Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH : PROTEOMIK

( Prof. Dr. Siswandono, MS, Apt )

MOLECULAR DOCKING SENYAWA TURUNAN SULFONAMIDA PADA


RESEPTOR YANG DIBUAT MENGGUNAKAN SWISS_MODEL

ARIANI HUTUBA

NIM : 051524153003

PROGRAM STUDI S2 ILMU FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
1. PENDAHULUAN
Seiring perkembangan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi internet
hampir di seluruh dunia, membantu kemudahan masyarakat mendapatkan
berbagai informasi ilmiah. Bioinformatika adalah ilmu interdisiplin yang
menerapkan teknik komputasi untuk memecahkan masalah keilmuan seperti
kimia, biologi, kedokteran, farmasi, yang dipecahkan dalam metode statistika dan
matematika.
Bioinformatika yang awalnya hanya menitikberatkan pada informasi sekuens
DNA kini berkembang pesat dengan munculnya cabang–cabang ilmu terkait
dengan bioinformatika, seperti biofisika, genomics, kimia komputasi, protemics
dan medikal komputasi. Salah satu pemanfaatan bidang bioinformatika adalah
dapat diaplikasikan untuk mendesain kandidat molekul obat (drug design) melalui
identifikasi dari target obat.
Peran bioinformatika dalam desain molekul obat adalah membantu
memudahkan menghitung sifat molekul yang kompleks melalui algoritma tertentu
yang dilakukan dalam bahasa pemrograman. Selain itu desain molekul obat
dengan bantuan komputasi dapat mengkaji hal yang tidak dapat dijangkau dalam
skala laboratorium, seperti menentukan asam – asam amino yang terlibat dalam
reaksi enzimatik (Syahputra, G dkk., 2014), melihat kondisi folding dan unfolding
suatu protein/enzim (Sawitri, K.N dkk, 2014), melihat panjang ikatan dan jenis
ikatan kimia yang terlibat dalam reaksi pada desain molekul obat (Arwansyah
dkk, 2014), dan melakukan simulasi molecular dynamic pada suhu dan waktu
tertentu (Sawitri K.N dkk, 2014). Keuntungan lainnya adalah desain molekul obat
melalui pendekatan bioinformatika dapat menekan biaya dan meminimalisasi
waktu yang diperlukan dalam proses penemuan kandidat molekul obat.
Senyawa aktif tersebut dinamakan sulfanilamide. Penemuan ini
membantu mendirikan konsep “bioactivation” . Molekul aktif sulfanilamid (sulfa)
pertama kali disintesis pada tahun 1906. Sulfonamid adalah kemoterapeutik
yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan pencegahan
penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan sulfonamide kemudian terdesak
oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan sedian
kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan
sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu.
Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar
yang sama, yaitu H2N, -C6H4, -SO2NHR, dan R adalah bermacam-macam
substituen. Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan untuk
menghadapi berbagai infeksi. Namun, setelah ditemukan zat-zat antibiotika,
sejak tahun 1980an indikasi dan penggunaannya semakin bekurang.
Meskipun demikian, dari sudut sejarah, senyawa-senyawa ini penting karena
merupakan kelompok obat pertama yang digunakan secara efektif terhadap infeksi
bakteri.
Selain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide juga
digunakan sebagai diuretika dan antidiabetika oral. Sulfonilamid digunakan
secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram
positif dan Gram negatif tertentu, beberapa jamur dan protozoa. Golongan ini
efektif terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti
Actinomycetes sp, Basillus anthracis, Brucella sp, Corinebacterium diphthriae,
Calymmantobacterium granulomatis, Chlamydia trachomatis, E.coli,
Haemophylus influenza, Nocardia sp, Proteus mirabilis, Pseudomonas
pseudomallei, Streptococcus pneumonia, S. pyogenes, dan Vibrio cholera.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Subunit protein vaksin
2.1.1 DNA vaksinasi
Perkembangan yang telah terrealisasi bahwa individu mikobakteri protein
antigen dapat menghasilkan perlindungan yang mirip dengan yang diperoleh pada
vaksin BCG. Temuan-temuan dengan dimurnikan protein dan tambahan yang
dirangkum di atas, tapi bukti terkuat bagi ini telah datang dari studi di mana
mikobakteri DNA diambil dari bakteri dan dinyatakan secara langsung dalam sel
tikus. Awalnya ini ditunjukkan dengan gen pengkodean hsp65 M. leprae
dinyatakan dari vektor retroviral dalam baris sel macrophage tikus yang
digunakan untuk vaksin (Silva & Lowrie 1994). Hal ini diikuti oleh temuan
bahwa perlindungan juga akan dihasilkan oleh langsung DNA vaksinasi dan
bahwa berbagai berbeda mikobakteri antigen juga dapat pelindung ketika mereka
dinyatakan dari plasmid DNA, termasuk 36-kDa kaya akan proline antigen, Ag85,
hsp70 dan ESAT-6, PstS-1, dan MPT83. Inti dari pendekatan ini adalah bahwa
plasmid DNA pengkodean antigen menarik memperkenalkan langsung ke jaringan
normal dan sel-sel tubuh yang kemudian mensintesis antigen di bawah kendali
promotor virus atau eukariotik lainnya yang sesuai. Pendekatan ini menawarkan
banyak atraksi. Sebagai contoh, ini menghindari masalah memurnikan protein
tanpa denaturing mereka dan menawarkan cara yang cepat menguji kombinasi
yang berbeda dan campuran, memilih epitopes terbaik, menghilangkan atau
memodifikasi epitopes yang tidak diinginkan, penargetan berbeda
antigenpresenting jalur, menggabungkan DNA pengkodean sitokin, dll. Semua ini
dapat dilakukan dengan hampir tidak ada kekhawatiran vektor kendala.
kesederhanaan produksi, stabilitas produk dan fleksibilitas ekstrim telah
membuat alat yang sangat menarik dalam pengembangan vaksin pada umumnya.
Aplikasi untuk perlindungan terhadap HIV, influenza, herpes dan malaria pada
manusia sudah menjalani uji klinis. Pada saat keadaan seni, vaksinasi DNA agak
tidak efisien. Walaupun nanogram jumlah plasmid dilapisi pada partikel emas dan
dipecat oleh pistol gas dikompresi ke dalam kulit bisa menjadi cukup untuk
menghasilkan perlindungan dalam beberapa model, dengan langsung
intramuskular injeksi, dari jenis yang sedang diuji dalam manusia, puluhan dan
bahkan ratusan mikrogram DNA yang diperlukan, bahkan pada tikus. Namun,
sistem pengiriman lisan efisien sedang dalam pengembangan. Ini bisa membuat
DNA vaksin oral yang sangat menarik untuk penyebaran terhadap penyakit di
negara berkembang; Hal ini termasuk tuberkulosis sejak lisan BCG sudah
didirikan sebagai klinis efektif. Selain itu, tes pada tikus menunjukkan bahwa
DNA vaksinasi bayi dapat meningkatkan respon kekebalan tubuh yang baik.
DNA vaksin telah melekat pembawa-aktif dapat memainkan peran yang kuat
dalam memberikan respon imun terhadap jenis produksi sitokin (Douglas, 1999).
2.1.2 Antigen terbaik
Pada tahap ini bukan tidak mungkin untuk mengatakan justru yang adalah
antigen terbaik untuk penggunaan dalam vaksin praktis, penyesatan Apakah ini
adalah dalam bentuk DNA vaksin, protein atau peptida bersama ajuvan, atau
hidup rekombinan vektor. Namun, secara umum, mereka adalah mereka yang
dirilis dalam jumlah terbesar oleh mikobakteri intraseluler, yang membawa
beberapa atau promiscuous epitopes dan yang disajikan pada histokompatibilitas
utama kompleks (MHC) kelas saya dan MHC kelas II (untuk bantuan imunologi).
Mereka terbukti atau dilaporkan memiliki setidaknya beberapa efek perlindungan
seperti DNA vaksin hsp65, hsp70, PRA 36-kDa dan ESAT-6 (Lowrie et al. 1997),
MPT83, PstS-1 dan Ag85A. Jumlah potensi calon antigen adalah besar dan lebih
yang dijelaskan sepanjang waktu. Beberapa calon yang baik mungkin
diidentifikasi dari upaya saat ini untuk mengidentifikasi protein yang diproduksi
dalam jumlah yang meningkat intraseluler mikobakteri atau yang membawa
sekresi sinyal. Kemungkinan bahwa orang lain akan ditemukan oleh skrining
Perpustakaan mikobakteri genom sebagai DNA vaksin dalam mode baik benar-
benar acak (Barry et al. 1995) atau terfokus pada gen diduga diidentifikasi melalui
sequencing genom yang menyeluruh (Cole et al. 1998).
2.2 Tata nama sulfonamida
Sulfonamida adalah istilah generik yang menunjukkan tiga kasus berbeda
yaitu :
1. Antibakteri yang merupakan sulfonamida tersubtitusi anilin
(sulfanilamida)

2. Prodrug yang bereaksi menghasilkan sulfanilamida aktif yaitu sulfasalazin

3. Sulfonamida non-anilin yaitu mafenida asetat


Selain itu, ada obat-obat lain yang sering digunakan yang juga
merupakan sulfonamida atau sulfonilamida. Di antaranya adalah obat
hipoglikemia oral tolbutamida, diuretik furosemida, dan diuretik klortalidon.

2.3 Mekanisme Kerja Sulfonamida


Asam folinat (asam N5-formiltetrahidrofolat); asam N5, N10-
metilentetrahidrofolat; dan asam N10- formiltetrahidrofolat adalah senyawa
antara dalam beberapa jalur biosintetik yang membentuk kumpulan satu-
karbon pada hewan, bakteri dan tanaman. Reaksi kunci yang melibatkan
koenzim folat dikatalisis oleh enzim timidilat sintase, yang mentransfer satu
gugus metil dari asam N5, N10- tetrahidrofolat ke deoksiuridin monofosfat
untuk membentuk deoksitimidin monofosfat, suatu prekursor penting utk
DNA.
Reaksi utama yang lain adalah pembentukan gugus formil untuk
biosintesis formilmetonil unit tRNA, bahan pembentuk utama dalam sintesis
protein. Sulfonamida adalah analog struktur PABA secara kompetitif
menghambat kerja dihidropteroat sintase sehingga mencegah adisi PABA
pada pteridin difosfat dan akhirnya memblok biosintesis koenzim folat. Kerja
ini menahan pertumbuhan bakteri dan pembelahan sel. Sifat kompetitif pada
kerja sulfonamida berarti obat ini tidak merusak mikroorganisme secara
permanen; jadi obat-obat ini merupakan bakteriostatik. Sulfonamida harus
dipertahankan pada konsentrasi efektif minimum untuk menahan
pertumbuhan bakteri cukup lama agar sistem imun inang dapat membunuh
bakteri tersebut.
Koenzim folat dibiosintesis dari asam folat makanan pada manusia dan
hewan lainnya. Bakteri dan protozoa harus membiosintesis koenzim folat dari
PABA dan pteridin difosfat. Mikroba tidak dapat mengasimilasi asam folat
dari medium pertumbuhan atau dari inang. Alasan tersebut tidak kurang
dimengerti, tetapi salah satu kemungkinan adalah dinding sel bakteri tidak
permeabel terhadap asam folat (wilson and gisvold, 2002).
2.4 Spektrum Kerja Sulfonamida
Sulfonamida menghambat bakteri Gram-positif dan Gram-negatif,
nokardia, Chlamydia trachomatis, dan beberapa protozoa. Beberapa bakteri
usus, seperti E.coli, Klebsiella, Salmonella, Shigella, dan Enterobacter spp.
dihambat. Sulfonamida jarang digunakan sebagai obat tunggal. Sulfonamida
yang dulunya merupakan obat pilihan untuk infeksi seperti PCP,
toksoplasmosis, nokardioasis, dan infeksi bakteri lain telah banyak digantikan
oleh kombinasi obat. Banyak galur di antara spesies yang dulunya peka,
antara lain meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan
gonokokus sekarang telah resisten. Akan teapi sulfonamida berguna untuk
bebetapa infeksi saluran kemih karena besarnya fraksi yang dieksresikan
melalui ginjal (wilson and gisvold, 2002).
2.5 Metabolisme, Ikatan Protein, dan Distribusi
Turunan sulfonamida yang sangat sedikit terabsorbsi digunakan untuk
mengobati kolitis ulseratif dan mengurangi flora usus serta sediaan topikal
untuk luka bakar (contoh mafenida), sulfonamida dan trimetoprim cenderung
diabsoprsi dengan cepat dan terdistribusi dengan baik.
Besar pengikatan protein plasma senyawa-senyawa sulfonamida sangat
beragam; sebagai contoh, sulfisoksazol 76%, sulfametaksazol 60%; dan
sulfadiazin 38%. Fraksi yang terikat protein bersifat tidak aktif sebagai
antibakteri, tetapi karena pengikatan itu bersifat reversibel, sulfonamida bebas
(dan dengan demikian aktif) akhirnya menjadi tersedia. Secara umum, pada
pH fisiologis, semakin suatu senyawa sulfonamida larut dalam lipid, semakin
besar bagian dari sulfonamida tersebut yang terikat protein. Sulfonamida
yang memilik harga pKa yang sama, lipofilitas gugus N1 memiliki efek
terbesar pada pengikatan protein.. Metabolit N 4-asetat dari sulfonamida
bersifat lebih larut dalam lipid sehingga lebih mudah terikat protein daripada
obat awalnya sendiri (memiliki gugus 4-amino bebas yang mengurangi
kelarutan dalam lipid). Walaupun memiliki ikatan protein yang lebih kuat,
metabolit terasetilasi-N4 diekskresikan lebih cepat dibandingkan senyawa
induknya (fujita and hansch, 1967)
Hubungan antara ikatan protein plasma dan waktu paruh biologis tidak
jelas. Banyak faktor kompetitif yang terlibat, seperti yang terlihat pada
sulfadiazin, yang memiliki waktu paruh serum 17 jam. Sulfadiazin lebih
sedikit terikat pada protein daripada sulfametaksazol, yang memiliki waktu
paruh serum 11 jam ( Anand, 1996)
3. MATERIAL DAN METODE
3.1 Reseptor (Swiss_Model)

Reseptor yang digunakan berupa sequence yang dibuat melalui online tool,
yaitu Swiss-Model (www.swissmodel.expasy.org). SWISS-MODEL Workspace
adalah layanan berbasis web yang terintegrasi dan diperuntukkan dalam
pemodelan homologi struktur protein. Hal ini dapat membantu pengguna dalam
membangun model homologi protein pada berbagai tingkat kompleksitas. Dalam
membuat model homolog terdiri dari empat langkah yaitu: Identifikasi struktural,
Penyelerasan sequence target, Model building, dan evaluasi kualitas model.
3.2 Ligan

Senyawa turunan sulfonamida dibuat dengan menggunakan program


ChemDraw. tujuannya mendapatkan struktur molekul yang stabil dan aktif untuk
mengembangkan senyawa turunan sulfonamida Adapun tahapan kerja sebagai
berikut :
1. Struktur dua dimensi yang telah dimodelkan dilakukan pembentukan
dengan menggunakan perintah Structure . clean up structure.
2. Sejumlah turunan sulfanamida yang dipilih dikonversi menjadi .mol2
pada software Chembio3D version 13. Ligan 3 Dimensi dilakukan
perhitungan energi minimal yang paling stabil dengan cara perhitungan
MMFF94 dan ligand disimpan dengan tipe file Sybyl (.mol2) masukan
dalam satu folder yang sama.
3.3 Parameter sifat fisikokimia
Parameter sifat fisikokima yang sering digunakan dalam HKSA model
Hansch adalah parameter hidrofobik, elektronik, dan sterik. Dalam penelitian ini
parameter yang digunakan adalah LogP, pKa, MR. Penentuan parameter tersebut
dapat menggunakan software ChemBioDraw Ultra 11.0.
3.4 Molecular Docking
Docking dilakukan pada senyawa turunan sulfanamida dengan
menggunakan software Molegro Virtual Docker (MVD) Ver.5.5. Hasil benchmark
dari software MVD memberikan prediksi yang sangat akurat dari mode
pengikatan ligan (87,0%) dibandingkan dengan software docking lain seperti
Glide (81,8%), GOLD (78,2%), Surflex (75,3%), dan FlexX2 (57,9%). MVD
didasarkan pada algoritma evolusi diferensial disebut MolDock; energi Skor
MolDock, �score didefinisikan oleh, �inter dimana merupakan energi interaksi
ligan-reseptor dan �intra adalah energi internal dari ligan. Tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Docking Wizard pilih ligan yang akan didocking dari external data
source kemudian pilih folder tempat penyimpanan senyawa-senyawa
yang akan didocking klik OK, lalu klik Next (atur pada cavity yang
dikehendaki) dan Start.
2. Setelah proses doking selesai, Hasil docking yang diperoleh adalah
rerank score yang diinterpretasikan sebagai prediksi interaksi ikatan
antara obat dan reseptor. Energi ikatan rendah menunjukkan interaksi
obat-reseptor yang paling stabil, dan diprediksi mempunyai aktivitas
biologis yang paling tinggi (Chan & Labute, 2010). Pada penelitian ini
nilai rerank score pada senyawa turunan sulfanamida akan digunakan
sebagai nilai uji aktivitas antibakteri secara in silico.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Sifat Fisikokimia dan aktivitas Senyawa turunan Sulfanamida
Hasil penentuan sifat fisikokimia turunan sulfanolamid menggunakan
program ChemBioDraw Ultra 11.0 dan aktivitas antibakteri yang
diprediksikan menggunakan program Molecular Docking pada tabel 1.
Gugus amino primer aromatik sangat penting untuk aktivitas karena banyak
modifikasi pada gugus tersebut ternyata dapat menghilangkan aktivitas
antibakteri. Oleh karena itu gugus amino harus tidak tersubstitusi atau
mengandung substituen yang mudah dihilangkan pada in vivo.

Tabel 1. Struktur Turunan Sulfonamida dan Sifat Fisikokimia

RS
Senyawa R Log P pKa MR
Log 1/C

Sulfasetamid -0,031 5,4 52,03 -59,7555

Sulfadiazin 0,21 6,52 64,62 -74,3886

Sulfisoxazole 1,19 5,0 70,09 -68,7988


Sulfaguanidin -0,17 12,5 53,36 -57,684

Sulfamerazin 1,5 7,1 74,49 -76,0261

Sulfametaksazol 0,86 6,0 64,83 -74,6029

Pada tabel 1 tampak bahwa perbedaan substituen pada gugus amino


sekunder yang melekat pada sulfat yang menghasilkan perbedaan sifat
fisikokimia molekul. Parameter sifat fisikokimia yang dilibatkan dalam
menunjukkan perbedaan aktivitas antibakteri diantara turunan sulfonamid yaitu
parameter hidrofobik dan elektronik (LogP dan pKa).
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis seri
homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorpsi obat. Hal
ini penting karenan intesitas aktivitas biologis obat tergantung pada absorpsinya.
Turunan sulfanamida menunjukkan aktivitas antibakteri mencapai maksimum
apabila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfanamida terionisasi ±
50%. Pada pKa 3-5, sulfonamida terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini
tidak dapat menembus membran sehingga aktivitas antibakterinya rendah. Pada
pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan jumlah sulfonamida yang terionisasi,
jumlah senyawa yang menembus membran kecil, sehingga aktivitas
antibakterinya juga rendah.
Hasil ini menunjukkan bahwa turunan sulfonamida tersubstitusi pada
gugus amino sekunder memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri. Turunan
sulfonamida yang menunjukkan aktivitas tertinggi adalah Sulfamerazin dengan
Log1/C sebesar -76,0261 kkal/mol. Hal ini disebabkan bila kadar ion kurang lebih
sama dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas antibakterinya akan
maksimal (Bell and Roblin, 1942).
4.2 Pemodelan Model
Penambatan molekul (molecular docking) adalah metode komputasi yang
bertujuan meniru peristiwa interaksi suatu molekul ligan dengan protein yang
menjadi targetnya pada uji in-vitro (Motiejunas and Wade 2006). Di dalam
penambatan molekul molekul ligan ditambatkan pada situs aktif atau situs tambat
dari suatu protein yang sedang diam (statik) dengan menyertakan molekul ko-
faktor dan/atau H2O di dalamnya atau tidak.
Interaksi ligan dengan protein di atas terjadi hanya apabila terdapat
kecocokan (fit) bentuk dan volume di antara molekul ligan dan situs aktif atau
situs tambat protein tersebut (Motiejunas and Wade 2006). Kecocokan di antara
molekul ligan dan situs aktif atau situs tambat proteinnya adalah demikian
spesifik bagaikan kecocokan lubang kunci dengan anak kuncinya (lock-and-key)
(Motiejunas and Wade 2006). Untuk menuju kecocokan ini situs aktif atau situs
tambat mendesak (menginduksi) pengubahan konformasi ligan (Foloppe and
Chen 2009). Dengan pengubahan konformasi tersebut dibebaskanlah sejumlah
energi yang dinamakan energi Gibbs penambatan (∆Gbind) (Schneider and
Baringhaus 2008). Pada penambatan molekul energi terendah yang dibebaskan
oleh ligan dianggap sebagai ∆Gbind tersebut.
Pada saat kecocokan di atas tercapai maka konformasi yang dianut oleh
molekul ligan dinamakan konformasi bioaktif (Schneider and Baringhaus 2008).
Sedangkan rangkaian posisi gugus fungsional yang penting dari ligan pada
konformasi bioaktif itu dinamakan farmakofor (Alvarez and Shoichet 2005).
Untuk mengetahui pengaruh cincin benzena dan peran substituen pada
cincin tersebut dalam aktivitas biologisnya telah dilakukan pemodelan
molekul yang menghasilkan nilai RS (total energi interaksi ligan-protein) dan
menunjukkan adanya interaksi antara molekul dengan protein dalam cavity-1
reseptor model_01 yang telah dibuat menggunakan online tools Swiss-Model
(www.swissmodel.expasy.org).
Tabel 2. Skor Docking (RS) senyawa turunan Sulfonamida

Rerank
Senyawa Score Jumlah ikatan H Interaksi Sterik
Log 1/C
Arg74, Gln19, Gln19, Arg74, Ala73,
Sulfamerazin -76,0261
Ser77 Gln70, Gln81, Ser77
Arg74, Ala73, Ala73, Gln19, Arg74,
Sulfametaksazol -74,6029
Gln19, Ser77 Phe94, Glu78
Arg74, Gln19, Arg74, Gln19, Ala73,
Sulfadiazin -74,3886
Ser77 Ser77
Arg74, Gln19, Ala73, Gln19, Gln70,
Sulfisoxazole -68,7988
Ser77 Arg74, Ser77, Glu78
Arg74, Gln19,
Sulfaguanidin -62,0614 Gln19, Arg74
Ser77
Arg74, Thr91,
Sulfasetamid -60,0284 Arg74
Glu78

Menurut data pada tabel 2, adanya penambahan cincin benzena dengan


sistem cincin yang lain dan penambahan substituen lain pada cincin benzena
dalam struktur turunan sulfonamida, dapat meningkatkan nilai RS, yang
menunjukkan peningkatan kekuatan interaksi dengan protein reseptor.
Masuknya gugus isoxazole dengan penambahan substituen metil
(sulfametaksazol) menambah terbentuknya ikatan hidrogen. Dengan adanya
penambahan cincin benzena dan cincin siklik ini berkontribusi pada kekuatan
interaksi melalui pembentukan interaksi sterik (ikatan van der Waals), kecuali
untuk substituen C3H6O (Sulfasetamid).
Adanya gugus pirimidin dengan substituein metil tidak menambah jumlah
ikatan hidrogen, tetapi substituen nitro dapat menambah interaksi melalui
pembentukan ikatan hidrogen sehingga senyawa sulfamerazin mempunyai skor
docking paling tinggi. Hasil pemodelan molekul menunjukkan bahwa semua
senyawa yang berinteraksi dengan protein dalam active site Model_01 dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan residu asam amino Arg74, Gln19, Ser77
reseptor ESAT-6 (6 kDa early secretory antigenic target) yang diproduksi oleh
Mycobacterium tuberculosis.
Interaksi ligan-protein yang meliputi : ikatan hidrogen, interaksi sterik
(van der Waals), senyawa sulfanimda dengan skor docking tertinggi hingga
terrendah ditunjukkan pada (Gambar 1).
Gambar 1. Konformasi-docking 3D interaksi ikatan hidrogen (garis putus warna biru)
dan asam amino yang terikat antara molekul senyawa turunan sulfinamida (warna pink
dengan ball and stick) dalam active site enzim. Sulfamerazin (1a) senyawa dengan skor
docking tertinggi membentuk tiga ikatan hidrogen dengan asam amino yang seperti
Sulfadiazin (1c), Sulfisoxazole (1d), Sulfaguanidin (1e). Sedangkan sulfametaksazol (1b)
membentuk empat ikatan hidrogen, dan sulfasetamid (1f) memiliki skor docking
terendah. Gambar struktru diperoleh dengan program Molegro 5.5

Pada gambar 1 menunjukkan ikatan hidrogen yang terbentuk dari


interaksi antara senyawa turunan sulfonamida dengan residu asam amino
Arg74, Gln19, Ser77 yang merupakan active site reseptor ESAT-6 (6 kDa early
secretory antigenic target) yang diproduksi oleh Mycobacterium tuberculosis.
Hampir semua senyawa turunan sulfonamida seperti (sulfamerazin, sulfadiazin,
sulfafurazol, dan sulfaguanidin) membentuk tiga ikatan hidrogen Arg74 (O ⋅ ⋅ ⋅
HN=C, N⋅ ⋅ ⋅O=C), Gln19 (O⋅ ⋅ ⋅HN˗˗C, N⋅ ⋅ ⋅HN˗˗C), dan Ser77 (O⋅ ⋅ ⋅OH˗˗C).
Sulfametaksazol membentuk empat ikatan hidrogen dengan menambahkan 1
ikatan hidrogen dengan asam amino Ala73 (-NH ⋅ ⋅ ⋅ O=C), sulfasetamida
membentuk tiga ikatan hidrogen dimana dua diantaranya membentuk ikatan
hidrogen dengan asam amino yang berbeda dengan turunan sulfonamida lainnya
yaitu Glu78 (O⋅ ⋅ ⋅HN˗˗C) dan Thr91 (O⋅ ⋅ ⋅OH˗˗C). Interaksi molekul turunan
sulfonamida dengan asam amino dalam cavity-1 secara 3 dimensi ditampilkan
pada gambar 1, sedangkan secara 2 dimensi ditampilkan pada gambar 2.
Gambar 2. Gambar 2 dimensi interaksi ikatan hidrogen (garis putus warna biru) dan
interaksi sterik (garis putus warna merah) antara molekul senyawa uji dengan asam
amino dalam active site enzim RR.

Gambar 2. Menunjukkan bahwa senyawa hampir semua turunan


sulfonamida membentuk ikatan hidrogen dengan asam amino yang sama yaitu
Arg74, Gln19, dan Ser77. Adanya penambahan cincin isoxazol pada struktur
sulfonamida mengakibatkan perubahan konformasi molekul sehingga
menambah jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk dari interaksi antara atom
NH gugus amina dengan atom O gugus karbonil asam amino Ala73. Atom O
substituen asetamida (senyawa sulfasetamid) juga berinteraksi membentuk ikatan
hidrogen dengan atom H gugus OH asam amino Thr91 sehingga menurunkan
kekuatan interaksi ligan-protein yang ditunjukkan oleh nilai RS senyawa
sulfasetamida sebesar -60,0284 kkal/mol. Selain itu, adanya cincin benzena
beserta substituennya lebih dapat meningkatkan kekuatan interaksi ligan-protein
melalui interaksi sterik, sehingga senyawa sulfamerazin memiliki nilai RS
tertinggi yaitu -76,0261 kkal/mol seperti yang terlihat pada (gambar 2a). Dalam
gambar 2 juga menunjukkan interaksi antara molekul senyawa uji dengan
asam amino dalam active site reseptor ESAT-6 (6 kDa early secretory antigenic
target) (cavity-1 reseptor Model_1), baik ikatan maupun interaksi sterik. Cincin
benzena, yang mengandung 6 atom C, mempunyai kekuatan ikatan yang hampir
sama dengan kekuatan ikatan hidrogen. Senyawa turunan sulfanilamida yang
mengandung substituen metil pada cincin benzenanya (sulfamerazin) lebih banyak
memberikan interaksi sterik dengan asam amino seperti Gln19, Arg74, Ala73,
Gln70, Gln81, Ser77 dibandingkan cincin benzena yang tidak memiliki subtituen
(Sulfadiazin) dengan beberapa asam amino Arg74, Gln19, Ala73, Ser77 yang
membentuk cavity-1. Hal itu ditunjukkan pada senyawa turunan sulfanimda yang
mengandung subtituen metil pada cincin isoxazol, dimana sulfisoxazol lebih
banyak memberikan interaksi sterik dibandingkan sulfametaksazol seperti yang
ditunjukkan pada tabel 2. Sedikitnya interaksi sterik yang diberikan pada senyawa
sulfaguanidin dan sulfasetamida adalah karena pada senyawa ini tidak memiliki
gugus yang meruah pada subtituennya sehingga dapat menimbulkan halangan
sterik.
Hasil pemodelan dan docking molekul menunjukkan bahwa Arg74,
Gln19, Ser77, Ala73 adalah residu asam amino yang penting dalam active
site reseptor ESAT-6 (6 kDa early secretory antigenic target) untuk interaksi
ligan-protein.

REFERENCE

Anand, N. 1996. Sulfonamides and sulfones. In Wolff, M. E (ed). Burger’s


Medicinal Chemistry. Vol 2, 5th ed. New york. Wiley-interscience : 33

Barry, M.A., Lai, W.C. & Johnston, S.A. 1995. Protection against mycoplasma
infection using expression-library immunization. Nature 377, 632–635.

Cole, S.T., Brosch, R., Parkhill, J. et al. 1998. Deciphering the biology of
Mycobacterium tuberculosis from the complete genome sequence. Nature
393, 537–544.

Fujita, T., and Hansch, C. 1967. J.Med.Chem.10:991.

Lowrie, D.B., Silva, C.L., Colston, M.J., Ragno, S.& Tascon, R.E. 1997.
Protection against tuberculosis by a plasmid DNA vaccine. Vaccine 15,
834–838.

Lowrie. D.B (1999), Molecular Biology and Virulence. Vaccines. 335-355

Silva, C.L. & Lowrie, D.B. 1994. A single mycobacterial protein (hsp65)
expressed by a transgenic antigenpresenting cell vaccinates mice against
tuberculosis. Immunology 82, 244–248.

Anda mungkin juga menyukai