Anda di halaman 1dari 4

Kuis Flipped Room

Nama : Alifia Magfira Andini

NPM : 1706978484

Kelas : IPE-34

A. Tim medis reaksi cepat (TMRC)


1. Peranan Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC) dalam simulasi bencana RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo adalah melakukan pertolongan kepada pasien yang keadaannya
memburuk dengan memberikan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. Jika
kondisi memaksa maka akan memindahkan pasien ke ruang ICU.
2. Peran perawat saat terjadi code blue adalah dengan segera mengenali ketika kondisi
pasien terlihat memburuk dan memanggil TMRC dengan code blue tersebut.
Pemanggilan dapat dilakukan dengan cara berteriak atau dengan menghubungi Call
Center TMRC.
3. Bentuk kolaborasi Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC) dengan Diklat RSCM adalah
dengan melaksanakan pelatiahan bantuan hidup lanjut (BHL) dan bantuan hidup dasar
(BHD) pada perawat dan anak serta dokter penanggung jawab pasien.
4. Pihak yang berperan dalam pemantauan bulanan troli emergensi di TMRC adalah unit,
tim TMRC, serta petugas farmasi.
5. Perbedaan antara kolaborasi anggota TMRC antara lain:
a. TMRC Pusat akan memimpin melakukan pertolongan,
b. TMRC Wilayah mengatur keberlangsungan Sistem Reaksi Cepat di RSCM agar
reaksi yang diberikan cepat dilaksanakan,
c. TMRC Unit memiliki akses yang lebih dekat dengan pasien sehingga diharapkan
memiliki reaksi yang cepat.

B. Penanggulangan TB berbasis tempat kerja


1. Faktor yang berperan penting untuk kolaborasi penanggulangan TB di tempat kerja
adalah:
a. Komitmen perusahaan untuk menanggulangi TB, sehingga memberikan
kemudahan bagi pelaksanaan program.
b. Dukungan asuransi untuk membiayai kontribusi pemeriksaan BTA di puskesmas.
c. Komitmen pemerintah untuk menanggulangi TB melalui dukungan pendanaan
Global Fund.
d. Tersedianya layanan pemeriksaan BTA di puskesmas dan penyediaan obat TB.
e. Fasilitas berkelanjutan dari LSM.
2. Faktor-faktor tingginya kasus TB di Indonesia adalah:
a. Kemiskinan yang menyebabkan kurangnya akses untuk mendapatkan informasi
mengenai pelayanan kesehatan.
b. Ketidaktahuan masyarakat mengenai penyebaran penyakit TB dan bahayanya.
c. Tingkat pendidikan yang rendah.
d. Sanitasi, perumahan, dan gizi yang rendah sehingga rentan akan terkena penyakit
TB.
3. Kendala yang muncul dalam kolaborasi penanggulangan TB di tempat kerja antara
lain:
a. Waktu. Perusahaan memiliki jadwal kerjanya sendiri, sehingga perlu untuk
mencari waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan dengan pemimpin
perusahaan, melakukan pelatihan pada kader, serta untuk mengadakan
pemeriksaan pada karyawan di tengah jadwal kerja yang ada.
b. Komitmen pimpinan perusahaan. Perusahaan memiliki hierarki yang ketat
sehingga perlu usaha untuk mendapat komitmen dari perusahaan dengan
melakukan advokasi secara terus menerus.
c. Belum terbukanya pekerja terhadap masalah TB karena adanya stigma yang
menyebabkan mereka takut atau malu untuk berobat atau melakukan pemeriksaan.
d. Masih ada sarana pelayanan kesehatan yang belum menerapkan DOTS. Layanan
kesehatan tersebut memberikan pengobatan yang belum sesuai standar dari
pemerintah.
e. Baru diberlakukannya program BPJS, sehingga masih memerlukan waktu agar
dapat berjalan dengan lancar.
f. Situasi politik yang memengaruhi keseluruhan program.
4. Rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan kolaborasi dengan
perusahaan dalam penanggulangan TB di tempat kerja adalah sebagai berikut.
1) Melakukan survey mengenai sejauh mana karyawan perusahaan mengetahui
tentang penyakit TB. Hasil survey akan diberikan ke pihak perusahaan.
2) Berdasarkan hasil survey, perusahaan akan diajak untuk ikut bergabung dalam
program penanggulangan TB di tempat kerja. Kepada pemimpin eksekutif
perusahaan dilakukan penjelasan mengenai penyakit TB.
3) Melaksanakan pelatihan untuk manajemen dan kader, dimana nantinya manajemen
dan kader tersebut akan memberikan penyuluhan dan KIE mengenai TB kepada
karyawan.
4) Melakukan pemeriksaan pada karyawan khususnya yang diduga memiliki gejala
TB di klinik atau puskesmas. Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapat data
mengenai jumlah karyawan yang terdeteksi sebagai suspect dan yang positif
menderita TB.
5) Bagi karyawan yang memiliki hasil positif TB akan diberi pengobatan. Selain itu,
diadakan juga konseling agar karyawan yang positif TB mengerti bagaimana
pentingnya pengobatan dan keteraturan pengobatan.
6) Pendampingan kader oleh staf klinik yayasan agar kader tersebut dapat terus
menyebarkan informasi.
7) Melaksanakan seminar untuk menyebarluaskan hasil program kepada perusahaan-
perusahaan lain.
8) Monitoring evaluasi dan pelaporan data yang diperoleh.
5. Skema kolaborasi dalam penanggulangan TB di tempat kerja adalah sebagai berikut.

Yayasan Kusuma Buana yang mengelola sebuah klinik melakukan kerjasama


dengan perusahaan garmen yang cukup besar. Perusahaan tersebut mendapat
masalah dimana status pengobatan pekerjanya yang berobat TB ke rumah sakit sulit
dipantau. Untuk menemukan solusi terhadap masalah TB tersebut, Yayasan Kusuma
Buana dan perusahaan pun mengadakan pertemuan dengan instansi kesehatan seperti
Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Dinas Kesehatan pun membantu dengan
menyediakan obat TB. Puskesmas membantu dengan mengadakan pemeriksaan
sputum BTA. Karena belum adanya BPJS, maka yayasan mengadakan kerjasama
dengan perusahaan asuransi untuk membantu pembayaran biaya pemeriksaan
sputum BTA.

Referensi
 Firdaus, R. Tim medis reaksi cepat RSUPN cipto mangunkusumo [unpublished lecture
note]. Depok: Universitas Indonesia; lecture given 2018 mar 7.
 Sasongko, A. Pengalaman kolaborasi: penanggulangan TB berbasis tempat kerja
[unpublished lecture note]. Depok: Universitas Indonesia; lecture given 2018 mar 7.

Anda mungkin juga menyukai