Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C
BLOK IX : NEUROMUSKULOSKLETAL

Dosen Pembimbing : dr. Thia prameswarie

Kelompok IX:

Fawaz Prawiro (70 2014 009)


Ona Putra Karisna (70 2014 019)
Ricky Tresyana (70 2014 028)
Shelly Margaretha (70 2014 038)
Martha Adi Chandra (70 2014 048)
Istiqomah Maximilliani (70 2014 057)
Aisyah Azani (70 2014 066)
Hurait Hernando Hurairo (70 2014 074)
Rara Krisdayanti (70 2014 083)
Rista Purnama (70 2011 012)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN

2015
2.1 Skenario Kasus
Ny. Fatimah , 53 tahun seorang petani berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama kesemutan
dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak bawah dialami sejak 6 bulan secara
perlahan-lahan. Keluhan ini terutama dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya sering terganggu.
Dengan keluhan tersebut, Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan memakai sendal, dan sendalnya sering
terlepas sendiri. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam hari sejak 6
tahun yang lalu. Ny. Fatimah menderita kencing manis sejak 5 tahun. Riwayat kencing manis dalam
keluarga tidak ada. Riwayat darah tinggi dan pengihatan kabur 2 tahun yang lalu, minum obat tekanan
darah tinggi dan obat DM tidak teratur. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi saluran infeksi
saluran pernafasan dan saluran cerna 1 bulan terakhir disangkal.
Pemeriksaan fisik: Kesadaran: compos mentis, BB: 70 kg, TB: 155 cm
Tanda vital : TD: 170/95 mmHg, N:84 x/menit, RR: 20x/menit, suhu 370C, VAS (Visual Analog
Scale) : 4
Pemeriksaan Khusus:
Pemeriksaan Visus: 3/60 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna dengan kacamata.
Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan ekstremitas atas masih dalam batas normal, kekuatan 4+
pada ekstremitas bawah, Refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan tungkas bawah, refleks
patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan & kaus kaki.
Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin: Hb 13 g/dl, Leukosit 7000, eritrosit 5.000.000, trombosit 380.000
GDS: 440 mg/dl, HbA1C:12,3% Ureum: 51 mg/dl, kreatinin: 1,5 mg/dl
SGOT 30 u/l,SGPT 23 u/l

2.2 Identifikasi Masalah


1. Ny. Fatimah , 53 tahun seorang petani berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama
kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak bawah dialami sejak 6
bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama dirasakan menjelang tidur sehingga tidurnya
sering terganggu.
2. Dengan keluhan tersebut, Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan memakai sendal, dan sendalnya
sering terlepas sendiri.
3. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam hari sejak 6 tahun yang
lalu.

2
4. Ny. Fatimah menderita kencing manis sejak 5 tahun. Riwayat kencing manis dalam keluarga tidak
ada.
5. Riwayat darah tinggi dan pengihatan kabur 2 tahun yang lalu, minum obat tekanan darah tinggi
dan obat DM tidak teratur.
6. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi saluran infeksi saluran pernafasan dan saluran cerna 1
bulan terakhir disangkal.
7. Pemeriksaan fisik: Kesadaran: compos mentis, BB: 70 kg, TB: 155 cm
Tanda vital : TD: 170/95 mmHg, N:84 x/menit, RR: 20x/menit, suhu 370C, VAS (Visual Analog
Scale) : 4
8. Pemeriksaan Khusus:
Pemeriksaan Visus: 3/60 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna dengan kacamata.
Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan ekstremitas atas masih dalam batas normal, kekuatan 4+
pada ekstremitas bawah, Refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan tungkas bawah,
refleks patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan & kaus kaki.
9. Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin: Hb 13 g/dl, Leukosit 7000, eritrosit 5.000.000, trombosit 380.000
GDS: 440 mg/dl, HbA1C:12,3% Ureum: 51 mg/dl, kreatinin: 1,5 mg/dl
SGOT 30 u/l,SGPT 23 u/l

2.3 Analisis Masalah


1. Ny. Fatimah , 53 tahun seorang petani berobat di poliklinik saraf dengan keluhan utama
kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, terutama anggota gerak bawah dialami
sejak 6 bulan secara perlahan-lahan. Keluhan ini terutama dirasakan menjelang tidur
sehingga tidurnya sering terganggu.
a. Organ dan sistem apa yang terlibat pada kasus?
Jawab:
 Sistem musculoskeletal (sebagai penggerak tubuh) :sistem ini melibatkan tulang komponen
persendian dan otot. sistem ini berperan untuk menggerakkan tubuh.
 Sistem saraf (sebagai pengatur) : sistem saraf berperan sebagai pengatur berbagai fungsi dari
berbagai sistem di tubuh. Sitem ini bekerja di bawah koordinasi CNS yaitu cerebral sampai ke
medula spinalis. Sinyal dari CNS akan disampaikan ke organ target melalui PNS. Dalam hal ini
sistem yang sangat berhubungan adalah sistem saraf motorik : karena berfungsi sebagai penggerak
penggeraka tubuh yang melibat sistem musculoskeletal.

3
b. Bagaimana anatomi, Histologi, fisiologi ekstremitas atas dan bawah?
Jawab:

Tulang Extremitas Superior:


1. Tulang-tulang gelang bahu
a. os. Claviculae
b. os. scapulae
2. Tulang anggota badan bebas
a. os. Humerus
b. os. Radius
c. os. Ulanae
d. ossa manus

Otot Extremitas superior

4
1. M deltoideus 13. M teres major

2. M biceps brachii cap breve 14. M teres minor

3. M biceps brachii cap long. 15. M pectoralis major

4. M coracobrachialis 16. M serratus anterior

5. M subscapularis 17. M pectoralis minor

6. M teres major 18. M deltoideus

7. M. triceps brachii 19. M intercostalis

8. M .anconeus 20. M. obliquus ext abd

9. M supraspinatus 21. M rectus abdominis

10. M infraspinatus

11. M triceps br cap long

12. M triceps br cap lat

Persyarafan Ekstremitas Superior


1. N. Medianus
2. N.Axillaris
3. N. Musculocutaneus
4. N.Radius
5. N.Ulnaris
6. N. Cutaneus Brachii lateralis Superior
7. N. Cutaneus Brachii lateralis Inferior
8. N. Cutaneus Brachii medialis
9. N. Cutaneus antebrachii medialis
10. N. Cutaneus anebrachii posterior
11.N. Interosseus antebrachii anterior
12.Nn. Digitales palmares proprii
13.Nn. Digitales palmares commmunes

Persendian Ekstremitas Superior

5
1. Art. Humeri
2. Art. Glenohumeral
3. Art. Cubiti
4. Art. Humeroulnaris
5. Art. Humeroradialis
6. Art. Radioulnaris Proximal
7. Art. Radioulnaris Distal
8. Art. Carpometacarpal
9. Art. Metacarpophalangeae

Tulang Extremitas Inferior:


1. ossa coxae
2. ossa Femur
3. ossa Tibia
4. ossa Fibula
5. ossa Patellae
6. Ossa Tarsalia

Otot Ektremitas Inferior


1. M. Sartorius
2. M. rectus femoris
3. Vastus medialis
4. M. Tensor fasialatae
5. M. Pectenius
6. M. adduktor longgus
7. M. Gracilis
8. M. Adduktor brevis
9. M. Adduktor magnus
10. M. pectineus
11. M. adductor longus
12. M. vastus intermedius
13. M. vastus lateralis
14. M. vastus medialis

6
Persarafan Ekstremitas Inferior
1. N. Iliohypogatricus
2. N. ilioinguinalis
3. N. Cutaneus femoris lateralis
4. N. Femoralis
5. N. Obturatorius
6. N. Saphenus
7. N. Fibularis communis
8. N. Fibularis profundus
9. N. Fibularis Superfiicialis
10. N. Cutaneus dorsalis intermedius
11. N. Cutaneus dorsalis medialis
12. Nn. Digitales dorsales pedis
13. N. Plantaris laterals
14. N. Plantaris medialis

Persendian Ekstremitas Inferior


1. Art. Coxae
2. Art. Femurotibialis
3. Art. Genus
4. Art. Femuropatellaris
5. Art. Loicondylaris
6. Art. Tarsometatarsal
7. Art. Metatarsophalangeae
(Sobotta,ed23,2012)

Fisiologi Tulang:
1. Sebagai alat gerak pasif
2. Tempat melekatnya otot (Fixasi)
3. Melindungi organ-organ viseral yang penting (Protektor)
4. Menegakkan dan memberi bentuk pada tubuh (Power)
5. Tempat perombakan dan pembentukan sel darah merah
6. Tempat penyimpanan garam mineral

Fisiologi Otot:

7
Sifat khas jaringan otot yang berupa kemampuan nya untuk berkontraksi menjadikan otot
mengemban 3 fungsi utama, yaitu :

1. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat oto tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian-bagian organ internal tubuh.

2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan


mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya
gravitasi.

3. Produksi panas. Kontraksi otot secara metabolis menghasilkan panas untuk


mempertahankan suhu normal tubuh.

(Sherwood, Lauralee. 2001)


Histologi
Tulang, seperti jaringan ikat lainnya, terdiri dari atas sel, serat dan substansi dasar,
namun berbeda dari yang lain, komponen ekstraselnya mengapur, menjadi subtansi keras
yang cocok untuk fungsi penyokong dan pelindung kerangka. Tulang berupa penyokong
intern tubuh dan menyesuaikan tempat tambatan bgi otot dan tendo yang penting untuk
daya gerak. Tulang melindungi organ vital dalam tengkorak dan rongga abdomen dan
membungkus unsure pembentuk darah dari sumsum tulang (Eroschenko V. P.2010).

c. Apa saja penyebab nyeri dan kesemutan?


Jawab:
Penyebab kesemutan:
1. Penyakit diabetes
Peningkatan kadar gula darah yang tidak terkontrol mengakibatkan saraf mengalami
kerusakan yaitu pasa saraf perifer.
2. Penyakit sistemik
Seperti sakit ginjal, penyakit hati, kerusakan pembuluh darah dll
3. Kekurangan vitamin
Misalnya vitamin B12 yang berhubungan dengan sintesis DNA pada inti, apabila
kekurangan dapat menyebabkan gangguan saraf
4. Alkoholisme
Penggunaan alcohol dapat menyebabkan kekurangan vitamin B1 sehingga
menyebabkan gangguan pada saraf

8
Penyebab nyeri:

1. Infeksi
2. Keadaan inflamasi
3. Keadaan toksik/neoplasma
4. Meningkatnya tekanan di dinding viskus/organ

d. Bagaimana patofisologi nyeri, kesemutan dan tidur terganggu pada kasus?


Jawab:
1. Transduksi : Stimulus nociceptor pada jaringan  stimulus noxious dirubah menjadi
potensial aksi  ditransmisikan ke neuron SSP yang berhubungan dengan nyeri.
2. Transmisi : Konduksi impuls neuron aferen ke kornu dorsalis medulla spinalis 
neuron aferen bersinaps dengan neuron SSP  dikirim oleh medulla spinalis ke batang
otak dan talamus  terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat
tertinggi otak  timbul respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
3. Modulasi : Sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri, terletak di kornu dorsalis
medulla spinalis.
4. Persepsi : Pesan nyeri di kirim ke otak dan mengakibatkan pengalaman tidak
mengenakkan tentang nyeri.
Hiperglikemi  akumulasi sorbitol  hipertronik intraseluler di sel schwan 
rusaknya sel schwan  rusaknya akson  kecepatan kondisi sensorik ↓ → nyeri
Hiperglikemi  gangguan saraf perifer  terhambatnya suplai nutrisi saraf dan
oksigen  kesemutan

e. Apa makna keluhan dirasakan sejak 6 bulan secara perlahan-lahan?


Jawab:
Penyakit telah berlangsung kronik dan perlahan-lahan tanpa disadari oleh penderita oleh
karena Ia tidak mengkonsumsi obat tidak teratur, sehingga menyebabkan keluhan semakin
bertambah parah. Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan.

f. Mengapa keluhan nyeri dan kesemutan terutama dirasakan pada saat menjelang
tidur dan anggota gerak bawah?
Jawab:

9
Pada dasarnya nyeri dan kesemutan pada siang dan malam hari sama, namun pada
siang hari karena banyak aktivitas menyebabkan nyeri dan kesemutan tidak terlalu dirasakan.
Pada malam hari karena aktivitas sedikit keluhan nyeri dan kesemutan terasa lebih berat (Lor
et al, 2009).
Pada malam hari memiliki perbedaan suhu yang cukup signifikan dengan siang hari.
Dimana suhu pada malam hari lebih rendah dari pada siang hari. Pada penderita nyeri
neuropatik seperti pada kasus Ny.Fatimah nyeri sering bertambah parah akibat stress suhu
misalnya sentuhan angin dapat memperburuk rasa nyeri meskipun rangsangan ini yang pada
keadaan normal tidak merugikan, hal ini disebut Alodinia.

g. Bagaimana hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus?


Jawab:
Usia :
Terjadi proses degeneratif (penuaan), sehingga semakin tua umur seesorang maka akan
menurunkan berbagai fungsi tubuh dan terjadi perubahan anatomi dan fisiologis semua
sistem dalam tubuh, di mana perubahan itu umumnya dimulai pada umur pertengahan.
Bertambahnya umur seseorang, maka konsentrasi glukosa berhubungan dengan sekresi
insulin. Yang dimana :
 Adanya penurunan masa tubuh dan naiknya lemah tubuh mengakibatkan
kecenderungan timbulnya penurunan aksi insulin pada jaringan sasaran.
 Penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas karena perubahan histologis
pankreas
 Penurunan aktivitas fisik yang berhubungan dengan jumlah reseptor insulin yang siap
berkaitan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 menurun.
 Perubahan neuro hormonal mengakibatkan IGF-1 menurun sehingga terjadi
penurunan ambilan glukosa karena rensitivitas reseptor insulin yang menurun

Jenis Kelamin :
Wanita penimbunanan lemak 20-25% sedangkan laki-laki 15-20% sehingga memperparah
penyumbatan pembuluh darah yang mengekibatkan kurangnya asupan O2 dan nutrisi ke
saraf yang akan mengganggu sistem gerak (Isselbacher et al, 2000).

10
2. Dengan keluhan tersebut, Ny. Fatimah akhir-akhir ini kesulitan memakai sendal, dan
sendalnya sering terlepas sendiri.
a. Apa makna Ny. Fatimah kesulitan memakai sandal dan sandalnya sering terlepas
sendiri?
Jawab:
Hal tersebut terjadi karena merupakan komplikasi dari penyakit yang ia alami, Diabetes
Melitus / Kencing Manis,kontrol kadar gula darah yang buruk dapat menyebabkan
kerusakan di berbagai saraf perifer,padan kasus ini kemungkinan terganggunya saraf pada
kaki Ny.Fatimah.

b. Apa saja otot dan saraf yang terlibat pada saat memakai sendal?
Jawab:
Otot-otot yang terlibat:
1. M. opponens digiti minimi
2. M. flexor digiti minimi brevis
3. M. flexor digitorum longus
4. M. flexor digitorum brevis
5. M. flexor hallucis longus
6. M. flexor hallucis brevis
7. M. interosseus dorsalis pedis III, IV
8. M. interossei plantares I-III
9. M. adductor hallucis
10. Mm. lumbricales pedis I-IV

Saraf-saraf yang terlibat:

1. Nn. Digitales dorsales pedis


2. N. Plantaris lateralis
3. N. plantaris medialis
4. N. fibularis superficialis :
a. N. cutaneous dorsalis intermedius
b. N. cutaneous dorsalis medialis (Waschke, J., F Paulsen., dkk, 2012).

11
3. Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam hari sejak 6
tahun yang lalu.
a. Apa makna Ny. Fatimah sering merasa kehausan, lapar, dan sering BAK pada
malam hari sejak 6 tahun yang lalu?
Jawab:
Sering merasa kehausan, lapar dan sering BAK pada malam hari merupakan manifestasi
klinis diabetes melitus, dan 6 tahun yang lalu termasuk kronik. Manifestasi klinik diabetes
mellitus:
1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama
4. Polifagia (peningkatan rasa lapar)

b. Bagaimana hubungan Ny. Fatimah seringa merasa kehausan, lapar dan sering BAK
pada malam hari sejak 6 tahun yang lalu dengan keluhan yang dialami?
Jawab:
Keluhan yang diderita Ny. Fatimah saat ini merupakan komplikasi kronik dari
penyakit yang ia derita. Diabetes melitus jika dibiarkan akan menyebabkan berbagai
komplikasi kronik. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal
merupakan komplikasi kronik DM. Perubahan dasar/ disfungsi tersebut terutama terjadi
pada endotel pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan
terjadinya komplikasi vaskular diabetes (Sudoyo, Aru W., dkk, 2009)
Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan syaraf, sel endotel pembuluh
darah, dan sel retina serta lensa rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes.
Oleh sebab itu, DM yang tidak terkontrol jika terus dibiarkan akan menimbulkan keluhan
seperti yang diderita Ny. Fatimah saat ini akibat dari kerusakan jaringan saraf yang
mengakibatkan kelemahan tungkai (Djokomuljanto, 1986).
Diabetes melitus yang diderita Ny. Fatimah berhubungan dengan keluhan saat ini
yaitu kesemutan dan nyeri pada keempat anggota gerak, karena terjadi hiperglikemia
berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis
advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi
protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya
vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mionositol

12
dalam sel terjadilah ND (Neuropati Diabetic) yang ditandai dengan kesemutan dan nyeri
(Sudoyo, Aru W., dkk, 2009).

4. Ny. Fatimah menderita kencing manis sejak 5 tahun. Riwayat kencing manis dalam
keluarga tidak ada.
a. Bagaimana hubungan antara kencing manis dengan keluhan utama Ny. Fatimah?
Jawab:
Hubungannya adalah karena Ny Fatimah mengalami DM dapat mengakibatkan keluhan
berupa nyeri dan kesemutan berdasarkan Patofisiologi dibawah:

13
Diabetes Melitus

Hiperglikemi

Terbukanhya Jalur Polliol Terbentuknya Advance


Glicolisation end product
(AGE)

Glukosa diubah menjadi


Toksik,dapat merusak
Fruktosa dengan bantuan Enzim
semua protein tubuh
Sorbitol Dehidrogenase
termasuk saraf

Penumpukan Sorbitol dan


AGE

Disintesinya Nitric Oxide

Vasokontriksi pembuluh
darah

Aliran darah ke saraf

Hipoksia pada saraf

Nyeri dan Kesemutan

b. Apa makna riwayat kencing manis dalam keluarga tidak ada?


Jawab:
Makna nya diabetes mellitus yang diderita Ny. Fatimah bukan merupakan faktor keturunan.
Faktor-faktor penyebab diabetes mellitus adalah:
1. Usia
Pada orang yang berumur diatas 45 tahun fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini
diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang.
2. Obesitas atau kegemukan

1
Pada orang yang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot memicu munculnya diabetes
mellitus.
3. Pola makan
Pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab diabetes
mellitus.
4. Riwayat diabetes dalam keluarga
Sekitar 15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus) mempunyai
riwayat keluarga diabetes mellitus, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes
Mellitus) sebanyak 57% berasal dari keluarga diabetes mellitus.
5. Kurang olahraga dan aktivitas
Kurang olahraga dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin dapat menurun
sehingga dapat mengakibatkan penumpukan lemak tubuh yang dapat menyebabkan
diabetes mellitus.
(Maulana, Mirza. 2008)

c. Bagaimana patofisiologi kencing manis?


Jawab:
DM merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas.
Keadaan ini akan mengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan
tubuh untuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth, 2001). Defisiensi insulin yang
terjadi akan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia.
Hiperglikemia yang terjadi ditandai dengan terdapatnya sejumlah glukosa dalam urin (glukosuria).
Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali glukosa yang tersaring
keluar (Steele, 2008).
Jadi, mekanismenya :
Diabetes Melitus → Defisiensi Insulin → Hiperglikemi → ketidakmampuan ginjal untuk
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar → glukosa muncul pada urin (glukosuria)
Sintesis:
Glukosa diserap dan dialirkan dari makanan oleh darah menuju seluruh sel-sel dalam tubuh yang
akan diubah sebagai energi, bila jumlah glukosa dalam darah terlalu banyak dan tidak sedang
dibutuhkan sebagai energi, maka disimpan di dalam hati dan sebagian diubah menjadi lemak.
Pada diabetes tipe 2 jumlah reseptor insulin kurang sehingga glukosa tidak dapat diserap oleh sel-
sel tubuh, hingga kadarnya meningkat dalam darah. Kadar gula darah yang mencapai 160-180
mg/dL, mengakibatkan glukosa akan sampai ke kemih yang disebut dengan glukosuria (Mirza
Maulana, 2008). Sedangkan pada DM tipe I terjadi proses autoimun yang menyebabkan kerusakan

2
pada sel-sel beta pankreas, yang pada akhirnya pankreas tidak dapat menghasilkan insulin lalu
terjadi hiperglikemia (Manaf,2009).

5. Riwayat darah tinggi dan pengihatan kabur 2 tahun yang lalu, minum obat tekanan darah
tinggi dan obat DM tidak teratur.
a. Bagimana hubungan darah tinggi dengan penglihatan kabur terhadap keluhan?
Jawab:
Riwayat darah tinggi dan penglihatan kabur merupakan komplikasi dari diabetes melitus.
Jaringan kardiovaskular dan sel retina serta lensa merupakan jaringan yang rentan teradap
terjadinya komplikasi kronik diabetes. Retinopati merupakan sebab kebutaan yang paling
mencolok pada penderita diabetes. Hal ini disebabkan oleh penumpukan sorbitol di dalam lensa
karena aktifnya jalur poliol, yaitu alternatif metabolisme glukosa sebagai kompensasi dari
hiperglikemia. Selain itu, terjadinya plak aterosklerosis pada daerah subintimal pembuluh darah
yang kemudian berlanjut pada terbentuknya penyumbatan pembuluh darah (Teguh Priyantono,
2005).

b. Apa saja obat tekanan darah tinggi dan DM?


Jawab:
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh
JNC 7 adalah:

1. Diuretik

a. Diuretik tiazid (Hidrokorotiazid, klortalidon, indapamid, bendroflumetiazid, metolazon,


metolazon rapid acting, xipamid).
b. Diuretik kuat (furosemid, torsemid, bumetanid, as. etakrinat).
c. Diuretik hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren).

2. Penyekat reseptor beta adrenergic (β-blocker)


1. Kardioselektif (asebutolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol).
2. Nonselektif (alprenolol, karteolol, nadolol, oksprenolol, pindolol, propeanolol, timolol,
karvedilol, labetalol).

3. Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor)


a. ACE-Inhibitor (kaptopril, benazepril, enalapril, fosinopril, lisinopril, perindopril, quinapril,
ramipril, trandolapril, imidapril).

4. Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-reseptor blocker, ARB)


3
a. ARB (losartan, valsartan, irbesartan, telmisartan, candesartan).

5. Antagonis kalsium
a. Nifedipin, verapamil, diltiazem, amlodipin, nikardipin, isradipin, felodipin.

6. Riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi saluran infeksi saluran pernafasan dan saluran
cerna 1 bulan terakhir disangkal.
a. Apa makna riwayat trauma disangkal, riwayat infeksi saluran pernafasan dan saluran serna
1 bulan terakhir disangkal?
Jawab:
- Trauma disangkal : menyingkirkan diagnosis keluhan akibat trauma. Misal kecelakaan lalu
lintas pada fraktur bisa terjadi kerusakan pembuluh darah, tulang dan jaringan sekitarnya.
- Infeksi saluran pernafasan dan saluran cerna disangkal : menyingkirkan diagnosis Gullain
Bare Syndrome yang diakibatkan oleh infeksi virus ataupun bakteri. Pada penyakit GBS
terjadinya destruksi myelin sehingga penghantar impuls menjadi lambat yang berakibat gagal
nafas.
7. Pemeriksaan fisik: Kesadaran: compos mentis, BB: 70 kg, TB: 155 cm. Tanda vital : TD: 170/95
mmHg, N:84 x/menit, RR: 20x/menit, suhu 370C, VAS (Visual Analog Scale) : 4
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Jawab:
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Kesadaran Compos mentis Compos mentis Normal
Status Gizi 18,5-25,0 29,13 Obesitas I
TD 120/80 170/95 Hipertensi
Nadi 60-100x/ menit 84x/menit Normal
Pernafasan 14-24x/menit 20 x/menit Normal
Suhu 36-37,5 oC 37 oC Normal
VAS < 4 : nyeri 4 Nyeri kategori
ringan sedang
4 – 7 : nyeri
sedang
< 7 : nyeri hebat

b. Bagaimana patofisiologi pemerksaan fisik abnormal?


Jawab:
TD : 170/95 : hipertensi

4
Mekanisme : Penumpukan gula di pembuluh darah  penyempitan pada pembuluh darah 
aliran pembuluh vena menurun  kompensasi  tekanan darah meningkat
Hiperglikemi juga merangsang terbentuknya Advanced Glycosilation End Product (AGES) dan
peningkatan sorbitol pada jalur poliol menyebabkan sintesis dan fungsi NO menurun. Vasodilatasi
berkurang, sehingga Tekanan Darah meningkat.

VAS : 4 :nyeri sedang


Mekanisme : Hiperglikemi  akumulasi sorbitol  hipertronik intraseluler di sel schwann 
rusaknya sel schwann  rusaknya akson kecepatan kondisi motorik ↓  nyeri.

8. Pemeriksaan Khusus: Pemeriksaan Visus: 3/60 tidak dapat terkoreksi dengan sempurna
dengan kacamata.
Pemeriksaan neurologi didapat: kekuatan ekstremitas atas masih dalam batas normal,
kekuatan 4+ pada ekstremitas bawah, Refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan
tungkas bawah, refleks patologis (-), gangguan sensibilitas berpola sarung tangan & kaus kaki.
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan khusus?
Jawab:
- Pemeriksaan Visus: 3/60 tidak dapat dikoreksi dengan sempurna dengan kacamata, artinya:
3/60 = 1/20 menandakan bahwa Ny. Fatimah dapat melihat huruf atau tulisan dengan jarak
kejauhan 1 kaki namun pada orang normal tulisan tersebut dapat dibaca pada jarak 20 kaki.
- Kekuatan 4+ pada ekstremitas bawah, Refleks fisiologis menurun pada kedua lengan dan
tungkas bawah, refleks patologis (-)
- Gangguan sensibilitas berpola sarung tangan & kaus kaki.

b. Bagaimana patofisiologi pemeriksaan khusus abnormal?


Jawab:
Aktivasi jalur poliol meningkat  glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose-reduktase
 sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehydrogenase  akumulasi sorbitol
menyebabkan hiperkronik intraselular  edema sel  kerusakan sel  mengenai jaringan saraf
(retina dan saraf optic)  gangguan saraf mata  penurunan visus.

Hiperglikemi  peningkatan jalur poliol  glukosa – sorbitol – fruktosa (yg bersifat


impermeable)  akumulasi pada sel schwan  peningkatan tekanan osmotik  gangguan
morfologi dan fungsional  lemah pada tungkai.

hilangnya akson dan serabut terpanjang  berjalan dari distal ke proksimal  memberi
gambaran seperti pola sarung tangan dan kaos kaki
5
c. Bagaimana pemeriksaan visus?
Jawab:
a. Tempelkan kartu Oprotif Snellen di dinding dan mintalah pasien untuk duduk sejauh 6
meter
b. Periksa Mata kanan pasien dengan cara meminta pasien untuk menutup mata kirinya dan
melihat objek di dinding
c. Periksa Mata Kiri pasien dengan cara meminta pasien menutup mata kanannya dan melihat
objek di dinding.
d. Jika huruf yang paling atas tidak dapat dibaca maka Dokter dapat melakukan Finger Test

d. Bagaimana pemeriksaan neurologi?


Jawab:
A. Fungsi Serebral
Merupakan pemeriksaan keadaan umum dan tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran
meliputi GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan, teridiri dari respon mata (eye), verbal (verbal), dan motorik
(motoric), atau sering dituliskan E_V_M.
 Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
 Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
 Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar , melakukan
lokalisasi nyeri
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi

6
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 :extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
1 : tidak ada respon
Nilai total GCS adalah 15 (E4V5M6).

 Derajat kesadaran :
 ComposMentis(conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen(Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor(soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
 Coma(comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya

Nervus Kranial
o Saraf I: Olfaktorius
o Saraf II: Optik
o Pemeriksaan lapang pandang.
o Saraf III, IV, dan VI: Saraf okulomotor, troklearis, dan abducens
o Saraf V: Trigeminal
o Saraf VIII: Fasial
o Saraf IX: Vestibulokoklear
o Saraf X: Vagus
o Saraf XI: Aksesori
o Saraf XII: Hipoglossal
(T. Juwono. 1996)

9. Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin: Hb 13 g/dl, Leukosit 7000, eritrosit 5.000.000,


trombosit 380.000
GDS: 440 mg/dl, HbA1C:12,3% Ureum: 51 mg/dl, kreatinin: 1,5 mg/dl
7
SGOT 30 u/l,SGPT 23 u/l
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Laboratorium
Darah rutin Hb: 13 mg/dl 12 – 16 mg/dl Normal

Leukosit: 7000 4000 – 10.000 Normal

Eritrosit: 5.000.000 3.000.000 – 5.000.000 Normal

Trombosit: 380.000 150.000 – 400.000 Normal

GDS: 440 mg/dl < 100 mg/ dl : Bukan DM Abnormal


100 – 199 mg/dl : Belum (Diabetes
pasti DM Mellitus)
>200 mg/dl : DM
HbA1C: 12,3 % 3,5 – 5,5 % : Normal Abnormal
3,5 – 6 % : Kontrol (Kontrol glukosa
glukosa baik buruk)
7 – 8 % : Kontrol glukosa
sedang
>8 % : Kontrol glukosa
buruk
Ureum: 51 mg/dl 14 – 40 mg/dl Meningkat

Kreatinin:1,5 mg/dl 0,5 – 1 mg/dl Meningkat

SGOT 30 u/l < 31 u/l Normal

SGPT 23 u/l < 31 u/l Normal

b. Bagaimana patofisiologi pemeriksaan laboratorium abnormal?


Jawab:
Mekanisme abnormal : Konsentrasi insulin yang tinggi  self regulation reseptor insulin 
penurunan respon reseptor  resistensi insulin  peningkatan produksi glukosa dan penurunan
penggunaan glukosa  kadar glukosa darah meningkat  hiperglikemia  diabetes melitus 
kadar glukosa darah selalu di atas normal.

8
Diabetes Melitus  Defisiensi Insulin → Hiperglikemi → ketidakmampuan ginjal untuk
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar → glukosa muncul pada urin (glukosuria) 
Ureum meningkat

10. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


Jawab:
1. Anamnesis gejala dan tanda
Langkah awal dalam mendiagnosis neuropati perifer adalah menentukan gejala dan tanda
yang berhubungan dengan disfungsi saraf perifer. Biasanya pasien mengalami munculan gejala yang
bermacam-macam. Pada pasien usia tua sering terjadi neuropati yang berkaitan dengan mielopati
spondilosis servikalis, dimana gejala neuropati aksonal predominan sensorik baru muncul pada onset
lanjut. Sama halnya dengan radikulopati spondilosis, yang bisa muncul dengan gejala neuropati
entrapment pada anggota gerak atas, patologi yang terlibat perlu digali secara cermat. Gejala
neuropati dapat dikelompokkan menjadi gejala negatif atau positif. Gejala positif mencerminkan
aktivitas spontan serabut saraf yang tidak adekuat, sedangkan gejala negatif menunjukkan terjadinya
penurunan aktivitas serabut saraf. Gejala negatif meliputi kelemahan, fatigue, dan wasting, sementara
gejala positif mencakup kram, kedutan otot, dan myokimia. Kelemahan biasanya belum
bermanifestasi sampat 50-80% serabut saraf mengalami kerusakan; gejala positif mungkin muncul
pada awal proses penyakit.

2. Anamnesis riwayat sosial


Riwayat sosial pasien perlu digali berkaitan dengan pekerjaan (kemungkinan paparan toksik
dari bahan kimia), riwayat seksual (kemungkinan HIV atau hepatitis C), konsumsi alkohol, kebiasaan
makan, dan merokok. Sedangkan dari riwayat keluarga dan pengobatan sebelumnya perlu difokuskan
pada penyakit yang berhubungan dengan neuropati, seperti endokrinopati (diabetes, hipotiroid),
insufisiensi renal, disfungsi hepar, penyakit jaringan penyambung, dan keganasan. Pengobatan yang
pernah dikonsumsi pasien juga perlu dijelaskan untuk menentukan kemungkinan adanya hubungan
temporal antara obat dengan neuropati. Kemoterapi, pengobatan HIV, dan antibiotik golongan
kuinolon merupakan beberapa contoh agen penyebab neuropati. Selain itu, konsumsi vitamin B6
(Pyridoxine) melebihi dosis 50-100 mg per hari juga dapat mencetuskan neuropati.

3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda vital ortostatik dapat mengidentifikasi adanya
disautonomia.Pemeriksaan motorik komprehensif mencakup penilaian tonjolan otot, contohnya
observasi atrofi otot intrinsik tangan dan kaki. Selain itu dinilai hipereksitabilitas, tonus, dan
kekuatan otot dengan skala Medical Research Council. Dynamometri dapat dipakai untuk penilaian
9
kekuatan otot yang lebih tepat. Karena sebagian besar neuropati mengakibatkan kelemahan distal,
otot intrinsik kaki dapat terkena lebih dulu, dengan manifestasi kaki bengkok dan ibu jari seperti palu
(hammer toes). Kelemahan saat fleksi dan ekstensi jari kelingking dan kelemahan ekstensi ibu jari
sering muncul pada fase awal. Sudut antara tibia dan punggung kaki sekitar 130°. Sudut yang lebih
besar menunjukkan kelemahan dorsofleksi pergelangan kaki. Pada tangan, otot abduktor jari telunjuk
dan kelingking yang terkena lebih dulu. Selain itu, perlu diperhatikan gaya berjalan pasien. Pada
pasien neuropati kronik, pasien mengalami kesulitan berjalan dengan tumit dibanding berjalan
dengan ujung jari.

4. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan sesuai anatomi saraf perifer dan pola penyakit.
Pemeriksaan ini terbagi tipe serabut saraf ukuran besar atau kecil. Penilaian serabut saraf besar
mencakup sensasi getar, posisi sendi, dan rasa raba ringan. Sedangkan penilaian serabut kecil
mencakup uji pin-prick dan sensasi suhu. Tes Romberg juga bermanfaat menilai fungsi serabut besar.
Dalam melakukan pemeriksaan sensorik, perlu memikirkan jenis neuropati yang dikeluhkan,
mencakup mononeuropati, polineuropati (distal simetrik atau multifokal), radikulopati, pleksopati.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi area yang mengalami kelainan dan dibandingkan dengan area
kontralateral yang simetris. Selain itu juga dibandingkan dengan area lain yang normal, dan dikaitkan
dengan dermatom saraf. Penurunan refleks tendon sangat membantu dalam menentukan lokalisasi
kerusakan lower motor neuron. Hiporefleks atau arefleks sering ditemukan pada neuropati serabut
saraf yang besar, namun pada neuropati serabut saraf kecil refleks tendon dalam seperti refleks
Achilles masih baik.

5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis cukup banyak, dan tergantung
dari klinis pada pasien. American Academy of Neurology (AAN) mengajukan parameter praktis
pemeriksaan laboratorium dan genetik pada polineuropati distal simetrik. Panduan tersebut
merekomendasikan pemeriksaan gula darah puasa, elektrolit untuk menilai fungsi ginjal dan hati,
pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar vitamin B12 serum, laju endap darah, uji fungsi tiroid, dan
immunofixation electrophoresis serum (IFE). Sedangkan pemeriksaan lainnya mencakup Myelin
associated glycoprotein (MAG), sulfatide, dan antibodi GD1B.

(Sumber: Burns dan Mauermann, 2011)

11. Bagaimana DD pada kasus?


Jawab:
Polineuropati Gullain Barre
diabetik Syndrome

10
Akut - 
Kronis  -
Demam - 
LMN  
Visus  -
Tetraparalase  
Hiperglikemi  -
Nyeri malam hari  
Stocking-glove  

12. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab:
1. Kadar vitamin B kompleks : untuk mengetahui kadar vitamin B kompleks. Sistem saraf
membutuhkan asupan vitamin terutama vitamin B kompleks karena vitamin ini berfungsi
membantu sistem saraf untuk memperbaiki fungsinya, sehingga jika diketahui kadar vitamin B
kompleks ini rendah atau mengalami defisiensi terjadi spasme (keram), kejang, sampai mati
rasa pada bagian tertentu.
2. Pemeriksaan urin reduksi : untuk mengetahui terjadinya reduksi pada urin pasien guna
menentukan ada tidaknya glukosa dalam urin
3. ENMG/EMG elektroneuromiografi
Pemeriksaan non-invasif dan dipergunakan untuk memeriksa keadaan saraf perifer dan otot.
Jangkauan pemeriksaan EMG adalah sesuai dengan gangguan Lower Motor Neuron (LMN)
yang meliputi cornu anterior, radiks, pleksus, saraf perifer, pusat saraf otot dan otot.

13. Apa WD pada kasus?


Jawab:
Polineuropati diabetic

14. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus?


Jawab:
- Kesemutan
- Mati rasa
- Nyeri terbakar dan tidak mampu merasakan getaran
- Gangguan berdiri
- Gangguan berjalan
- Kelemahan otot
11
15. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
Jawab:
1. Pencegahan primer
Yang menjadi sasaran pencegahan primer adalah masyarakat yang belum yang belum
sakit. Dengan cara melakukan penyuluhan tentang pola hidup yang sehat dan menghindari pola
hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat mencegah penyakit lebih baik dari pada
mengobatinya.dan menganjurkan kepada masyarakat agar berolahraga secara teratur karena
sangat menunjang upaya pencegahan.

2. Pencegahan sekunder
Yang menjadi sasaran pencegahan primer adalah masyarakat atau pasien yang sudah terkena
diabetes dan sudah diketahui dan sudah berobat.pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tetang
prilaku hidup sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksankan, ditambah dengan peningkatan
pelayanan kesehatan primer dipusat-pusat pelayanan kesehatan mulai rumah sakit kelas A sampai
keunit paling depan yaitu puskesmas.disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya tentang penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

3. Pencegahan tersier
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan komplikasi diabetes, yang
pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder,mencegah berlanjutnya (progresi)
komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ,mencegah terjadinya kecacatan yang
disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.dalam hal peran penyuluhan dibutuhkan untuk
peningkatan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.

4. Preventif
Dengan cara Pola hidup yang sehat dan olahraga teratur.

5. Kuratif
Untuk obat antidiabetik ada lima golongan yaitu sulfonylurea, megilitinid,biguanid,penghambat α
glokosidasedan tiazolidinedion.

 Untuk pengelolaan neuropati diabetik dengan nyeri


a. NSAID(ibu profen 600 mg 4x/hari,sulindac 200 mg 2x/hari)
b. Anti konvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg 4x /hari)
c. Antiaritmia(mexiletin 150-450 mg /hari)

12
d. Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari
e. Duloxetine
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik , walaupun
mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum sepenuhnya dipahami. Hal ini
mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan aktivitas
norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine umumnya dapat ditoleransi
dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis
60 mg, walaupun pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya, tapi
tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki keuntungan
yang signifikan, dan pada dosis yang lebih tinggi kurang dapat ditoleransi dengan baik
f. Gabapentin
Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa,
molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-amino butyric
acid, namun gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan dengan neurotransmitter yang
lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri pada PHN belum
dipahami dengan baik, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin
mengikat reseptor α2δ subunit dari voltage-activated calsium channels, pengikatan ini
menyebabkan pengurangan influks ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan
neurotransmitter, termasuk glutamat dan norepinephrin.
Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan dosis
tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua dosis), dan
900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai
kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi
dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.
g. Pregabalin
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan juga
PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama
dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits dari voltage activated
calsium channels, memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan
neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum yang
direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada
pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga
kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu
berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin sebaiknya
diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita PHN, dosis yang
direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg 2 kali sehari atau 50 hingga

13
100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60
ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan
dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya
toleransi penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat
ditingkatkan hingga 600 mg/hari.

 Obat yang mencegah komplikasi lanjut penyakit Diabetes melitus


a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol
dan fruktosa
b. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.
(Bril et al, 2011)

16. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab:
Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias,
terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau insulin relatif.
2. Hipoglikemi
Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya disebabkan peningkatan
kadar insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat kurang.
3. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien
diabetes tanpa disertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat
dan gangguan neurologis.

Komplikasi kronis
1. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor terjadinya
retinopati diabetikum : lamanya menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah, faktor
sistematik (hipertensi, kehamilan).
b. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam
urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan
faktor resiko dari gagal ginjal kronik.
c. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks. Selain itu juga bisa terjadi
poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan

14
pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam
waktu 6-12 bulan.

2. Makroangiopati
a. Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar
LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
b. Kaki Diabetik
Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki diabetes melitus :
1. Kelainan vaskular : Angiopati, contoh : aterosklerosis
2. Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer
3. Infeksi
4. Perubahan biomekanika kaki

17. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab:
Dubia ad bonam.
Prognosis dari penyakit polineuropati bergantung pada jenis penyebabnya, tingkat keparahan dari
saraf yang terkena, dan komplikasi yang ditimbulkan. Pada polineuropati diabetic komplikasi
biasanya baik bila kontrol diabetesnya baik, tetapi akan memburuk apabila terjadi komplikasi
neuropati autonom.

18. KDU?
Jawab:
Untuk penyakit neuropati KDU nya 3A: Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan (SKDI 2012).

19. NNI?
Jawab:
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31: “Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang
indah disetiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.”

15
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah menyuruh umat islam untuk menjaga pola makan dengan baik
demi kebaikan hidup umat islam sendiri.

2.4 Kesimpulan
Ny. Fatimah, 53 tahun mengeluh nyeri dan kesemutan karena menderita polineuropati diabetik akibat DM
tidak terkontrol.

2.5 Kerangka Konsep

Hipertensi DM tidak terkontrol Gangguan


Visus

Polineuropati Diabetik

Gangguan Saraf Perifer

Kesemuatan Nyeri

Gangguan Tidur

16

Anda mungkin juga menyukai