BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sistem petroleum, selain reservoir, unsur yang juga penting adalah
batuan sumber hidrokarbon atau batuan induk. Batuan induk merupakan batuan
yang memiliki banyak kandungan material organik. Batuan ini umumnya berbutir
halus dan terendapkan pada lingkungan reduksi, sehingga mampu menyimpan /
mengawetkan material organik di dalamnya, seperti batulempung dan batu serpih
atau batuan yang memiliki banyak kandungan material organik seperti batugamping
dan batubara. Dalam eksplorasi konvensional ada kecenderungan kegiatan
eksplorasi lebih banyak dilakukan untuk menentukan jenis perangkap hidrokarbon,
dan sedikit dilakukan studi terperinci mengenai batuan sumber asal hidrokarbon
tersebut.
BAB II
METODE
BAB III
PEMBAHASAN
Berikut merupakan hasil analisa kualitas batuan induk yang berdasarkan data
pada Formasi Talng Akar dan Formasi Lahat di Sumatera Selatan dengan
membandingkan data Total Organic Carbon (TOC) dan data Potential Yield (PY).
Depth VS TOC
10 2.69
9 1.89
8 1.79
7 1.67
6 1.56
5 1.33
4 1.25
3 0.95
2 0.89
1 0.84
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
TOC
Dari hasil analisa batuan induk yang memperbandingkan hasil data TOC dan
PY maka didapat hasil, pada kedalaman 1050m – 1080m pada Formasi Talang Akar
dengan litologi batu serpih dan batulanau didapatkan hasil TOC 1,4% - 1,6% yang
berarti memiliki kualitas Good dan hasil PY 9,7mg/gr - 11mg/gr, sedangkan pada
kedalaman 1110m – 1120m pada Formasi Lahat dengan litologi Batubara didapatkan
hasil TOC 70 dan 65 yang berarti memiliki kualitas Excellent dan hasil PY 55mg/gr
dan 35,7mg/gr.
Lalu berdasarkan Gambar 3.2 yang memperihatkan perbandingan nilai Depth
vs TOC didapatkan kesimpulan bahwa litologi batuan dan kedalaman berpengaruh
terhadap kualitas batuan induk itu sendiri, dilihat dari aspek nilai TOC dan PY. Selain
itu, semakin bertambahnya kedalaman juga mempegaruhi suhu dan tekanan yang
ada, semakin dalam maka semakin besar suhu dan tekanan yang dihasilkan dan akan
membentuk kualitas batuan induk yang semakin baik.
Tebagi atas dua metode yaitu Analisa Tipe Material Organik Metode
Langsung dan Tipe Material Organik Metode Tidak Langsung, berikut data yang
disajikan dan hasil analisa yang sudah dikerjakan :
Langsung
2. Kerogen tipe II muncul dari beberapa sumber yang sangat berbeda, termasuk
ganggang laut, serbuk sari dan spora, lilin daun, dan resin fosil. Mereka juga
termasuk kontribusi dari lipid sel bakteri. Berbagai tipe Kerogen II
dikelompokkan bersama, meskipun asal usulnya sangat berbeda, karena
semuanya memiliki kapasitas besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair.
Kebanyakan tipe II kerogen ditemukan di sedimen laut yang diendapkan pada
kondisi reduksi.
3. Tipe III kerogen terdiri dari bahan organik terestrial yang kurang komponen
lemak atau lilin. Selulosa dan lignin adalah kontributor utama. Kerogen tipe III
memiliki kapasitas hidrokarbon-generatif yang jauh lebih rendah daripada
kerogen Tipe II dan, kecuali mereka memiliki inklusi kecil dari material Tipe II,
biasanya dianggap menghasilkan terutama gas.
Berdasarkan hasil analisa Rock Eval Pyrolisis maka didapatkan hasil yang
cukup beragam dengan membandingkan Tipe Kerogen Van Krevelen dan Tipe
Kerogen Tipe Meriil. Pada tipe Kerogen Meriil didapatkan hasil yang dominan
berupa Oil Prone dengan nilai rentang 12 – 27, sedangkan hanya 2 yang
mengindikasikan Gas Prone dengan nilai rentang 0,4 – 0,7.
Kedua formasi menunjukkan dominansi Oil Prone yang sama, namun pada
Formasi Lahat didapatkan hasil Tipe Keogen Meriil yang lebih tinggi nilainya, yaitu
rentang 17 – 27 sedangkan pada Formasi Talang Akar hanya pada rentang 12 – 16.
Dilihat dari tabel tersebut maka didapatkan hasil Formasi Talang Akar
mempunyai % Material Organik yang beragam Tipe II-IV pada kedalaman 1050m –
1080m, sedangkan pada Formasi Lahat didapatkan dominasi % Material Organik III
pada kedalaman 1100m – 1150m. Dari hasil ini didapatkan kesimpulan bahwa
material berasal dari tanaman keras (kayu, selulosa) serta menghasilkan % Material
Organik minyak (Oil Prone).
Terbagi atas dua metode yaitu Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk
Metode Langsung / rock eval Pyrolisis dan Analisa Tingkat Kematangan Batuan
Induk Metode Tidak Langsung, berikut data beserta hasil analisa yang disajikan :
3.3.1 Analisa Tingkat Kematangan Batuan Induk Metode Langsung / rock eval
Pyrolisis
Tabel 3.9. Hubungan antara Tmaks dengan tingkat kematangan (Petter and Cassa 1994)
Dari tabel 3.10. didapatkan hasil Belum Matang – Lewat Matang sesuai
dengan klasifikasi Petter and Cassa (1994) yang menerangkan hubungan antara
Tmax dengan tingkat kematangan. Kemudian untuk grafik HI vs Tmax didapatkan
hasil tingkat kematangan Immature – Post Mature sesuai dengan klasifikasi Petter
and Cassa (1994).
Dengan hasil grafik HI vs Tmax tersebut juga dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat kematangan Immature dan Mature diklasifikasikan ke dalam zona minyak
(Oil Window Zone) dan tinfkat kematangan Post Mature diklasifikasikan ke dalam
zona gas (Gas Window Zone). Pada Formasi Talang Akar dan Formasi Lahat
menunjukkan dominansi Zona Minyak, sedangkan Zona Gas hanya ditemukan 1
zona pada Formasi Talang Akar dan 2 zona pada Formasi Lahat.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Metode Langsung
Dari tabel ini maka dapat disimpulkan di daerah Sumatera Selatan pada
Formasi Talang Akar didapatkan dominan Tipe Hidrokarbon Minyak,
sedangkan pada Formasi Lahat didapatkan dominan Tipe Hidrokarbon
Campuran Minyak dan Gas. Kedua hasil tersebut berdasarkan analisa yang
telah dilakukan dengan mempertimbangkan klasifikasi dari para ahli.