PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Glukosa dimetabolisme dengan bantuan dua enzim yang dihasilkan
oleh sel-sel langerhans di pankreas yaitu insulin dan glukagon. Insulin digunakan untuk
membantu transfer glukosa ke sel serta merendahkan kadar glukosa darah, sedangkan
glukagon berfungsi sebaliknya. Sehingga pada gangguan insulin glukosa akan banyak
ditemukan di darah dan akan menimbulkan manifestasi yang khas bagi pasien DM.(1)
Diabetes Melitus juga disebut dengan “Silent Killer” dikarenakan diabetes adalah
penyakit yang dapat membunuh seseorang secara perlahan atau diam-diam. Diabetes
bisa disebut pula dengan “Mother Of Disease” karena merupakan pembawa atau induk
dari penyakit seperti gangguan penglihatan mata, penyakit jantung, sakit ginjal,
Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.
ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabtes tipe 2, dulu disebut non-insulin-
penderita DM meningkat menjadi 300 juta orang. Data WHO yang lain menyebutkan
bahwa pada tahun 2025, Indonesia akan menempati peringkat nomor lima sedunia
dengan jumlah penderita DM sebanyak 12,4 juta orang dan pada tahun 2030 prevalensi
mengetahui dirinya memiliki diabetes atau berisiko terkena penyakit ini, serta
modifikasi gaya hidup serta tatalaksana pengobatan yang optimum sehingga penderita
LAPORAN KASUS
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Katolik
2.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada tanggal 15 Februari 2019
dengan keluhan nyeri perut diseluruh regio abdomen sejak 1 minggu hari terakhir yang
lalu, disertai bisul pada kaki kanan, kepala, dan jari 1 tangan kiri. Mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (+), nyeri pingang (+), pusing (+), pasien sering merasakan keram pada
ujung-ujung jari tangan dan kaki. Pasien tidak pernah mengeluh cepat lapar, riwayat
minum air dan kencing terus menerus tidak diketahui oleh suami pasien, riwayat lambat
sembuh disangkal pasein sering merasakan cepat Lelah. riwayat BAB cair sejak 1
minggu lalu yang lalu, demam(+), batuk berdahak (+). Pasien sering mengkonsumsi
berolahraga
TTV
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 38.2 C
RR : 22 x/menit
Antropometri
BB : 58 kg
TB : 151 cm
IMT : 25,7
Status Generalisata
Mata : konjungtiva anamis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks
Hidung : Tidak ada deformitas, sekret (-), deviasi septum (-/-), pernapasan cuping
hidung (-)
Telinga: Simetris, tidak ada deformitas, ottorea (-), nyeri tekan mastoid (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), pucat (-), perdarahan gusi (-), plak
putih(-),
Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid, penggunaan otot
Thorax
Pulmo anterior
Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (-), pelebaran sela iga
(-)
Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua dinding dada
Perkusi: sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Pulmo posterior
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (-), pelebaran
Cor
Abdomen
5 5
Luka/bisul pada ibu jari tangan kiri, kepala, Kaki kanan (+/+)
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Paramete
r Hasil pemeriksaan
12/02/201 13/02/201 14/02/201 Satua
Nilai Rujukan Keterangan
9 9 9 n
GDS - - 379 <200 Meningkat
GDP 366 379 - mg/Dl < 200 Meningkat
USG Abdomen :
Fatty liver
Foto Thorax :
Sucralfate 3x1 c, PO
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus
yang terjadi karena kelaian sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO (2011), Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan
metabolisme karbohidradrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidak fungsian insulin
melitus pada tahun 2014, hal ini tentu jauh berbeda dengan angka kejadian diabetes
pada orang dewasa tahun 1980 yaitu sekitar 108 juta. Jumlah penderita Diabetes
Melitus pada tahun 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta.(2)
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai ± 12 juta penduduk pada tahun 2013. Di
tahun yang sama, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melakukan wawancara untuk
haus,sering buang air kecil dengan jumlah yang banyak dan berat badan turun) namun
Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependen), lebih sering terjadi pada usia
remaja. Lebih dari 90% sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan
secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidakdapat
diproduksi.
2. DM tipe 2 (bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
Pada Diabetes tipe 2 (Diabetes Non-Insulin Dependen) ini tidak ada kerusakan
pada pankreasnyan dan dapat terus menghasilkan insulin, tetapi tubuh yang resisten
terhadap efek insulin, sehingga dianggap tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari
Diabetes didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas diabetes.
3.4. Patogenesis
3.4.1. Diabetes Melitus tipe 1
DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel
beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi
insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada
sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secaraabsolut(2,3)
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya
cukup atau normal (jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000) . DMT 1, biasanya
terdiagnosa sejak usia kanak kanak. Pada DMT1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan
insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan
hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya.DMT1 tanpa pengaturan
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan
terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yangsudah
diabsorbsi masuk ke dalamdarah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 30.000) pada obesitasjumlah
insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler terganggu.
5. Adanyakelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. DM tipe2 ini. Biasanya terjadi
di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe2,
walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah menjadi
umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat,
Menurut PERKENI 2015, berbagai keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang
diabetes adalah:(1)
a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
b. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
3.6. Diagnosis
Kriteria Diagnosis DM oleh PERKENI yaitu:(1,5)
Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu (plasma
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
- TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
- GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau
esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.(1,6)
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
3.7. Penatalaksanaan
A. Non-Farmakologi
1. Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein
10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.(1)
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang
lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai,
jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.(1)
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
(derivatefenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada
pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
c) Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin>1,5 mg/dL) dan hati, serta
sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awalpenggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan
e) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormone peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila
ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP1 merupakan perangsang
kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun
menjadi metabolit GLP1( 9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP1 menurun pada
DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP1 bentuk aktif
GLP1dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4
mampumenghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat
penglepasan glukagon.
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar
DPP-IV inhibitor : dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
INSULIN
perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
makan.
- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi
yang terjadi.
- Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah
insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi
insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali
insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah
menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan
insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
- Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)
dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai
konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme
kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610 unit yang diberikan sekitar
jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidakterkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi
kombinasi insulin.
3.8. Penilaian Hasil Terapi(1,8)
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa,
glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala
hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan
untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus DM Tipe II pada seorang wanita usia 39 tahun.
pemeriksaan penunjang. Pasien ini dirawat dan diterapi selama 13 hari. Pasien
http://ismadiary.blogspot.com/2007/02/luka-gangrene-pada-diabetik.html pada
DIABETES MELITUS
Disusun Oleh:
Sulyasti G. Nomleni, S.Ked
1408010046
Pembimbing:
dr. Asep Purnama, Sp.PD