.
18. Setiati, S dkk. (2015). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Internal
Publishing. Halaman 889-893,912-915.
19. Soedarto.2018.Buku Ajar Kedokteran Tropis.Jakarta:Seagung Seto.Halaman
329.
20. Soedarto. 2018. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.
Hal 329
21. Ika Yunita Sari, dkk. 2015.TB MDR Primer dengan Limfadenitis TB pada
Wanita SLE.jurnal respirasi. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo.

Anda mungkin juga menyukai