Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya. Glukosa dimetabolisme dengan bantuan dua enzim yang dihasilkan

oleh sel-sel langerhans di pankreas yaitu insulin dan glukagon. Insulin digunakan untuk

membantu transfer glukosa ke sel serta merendahkan kadar glukosa darah, sedangkan

glukagon berfungsi sebaliknya. Sehingga pada gangguan insulin glukosa akan banyak

ditemukan di darah dan akan menimbulkan manifestasi yang khas bagi pasien DM.(1)

Diabetes Melitus juga disebut dengan “Silent Killer” dikarenakan diabetes adalah

penyakit yang dapat membunuh seseorang secara perlahan atau diam-diam. Diabetes

bisa disebut pula dengan “Mother Of Disease” karena merupakan pembawa atau induk

dari penyakit seperti gangguan penglihatan mata, penyakit jantung, sakit ginjal,

impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru,

gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya.(2)

Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.

Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin-dependent atau juvenile/childhood-onset diabetes,

ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabtes tipe 2, dulu disebut non-insulin-

dependent atau adult-onset diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang

efektif oleh tubuh.(2)

World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2025, jumlah

penderita DM meningkat menjadi 300 juta orang. Data WHO yang lain menyebutkan

bahwa pada tahun 2025, Indonesia akan menempati peringkat nomor lima sedunia

dengan jumlah penderita DM sebanyak 12,4 juta orang dan pada tahun 2030 prevalensi

diabetes di Indonesia mencapai 21,3 juta penderita.(2)


Peningkatan penderita DM Indonesia dikarenakan 2/3 penderita DM tidak

mengetahui dirinya memiliki diabetes atau berisiko terkena penyakit ini, serta

keterlambatan untuk mengakses layanan kesehatan untuk mencegah komplikasi.

Penyakit diabetes dapat di hindari serta dapat dicegah komplikasinya dengan

modifikasi gaya hidup serta tatalaksana pengobatan yang optimum sehingga penderita

DM dapat berumur Panjang dan hidup sehat.


BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. MFR

Umur : 39 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Agama : Katolik

Status Pernikahan : Menikah

Masuk Rumah Sakit : 7 Februari 2019

Keluar Rumah Sakit : 19 Februari 2019

2.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada tanggal 15 Februari 2019

pukul 14.00 WITA

Keluhan Utama : nyeri perut sejak 1 minggu lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang : pasien merupakan pasien rujukan dari klinik GO

dengan keluhan nyeri perut diseluruh regio abdomen sejak 1 minggu hari terakhir yang

lalu, disertai bisul pada kaki kanan, kepala, dan jari 1 tangan kiri. Mual (+), muntah (-),

nyeri ulu hati (+), nyeri pingang (+), pusing (+), pasien sering merasakan keram pada

ujung-ujung jari tangan dan kaki. Pasien tidak pernah mengeluh cepat lapar, riwayat

minum air dan kencing terus menerus tidak diketahui oleh suami pasien, riwayat lambat

sembuh disangkal pasein sering merasakan cepat Lelah. riwayat BAB cair sejak 1

minggu lalu yang lalu, demam(+), batuk berdahak (+). Pasien sering mengkonsumsi

makanan berminyk dan jarang berolahraga.

Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada


Riwayat Pengobatan : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : pasien tidak mengetahui

Riwayat Kebiasaan : sering mengkonsumsi makanan yang digoreng dan jarang

berolahraga

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

TTV

TD : 110/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Suhu : 38.2 C

RR : 22 x/menit

Antropometri

BB : 58 kg

TB : 151 cm

IMT : 25,7

Status Gizi : Gizi lebih (obesitas)

Status Generalisata

Kulit : sawo matang, Ikteri (-), Sianosis (-), pucat (+)

Kepala : rambut hitam , tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anamis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks

cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), mata cekung (-/-)

Hidung : Tidak ada deformitas, sekret (-), deviasi septum (-/-), pernapasan cuping

hidung (-)

Telinga: Simetris, tidak ada deformitas, ottorea (-), nyeri tekan mastoid (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), pucat (-), perdarahan gusi (-), plak

putih(-),

atrofi lidah (-)

Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid, penggunaan otot

bantu pernapasan (-)

Thorax

 Bentuk : simetris, penggunaan otot bantu napas (-), scar (-)

Pulmo anterior

 Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (-), pelebaran sela iga

(-)
 Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua dinding dada
 Perkusi: sonor diseluruh lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

Pulmo posterior

 Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, otot bantu pernapasan (-), pelebaran

sela iga (-)


 Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua dinding dada posterior
 Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

Cor

 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula line sinistra, thrill (-)
 Perkusi : Batas jantung kanan : ICS 5 midclavicula line dextra
o Batas jantung kiri : parasternalis line sinistra
o Batas pinggang jantung : ICS 3 parasternal line sinistra
 Auskultasi : S1S2 tunggal,regular, murmur/gallop (-/-)

Abdomen

 Inspeksi : kesan datar, tidak terlihat pelebaran vena


 Auskultasi : bising usus (+) 12x per menit
 Palpasi : supel, NT seluruh regio abd (+), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen
Ekstermitas :

 Akral teraba hangat, edem (-/-), CRT < 2 detik,


 Kekuatan mototrik : 5 5

5 5

 Luka/bisul pada ibu jari tangan kiri, kepala, Kaki kanan (+/+)
2.4. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (07/Feb/2019)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


HB 12,2 g/dL 13.0-18.0 Normal
HCT 36,5 % 40.0-54.0 Normal
RBC 4.9x106 uL 4.50-6.50 Normal
MCV 74,5 Fl 76.0-96.0 Rendah
MCH 24,9 Pg 27.0-32.0 Rendah
MCHC 33.4 g/dL 30.0-35.0 Normal
WBC 11.7x103 uL 4.00-11.00 Meningkat
PLT 235x103 uL 150-450 Rendah
Gula Darah

Paramete
r Hasil pemeriksaan
12/02/201 13/02/201 14/02/201 Satua
Nilai Rujukan Keterangan
9 9 9 n
GDS - - 379 <200 Meningkat
GDP 366 379 - mg/Dl < 200 Meningkat

USG Abdomen :

 Fatty liver

Foto Thorax :

 Corakan bronkovaskular ke-2 pulmo meningkat kesan bronchitis


2.5. Diagnosis
1. Diabetes Melitus tipe 2
2. Multiple abses
3. Dyspepsia
2.6. Terapi

IVFD NaCl 0.9 % 1000 cc/24 jam

Inj cefo-sulbactam 3x1 g iv


Gliclazide 80-0-0 , PO

Metformin 3x500 mg, PO

Sucralfate 3x1 c, PO

Ambroxol 3x30 mg, PO

Rawat luka + salap gentamicin 0,1 % 3x1 oles pada luka

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelaian sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan

menurut WHO (2011), Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan

berbagai etiologi, memiliki karakteristik hiperglikemia kronik dan gangguan

metabolisme karbohidradrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidak fungsian insulin

(resistensi insulin), menurunnya fungsi pankreas maupun keduanya.(!)


3.2. Epidemiologi
Secara global, terdapat kira-kira 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes

melitus pada tahun 2014, hal ini tentu jauh berbeda dengan angka kejadian diabetes
pada orang dewasa tahun 1980 yaitu sekitar 108 juta. Jumlah penderita Diabetes

Melitus pada tahun 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta.(2)
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai ± 12 juta penduduk pada tahun 2013. Di

tahun yang sama, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melakukan wawancara untuk

mendapatkan proporsi penduduk yang mengalami gejala DM (sering lapar, sering

haus,sering buang air kecil dengan jumlah yang banyak dan berat badan turun) namun

tidak didiagnosis DM dalam 1 bulan terkahir. Didapatkan proporsi penduduk yang

mengalami gejala DM namun belum terdiagnosis DM menunjukkan jumlah ±1 juta

jiwa. Kejadian terbanyak didapatkan pada Propinsi Jawa Barat.(1)


3.3. Etiologi & Klasifikasi

Klasifikasi yang dianjurkan oleh PERKENI adalah sesuai dengan klasifikasi DM

oleh American Diabetes Association (ADA) 2010, yaitu:

1. DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke definisi insulin absolut):


a. Autoimun (immune mediated)
b. Idiopatik

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependen), lebih sering terjadi pada usia

remaja. Lebih dari 90% sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan

secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidakdapat

diproduksi.

2. DM tipe 2 (bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
Pada Diabetes tipe 2 (Diabetes Non-Insulin Dependen) ini tidak ada kerusakan

pada pankreasnyan dan dapat terus menghasilkan insulin, tetapi tubuh yang resisten

terhadap efek insulin, sehingga dianggap tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari

30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia.


3. DM tipe spesifik lain:
a. Defek genetik fungsi sel beta
1) Maturity-onset diabetes of the young (MODY) 1, 2, 3, 4, 5, 6 (yang terbanyak MODY
3)
2) DNA mitokondria
3) Lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor/pankreotomi
3) Pankreatopati fibrokalkulus
4) Lain-lain
d. Endokrinopati
1) Akromegali
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) Lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortikoid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lain-lain
f. Infeksi
1) Rubella congenital, cytomegalovirus (CMV)
2) Lain-lain
g. Sebab imunologi yang jarang
1) Antibody anti insulin
2) Lain-lain
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
1) Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lain-lain

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Diabetes didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas diabetes.

3.4. Patogenesis
3.4.1. Diabetes Melitus tipe 1

DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel

beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi

insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada

sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secaraabsolut(2,3)

Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya

cukup atau normal (jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000) . DMT 1, biasanya

terdiagnosa sejak usia kanak kanak. Pada DMT1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan
insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan

hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya.DMT1 tanpa pengaturan

harian, pada kondisi darurat dapat terjadi(2,3)


3.4.2. Diabetes Melitus tipe 2

DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan

terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel

beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut (2,4)

1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yangsudah

diabsorbsi masuk ke dalamdarah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 30.000) pada obesitasjumlah

reseptor bahkan hanya 20.000.


3. Kadang kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja

insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler terganggu.
5. Adanyakelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. DM tipe2 ini. Biasanya terjadi

di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe2,

walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah menjadi

umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat,

kegemukan dan malas berolahraga

3.5. Manifestasi klinis

Menurut PERKENI 2015, berbagai keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang

diabetes adalah:(1)

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

b. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

3.6. Diagnosis
Kriteria Diagnosis DM oleh PERKENI yaitu:(1,5)

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu (plasma

vena) ≥ 200 mg/dl, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada

hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

- TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

- GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

darah 2 jam < 140 mg/dL.

Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau

esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan

dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.(1,6)

Gambar1 Diagnosis Dabetes Melitus(1)


Cara pelaksanaan TTGO menurut PERKENI:(1)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), Atau 1,75 g/KgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
3.7. Penatalaksanaan

Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (PERKENI, 2015)

A. Non-Farmakologi
1. Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,

perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan

aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi

makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein

10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.(1)
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang

lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai,

jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.(1)


B. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien,

pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan

bentuk suntikan.(1)

OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:(1)


a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
e) DPPIV inhibitor
a) Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang

tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak

dianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.


2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2

macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivatefenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral

dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post

prandial.
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
 Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV

karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada

pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara

berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
c) Penghambat glukoneogenesis
 Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama

dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin>1,5 mg/dL) dan hati, serta

pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit

serebrovaskular,sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek


samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau

sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi

pada awalpenggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat

tersebut.
d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan

ialah kembung dan flatulens.

e) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormone peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila

ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP1 merupakan perangsang

kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun

demikian, secaracepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidasep-4 (DPP4),

menjadi metabolit GLP1( 9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP1 menurun pada

DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP1 bentuk aktif

merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi

GLP1dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4

(penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya

(analogincretin=GLP1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor,

mampumenghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat

penglepasan glukagon.

Cara pemberian OHO terdiri dari :

 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal.


 Sulfonilurea generasi I (asetoheksaid, klorpropamid, tolazamid, tolbutaid) dan generasi

II (glipizid, gliburid, glimepirid): 15 – 30 menit sebelum makan

 Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan

 Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan

 Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat

 Acarbose : bersama suapan pertama makan

 Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan

 DPP-IV inhibitor : dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Dosis Lama Frek/


Golongan Generik Mg Tab Waktu
Harian Kerja hari
Klorpropamid 100-250 100-500 24-36 1
Glibenklamid 2,5 – 5 2,5 – 15 12-24 1-2
Glipizid 5 – 10 5–2 10-16 1-2
Sulfonilurea Glikuidon 30 30 – 120 6–8 2-3 Sebelum
Glimepirid 1,2,3,4 0,5-6 24 1 makan
Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5-6 - 3
Nateglinid 120 360 -
Tiazolidindion Rosiglitazon 4 4-8 24 1 Tidak
Pioglitazon 15,30 15 – 45 24 1 bergantung
jadwal
makan
Penghambat Acarbose 50-100 100-300 3 Bersama
glukosidase α suapan
pertama

Biguanid Metformin 500-850 250-3000 6-8 1-3 Bersama/ses


udah makan

INSULIN

Insulin diperlukan pada keadaan:


 Penurunan berat badan yang cepat,
 hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
 ketoasidosis diabetik,
 hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
 hiperglikemia dengan asidosis laktat,
 gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
 stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke),
 kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan,
 gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
 kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Jenis dan Lama Kerja Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


- Insulin kerja pendek (short acting insulin)
- Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
- Insulin kerja panjang (long acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek Samping Terapi Insulin

- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar Pemikiran Terapi Insulin:

- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang isiologis.


- Defisiensi insulin mungkin berupa deisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah

makan.
- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi.
- Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal

(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin

basal (insulin kerja sedang atau panjang).


- Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan

menambah 24 unit setiap 34 hari bila sasaran terapi belum tercapai.


- Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum

mencapai target,maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated).

Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah

insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi

insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali

insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial

(basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).


- Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa

darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan

glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).


- Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan

respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin

- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah

alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.


- Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
- Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja

menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan

insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat

dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.


- Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan

benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.


- Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan

jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
- Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)

dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai

konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan

OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet

tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme

kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan

kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.

Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan

untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada

umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang

cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610 unit yang diberikan sekitar

jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa

darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah

sepanjang hari masih tidakterkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi

kombinasi insulin.
3.8. Penilaian Hasil Terapi(1,8)

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:


1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
 Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
 Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa,

glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala

sesuai dengan kebutuhan.


2. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk

menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan

untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan

setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.


3.9. Komplikasi(9)
A. Komplikasi akut:
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)
3. Hipoglikema
B. Komplikasi kronis2:
1. Makroangiopati yang melibatkan:
a. pembuluh darah jantung
b. pembuluh darah tepi
c. penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetes,biasanya terjadi dengan gejala tipikal
intermittent claudiacatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama kali muncul.
d. Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
3. Neuropati
a. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati
perifer,berupa hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi
b. Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri dan lebih terasa nyeri di malam hari.
c. Semua diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan
edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
4. Gabungan
Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati
5. Rentan infeksi
6. Kaki diabetik
7. Disfungsi ereksi
BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus DM Tipe II pada seorang wanita usia 39 tahun.

Pasien ini didiagnosa DM tipe II berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pasien ini dirawat dan diterapi selama 13 hari. Pasien

dipulangkan dalam keadaan membaik. Selama perawatan di rumah sakit pasien

mendapatkan perawatan yang sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan

diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015.


2. American Diabetes Association. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus.

Diabetes Care 2011;34:s62-9.


3. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 6 (terjemahan). Jakarta: Peter Anugrah, EGC; 2006.


4. Suyono. Penatalaksanan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI; 2006.
5. American Diabetic Association. Standards of Medical Care in Diabetes; 2015
6. Ismayanti. (2007). Luka Gangren pada Diabetik. Diakses dari

http://ismadiary.blogspot.com/2007/02/luka-gangrene-pada-diabetik.html pada

tanggal 3 november 2013.


7. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam Makalah

Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.


8. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles of Internal Medicine –15 th

Edition [monograph in CD Room] , Mc Graw Hill ; 2001.


9. Kumar, Clarck, Diabetes Mellitus and Other Disorders of Metabolism in Kumar and

Clarck Clinical Medicine fifth Edition, WB Saunders, U K, 2002; 1099 -1100


SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam Top Ten Disease
RSUD Dr. T. C. Hillers Februari 2018
Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

DIABETES MELITUS

Disusun Oleh:
Sulyasti G. Nomleni, S.Ked
1408010046
Pembimbing:
dr. Asep Purnama, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR.T.C.HILLERS MAUMERE
2019

Anda mungkin juga menyukai