Anda di halaman 1dari 16

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Hidrokarbon adalah sumber daya energi yang penting peranannya dalam


mendukung perekonomian negara. Di Indonesia terdapat lebih dari enam puluh
cekungan sedimen, baik yang ada di lepas pantai maupun di darat. Enam belas di
antaranya telah berproduksi (Priyono, 2007).

Dalam delapan tahun terakhir ini produksi minyak Indonesia menurun


secara konstan, karena kondisi lapangan minyak di Indonesia sebagian besar telah
tua dan rendahnya pemboran ekplorasi baru. Sebagai pembanding, sebagian negara
yang tergabung dalam OPEC (Angola, Brasil, Rusia, Azerbaijan, Kazakstan,
Sudan, dan Guinea) telah meningkatkan pemboran eksplorasi dan menemukan
cadangan baru yang sebagian besar berada di laut dalam (Kurtubi, 2007).

Dalam sistem petroleum, selain reservoir, unsur yang juga penting adalah
batuan sumber hidrokarbon atau batuan induk. Batuan induk merupakan batuan
yang memiliki banyak kandungan material organik. Batuan ini umumnya berbutir
halus dan terendapkan pada lingkungan reduksi, sehingga mampu menyimpan /
mengawetkan material organik di dalamnya, seperti batulempung dan batu serpih
atau batuan yang memiliki banyak kandungan material organik seperti batugamping
dan batubara. Dalam eksplorasi konvensional ada kecenderungan kegiatan
eksplorasi lebih banyak dilakukan untuk menentukan jenis perangkap hidrokarbon,
dan sedikit dilakukan studi terperinci mengenai batuan sumber asal hidrokarbon
tersebut.

Disini saya menggunakan data Analisa Batuan Induk Sumatera Selatan


dengan data pada Formasi Talang Akar dan Formasi Lahat, dengan diketahui
beberepa nilai indikator maka dapat diketahui jenis hidrokarbon pada daerah
tersebut.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

I.2. Maksud dan Tujuan


Maksud :
Memenuhi tugas praktikum Geologi Minyak Bumi, materi Analisa Batuan Induk
menggunakan metode analisa secara langsung dan tidak langsung.
Tujuan :
1. Menghitung nilai Total Kerogen dan Total Eksinit.
2. Memasukkan nilai ke dalam diagram yang tersedia di Ms. Excel, diantaranya
diagram %Ro, Depth vs TOC, PY vs TOC, HI vs OI, HI vs Tmax.
3. Menilai kualitas dari masing – masing diagram.
4. Menentukan tipe hidrokarbon pada Formasi Talang Akar dan Formasi Lahat
dengan metode langsung dan metode tidak langsung.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB II
METODE

II.1. Langkah Kerja


Langkah kerja analisis sebagai berikut :
1. Siapkan kode soal ABI (Analisa Batuan Induk) sesuai dengan posisi tempat
duduk, disini saya mendapatkan kode soal ABI Sumatera Selatan.
2. Menghitung nilai Total Kerogen dan Total Eksinit
3. Menghitung nilai Potential Yield (PY). Oxygen Index (OI), Hydrogen Index
(HI) menggunakan software excel dengan rumus :
 PY= (S1+S2) mg/g
 OI= (S1x100/%TOC) mg/g
 HI= (S2x100/%TOC) mg/g
4. Menentukan porsi kualitas dari masing – masing diagram yang tersedia dengan
memperbandingkan nilai pada masing – masing halaman, diantaranya diagram
%Ro, Depth vs TOC, PY vs TOC, HI vs OI, HI vs Tmax.
5. Menentukan tipe hidrokarbon dari nilai Exinite, Inertinite, dan Vitrinite untuk
metode tidak langsung.
6. Buat Kesimpulan.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Kualitas Material organic Batuan Induk

Tabel 3.1. Presentase nilai TOC (Peter & Cassa, 1994)

Berikut merupakan hasil analisa kualitas batuan induk yang berdasarkan data
pada Formasi Talng Akar dan Formasi Lahat di Sumatera Selatan dengan
membandingkan data Total Organic Carbon (TOC) dan data Potential Yield (PY).

Tabel 3.2. Analisa Kualitas Batuan Induk

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Depth VS TOC
10 2.69
9 1.89
8 1.79
7 1.67
6 1.56
5 1.33
4 1.25
3 0.95
2 0.89
1 0.84
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

TOC

Gambar 3.1. Grafik Kedalaman (Depth) vs TOC

Dari hasil analisa batuan induk yang memperbandingkan hasil data TOC dan
PY maka didapat hasil, pada kedalaman 1050m – 1080m pada Formasi Talang Akar
dengan litologi batu serpih dan batulanau didapatkan hasil TOC 1,4% - 1,6% yang
berarti memiliki kualitas Good dan hasil PY 9,7mg/gr - 11mg/gr, sedangkan pada
kedalaman 1110m – 1120m pada Formasi Lahat dengan litologi Batubara didapatkan
hasil TOC 70 dan 65 yang berarti memiliki kualitas Excellent dan hasil PY 55mg/gr
dan 35,7mg/gr.
Lalu berdasarkan Gambar 3.2 yang memperihatkan perbandingan nilai Depth
vs TOC didapatkan kesimpulan bahwa litologi batuan dan kedalaman berpengaruh
terhadap kualitas batuan induk itu sendiri, dilihat dari aspek nilai TOC dan PY. Selain
itu, semakin bertambahnya kedalaman juga mempegaruhi suhu dan tekanan yang
ada, semakin dalam maka semakin besar suhu dan tekanan yang dihasilkan dan akan
membentuk kualitas batuan induk yang semakin baik.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gambar 3.2. Grafik Tingkat Kualitas Batuan Induk TOC vs PY

Dari Gambar 3.2 yang memperlihatkan perbandingan nilai TOC vs PY maka


didapatkan hasil berupa kualitas Good – Very Good. Maka menurut pandangan saya
proses eksplorasi harus dilanjutkan pada daerah ini karena dari hasil analisa ini akan
didapatkan keuntungan ekonomis yang menjanjikan.

3.2 Analisa Tipe Material Organik dan Potensi Hidrokarbon

Tebagi atas dua metode yaitu Analisa Tipe Material Organik Metode
Langsung dan Tipe Material Organik Metode Tidak Langsung, berikut data yang
disajikan dan hasil analisa yang sudah dikerjakan :

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

3.2.1 Analisa Tipe Material Organik dan penghasilan Hidrokarbon Metode

Langsung

Mengutip dari buku Geochemistry in Petroleum Exploration karya Douglas


W. Waples (1985) halaman 33, maka kerogen dibagi menjadi 4 tipe, berikut gambar
dan penjelasannya :

Gambar 3.3. Tipe Kerogen

1. Kerogen tipe I memiliki kapasitas generatif tinggi untuk hidrokarbon cair.

2. Kerogen tipe II muncul dari beberapa sumber yang sangat berbeda, termasuk
ganggang laut, serbuk sari dan spora, lilin daun, dan resin fosil. Mereka juga
termasuk kontribusi dari lipid sel bakteri. Berbagai tipe Kerogen II
dikelompokkan bersama, meskipun asal usulnya sangat berbeda, karena
semuanya memiliki kapasitas besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair.
Kebanyakan tipe II kerogen ditemukan di sedimen laut yang diendapkan pada
kondisi reduksi.

3. Tipe III kerogen terdiri dari bahan organik terestrial yang kurang komponen
lemak atau lilin. Selulosa dan lignin adalah kontributor utama. Kerogen tipe III
memiliki kapasitas hidrokarbon-generatif yang jauh lebih rendah daripada
kerogen Tipe II dan, kecuali mereka memiliki inklusi kecil dari material Tipe II,
biasanya dianggap menghasilkan terutama gas.

4. Kerogen tipe IV terutama mengandung puing-puing organik dan bahan yang


sangat teroksidasi dari berbagai sumber. Mereka umumnya dianggap tidak
memiliki potensi sumber hidrokarbon (tetapi lihat Smyth, 1983, untuk pendapat
yang berbeda).

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gambar 3.4. Modifikasi Diagram Van Krevelen HI vs OI

Tabel 3.3. Tipe Kerogen berdasarkan perbandingan nilai HI vs OI.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Gambar 3.4. menunjukkan perbandingan nilai HI vs OI dan didapatkan hasil


pada tabel 3.3. yang menunjukkan Tipe Kerogen I – III. Dengan nilai dominan yaitu
Tipe I menurut Klasifikasi Tipe Kerogen Sumur, oleh Pranyoto (1990) dengan
menggunakan Diagram Van Kravelen.

Gambar 3.5. Parameter yang dihasilkan oleh


Rock Eval Pyrolisis (After Merrill, 1991)

Tabel 3.4. Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel 3.4. Analisa Tipe Material Organik Metode Langsung

Berdasarkan hasil analisa Rock Eval Pyrolisis maka didapatkan hasil yang
cukup beragam dengan membandingkan Tipe Kerogen Van Krevelen dan Tipe
Kerogen Tipe Meriil.Pada tipe Kerogen Meriil didapatkan hasil yang dominan
berupa Oil Prone dengan nilai rentang 12 – 27, sedangkan hanya 2 yang
mengindikasikan Gas Prone dengan nilai rentang 0,4 – 0,7.

3.2.2 Analisa Tipe Material Organik Metode Tidak Langsung

Tabel 3.5. Tipe kerogen menurut Waples (1985).

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel 3.10 Analisa Kematangan Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Dilihat dari tabel tersebut maka didapatkan hasil Formasi Talang Akar
mempunyai % Material Organik yang beragam Tipe II-IV pada kedalaman 1050m –
1080m, sedangkan pada Formasi Lahat didapatkan dominasi % Material Organik III
pada kedalaman 1100m – 1150m. Dari hasil ini didapatkan kesimpulan bahwa
material berasal dari tanaman keras (kayu, selulosa) serta menghasilkan % Material
Organik minyak (Oil Prone).

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

3.3 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk

Terbagi atas dua metode yaitu Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk
Metode Langsung / rock eval Pyrolisis dan Analisa Tingkat Kematangan Batuan
Induk Metode Tidak Langsung, berikut data beserta hasil analisa yang disajikan :

3.3.1 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk Metode Langsung / rock eval
Pyrolisis

Gambar 3.6. Diagram HI vs Tmax (Peter & Cassa, 1994)

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel 3.9. Hubungan antara Tmaks dengan tingkat kematangan (Petter and Cassa 1994)

Tabel 3.10. Analisa Kematangan Batuan Induk Metode Langsung

Dari tabel 3.10. didapatkan hasil Belum Matang – Lewat Matang sesuai
dengan klasifikasi Petter and Cassa (1994) yang menerangkan hubungan antara
Tmax dengan tingkat kematangan. Kemudian untuk grafik HI vs Tmax didapatkan
hasil tingkat kematangan Immature – Post Mature sesuai dengan klasifikasi Petter
and Cassa (1994).

Dengan hasil grafik HI vs Tmax tersebut juga dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat kematangan Immature dan Mature diklasifikasikan ke dalam zona minyak
(Oil Window Zone) dan tinfkat kematangan Post Mature diklasifikasikan ke dalam
zona gas (Gas Window Zone). Pada Formasi Talang Akar dan Formasi Lahat
menunjukkan dominansi Zona Minyak, sedangkan Zona Gas hanya ditemukan 1
zona pada Formasi Talang Akar dan 2 zona pada Formasi Lahat.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

3.3.2 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Tabel 3.5. Data kematangan menurut (Peters & Cassa, 1994).

Tabel 3.6. Hubungan antara Palynomorph Colour dan Maturity Degree.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

Tabel 3.7. Analisa Kematangan Batuan Induk Metode Tidak Langsung

Tabel 3.7. membandingkan nilai dalam metode tidak langsung dengan


memperhatikan nilai %Ro dan SCI. Dari tabel maka didapatkan hasil %Ro dari Early
Mature – Post Mature dengan nilai dominan berada pada Peak Mature. Sedangkan
nilai SCI menunjukkan tingkat kematangan Transition To Mature – Over Mature,
Dry Gas dengan hasil dominan pada Formasi Talang Akar yaitu Transition To
Mature dan pada Formasi Lahat yaitu Mature, Gas Condensate.

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152
Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2019

BAB IV
PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
 Metode Langsung

 Metode Tidak Langsung

Nama : Rizky Adi Prasetyo


Plug : 4
NIM : 111.160.152

Anda mungkin juga menyukai