Anda di halaman 1dari 6

6.

Iman kepada takdir baik dan buruk


Iman kepada takdir baik dan takdir buruk adalah aturan tauhid, sebagaimana
berikhtiar melakukan hal-hal yang mengantarkan pada takdir baik dan menghalangi
takdir buruk serta meminta tolong kepada Allah dari hal tersebut adalah aturan
syariat.
Semua kitab samawi dan hadits-hadits nabawi sepakat bahwa takdri yang telah
ditetapkan itu tidak melarang seseirang untuk beramal dan tidak pula memerintahkan
seseorang untuk pasrah, akan tetapi takdir tersebut justru mengharuskan seseorang
untuk bersungguh-sungguh, tekun dan semangat untuk beramal saleh.
Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw.
Bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada
mukmin yang lemah, namun pada keduanya terdapat kebaikan. Bersungguh-
sungguhlah untuk meraih apa saja yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada
Allah dan janganlah kau lemah. Jika ada suatu musibah yang menimpamu maka
janganlah kau mengatakan, “Seandainya dulu aku berbuat demikian pastilah menjadi
begini dan begitu.” Akan tetapi katakanlah, “Ini telah Allah takdirkan dan Allah
berbuat apa saja yang Dia kehendaki.” Karena ucapan “seandainya” itu membuka
(gerbang) perbuatan setan.”
Keimanan kepada takdir itu memiliki empat tingkatan sebagai berikut :
a. Tingkatan pertama : Iman kepada ilmu Allah Azza Wa Jalla
Ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu baik yan ada maupun yang tidak ada
dan baik yang mungkin maupun yang mustahill . Allah Ta’ala mengetahui apa
yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi dan apa yang belu terjadi bagaimana
sekiranya jika hal itu terjadi. Dia telah mengetahui siapakah diantara mereka yang
menjadi penghuni surge dan siapakah diantara mereka menjadi penghuni neraka
sebelum mereka diciptakan dan sebelum surga dan neraka itu ada.
Allah swt. berfirman :
…agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Ath-
Thalaq:12)
…demi Tuhanku Yang Mengetahui yang gaib, sesungguhnya kiamat itu pasti
akan dating kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrah pun
yang ada dilangit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari
itu dan yang lebih besar…(Saba’:3)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a berkata,
“Ketika kami sedang mengantarkan jenazah di pekuburan Baqi’ Al-Gharqad,
Rasulullah dating kepada kami kemudian beliau duduk. Lalu kami pun duduk
disekitar beliau. Beliau memegang tongkat lalu menunduk dan menggore-
goreskan tongkatnya (ke bumi). Kemudian bersabda. “Tidak seorang pun dari
kalian dan tidak satupun jiwa yang telah tercipta melainkan telah dituiskan
baginya tempatnya di surga atau di neraka, dan melainkan telah dituliskan baginya
sengsara atau bahagia”
Kebahagiaan dan kesengsaraan itu adalah amal yang tekah dimudahkan bagi
seorang hamba karena setiap hamba telah dimudahkan untuk itu. Jadi barang siapa
yang memberikan hartanya di jalan Allah, bertakwa, dan beriman kepada
pembalasan pada hari kiamat maka Allah menolongnya, memberikannya hidayah
dan menyampaikannya ke surga. Dan demikian pula sebaliknya, Ilmu Allah telah
lebih dahulu mengetahui tentang orang yang beramal dan amal yang
dilakukannya.
Amal saleh adalah indikasi bahwa seseorang mendapatkan taufik dari Allah,
sedangkan amal thalih (keji) adalah indikasi bahwa seseorang itu mendapatka
kehinaan. Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan itu. Akan tetapi indicator
tersebut adalah indicator yan tampak di hadapan makhluk, adapun Yang Maha
Mengetahui segala yang ghaib mengetahui apa yang ada dalam dada.
Rasuullah saw. Bersabda “Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan
amalan ahli surga menurut apa yang tampak oleh manusia namun ternyata ia
termasuk ahli neraka, dan sesungguhnya seseorang bear-benar melakukan amalan
ahli neraka menurut apa yang tampak oleh manusia namun ternyata ia termasuk
ahli surga.
b. Tingkatan kedua : Iman kepada kitab yang terpelihara (lauhul mahfuzh)
Allah Ta’ala berfirman :
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di lagit dan di bumi ? Bahwasannya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah
bagi Allah. (Al-Hajj:70)
…Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Lauhul Mahfuzh)…” (Al-
An’am:38)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a bahwa Rasulullah
saw. Bersabda : Allah telah mencatat takdir seluruh makhluk lima puluh tahun
sebelum menciptakan langit dan bumi, sedangkan Arsy-Nya di atas air”
Iman kepada penulisan takdir ini mencakup 5 takdir sebagai berikut :
1. Iman pada takdir azali sebelum penciptaan langit dan bumi.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
Katakanlah. “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa
yang telah dituliskan (ditakdirkan) Allah untuk kami…(At-Taubah:51)

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dala kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang ddiberikan-
Nya kepadamu…(Al-Hadid: 22-23)
2. Iman terhadap takdir pada hari ditulisnya perjanjian dimana Allah
bertanya kepada manusia. “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”
Allah Ta’ala berfirman :
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu ?” Mereka menjawab. “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan),”atau agar kamu tidak mengatakan,
“sesungguhnya orang-orang tua kami telah memperseutukan
Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak
keturnan yang (dating) sesudah mereka. Maka apakah Engkau
akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang
sesat dahulu?” Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat
itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A’raf:172-
174)
3. Iman pada takdir umri, yaitu ketika penciptaan nuthfah di dalam
Rahim. Allah Ta’ala berfirman :
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani,
kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan
perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun yang
mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan
sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur
seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi
umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauhul
Mahuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah
mudah (Fathir: 11)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Anas r.a.
bahwa Nabi saw. Bersabda, “Allah ta’ala telah menugaskan seorang
malaikat ke dalam Rahim, kemudian malaikat itu berkata, “Ya
Tuhanku... air mani, ya Tuhanku… segumpal darah, ya Tuhanku…
segumpal daging. Maka apabila Allah telah selesai menciptakannya,
malaikat itu berkata. “Apakah laki-laki atau perempuan? Apakah
sengsara ataukah bahagia? Bagaimana dengan rezekinya? Bagaimana
dengan ajalnya?” Maka demikianlah semuanya itu tertulis dalam perut
ibunya.”
4. Iman pada takdir hauli (takdir tahunan) pada malam lailatul qadar
dimana ditetapkan pada malam iti apa yang akan terjadi selama satu
tahun.
Surah Ad-Dukhan: 1-5
Imam Mujahid mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam
penetapan (takdir). Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Demi Allah
yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya malam yang diberkahi itu
pada bulan Ramadhan dan malam itu adalah lailatul qadar.”
Ibnu Abbas mengatakan, “Tercatat di lauhul mahfuzh pada
lailatul qadar apa yang akan terjadi dalam setahun tentang kematian,
kehidupan, rezeki, dan hujan hinga dikatakan kepada orang-orang yang
akan berangkat haji, “Si fulan dan si fulan akan berangkat haji tahun
ini.”
5. Iman terhadap penetapan takdir yaumi (harian) kepada waktu yang
telah ditakdirkan sebelumnya. Allah ta’ala berfirman :
Semua yang ada dilangit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap
waktu Dia dalam kesibukan (Ar-rahman:29)
Diriwayatkan dari Abu Darda’ r.a. bahwa ketika menafsirkan
ayat 29 surat Ar-Rahman, “Setiap waktu Dia dalam kesibukan,”
Rasulullah saw. Mengatakan, “Diantara kesibukan yang Allah lakukan
adalah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, mengangkat
derajat suatu kaum dan merendahkan kaum yang lain.” Ini adalah
hasits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Hadits ini
diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim dan oleh Bukhari secara
mauquf.
Takdir yaumi merupakan rincian dari takdir hauli. Takdir hauli
merupakan rincian dari takdir umri ketika terjadi penciptaan nuthfah
dalam Rahim. Takdir umri adalah rincian dari takdir pada saat terjadi
perjanjian antara Allah dan manusia. Takdir saat terjadi perjanjian
antara Allah dan manusia adalah rinciandari takdir azali yang telah
dicatat oleh pena (Al-qalam) dalam kitab induk yang nyata (lauhul
mahfuzh). Dan kitab induk yang nyata itu adalah bagian dari ilmu
Allah Azza wa Jalla. “dan bahwasannya kepada Tuhanmulah
kesudahan (segala sesuatu).” (An-Najm:42)
c. Tingkatan ketiga : Iman kepada kehendak Allah yang pasti terlaksana dan
kekuasaan-Nya yang menyeluruh
Apa yang Allah kehendaki niscaya itu akan terjadi karena kekuasaan-Nya
tidak terbatas. “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (Yasin:82)
Dan apa yang tidak Allah kehendaki niscaya itu tidak akan terjadi karena
Allah memang tidak menghendakinya; bukan karena Allah tidak mampu
melakukannya.
… Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua
dalam petunjuk… (Al-An’am:35)
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang
satu…(Hud:118)
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya…(Yunus:99)
Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap
jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari-Ku, “Sesungguhnya akan
Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.”(As-
sajadah:13)
Jadi, penyebab dari tidak adanya sesuatu adalah karena Allah Ta’ala tidak
menghendaki sesuatu itu ada; bukan karena Dia lemah untuk mewujudkannya.
Mahasuci Allah dari kelemahan itu. Dan tiada sesuatu pun yang dapat
melemahkan Allah baik dilangit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Mahakuasa. (Fathir:44)
d. Tingkatan keempat : Iman kepada Allah bahwa Dialah Pencipta Segala
Sesuatu
Allah adalah pencipta semua orang yang beramal dan amalannya serta semua
yang bergerak dan yang idam. Tidak ada sesuatu sebesar zarrah pun baik dilangit
maupun dibumi kecuali Allah-lah penciptanya dan pencipta gerak dan diamnya.
Mahasuci Allah yang tiada pencipta kecuali Dia tiada Tuhan selainNya.
Surah Ath-thur: 35-36 dan Surah Adz-Dzariyat: 47-49
Para hamba memang memiliki kekuasaan dan kehendak atas perbuatan
mereka, tetapi Allah-lah yang menciptakan kekuasaan, kehendak, ucapan, dan
perbuatan mereka itu. Alah ta’ala yang memberikan kekuasan dan kehendak, dan
membuat mereka mampu untuk menjalankannya. Allah telah menjadikan
kehendak dan kekuasaan pada para makhluk secara nyata, yang mana dengan
kehendak dan kekuasaan itu, para hamba dikenal beban syariat. Oleh karena itu,
mereka akan mendapatkan pahala ataupun dosa atas apa yang mereka lakukan.
Namun Allah tidak akan membebani mereka melainkan sesuai dengan
kesanggupannya dan tidak akan memikulkan kepada mereka melainkan sesuai
dengan kekuatannya. Allah ta’ala telah menetapkan itu dalam A-qur’an dan As-
Sunnah. Kemudian Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada mereka bahwa mereka
tidak memiliki kekuasaan kecuali apa yang telah Allah berikan kepada mereka.
Mereka juga tidak memiliki kehendak kecuali jika Allah Azza wa Jalla
menghendakinya, dan mereka tidak mampu berbuat sesuatu kecuali jika Allah
menjadikan mereka mampu untuk berbuat sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai