Anda di halaman 1dari 6

3.

Tindakan Apa saja yang telah dilakukan BPOM dan Pemerintah

 Pihak BPOM
1. Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang 'Label dan
Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang bila
disimpulkan isinya antaralain yaitu :
a) Dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk
apa pun.
b) Dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan
Analognya (Kategori Pangan 01.3) disetarakan dengan produk susu lain
sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain antara lain susu
sapi/susu yang dipasteurisasi/susu yang disterilisasi/susu formula/susu
pertumbuhan.
c) Dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam
gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai
minuman.
d) Khusus untuk iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-
anak.
 Pihak Pemerintah
1. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari mengatakan, Kemenkes akan lebih
masif untuk mensosialisasikan dan memberikan informasi mengenai aturan angka
kecukupan gizi. Tujuannya, agar masyarakat dapat lebih memperhatikan komposisi
makanan yang dikonsumsinya.
- Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan Pada PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dn Iklan Pangan menyatakan bahwa setiap iklan pangan yang
diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara
benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar atau
pernyataan dan atau bentuk apapun lainnya. Pada PP No. 69 Tahun 1999
ini juga menyebutkan bahwa Pernyataan dalam bentuk apapun tentang
pangan bagi kesehatan yang dicantumkan pada iklan dalam media
massa, harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan
itu pada iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah dipahami
masyarakat.

 Hal ini mempunyai keterkaitan dengan beberapa literatur yaitu :

Menurut Meriam Darus Badrulzaman (1986), Masyarakat Eropa (Europese


Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar
konsumen sebagai berikut:
1. hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn
gezendheid en veiligheid);
2. hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn
economische belangen);
3. hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding);
4. hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming);
5. hak untuk didengar (recht om te worden gehord). (Ibid Hal 39-40)

YLKI merumuskan hak-hak konsumen sebagai berikut:


1. hak atas keamanan dan keselamatan;
2. hak mendapatkan informasi yang jelas;
3. hak memilih;
4. hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya;
5. hak atas lingkungan hidup. (Yusuf Shofie, 1998)

52 Ibid., hal 39-40.

53 Yusuf Shofie, Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum


Fakultas Hukum, (Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998), hal. 50.
Literatur
1. Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar
tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan; pemberitahuan kepada khalayak
mengenai barang atau jasa yg dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat
1
kabar dan majalah) atau di tempat umum.
2. Iklan adalah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu
produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang
dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. 2

Nugroho J. Setiadi dalam bukunya Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi


untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran menyebutkan, definisi standar dari periklanan
biasanya mengandung enam elemen, yaitu:

1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar;


2. Dalam iklan terjadi proses identifikasi sponsor;
3. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen;
4. Periklanan memerlukan elemen media massa merupakan sarana untuk
menyampaikan pesan kepada audiens sasaran;
5. Bersifat non-personal;
6. Audiens, kelompok konsumen yang akan dijadikan sasaran pesan.3

1 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

2 Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, September 2007.

3 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Stategi


dan Penelitian Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 253.
Iklan sebagai Bentuk Praktek Niaga Negatif serta Iklan yang
Bertanggungjawab
 Iklan Menyesatkan (mock-up ad)
Iklan jenis ini ingin mengesankan “keampuhan” suatu barang dengan cara
mendemonstrasikannya. Dalam iklan tersebut, suatu keadaan atau keampuhan produk
digambarkan dengan cara berlebihan dan menjurus kearah menyesatkan. Iklan jenis ini
umumnya menggunakan media televisi, karena tayangan di layar kaca tampak
lebih mengesankan.4
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perilaku pelaku usaha yang tidak jujur
dan menyesatkan konsumen, yaitu:
1. Ketiadaan undang-undang periklanan
2. Budaya hukum konsumen periklanan yang tidak mendukung.
3. Persaingan yang tidak sehat (unfair competition) dalam beriklan.
4. Tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggar.
5. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait serta tidak berjalannya fungsi
pengawasan.5

Menurut Sri Handayani, iklan menyesatkan meliputi:


1. Iklan yang mengelabui konsumen tentang barang dari kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga, serta tarif, ketepatan waktu dan jaminan, garansi dari jasa;

4 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), hal. 86.

5 Margaretha E.P Napitulu, Tuntutan Ganti rugi terhadap Perusahaan


Pemasang Iklan Berkaitan dengan Perbuatan Melawan Hukum yang Merugikan
Konsumen. 2008. “Mengutip Skripsi” USU, hal. 74.
2. Iklan yang memuat informasi secara keliru, salah, dan tidak tepat tentang barang atau
jasa;
3. Iklan yang tidak memuat informasi tentang resiko pemakaian barang;
4. Iklan yang mengeksploitasi tanpa izin tentang suatu kejadian atau informasi seseorang;
5. Iklan yang melanggar etika periklanan;
6. Iklan yang melanggar peraturan periklanan;
7. Iklan yang melanggar etika dan peraturan (teknis) periklanan.6

Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen sendiri juga telah mengatur mengenai


iklan yang dilarang untuk diproduksi. Hal ini terdapat dalam Pasal 17 yang berbunyi:
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.
c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang/jasa.
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pem
anakai barang dan/atau jasa.
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan.
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).7

6Ibid., hal. 82-83.

7 Indonesia, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun


1999 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Pasal 17.

Anda mungkin juga menyukai